7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Sistem Produksi Di era Globalisasi ini organisasi industri merupakan salah satu mata rantai dari sistem perekonomian, karena ia memproduksi dan mendistribusikan produk (barang dan/atau jasa). Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri tersebut. Produksi merupakan bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi mempunyai suatu jalinan hubungan timbal-balik yang sangat erat dengan teknologi. Antara produksi dan teknologi saling membutuhkan. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti keuangan, personalia, dan lain-lain. Suatu proses dalam sistem produksi dapat didefinisikan sebagai integrasi sekuensial dari tenaga kerja, material, informasi, metode kerja, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan, guna menghasilkan nilai tambah bagi produk, agar
7
8
dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Proses itu mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi. Definisi lain dari proses adalah suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau bernilai tambah tinggi. Suatu proses memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan material (yang di ubah menjadi barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi berlangsung. Terdapat tiga kategori untuk semua aktivitas dalam proses. Ketiga kategori itu adalah tugas-tugas (task), aliran-aliran (flows) dan penyimpanan (storage). Suatu tugas atau aktivitas dikatakan memiliki nilai tambah apabila penambahan beberapa input pada tugas itu akan memberikan nilai tambah produk (barang dan/atau jasa) sesuai yang diinginkan konsumen. Terdapat dua jenis aliran yang perlu dipertimbangkan dari setiap proses dalam sistem produksi, yaitu aliran material atau barang setengah jadi dan aliran informasi. aliran material terjadi apabila material dipindahkan dari satu tugas ke tugas berikutnya, atau dari beberapa tugas ke tempat penyimpanan, atau sebaliknya. Selama aliran material berlangsung, terjadi penambahan tenaga kerja dan/atau modal, karena dibutuhkan tenaga kerja dan/atau peralatan untuk memindahkan material atau barang setengah jadi itu. Perbedaan antara aliran (flows) dan tugas (tasks) adalah bahwa aliran mengubah posisi dari barang dan/atau jasa (tidak memberikan nilai tambah), sedangkan tugas mengubah karakteristik (memberikan nilai tambah) pada barang dan/atau jasa. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut : 1. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu. 2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.
9
3. Mempunyai aktivitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. 4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya.
Sistem produksi memiliki komponen atau elemen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah, dan lain-lain. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi, dan kepemimpinan, yang kesemuanya bekaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan, sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi,
sosial dan ekonomi,
serta kebijakan pemerintah akan
sangat
mempengaruhi keberadaan sistem produksi tersebut. Secara skematis sederhana, sistem produksi dapat digambarkan seperti gambar berikut
Gambar 2.1 : Skema Sistem Produksi
10
Dari gambar diatas tamapk bahwa elemen-elemen utama dalam sistem produksi adalah input, proses, dan output serta adanya suatu mekanisme umpan balik untuk pengendalian sistem produksi itu agar mampu meningkatkan perbaikan terusmenerus (continuous improvement). Tabel 2.1 : Contoh-contoh Sistem Produksi No Sistem 1
2
Bank
Rumah Sakit
Input
Output
Karyawan, peralatan, fasilitas gedung, Pelayanan bagi nasabah modal, kaantor, energi, informasi, dll Dokter,
suster,
karyawan,
fasilitas
gedung, peralatan medik, laboratorium, modal, energi, informasi, dll
(deposito, kredit, dll) Pelayanan
medik
bagi
pasien, dll
Karyawan, fasilitas gedung, peralatan, 3
Manufaktur
pabrik,
material,
modal,
energi, Barang jadi , limbah
informasi, manajerial, dll. Pelayanan akademik bagi Dosen, asisten, mahasiswa, karyawan, mahasiswa 4
Universitas
fasilitas
gedung,
untuk
perpustakaan, menghasilkan
laboratorium, modal, informasi, dll.
(S1),
Sarjana
Magister
(S2),
Doktor (S3), dll.
5
Restoran
penerima tamu, koki, bahan makanan, peralatan
makanan,
layanan
yang
menyenangkan, kepuasan pelanggan, dll
2.1.1 Sistem Produksi dalam Kegiatan Menghasilkan Output Berupa Barang Proses produksi merupakan cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu produk dengan mengoptimalkan sumber aya produksi ( tenaga kerja, mesin, bahan baku, dan biaya) yang ada. Kegiatan menghasilkan produk yang berupa barang dapat dibedakan menjadi tiga macam proses, yaitu :
11
1. Proses Produksi Kontinyu (Continue Process) Produksi kontinu adalah suatu metode proses produksi di mana proses berlangsung secara terus menerus tanpa terhenti. Proses produksi kontinu adalah kebalikan dari proses produksi partaian. Proses produksi secara kontinu dilakukan pada industri dengan skala produksi besar. Contoh industri yang melakukan produksi secara kontinu adalah industri gelas. Gelas dipanaskan sehingga berbentuk lunak dan kemudian dialirkan ke mesin pencetak untuk dibentuk. Proses pencairan dan pencetakan berlangsung secara terus menerus tanpa terhenti. Proses produksi pada umumnya dihentikan berdasarkan keperluan perawatan dan perbaikan. Secara rutin (bisa sebulan sekali, enam bulan sekali, atau setahun sekali) proses produksi dihentikan dan dilakukan perawatan dan pemeriksaan menyeluruh (overhaul) terhadap alat-alat proses. Pada proses produksi secara kontinu umum digunakan sistem yang terotomatisasi. Dengan bantuan PLC (Programmable Logic Controller) atau pengontrol otomatis lain, kesalahan proses produksi akibat kecerobohan manusia dapat dikurangi sehingga proses produksi dapat berlangsung terus menerus dengan kondisi yang stabil atau bahkan mendekati tunak (semua keadaan konstan dan tidak berubah). Bila dibandingkan dengan proses produksi secara partaian, proses produksi secara kontinu bersifat lebih efisien karena waktu jeda yang terdapat pada proses produksi partaian dapat dihindari. Kelemahan yang dimiliki proses produksi secara kontinu adalah sifat alatnya yang tidak dapat dimodifikasi. Pada umumnya, satu jalur produksi hanya dapat digunakan untuk memproduksi satu jenis produk. Ciri-ciri proses produksi Kontinyu adalah : 1. Produksi dalam jumlah besar (produksi massa), variasi produk sangat kecil dan sudah distandardisir. 2. Menggunakan product lay out atau departementation by product. 3. Mesin bersifat khusus (special purpose machines).
12
4. Operator tidak mempunyai keahlian/skill yang tinggi. 5. Salah satu mesin /peralatan rusak atau terhenti, seluruh proses produksi terhenti. 6. Tenaga kerja sedikit. 7. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses kecil. 8. Dibutuhkan
maintenance
specialist
yang
berpengetahuan
dan
pengalaman yang banyak. 9. Pemindahan bahan dengan peralatan handling yang fixed ( fixed path equipment ) menggunakan ban berjalan ( conveyor ). Kebaikan proses produksi Kontinyu adalah : 1. Biaya per unit rendahbila produk dalam volume yang besar dan distandardisir. 2. Pemborosan dapat diperkecil, karena menggunakan tenga mesin. 3. Biaya tenaga kerja rendah. 4. Biaya pemindahan bahan di pabrik rendah karena jaraknya lebih pendek. Sedangkan kekurangan proses produksi terus-menerus adalah : a. Terdapat kesulitan dalam perubahan produk. b. Proses produksi mudah terhenti, yang menyebabkan kemacetan seluruh proses produksi. c. Terdapat kesulitan menghadapi perubahan tingkat permintaan. 2. Proses Produksi Terputus (Intermittent Process/Discrete System) Proses produksi terputus adalah suatu sistem produksi diman kegiatan produksi dilakukan tidak standar, tetapi didasarkan produk yang dikerjakan, sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur yang dapat bersifat lebih
13
luwes ( flexible ) untuk dapat dipergunakan bagi menghasilkan berbagai produk dan berbagai ukuran. Ciri-ciri proses produksi yang terputus-putus adalah : 1. Produk yang dihasilkan dalam jumlah kecil, variasi sangat besar dan berdasarkan pesanan. 2. Menggunakan process lay out (departementation by equipment). 3. Menggunakan mesin-mesin bersifat umum (general purpose machines) dan kurang otomatis. 4. Operator mempunyai keahlian yang tinggi. 5. Proses produksi tidak mudah berhenti walaupun terjadi kerusakan di salah satu mesin. 6. Menimbulkan pengawasan yang lebih sukar. 7. Persediaan bahan mentah tinggi. 8. Pemindahan bahan dengan peralatan handling yang flexible (varied path equipment) menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong (forklift). 9. Membutuhkan tempat yang besar. Kelebihan proses produksi terputus-putus adalah : 1. Flexibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan produk yang berhubungan dengan: a. process lay out b. mesin bersifat umum (general purpose machines) c. sistem pemindahan menggunakan tenaga manusia. 2. Diperoleh penghematan uang dalam investasi mesin yang bersifat umum.
14
3.
Proses produksi tidak mudah terhenti, walaupun ada kerusakan di salah satu mesin.
Sedangkan kekurangan proses produksi terputus-putus adalah : 1. Dibutuhkan scheduling, routing yang banyak karena produk berbeda tergantung pemesan. 2. Pengawasan produksi sangat sukar dilakukan. 3. Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses cukup besar. 4. Biaya tenaga kerja dan pemindahan bahan sangat tinggi, karena menggunakan tenaga kerja yang banyak dan mempunyai tenaga ahli. 3.
Proses Produksi yang Bersifat Proyek Proses produksi yang bersifat proyek adalah suatu sistem produksi dimana
kegiatan produksi dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan di tempat atau lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan. Setiap sistem terdiri dari subsistem yang lebih kecil, sehingga dalam perusahaan sebagai suatu organisasi, sistem pengorganisasiannya terdiri dari beberapa subsistem, yang merupakan subsistem fungsional. Ada 3 macam subsistem dalam perusahaan yang dapat dibedakan yaitu : 1. Sistem Perumusan Kebijaksanaan (Policy Formulating System) Fungsinya adalah menyelarakan kebijaksanaan organisasi perusahaan yang mendasar dan menyeluruh dengan memproses dan mengolahserta menganalisis informasi yang mencerminkan keadaan perusahaan dan lingkungan sekarang ini , keadaan di masa depan bagi pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.
15
2.
Sistem Pengendalian Umum (General Control System) Fungsi utamanya adalah mengubah dan mentransformasikan informasi
untuk dasar pengukuran, pengevaluasian dan pemantauan terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan, strategi dan program perencanaan serta sekaligus memberikan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk perbaikan atau koreksi agar tujuan dan sasaran yang direncanakan dapat tercapai. 3. Sistem Pengorganisasian Antara (Intermediate Organisasi System) Fungsinya adalah untuk memberikan dukungan pelayanan yang dibutuhkan oleh subsistem yang terdapat dalam organisasi perusahaan atau sekaligus mendukung sistem organisasi perusahaan. Dukungan pelayanan yang tekait dengan fungsi dari sistem ini termasuk pengendalian, pelimpahan wewenang, penyampaian saran dan keputusan serta dukungan pelayanan lainnya.
2.1.2 Perencanaan dan Pengendalian Produksi Secara umum perencanaan & pengendalian produksi dapat diartikan sebagai aktivitas merencanakan dan mengendalikan material masuk, mengalir, dan keluar dari sistem produksi sehingga permintaan pasar dapat dipenuhi dengan jumlah yang tepat, waktu penyerahan yang tepat dan biaya produksi yang minimum. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi dapat dikelompokkan menjadi tigaantara lain meliputi:
1. Routing Routing merupakan kegiatan menentukan uruturutan dalam mengerjakan suatu pekerjaan,sejak dimulai sampai dengan barang itu jadi. 2. Scheduling Scheduling merupakan pembuatan jadwal (shedule) untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Jadwal kegiatan dibuat sejak mulainya pekerjaan sampai dengan selesai.Penyusunan schedule biasanya didasarkan pada per-mintaan konsumen,kemampuan sarana dan prasarana dan kendala -kendala yang lain.
16
Biasanya untuk menjaga kelancaran proses produksi perlu dibuat Master Schedule. Master Schedule adalah daftar barang setiap macam barang pada waktu-waktu tertentu.Untuk memudahkan pelaksanaannya dan membacanya, biasanya scheduledinyatakan dalam bentuk table atau kadang-kadang berbentuk Guant chart, yaitu bagan berupa balok untuk menunjukkan waktu kegiatan. 3. Dispatching dan Follow up Dispatching merupakan pemberian wewenang untuk melaksanakan suatu kegiatan.Pelaksanaan dispatching dapat dilakukan dengan perintah lisan, perintah tertulis,atau dengan tanda yang berupa bunyi. Sedangkan Follow up merupakan suatulangkah perbaikan atas kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya.
Kesalahanterjadi
karena
rencana
tidak
sesuai
dengan
pelaksanaan.
Sedangakan jika kita definisikan secara terpisah akan mencakup dua aktivitas yakni: a. Perencanaan produksi : aktivitas untuk menetapkan produk yang diproduksi, jumlah yang dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang dibutuhkan. b. Pengendalian
produksi : aktivitas yang menetapkan kemampuan
sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi berjalan sesuai rencana, melakukan perbaikan rencana. Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi: a. Mengusahakan agar perusahaan dapat berproduksi secara efisien dan efektif. b. Mengusahakan agar perusahaan dapat menggunakan modal seoptimal mungkin. c. Mengusahakan agar pabrik dapat menguasai pasar yang luas. d. Untuk dapat memperoleh keuntungan yang cukup bagi perusahaan. e. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu.
17
f. Memonitor permintaan yang aktual, membandingkannya dengan ramalan. g. permintaan sebelumnya dan melakukan revisi atas ramalan tersebut jika terjadi penyimpangan. h. Menetapkan ukuran pemesanan barang yang ekonomis atas bahan baku yang akan dibeli. i.
Menetapkan sistem persediaan yang ekonomis.
j.
Menetapkan kebutuhan produksi dan tingkat persediaan pada saat tertentu.
k. Memonitor tingkat persediaan, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi rencana produksi pada saat yang ditentukan. l.
Membuat jadwal produksi, penugasan, serta pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci.
Tingkat perencanaan & pengendalian produksi : 1.
Perencanaan jangka panjang Kegiatan peramalan usaha, perencanaan jumlah produk dan penjualan, perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan bahan, dan perencanaan finansial
2.
Perencanaan jangka menengah Perencanaan kebutuhan kapasitas, perencanaan kebutuhan material, jadwal induk produksi, dan perencanaan kebutuhan distribusi.
3. Perencanaan jangka pendek Kegiatan penjadwalan perakitan produk akhir, perencanaan dan pengendalian
input-output,
pengendalian
kegiatan
produksi,
perencanaan dan pengendalian purchase, dan manajemen proyek . Perencanaan & pengendalian produksi yang dilakukan adalah mencakup beberapa aktivitas sebagai berikut: Ø Peramalan kuantitas permintaan Ø Perencanaan persediaan: jenis, jumlah, dan waktu Ø Perencanaan kapasitas (Menyusun Rencana Agregat) tenaga kerja, mesin, fasilitas untuk penyesuaian permintaan dengan kapasitas. Rencana agregat
18
bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan tenaga kerja (reguler, lembur, subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan produk dan sumber daya secra terpadu (tidak per produk). Ø Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci mengenenai “apa & berapa unit” yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya) memecah (disagregat) rencana agregat ke dalam rencana produksi (apa, kapan, berapa) yang akan direalisasikan. Ø Perencanaan pembelian/pengadaan: jenis, jumlah, dan waktu Ø Penjadwalan pada mesin & fasilitas produksi. Penjadwalan ini meliputi unrutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu penyelesaian, prioritas pengerjaan, dsb. Ø Monitoring aktivitas produksi Ø Pelaporan dan pendataan
2.1.3 Strategi Respon Terhadap Permintaan Konsumen Strategi respon terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaiman suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respon terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respon terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut : 1. Design to Order Design to Order atau disebut juga Engineer to Order yaitu suatu strategi perusahaan yang tidak membuat produk sebelumnya, dan tidak ada sistem inventory. Sebab, produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. 2. Make to Order Yaitu system produksi yang dilakukan bila produsen membuat (memproduksi) suatu produk/item “jika & hanya jika” telah menerima pesanan dari komsumen untuk produk/item tersebut.
19
Perusahaan industri yang memilih Make to Order hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem inventory, dari produkproduk yang telah dibuat sebelumnya. 3. Assamble to Order Yaitu system produksi yang dilakukan bila produsen membuat desain standard yang teridri atas beberapa komponen dan merakit (assembly) suatu kombinasi tertentu dari komponen tersebut sesuai dengan pesanan konsumen. Komponen-komponen standar tersebut bias dirakit untuk berbagai tipe produk. Contohnya adalah perusahaan mobil, dimana mereka menyediakan pilihan transmisi secara manual /otomatis, AC, Audio, Interior, dan engine khsusus dengan berbagai varian. Komponen-komponen tersebut telah disiapkan (diproduksi) terlebih sejak awal dan baru akan dirakit menjadi mobil utuh behitu ada pesanan dari agen. Saat order diterima produk dirakit dari beberapa komponen standard yang tersedia di inventory, tidak terdapat finished good karena produk memiliki beberapa fitur pilihan sesuai keinginan customer. Customer tidak menanti keseluruhan waktu siklus, melainkan hanya waktu perakitannya saja yang mungkin memiliki konfigurasi yang unik bagi tiap-tiap customer meskipun memiliki komponen yang sama Strategi Assamble to Order akan memiliki inventory yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir ke pelanggan. 4. Make to Stock Yaitu system produksi yang dilakukan bila produsen membuat (memproduksi) produk/item sebagai suatu persediaan sebelum pesanan dari komsumen diterima. Perusahaan industri yang memilih Make to Stock akan memiliki inventory yang terdiri dari produk akhir untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada
20
permintaan dari pelanggan. Kebutuhan konsumen diambil dari persediaan yang terdapat di gudang. 5. Make to Demand Strategi Make to Demand dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan dalam perusahaan industri, dimana respons terhadap permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Strategi ini responsif secara lengkap terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi Make to Stock. Berdasarkan ukuran jumlah produk yang dihasilkan, produksi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaiyu : 1. Produksi proyek, jumlah unit yang diproduksi biasanya satu dengan jumlah operasi banyak dan melibatkan sumber daya yang cukup banyak juga. 2. Produksi batch, bila jumlah yang diproduksi berukuran seddang, biasanya perusahaan memproduksi dengan banyak jenis produk. 3. Produksi massal, bila jumlah yang diproduksi sangat besar, jumlah produksi perusahaan umumnya lebih sedikit dibandingkan batch. Berdasarkan cara memproduksi (berhubungan dengan pengaturan fasilitas produksi), produksi dikelompokkan menjadi: 1. Produksi flow shop 2. Produksi fleksibel (flexsibel manufacturing systems), 3. Produksi job shop, biasanya untuk volumeproduksi batch, 4. Produksi continue, biasanya untuk volume produdsi massal.
21
2.1.4 Fungsi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Dalam Aktivitas Produksi Fungsi perencanaan dan pengendalian produksi dalam aktivitas produksi Menurut Kusuma (2002:2) fungsi dasar dalam aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi adalah: 1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. 2. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomis dan terpadu. 3. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan. 4. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode.
2.2 Peramalan (Forecasting) Untuk menyelesaikan masalah di masa datang yang tidak dapat dipastikan, orang senantiasa berupaya menyelesaikannya dengan model pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan perilaku aktual data , begitu juga dalam melakukan peramalan. Begitu juga dalam melakukan peramalan. Peramalan (forecasting) permintaan akan produk dan jasa di waktu mendatang dan bagian-bagiannya adalah sangat penting dalam perencanaan dan pengawasan produksi. Suatu peramalan banyak mempunyai arti, maka peramalan tersebut perlu direncanakan dan dijadwalkan sehingga akan diperlukan suatu periode waktu paling sedikit dalam periode waktu yang dibutuhkan untuk membuat suatu
22
kebijaksanaan dan menetapkan beberapa hal yang mempengaruhi kebijaksanaan tersebut. Peramalan diperlukan disamping untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang juga para pengambil keputusan perlu untuk membuat planning.
2.2.1 Definisi Peramalan (Forecasting) Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Oleh karena itu, peramalan pada dasarnya merupakan suatu taksiran, tetapi dengan menggunakan cara-cara tertentu peramalan dapat lebih daripada hanya satu taksiran. Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu taksiran yang ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan kemampuan manusia. Sebelum menjabarkan tentang metode peramalan ini, maka terlebih dahulu diukur tentang definisi dari peramalan itu sendiri. Menurut John E. Biegel: “ Peramalan adalah kegiatan memperkirakan tingkat permintaan produk yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang”. (John E. Biegel, 1999) Dalam peramalan (forecasting) tidak jarang terjadi kesalahan misalnya saja penjualan sering tidak sama dengan nilai eksak yang diperkirakan. Sedikit variasi dari perkiraan sering dapat diserap oleh kapasitas tambahan, sediaan penjadwalan permintaan. Tetapi, variasi perkiraan yang besar dapat merusak operasi. Ada tiga cara untuk mengakomodasi perkiraan, yaitu: yang pertama adalah mencoba mengurangi kesalahan melakukan pemerakiraan yang lebih baik. Yang kedua adalah, membuat fleksibilitas pada operasi dan yang terakhir adalah mengurangi waktu tunggu yang dibutuhkan dalam prakiraan. Tetapi kemungkinan kesalahan terkecil adalah tujuan yang konsisten dengan biaya perkiraan yang masuk akal.
23
Menurut Buffa: “ Peramalan atau forecasting diartikan sebagai penggunaan teknik-teknik statistik dalam bentuk gambaran masa depan berdasarkan pengolahan angka-angka historis”. (Buffa S. Elwood, 1996) Menurut Makridakis: “ Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen”. (Makridakis, 1988) Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktorfaktor lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungannya pada hal- hal yang belum pasti. Peramalan menjadi lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Karena setiap organisasi berkaitan satu sama lain, baik buruknya ramalan dapat mempengaruhi seluruh bagian organisasi. (Makridakis, 1988)
2.2.2 Peranan dan Kegunaan Peramalan Beberapa bagian organisasi dimana peramalan kini memainkan peranan yang penting antara lain: (Makridakis, 1988) a. Penjadwalan sumber daya yang tersedia penggunaan sumber daya yang efisien memelukan penjadwalan produksi, transportasi, kas, personalia dan sebagainya. b. Penyediaan sumber daya tambahan Waktu tenggang (lead time) untuk memperoleh bahan baku, menerima pekerja baru, atau membeli mesin dan peralatan dapat berkisar antara beberapa hari sampai beberapa tahun. Peramalan diperlukan untuk menentukan kebutuhan sumber daya di masa mendatang.
24
c. Penentuan sumber daya yang diinginkan Setiap organisasi harus menentukan sumber daya yang ingin dimiliki dalam jangka panjang. Keputusan semacam itu bergantung pada kesempatan pasar, faktor-faktor lingkungan dan pengembangan internal dari sumber daya finansial, manusia, produk dan teknologis. Semua penentuan ini memerlukan ramalan yang baik dan manajer dapat menafsirkan perkiraan serta membuat keputusan yang tepat. Walaupun terdapat banyak bidang lain yang memerlukan peramalan namun tiga kelompok di atas merupakan bentuk khas dari keperluan peramalan jangka pendek, menengah dan panjang dari organisasi saat ini. Dengan adanya serangkaian kebutuhan itu, maka perusahaan perlu mengembangkan pendekatan berganda untuk memperkirakan peristiwa yang tiak tentu dan membangun suatu sistem peramalan. Pada gilirannya, organisasi perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang meliputi paling sedikit empat bidang yaitu identifikasi dan definisi masalah peramalan, aplikasi serangkaian metode peramalan, prosedur pemilihan metode yang tepat untuk situasi tertentu dan dukungan organisasi untuk menerapkan dan menggunakan metode peramalan secara formal. Tiga kegunaan peramalan antara lain adalah: 1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik. 2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan dengan fasilitas yang ada. 3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan berdasarkan peralatan yang ada.
2.2.3 Jenis-jenis Peramalan Situasi peramalan sangat beragam dalam horizon waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe pola dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan.
25
Peramalan pada umumya dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung dalam cara melihatnya. Dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester. Lebih tegasnya peramalan jangka panjang ini berorientasi pada dasar atau perencanaan. b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang dilakukan kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester. Penetapan jadwal induk produksi untuk bulan yang akan datang atau periode kurang dari satu tahun sangat tergantung dari peramalan jangka pendek. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya, maka peramalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Peramalan subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau ketajaman pikiran orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil peramalan. 2. Peramalan objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu dengan menggunakan teknik-teknik dan metodemetode dalam penganalisaan data tersebut. Dilihat dari sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Peramalan kualitatif atau teknologis, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif masa lalu. Hasil peramalan yang ada tergantung pada orang yang menyusunnya, karena peramalan tersebut sangat ditentukan oleh pemikiran yang bersifat intuisi, judgement (pendapat) dan
26
pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya.Metoda kualitatif dibagi menjadi dua metode, yaitu: a. Metode eksploratif Pada metoda ini dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai awal dan bergerak ke arah masa depan secara heuristik, sering kali dengan melihat semua kemungkinan yang ada. b. Metode normatif Pada metode ini dimulai dengan menetapkan sasaran tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai berdasarkan kendala, sumber daya dan teknologi yang tersedia. 2. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat tergantung pada metode yang digunakan dalam peramalan tersebut. Metode yang baik adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan aau penyimpangan yang mungkin. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut: (Makridakis, 1988) 1. Informasi tentang keadaan masa lalu. 2. Informsi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berkelanjutan pada masa yang akan datang. Metode peramalan kuantitatif terbagi atas dua jenis model peramalan yang utama, yaitu:
27
1. Model deret berkala (time series) Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu. 2. Model kausal Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu yang disebut metedo korelasi atau sebab akibat. Model kausal terdiri dari a. Metode regresi dan korelasi b. Metode ekonometri c. Metode input dan output
2.2.4 Karakteristik Peramalan yang Baik Karakteristik dari peramalan yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu dari hal-hal sebagai berikut: a. Ketelitian/ Keakuratan Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan hasil kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut bila terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Peramalan yang terlalu rendah akan mengakibatkan kekuranga persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera akibatnya perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga
28
banyak modal yang terserap sia – sia. Keakuratan dari hasil peramalan ini berperan penting dalam menyeimbangkan persediaan yang ideal. b. Biaya Biaya untuk mengembangkan model peramalan dan melakukan peramalan akan menjadi signifikan jika jumlah produk dan data lainnya semakin besar. Mengusahakan melakukan peramalan jangan sampai menimbulkan ongkos yang terlalu besar ataupun terlalu kecil. Keakuratan peramalan dapat ditingkatkan dengan mengembangkan model lebih komplek dengan konsekuensi biaya menjadi lebih mahal. Jadi ada nilai tukar antara biaya dan keakuratan. c. Responsif Ramalan harus stabil dan tidak terpengaruhi oleh fluktuasi demand. d. Sederhana Keuntungan utama menggunakan peramalan yang sederhana yaitu kemudahan untuk melakukan peramalan. Jika kesulitan terjadi pada metode sederhana, diagnosa dilakukan lebih mudah. Secara umum, lebih baik menggunakan metode paling sederhana yang sesuai dengan kebutuhan peramalan.
2.2.5 Jenis-jenis Pola Data Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series) yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (Makridakis, 1988)
29
1. Pola Horizontal (H) atau Horizontal Data Pattern Pola data ini terjadi bilamana data berfluktuasi di sekitar nilai ratarata. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Bentuk pola horizontal ditunjukan seperti gambar berikut.
Gambar 2.2 : Pola Data Horisontal 2. Pola Trend (T) atau Trend Data Pattern Pola data ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekular jangka panjang dalam data. Contohnya penjualan perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya, selama perubahan sepanjang waktu. Bentuk pola trend ditunjukan seperti gambar berikut.
Gambar 2.3 : Pola Data Trend
30
3. Pola Musiman (S) atau Seasional Data Pattern Pola data ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulan atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim dan bahan bakar pemanas ruang semuanya menunjukan jenis pola ini. Bentuk pola trend ditunjukan seperti gambar berikut.
Gambar 2.4 : Pola Data Musiman 4. Pola Siklis (S) atau Cyclied Data Pattern Pola data ini terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contohnya penjualan produk seperti mobil, baja. Bentuk pola siklis ditunjukan seperti gambar 2.4.
Gambar 2.5 : Pola Data Siklis
31
2.2.6 Teknik Peramalan Teknik peramalan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: A. Metode Time Series (Deret Waktu) Secara garis besar metode Time Series dapt dikelompokkan menjadi: 1.
Metode Averaging
Dipakai untuk kondisi dimana setiap data pada waktu yang berbeda mempunyai bobot yang sama sehingga fluktasi random data dapat direndam dengan rata-ratanya, biasanya dipakai untuk peramalan jangka pendek. Adapun metode-metode yamg termasuk di dalamnya, antara lain: a. Simple Average Rumus yang digunakan:
dimana: X= F = Hasil ramalan T = Periode Xi= Demand pada periode t b. Single Moving Average Apabila diperoleh data yang stasioner, metode ini cukup baik untuk meramalkan keadaan. Rumus yang digunakan:
dimana: X= F = Hasil ramalan
32
T = Periode Xi = Demand pada periode t
c. Double Moving Average Jika data tidak stasioner serta mengandung pole trend, maka dilakukan moving average terhadap hasil single moving average. Rumus yang digunakan:
2.
Metode Smoothing (Pemulusan) Dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang satu berbeda
dengan data pada periode sebelumnya dan membentuk fungsi Exponential yang biasa disebut Exponential smoothing. Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya, antara lain: a. Single Exponential Smoothing Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan data karena perlu lagi menyimpan data historis. Pengaruh besar kecilnya a berlawanan arah dengan pengaruh memasukan jumlah pengamatan. Metode ini selalu mengikuti setiap trend dalam data sebanarnya karena yang dapat dilakukannya tidak lebih dari mengatur ramalan mendatang dengan suatu persentase dari kesalahan terakhir. Untuk menentukan a mendekati optimal memerlukan beberapa kali percobaan.
33
Rumus yang digunakan:
Dimana: Ft+1 = Hasil peramalan untuk periode t + 1 a
= Konstanta pemulusan
Xt
= Data demand pada periode t
Ft
= Periode sebelumnya
b. Double Exponential Smoothing satu parameter dari Browns Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Browns adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend. Persamaan yang dipakai dalam metode ini adalahsebagai berikut:
dimana: Xt
= Data demand pada periode t
S’t
= Nilai pemulusan I periode t
S”t
= Nilai pemulusan II periode t
S’t
= Nilai pemulusan pertama sebelumnya (t-1)
34
S”t-1 = Nilai pemulusan kedua sebelumnya (t-1) a
= Konstanta pemulusan
at
= Intersepsi pada periode t
bt
= Nilai trend periode t
F t-1
= Hasil peramalan untuk periode t+1
m
= Jumlah periode waktu kedepan yang diramalkan
c. Double Exponential Smoothing Dua Parameter dari Holt Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt pada prinsipnya serupa dengan Browns kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memutuskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan dari pemulusan eksponensial linier Holt didapat dengan menggunakan dua konstanta pemulusan dan tiga persamaan, yaitu:
d. Regresi Linier Regresi linier digunakan untuk peramalan apabila set data yang ada linier, artinya hubungan antara variabel waktu dan permintaan berbentuk garis (linier). Metode regresi linier didasarkan atas perhitungan least square error, yaitu dengan memperhitungkan jarak terkecil kesuatu titik pada data untuk ditarik garis. Adapun untuk persamaan peramalan regresi linier dipakai tiga konstanta, yaitu a, b dan Y. Dengan masing-masing formulasinya adalah sebagai berikut:
35
Dimana: y
= Variabel yang diprediksi
a,b
= Parameter peramalan
t
= Variabel independen
2.2.7. TrackingSignal Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model yang dipilih, seyogianya kita membangun peta kontrol tracking signal. Suatu tracking signal yang baik memiliki RSFE (running sum of the forecast errors) yang rendah dan mempunyai positif error yang sama banyak atau seimbang dengan negatif error sehingga pusat dari tracking signal mendekati nol. Apabila tracking signal telah dihitung, kita dapat membangun peta kontrol tracking signal sebagaimana halnya dengan peta-peta kontrol dalam pengendalian proses statistikal (statistical process control = SPG), yang memiliki batas kontrol atas (upper control limit) dan batas kontrol bawah (lower control limit). Beberapa ahli dalam sistem peramalan seperti George Plossl dan Oliver Wright, dua pakar production and inventory control, menyarankan untuk menggunakan nilai tracking signal maksimum ± 4 sebagai batas-batas pengendalian untuk tracking signal. Dengan demikian apabila tracking signal telah berada di luar batas-batas pengendalian, modelramalan perlu ditinjau kembali, karena akurasi peramalan tidak dapat diterima.
2.3
Proses Disagregasi Pada perencanaan produksi tidak dibahas produk yang akan diproduksi secara
rinci melainkan dalam bentuk agregat yaitu suatu ukuran yang mempresentasikan kumpulan beberapa produk. Agar rencana tersebut dapat diimplementasikan, perlu
36
dilakukan disagregasi dalam jumlah produk masing-masing produk individu (item). Hasil disagregasi ini menjadi Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule). Dengan kata lain proses disagregasi adalah proses perencanaan yang dibuat untuk seluruh produk yang menggunakan unsur yang sama dan dirinci kedalam masing-masing produk yang berbeda. Hasil yang diperoleh dari proses disagregasi adalah: e. Demand tiap end item f. On hand end item g. Master Production Schedule /Jadwal Induk Produksi
Metode yang digunakan untuk melakukan proses disagregasi baik yang bersifat analitis atau heuritis, antara lain: a. Pendekatan Hax dan Meal b. Pendekatan Hax dan Meal c. Rencana yang lebih tinggi menjadi pembatas atau kendala bagi rencana tingkat rendah d. Agregat taktis (operasional) e. Metode Analitik
Yang termasuk ke dalam metode analitik: a. Linier Programing Method b. Integer Programing Method c. Family Set Up Method
2.4
Master Production Schedule (Jadwal Induk Produksi)
2.4.1 Konsep Dasar Tentang Aktifitas Master Production Schedule(JIP) Pada dasarnya Jadwal Induk Produksi (JIP) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. JIP mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi. Aktivitas JIP pada
37
dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui JIP, memproses transakasi dari JIP, memelihara catatan-catatan, mengevaluasi efektivitas dari MPS dan memberikan laporan evaluasi dalam waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan. JIP (master production schedule/MPS) pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut: 1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material (material requirements planning/MRP). 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase orders) untuk item-item MPS. 3. Menentukan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas. 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Tugas dan tanggung jawab dari penyusun JIP/MPS adalah membuat perubahan- perubahan pada catatan MPS, mendisagregasikan rencana produksi untuk menciptakan MPS, menjamin bahwa keputusan-keputusan produksi yang ada dalam MPS itu telah sesuai dengan rencana produksi dan yang terpenting adalah mengkomunikasikan hal-hal utama dalam MPS itu kepada bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Selanjutnya sebagai bagian dari proses umpan balik secara umum, penyusun jadwal induk produksi harus memantau performansi aktual terhadap MPS dan rencana produksi dan hasil-hasil operasional untuk diberikan kepada manajemen puncak. Berdasarkan pemantauan ini, penyusun MPS akan mampu melakukan analisis sebab akibat yang memberikan dampak pada MPS apabila terjadi perubahan-perubahan dalam rencana. Jadwal induk produksi (MPS) dikembangkan agak sedikit berbeda, tergantung jenis industri make to order (MTO) atau make to stock (MTS) dan jumlah item yang diproduksi (sedikit atau banyak). JIP pada industri MTS menggunakan data peramalan permintaan bersih (peramalan bersih dikurangi persediaan ditangan). Jika hanya ada beberapa macam produk akhir yang dibuat, maka JIP-nya merupakan suatu pernyataan tentang kebutuhan-kebutuhan akan produk individu. Bila produk akhir yang dibuat banyak, misalkan lebih dari 500 macam, maka tidak praktis bila kita membuat JIP berdasarkan produk. Dalam hal ini, biasanya dikelompokan
38
menjadi kelompok-kelompok sejenis kemudian perencanaan tersebut didetailkan secara proporsional menjadi satu jadwal untuk satu item individu untuk masingmasing kelompok produk sejenis. Untuk industri bertipe make to order (MTO), pesanan yang belum terpenuhi merupakan data permintaan yang dibutuhkan, sehingga pesanan-pesanan dari konsumen akan menentukan JIP-nya. Pada industri dimana ada sedikit komponenkomponen dasar tersebut dan bukan untuk produk-produk akhirnya sebagai contohnya adalah mobil, dimana komponen-komponen dasarnya adalah mesin, transmisi, komponen body dan lain-lain.
2.4.2 Horizon Perencanaan, Lead Time dan Production Time Fences Berikut ini aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu dalam proses MPS: a. Panjang horizon perencanaan Horizon perencanaan didefinisikan sebagai periode waktu mendatang terjauh dari jadwal produksi. Biasanya ditetapkan dengan memperhatikan waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time) ditambah waktu untuk lot sizing. b. Waktu tunggu produksi Waktu tunggu didefinisikan sebagai lama waktu menunggu sejak penempatan pesanan sampai memperoleh pesanan itu. Dalam sistem produksi, waktu tunggu berkaitan dengan waktu menunggu diproses, bergerak atau berpindah, set up untuk setiap komponen yang diproduksi. c. Time fences Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit dan mahal (costly) apabila dibuat pada saat mendekati waktu penyelesaian produk. Untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan bahwa perubahanperubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum perubahan-perubahan itu disetujui. MPS dapat dibagi ke dalam beberapa zona waktu dengan menetapkan prosedur berbeda dalam mengatur perubahan-perubahan jadwal dalam setiap zona waktu (time zone), time fences memisahkan zona waktu itu.
39
Dengan demikian time fences dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi manufaktur. Batasbatas di antara periode horizon perencanaan akan membantu penyusun MPS dengan cara mengijinkan petunjuk yang berbeda guna mengatur modifikasi jadwal. Perubahan-perubahan terhadap MPS dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi melewati waktu tunggu kumulatif. Time fences yang paling umum dikenal adalah demand time fences (DTF) dan planning time fences (PTF). Demand time fences (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planning time fences (PTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidak sesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya.
2.4.3 Pemilihan Item-item MPS Faktor utama lain yang perlu diperhatikan dalam mendesain MPS adalah pemilihan item-item MPS. Pemilihan item-item yang dijadwalkan melalui MPS juga perlu mendapat perhatian khusus. Pemilihan item-item ini penting, karena tidak hanya mempengaruhi bagaimana MPS beroperasi. Terdapat beberapa criteria dasar yang mengatur pemilihan item-item dalam MPS, yaitu: a. Item-item yang dijadwalkan seharusnya merupakan produk akhir, kecuali ada pertimbangan yang jelas menguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang lebih kecil daripada produk akhir. b. Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat membuat keputusan yang efektif terhadap MPS apabila jumlah item-item MPS terlalu banyak. c. Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan permintaan dari item-item MPS. Item-item yang dijadwalkan harus berkaitan erat dengan item-item yang dijual.
40
d. Item-item yang dipilih harus dimasukan dalam perhitungan kapasitas produksi yang dibutuhkan. e. Item-item MPS harus memudahkan dalam penterjemahan pesanan-pesanan pelanggan kedalam pembuatan produk yang akan dikirim.
2.4.4 Teknik Penyusunan MPS
Tabel 2.2 : Bentuk Umum dari MPS Item Number
:
Description
:
Lead Time
:
Safety Stock
:
Order Quantity
:
DTF
:
PTF
:
Periode
Past due
1
2
3
....
n
Forecast Actual Order Project
Available
Balance Available
to
Promise
(ATP) Master Schedule Planned Order
Berikut ini penjelasan singkat berkaitan dengan informasi yang ada dalam MPS a. Lead time adalah waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. b. Order quantity adalah banyaknya/jumlah pemesanan. c. Safety stock adalah stok tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventory yang dijadikan sebagai cadangan pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat. Safety stock merupakan kebijaksanaan manajemen berkaitan dengan
41
stabilisasi dari sistem manufaktur, dimana apabila sistem manufaktur semakin stabil kebijaksanaan stok pengaman ini dapat diminimumkan. d. Forecast 1. Berupa estimasi terhadap kuantitas end item yang akan terjual pada setiap periodenya. 2. Informasi datang dari bagian pemasaran. e. Actual Order, berupa pesanan konsumen yang sudah diterima sehingga statusnya pasti. f. Project Available Balance (proyeksi persediaan/ on hand) 1. Digumakan untuk merencanakan jumlah yang harus diproduksi. 2. Dihitung dengan anggapan bahwa penjualan akan sesuai dengan peramalan. g. Available to Promise (ATP) 1. Merupakan alat yang digunakan untuk menjanjikan jumlah yang bisa dipesan konsumen. 2. Merupakan bagian dari persediaan yang belum dijanjika. 3. Digunakan oleh bagian pemasaran untuk membuat janji penjualan di masa yang akan datang. h. Master Schedule (jadwal produksi) 1. Berupa keputusan tentang kuantitas yang akan diproduksi dan saat produksi itu memasuki stock. 2. Ditentukan dengan memperhatikan ketersediaan material dan kapasitas. 3. Total dari master schedule untuk setiap individual part harus sama dengan total yang dinyatakan dalam rencana produksi. i.
DTF (Demand Time Fences) dan PTF (Planning Time Fences), time fences merupakan perencanaan ke dalam beberapa zona dimana setiap zona mempunyai aturan yang berbeda.
Rumus-rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:
1. PAB (Project Available Balance) Pada daerah DTF:
42
PABt = PABt-1 + MSt – AO
Pada daerah PTF: PABt= PABt-1+ MSt– max (AO t,F t)
2. ATP (Available to Promise) Pada periode 1: ATPt= PABnow+ MSt- ? AOsebelum ada MS berikutnya
3. PO (Planned Order) Dihitung apabila PAB minus (negatif), perhitungan kebutuhan tergantung pada periode net requirement.
2.5.
Rought Cut Caoacity Planning (RCCP) Rought Cut Capacity Planning (RCCP)/ perencanaan kapasitas kasar ini
termasuk dalam perencanaan kapasitas jangka panjang. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan MPS. Horizon waktu sama dengan MPS, biasanya 1 sampai dengan 3 tahun. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan priroritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik
tertentu, khusunya yang
diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.
43
Pada dasarnya Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: a. Tenaga kerja b. Mesin dan peralatan c. Kapasitas gudang d. Kapabilitas pemasok material dan parts e. Sumber daya keuangan
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource Requirement Planning = RRP), kecuali bahwa Rought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberapa hal, seperti: a. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan ke dalam level
item. b. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan berdasarkan
periode waktu harian atau mingguan. c. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) mempertimbangkan lebih banyak
sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS.
Misalkan bahwa informasi yang berkaitan dengan rencana produksi untuk satu bulan tertentu (katakanlah dalam minggu-minggu:32, 33, 34, dan 35) adalah: Kelompok A = 720 unit, kelompok produk B = 240 unit, dan kelompok produk C = 160 unit. Selanjutnya kita akan memfokuskan perhatian pada kelompok produk A. Katakanlah bahwa kelompok produk A terdiri dari tiga produk assembly (produk 1, produk 2, dan produk 3) serta berdasarkan informasi dari MPS diketahui bahwa produk 1, 2, dan 3 itu telahdijadwalkan,.
44
2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead
time). Informasi tentang struktur produk biasanya telah ditetapkan pada perencanaan kebutuhan sumber daya RRP, yang berada pada level lebih tinggi (level 1) dalam hierarki kapasita. Misalkan pada informasi yang berkaiatan dengan struktur produk untuk product family beserta waktu tunggu telah ditetapkan. 3. Menentukan bill of resources.
Perhitungan terhadap waktu assembly rata-rata untuk setiap produk dalam kelompok produk A menggunakan formula sebagai berikut: Waktu assembly rata-rata = unit produk yang diproduksi x (jam standar assembly/unit).
Selanjutnya hasil Rought Cut Capacity Planning (RCCP) ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagai load capacity profile. Load capacity profile merupakan metode yang umum dipergunakan untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan versus kapasitas yang tersedia. Dengan demikian load capacity profile didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang direncanakan dan dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu. Perencanaan kapasitas (capacity planning) merupakan salah satu aktivitas manajemen kapasitas. Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan tingkat kapasitas yang diperlukan untuk melakukan jadwal produksi (MPS), dibandingkan terhadap kapasitas yang tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian yang diperlukan terhadap tingkat kapasitas atau jadwal produksi. Jika terjadi kekurangan kapasitas, hasilnya berupa kekurangan pencapaian target produksi, pengiriman produk ke konsumen terlambat dan kehilangan kepercayaan
sistem
manajemen.
Sebaliknya,
jika
kapasitas
berlebihan,
mengakibatkan utilitasi sumber rendah, operasi pabrik tidak efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin keuntungan.
45
Jenis perencanaan kapasiytas ditinjau dari horizon waktu perencanaan: 1. Perencanaan kapasitas jangka panjang. Ukuran waktu 1-5 tahun ke depan. Isi
perencanaan ini adalah: a. Fasilitas yang akan dibangun. b. Mesin yang akan dibeli. c. Produk yang akan dibuat. 2. Perencanaan kapasitas jangka menengah. Untuk kurun waktu bulanan sampai
dengan satu tahun ke depan. Isi dalam perencanaan ini adalah: a. Tambahan tooling b. Lembur, tambah shift c. Sub kontrak d.
Alternative routing.
3. Perencanaan kapasitas jangka pendek. Untuk kurun waktu harian sampai satu
bulan
ke
depan.
Titik
beratnya
lebih
pada
pengendalian;
sudah
melihat/mengevaluasi apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat.
Pengendalian kapasitas adalah monitoring baik work input maupun production input untuk menjamin perencanaan kapasitas dapat tercapai.Berikut ini akan diperkenalkan tiga teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP) yaitu: 1. Pendekatan total faktor (Capacity Planning Using Overall Factor Approach
= CPOF). 2.
Pendekatan daftar tenaga kerja (Bill of Labour Approach = BOLA).
3. Pendekatan profil sumber (Resourch Profile Approach = RPA).
2.6.
Material Requirement Planning Dalam sebuah perusahaan selalu terjadi proses transformasi. Dimana dari
bahan baku sebagai input diproses menjadi produk sebagai outputnya. Proses transformasi tersebut membentuk sebuah sistem produksi yang mencakup empat unsur pengaturan, yaitu:
46
1. Pengaturan material 2. Pengaturan sumber daya material 3. Pengaturan modal 4. Pengaturan mesin Pengaturan material mencakup hal-hal yang berhubungan dengan sistem persedaiaan sekaligus sistem informasinya, agar dicapai sistem pengadaan material tepat waktu, tepat jumlah, tepat bahan, dan tepat harga. Ide dasar dari konsep Material Requirement Planning (MRP) sudah berkembang lama dan telah banyak digunakan dalam penyelesaian proyek industri, mulai dari pembangunan rumah sederhana hingga gedung pencakar langit. Bahan yang tepat, pada saat yang tepat, adalah filosofi yang digunakan dalam berbagai macam proyek tersebut.
MRP digunakan untuk mengelola persediaan, terutama untuk produk-produk yang
dependent.
MRP
menguraikan
produk
secara
hierarki
mulai
dari
komponendasar, subassembly, sampai menjadi barang jadi. Dengan demikian, barang jadi akan dapat diuraikan menjadi sub-sub assembly, hingga kebutuhan komponen dasar. struktur hierarki pembuatan suatu produkdisebut Bagan Bahan (Bill of Material) BOM. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) mengakui hubungan (relationship) antara permintaan (demend) untuk produk akhir dan komponenkomponen yang digunakan untuk membuatnya. Hubungan tersebut digunakan untuk menentukan jumlah kuantitas yang harus diproduksi untuk setiap produk akhir, komponen, dan sub-rakitan dalam satu periode. Pertanyaan dasar yang perlu dijadikan perhatian dalam merencanakan kebutuhan material adalah: 1. Kapan barang jadi akan diproduksi. 2. Komponen atau sub-item apa yang dibutuhkan. 3. Berapa banyak komponen yang masih tersedia. 4. Berapa banyak komponen yang masih harus dipenuhi (kekurangan persediaan). 5. Berapa unit produk minimum yang harus dimiliki perusahaan.
47
6. Kapan harus dilakukan pemesanan (berkaitan dengan lead time) MRP berfungsi untuk mengendalikan persediaan agar tetap berada pada tingkat minimum dan tetap dapat memenuhi permintaan pada saat dibutuhkan. MRP juga dapat menentukan dengan tepat jadwal pembuatan item-item pembentuk produk dilakukan.
2.6.1. Sejarah MRP Sebelum MRP, dan sebelum komputer mendominasi industri, metode reorder-point/reorder-quantity jenis (ROP / ROQ) seperti EOQ (Economic Order Quantity) telah digunakan dalam manufaktur dan manajemen persediaan. Pada tahun 1964, Joseph Orlicky sebagai respon terhadap Program Manufaktur TOYOTA, mengembangkan Material Perencanaan Kebutuhan (MRP). Perusahaan pertama yang menggunakan MRP adalah Black & Decker pada tahun 1964, dengan Dick Alban sebagai pemimpin proyek. Buku Orlicky yang berhak Cara Baru Hidup di Produksi dan Manajemen Persediaan (1975). Pada tahun 1975, MRP dilaksanakan di 150 perusahaan. Jumlah ini telah tumbuh menjadi sekitar 8.000 pada tahun 1981. Pada 1980-an, Joe Orlicky itu MRP berevolusi menjadi perencanaan sumber daya manufaktur Oliver Wight (MRP II) yang membawa penjadwalan master, kasarpotong perencanaan kapasitas, kapasitas perencanaan persyaratan , S & OP pada tahun 1983 dan konsep lain untuk MRP klasik. Pada tahun 1989, sekitar sepertiga dari industri perangkat lunak adalah MRP II software dijual ke industri Amerika ($ 1,2 milyar perangkat lunak). (Wikipedia, 2012)
2.6.2. Pengertian Material Requirements Planning (MRP) Menurut Gasperz (2004), Material Requirement Planning (MRP) adalah metode penjadwalan untuk purchased planned orders dan manufactured planned orders, kemudian diajukan untuk analisis lanjutan berkenaan dengan persediaan kapasitas dan keseimbangan menggunakan perencanaan kebutuhan kapasitas. Sistem MRP mengkoordinasikan pemasaran, manufacturing, pembelian, rekayasa melalui
48
pengadopsian rencana produksi serta melalui penggunaan satu data base terintegrasi guna merencanakan, dan memperbaharui aktivitas dalam sistem industri modern secara keseluruhan. Salah satu alasan mengapa MRP digunakan secara cepat dan meluas sebagai teknik manajemen produksi, yaitu karena MRP menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan dan mengelola data yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan. MRP dapat mengkoordinasikan kegiatan dari berbagai fungsi dalam perusahaan manufaktur, seperti teknik, produksi, dan pengadaan. Oleh karena itu, hal yang menarik dari MRP tidak hanya fungsinya sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan, melainkan keseluruhan peranannya dalam kegiatan perusahaan. MRP sangat bermanfaat bagi perencanaan kebutuhan material untuk komponen yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh komponen lain (dependent demand). MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan dengan lebih baik, karena ada keterpaduan dalam kegiatan yang didasarkan pada jadwal induk. Moto dari MRP adalah memperoleh material yang tepat, dari sumber yang tepat, untuk penempatan yang tepat, dan pada waktu yang tepat (Gasperz, 2004).
2.6.3. Empat Langkah Utama Sistem Material Requirements Planning (MRP) Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus ditetapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Prosedur ini dapat dilakukan secara manual bila jumlah item yang terlibat dalam produksi relatif sedikit. Suatu program diperlukan bila jumlah item sangat banyak. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, 2002). 1. Netting, yaitu penentuan kebutuhan bersih. Merupakan suatu proses perhitungan kebutuhan bersih yang biasanya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan persediaan di tangan dan yang sedang diproses (dipesan). Masukan yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah:
49
a. Kebutuhan kotor (yaitu jumlah produk akhir yang akan dikonsumsi) untuk tiap periode selama periode perencanaan. b. Rencana penerimaan dari sub-kontraktor selama periode perencanaan. c. Tingkat persediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
2. Lotting, yaitu penentuan besarnya pesanan. Merupakan suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal
untuk
setiap item secara
individual
berdasarkan
pada
hasil
perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan. Ada juga teknik yang sederhana yang memakai jumlah pemesanan tetap atau periode pemesanan tetap. 3. Off Setting, yaitu penentuan saat pemesanan atau pembuatan komponen atau bahan. Merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang tepat untuk rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal tersedianya lot size yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang. Waktu ancang ini sama dengan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk dipakai. 4. Explosion, yaitu proses perhitungan kebutuhankotor item yang berada di tingkat lebih bawah. Yaitu proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih bawah didasarkan atas rencana pesanan. Dalam proses explosion ini, data mengenai struktur produk sangat memegang peranan, karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan ke arah komponen mana yang harus diexplosion.
2.6.4. Istilah-istilah yang Digunakan Material Requirement Planning (MRP) Sebelum memasuki lebih lanjut mengenai perencanaan kebutuhan material, terlebih dahulu menjelaskan tentang pengertian dari tabel untuk perhitungan MRP.
50
Berikut ini dijelaskan tentang istilah-istilah yang biasa digunakan, yaitu: (Gasperz, 2004) 1. Gross Requirement (GR, kebutuhan kasar) Adalah total dari semua kebutuhan, termasuk kebutuhan yang diantisipasi untuk setiap
periode
waktu.
Berdasarkan
tersebut gross requirement merupakan
pengertian
bagian
dari keseluruhan
jumlah item (komponen) yang diperlukan pada suatu periode. 2. Schedule Receipts (SR, penerimaan yang dijadwalkan) Merupakan jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat. 3. Begin Inventory (BI, inventori awal) Merupakan jumlah inventori di awal periode. 4. Net Requirement (NR, kebutuhan bersih) Merupakan jumlah aktual yang diinginkan untuk diterima atau diproduksi dalam periode bersangkutan. 5. Planned Order Receipt (PORt, penerimaan pemesanan yang direncanakan) Adalah jumlah item yamg diterima atau diproduksi oleh perusahaan manufaktur pada periode waktu terakhir. 6. Planned Ending Inventory (PEI, rencana persediaan akhir periode) Merupakan suatu perencanaan terhadap persediaan pada akhir periode. 7. Planned Order Releases (PORel, pelepasan pemesanan yang direncanakan) Adalah
jumlah item yang
direncanakan
untuk
dipesan
agar
memenuhi
perencanaan pada masa yang akan datang atau order produksi yang dapat dilepas untuk dimanufaktur. 8. Lead Time Adalah waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan (membuat) suatu barang sejak saat pesanan (pembuatan) dilakukan sampai barang itu diterima (selesai dibuat). 9. Lot Size (ukuran lot) Merupakan kuantitas pesanan dari item yang memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang dipesan, serta lot sizing apa yang dipakai.
51
10. Safety Stock (stok pengaman) Merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan (demand) dan penawaran MRP untuk mempertahankan tingkat stok pada semua periode waktu.
2.6.5. Tujuan Material Requirement Planning (MRP) Secara umum, sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan antara lain untuk meminimalkan persediaan dengan menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Induk Produksi (JIP). Dengan menggunakan komponen ini, pengadaan (pembelian) atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan atau pembelian komponen, sehingga memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan terganggunya rencana produksi. Meningkatkan efisiensi MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP). Dengan demikian terdapat beberapa hal yang merupakan tujuan MRP (Material Requirements Planning) (Thesis UPI, 2012), yaitu sebagai berikut: 1.
Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi.
2.
Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya.
3.
Jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih nyata.
52
4. MRP mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. Agar
MRP
dapat
dibuat
dengan
baik,
MRP
memerlukan
beberapa input utama yang harus terpenuhi. Input utama itu merupakan komponen dasar MRP yang terdiri dari (Thesis UPI, 2012): 1. Master Production Schedule (MPS) Merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir (end item) apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi. MPS disusun berkaitan dengan pemasaran, rencana distribusi, perencanaan produksi, dan perencanaan kapasitas. 2. Bill of Material (BOM) Meliputi daftar barang atau material yang diperlukan bagi perakitan, pencampuran, dan pembuatan produk akhir. BOM (Bill of Material) dibuat untuk menentukan barang mana yang harus dibeli dan barang mana yang harus dibuat. 3. Struktur Produk Merupakan gambaran tentang langkah-langkah atau proses pembuatan produk, mulai dari bahan baku hingga produk akhir. 4. Catatan Persediaan Sistem MRP harus memiliki dan menjaga suatu data persediaan yang up to date untuk setiap komponen barang. Data ini harus menyediakan informasi yang akurat tentang ketersediaan komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang sudah terjadi maupun yang sedang direncanakan. Pada dasarnya sistem MRP menghasilkan tiga jenis keluaran (output), dimana biasanya keluaran atau hasil dari sistem MRP ini berupa laporan-laporan. Laporan ini biasanya berfungsi untuk memberikan informasi, laporan-laporan tersebut, yaitu (Gasperz, 2004): 1. MRP Primary Report Merupakan laporan utama MRP yang sering disebut secara singkat sebagai laporan MRP.
53
2. MRP Action Report Sering disebut juga sebagai MRP Exception Report yang memberikan informasi kepada perencana tentang item yang perlu mendapat perhatian segera, dan merekomendasikan tindakan-tindakan yang perlu diambil. 3. MRP Pegging Report Untuk memudahkan menelusuri sumber dari kebutuhan kotor untuk suatu item. Menggunakan Pegging Reports, perencana menentukan kebutuhankebutuhan yang diakibatkan oleh adanya pesanan. Ukuran Lot merupakan suatu proses menentukan ukuran atau jumlah pemesanan, dimana pemesanan ini sudah harus tersedia di awal periode produksi. Ukuran jumlah barang yang dipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya pemesanan (set up) ataupun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran lot, berarti semakin sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan biaya penyimpanan, tetapi menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin tinggi ukuran lot akan mengurangi frekuensi pemesanan, tetapi mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan. Mencari ukuran lot yang tepat yang dapat meminimalkan biaya total persediaan. Terdapat beberapa metode dalam menentukam ukuran lot (lot size), yaitu antar lain metode Lot For Lot (LFL), Part Period Balancing (PPB), Economic Order Quantity (EOQ), dan Period Order Quantity (POQ). Metode Lot For Lot atau teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit, selain itu metode persediaan minimal berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jika pesanan dapat dilakukan dalam jumlah beberapa saja, pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (Lot For Lot) menghasilkan tidak adanya persediaan. Metode ini mengandung resiko yang tinggi. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang, mengakibatkan terhentinya produksi jika persediaan itu berupa bahan baku, atau tidak terpenuhinya permintaan pelanggan apabila persediaan itu berupa barang jadi. Namun, bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang-barang yang tidak tahan lama (perishble products), metode ini merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik (Baroto, 2002).
54
2.6.6. Arus Informasi dalam Sistem MRP Arus informasi yang diperlukan untuk mengerjakan perencanaan kebutuhan bahan merupakan suatu rantai yang tidak bisa dipisahkan, artinya apabila salah satu informasi yang diperlukan tidak terpenuhi maka akan membuat perencanaan yang dikerjakan menjadi tidak sempurna. Informasi yang diperlukan dalam perencanaan bahan tersebut di atas merupakan masukan- masukan dalam mengerjakan perencanaan kebutuhan bahan yang dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun masukanmasukan tersebut adalah sebagai berikut (Yamit, 2008): 1. MPS (Master Production Schedule) Merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan. Sistem MRP mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam MPS adalah pasti, kendatipun hanya merupakan ramalan. 2. BOM (Bill Of Material) Merupakan rangkaian struktur semua komponen yang digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan MPS. Secara spesifik Struktur BOM tidak saja berisi komposisi komponen, tetapi juga memuat langkah penyelesaian produk jadi. Tanpa adanya struktur BOM sangat mustahil untuk dapat melaksanakan sistem MRP. 3. IMF (Inventory Master File) Terdiri dari semua catatan tentang persediaan produk jadi, komponen dari sub-komponen lainnya, baik yang sedang dipesan maupun persediaan pengaman (status persediaan). 4. Lead Time Jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item dipesan itu siap untuk digunakan.
55
2.6.7. Ukuran Lot Perkembangan sekarang telah dirangsang oleh munculnya Sistem Kebutuhan Material yang mangungkapkan permintaan untuk barabg persediaan dengan cara rangkaian waktu yang pasti dengan menghitung dimensi waktu untuk kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih. Pendekatan-pendekatan yang paling banyak dikenal untuk ukuran lot adalah sebagai berikut: 1. Fixed Order Quantity (FOQ) 2. Economic Order Quantity (EOQ) 3. Lot For Lot (LFL) 4. Fixed Period Requirement (FPR) 5. Period Order Quantity (POQ) 6. Least Unit Cost (LUC) 7. Least Total Cost (LTC) 8. Part Period Balancing (PPB) 9. Wagner Within (WW)
Dua dari teknik diatas berorientasi pada permintaan, sedangkan yang lainnya disebut teknik-teknik ukuran lot yang diskrit. Sebab teknik-teknik tersebut menghasilkan sejumlah pesanan yang sama dengan kebutuhan bersih dalam jumlah yang tepat pada periode perencanaan yang berhubungan. Ukuran-ukuran lot yang bersifat diskrit tidak menghasilkan sisa persediaan dalam arti jumlah persediaan yang disimpan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan periode yang akan datang secara cepat. Pemilihan teknik-teknik tersebut diatas adalah dengan biaya penyimpanan. Teknik ukuran lot dapat digolongkan dalam dua bagian yaitu statis dan dinamis. Dikatakan statis apabila jumlah pesanan yang dihitung hanya satu kali, sesuai dengan jadwal perencanaan pesanan. Dikatakan dinamis apabila jumlah pesanan yang dihitung berulang-ulang mengikuti situasi. Gambar dibawah ini memperhatikan hubungan antara ukuran lot dengan biaya total yang dikeluarkan.
56
Gambar 2.6 : Hubungan Antara Ukuran Lot dan Biaya Persediaan
Dalam penelitian ini yang akan dianalisa adalah biaya total yang dikeluarkan dari masing-masing penggunaan teknik penentuan ukuran lot, yaitu terdiri dari: 1. Fixed Order Quantity (FOQ) 2. Lot For Lot (LFL) 3. Fixed Period Requirement (FPR) 4. Economic Order Quantity (EOQ)
Berikut ini contoh data kebutuhan bersih selama 8 periode yang digunakan untuk menunjukkan hasil dalam memenuhi kebutuhan bersih.
2.6.7.1.
Fixed Order Quantity (FOQ) Fixed Order Quantity (FOQ) merupakan teknik perhitungan inventory yang
ditentukan pada faktor memperhatikan kapasitas yang tersedia dari proses maupun fasilitas. Metode ini berprinsip pada order quantity tetap dengan interval waktu yang berbeda.
57
Tabel 2.3 : Contoh Fixed Order Quantity (FOQ) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan bersih
20
15
25
25
20
10
25
30
170
Jumlah pesan
50
50
200
Persediaan
30
30
220
50 15
40
50 15
45
35
Misalkan biaya pemesanan
= Rp 1000 sekali pesan
Biaya penyimpanan
= Rp 50 / unit
Jadi : Biaya pemesanan
= 4 X Rp 1000 = Rp 4000
Biaya penyimpanan
= 220 X Rp 50 = Rp 11000 +
Total biaya
2.6.7.2.
10
= Rp 15000
Lot For Lot (LFL) Model ini dikenal juga sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada
ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan didiusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (Lot for Lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan. sehingga, biaya yang timbul hanya biaya pemesanan saja. Model ini mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa bahan baku, mengakibatkan terhentinya produksi. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan.namun bagi perusahaan tertentu, seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable products), metode ini merupakan pilihan yang terbaik.
Tabel 2.4 : Contoh Lot For Lot (LFL) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan bersih
20
15
25
25
20
10
25
30
170
Jumlah pesan
20
15
25
25
20
10
25
30
170
Persediaan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
58
Biaya pemesanan
= 8 X Rp 1000 = Rp 8000
Biaya penyimpanan
= 170 X Rp 50 = Rp 8500 +
Total biaya
2.6.7.3.
= Rp 16500
Fixed Period Requirement (FPR) Pada metode ini, metode yang digunakan adalah pemesanan dengan interval
tetap, tetapi jumlah yang dipesan berfariasi. Jumlah yang dipesan merupakan jumlah dari permintaan pada periode-periode tercukup. Misalnya jika kebutuhan bersih dua periode telah ditetapkan, teknik ini dapat diasukkan pesanan periode lainnya, kecuali saat kebutuhan bersih dalamsuatu periode yang ditentukan sama dengan nol dapat menunjukkan interval pemesanan.
Tabel 2.5 : Contoh Fixed Period Requirement (FPR) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan bersih
20
15
25
25
20
10
25
30
170
Jumlah pesan
35
Persediaan
15
50 0
25
30 0
Biaya pemesanan
= 4 X Rp 1000 = Rp 4000
Biaya penyimpanan
= 80 X Rp 50
Total biaya
2.6.7.4.
10
55 0
30
170 0
80
= Rp 4000 + = Rp 8000
Economic Order Quantity (EOQ) Economic Order Quantity (EOQ) merupakan perbaikan dari sistem FOQ
yang turut memperhatikan faktor intern seperti kapasitas dari proses dan fasilitas. Asumsi yang digunakan adalah peermintaan bersifat steady state dan continue.
59
2 AD H
EOQ = Dimana:
(Reverensi Teguh Baroto, 2002)
A = Order Cost D = Demand rata-rata perhorison H = Holding Cost
Contoh Soal : Sebuah perusahaan makanan ringan Mempunyai Demand rata-rata per horison = 500, setiap kali pemesanan perusahaan tersebut membutuhkan biaya Rp 125.000 dan untuk biaya penyimpanannya Rp 50.000/periode. Berapa kuantitas pemesanan yang harus dilakukan perusahaan makanan ringan tersebut, dan berapa jumlah total biaya pemesanan dan penyimpanannya? Jawab: Diketahui
Ditanya
EOQ
A = Order Cost
= Rp 125.000
D = Demand rata-rata perhorison
= 500
H = Holding Cost
= Rp 50.000
Q dan Biaya total ?
=
2 AD H
=
2 X 500 X 125000 50000
=
2500 =50
Tabel 2.6 : Contoh Economic Order Quantity (EOQ) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
Total
Kebutuhan bersih
20
15
25
25
20
10
25
30
170
Jumlah pesan
50
50
200
Persediaan
30
30
220
50 15
40
50 15
45
35
10
Biaya pemesanan
= 4 X Rp 125.000
= Rp
500.000
Biaya penyimpanan
= 220 X Rp 50.000
= Rp 11.000.000 + = Rp 11.500.000