BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Loyalitas Konsumen Horton (Suryani, 1997) loyalitas menunjuk pada tingkat komitmen psikologis terhadap suatu produk. Artinya, konsumen akan setia pada produk tertentu kalau merasa senang dan menyukainya.
Definisi lain dikemukakan Jacoby dan Kryner (Ismarrahmini dan Brotoharsojo, 2005) bahwa loyalitas merupakan pembelian yang bersifat acak, terungkap terus menerus oleh unit pengambilan keputusan dengan memperhatikan satu atau beberapa produk alternatif dari sejumlah produk sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis (pengambilan keputusan, evaluatif). Menurut definisi ini, loyalitas selalu berkaitan dengan kecenderungan konsumen dan pembelian aktual meskipun bobot relatif yang diberikan pada kedua variabel itu dapat berbeda, bergantung pada bidang produk yang terlibat dan faktor situasional yang ada pada saat pembelian tertentu dilakukan.
Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan loyalitas sebagai sejauhmana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu produk, mempunyai komitmen pada produk tertentu, dan berniat untuk terus membelinya di masa depan. Purwani dan Dharmmesta (2002) loyalitas adalah sikap terhadap produk berwujud yang diekspresikan oleh konsumen dalam bentuk keyakinan suka atau tidak suka, dan memutuskan apakah ingin membeli produk tersebut atau tidak. Loyalitas tinggi jika konsumen memiliki keteguhan pada produk yang dipilihnya, sedangkan loyalitas rendah jika konsumen rentan untuk berpindah ke produk lain.
19
20
Griffin (2005) mendefinisikan loyalitas berdasarkan perilaku membeli, yaitu pelanggan yang melakukan pembelian berulang secara teratur dan membeli antar lini produk dan jasa. Pelanggan juga mereferensikan kepada orang lain dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran menarik dari pesaing.
Menurut Suryani (1997) aspek-aspek yang membentuk loyalitas konsumen adalah : 1. Aspek kognitif Aspek kognitif meliputi accessibility, confidence, centrality, dan clarity. Accessibility merupakan kemudahan bagi seseorang untuk mengingat kembali sikap
yang
sudah
terbentuk. Confidence merupakan derajat kepastian hubungan sikap atau penilaian. Centrality menunjukkan keterkaitan antara sikap terhadap merek dengan sistem nilai. Clarity merupakan kejelasan pelanggan terhadap merek yang ditunjuk. 2. Aspek afektif Aspek afektif meliputi emosi, moods, primary affect, dan kepuasan. Emosi akan mengarahkan seseorang untuk terlibat secara khusus dengan sesuatu hal dan bahkan bila tidak terkendalikan dapat mengarah pada terbentuknya perilaku yang tidak terkehendaki. Moods atau suasana hati, jika dibandingkan dengan emosi memiliki intensitas yang rendah. Primary affect merupakan kesan yang ditangkap oleh konsumen atas merek produk tertentu. Kepuasan merupakan penilaian positif konsumen atas merek produk tertentu. 3. Aspek konatif Konasi merupakan kecenderungan yang ada pada diri konsumen untuk melakukan suatu tindakan.
Dharmmesta (1999), serta Mowen dan Minor (2002) aspek-aspek yang membentuk loyalitas konsumen adalah :
21
1. Keyakinan (kognitif) artinya informasi produk yang dipegang oleh konsumen harus menunjuk pada produk superior dalam persaingan. 2. Sikap (afektif) artinya tingkat kesukaan konsumen harus lebih tinggi daripada produk saingan, sehingga ada preferensi afektif yang jelas pada produk fokal. 3. Niat (konatif) konsumen terhadap produk fokal artinya konsumen harus mempunyai niat untuk membeli produk fokal bukannya produk lain, ketika keputusan beli dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa aspek-aspek dari loyalitas yang dikemukakan tokoh-tokoh diatas memiliki kesamaan. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa aspek loyalitas adalah kognitif, afektif, dan konatif.
2.2 Nilai Pelanggan Tjiptono (2004) menekankan bahwa pemasaran berkaitan erat dengan upaya menciptakan dan memberikan nilai kepada pelanggan. Secara sederhana, nilai pelanggan ditentukan oleh selisih antara manfaat total dengan biaya total bagi pelanggan.
Kotler dan Armstrong (2001) mendefinisikan nilai pelanggan sebagai perbedaan antara nilai yang dinikmati pelanggan karena memiliki serta menggunakan suatu produk dan biaya untuk memiliki produk tersebut. Menurut Sweeney dan Soutar (Tjiptono, 2004), dimensi dari nilai pelanggan adalah: 1. Nilai emosional adalah utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif (emosi positif) yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk. 2. Nilai sosial adalah utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri sosial konsumen.
22
3. Nilai kualitas kinerja produk adalah utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas atau kinerja yang diharapkan dari atas produk. 4. Harga atau nilai biaya adalah utilitas yang didapatkan dari produk karena reduksi biaya jangka pendek dan jangka panjang.
2.3 Daya Tarik Iklan Promosi atau iklan merupakan program komunikasi yang berhubungan dengan pemasaran (Payne, 2005). Dun dan Barban (1982) mengemukakan bahwa promosi adalah semua bentuk penyajian komunikasi non personal tentang ide-ide produk yang ditawarkan oleh produsen, dengan maksud untuk mempengaruhi konsumen agar mau membeli produk yang ditawarkan. Melalui sebuah iklan, produsen menyatakan keberadaan merek produk tersebut dan membujuk para konsumen untuk membelinya dengan mengatakan bahwa merek produk tersebut memiliki atribut-atribut yang bervariasi.
Menurut Sethi (2001), iklan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan daya tarik, jangkauan serta frekuensi iklan. Bauran iklan yang dilakukan perusahaan akan menciptakan suatu penilaian tersendiri pada pikiran konsumen sehingga penilaian konsumen terhadap iklan produk secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan image terhadap suatu produk.
Periklanan tidak hanya dimaksudkan untuk memberi dampak dalam jangka pendek saja, tetapi sebagai dasar untuk jangka panjang. periklanan akan mempertinggi keakraban dengan nama merek, yang mana akan berdampak di masa yang akan datang ketika konsumen membutuhkan produk/jasa tersebut. periklanan akan meningkatkan
23
pengulangan dan mencegah agar konsumen tidak lupa terhadap nama merek, yang mana akan meningkatkan kemungkinan konsumen akan menggunakan produk/jasa tersebut jika mereka membutuhkannya di masa yang akan datang (Tellis, dkk., 2000). Kotler (2006) juga menjelaskan bahwa aktivitas iklan merupakan usaha pemasaran yang memberikan berbagai upaya intensif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk/jasa. Seluruh kegiatan iklan bertujuan untuk mempengaruhi perilaku pembelian, tetapi tujuan iklan yang utama adalah memberitahukan, membujuk, dan mengingatkan.
Menurut Ells, dkk (1995), melalui iklan orang dapat mempunyai opini yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap produk yang diiklankan. Selain itu, iklan juga mampu menciptakan daya tarik yang dapat membuat produk yang diiklankan menjadi menarik bagi konsumen. Pesan dalam sebuah iklan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesan/kesukaan seseorang secara bersamaan.
2.4 Kompetensi Tenaga Penjual Menurut Ferdinand (2004) di dalam peningkatkan kinerja pemasaran terdapat juga peningkatan kinerja penjualan dan tenaga penjualan. Selain itu ada asumsi bahwa layak tidaknya sebuah bisnis dijalankan diukur dari kinerja tenaga penjualnya (Wren dan Simpson, 1996). Rentz, dkk (2002) di mana kompetensi tenaga penjual terdiri dari (1) interpersonal skills (kompetensi dalam pendekatan tenaga personal), seperti mengetahui bagaimana untuk mencakup semuanya dan mengatasi konflik; (2) salesmanship skills (kompetensi melakukan aktivitas penjualan), seperti mengetahui bagaimana untuk membuat presentasi dan bagaimana menuntup penjualan; dan (3) technical
skills
(kompetensi
akan pengetahuan produk perusahaan), seperti
24
pengetahuan fitur dan benefit produk, engineering skills, dan prosedur yang dibutuhkan oleh kebijakan perusahaan.
Cravens, dkk (1993) menyatakan bahwa kinerja tenaga penjual terbentuk dari tiga indikator yang saling berhubungan, yaitu: 1. Salesforce nonselling behavioral performance merupakan aktivitas yang dilakukan oleh tenaga penjual pada waktu tidak melakukan aktivitas penjualan secara langsung. Misal menyediakan informasi bagi para outlet. 2. Salesforce
selling
behavioral
performance
merupakan
aktivitas
yang
dilakukan oleh tenaga penjual yang dapat berakibat langsung pada penjualan. Misal melakukan presentasi penjualan. Kotler (2006) menjelaskan bahwa dalam melakukan presentasi seorang tenaga penjual sebaiknya mengikuti rumus AIDA guna
memperoleh
perhatian
(attention), menimbulkan
minat (interest),
membangkitkan keinginan (desire), dan menghasilkan tindakan (action). Selama presentasi berlangsung, tenaga penjual perlu menekankan manfaat yang dapat diperoleh
konsumen
dengan
memperlihatkan keistimewaan produk yang
ditawarkan. 3. Salesforce outcome performance merupakan hasil akhir yang ditunjukkan oleh tenaga penjual sebagai penilaian atas kinerja selama ini. Kinerja tenaga penjual salah satu contohnya ditunjukkan dengan indicator volume penjualan total.
Liu dan Leach (2001) mengemukakan bahwa kompetensi tenaga penjualan adalah keahlian tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas penjualan. Keahlian tenaga penjual adalah keyakinan akan adanya pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjualan tersebut yang mendukung hubungan bisnis Leach, 2001).
(Liu dan
25
Kristina (2005) menjelaskan bahwa kompetensi tenaga penjual adalah suatu bentuk pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga penjual yang nantinya akan berpengaruh pada hubungan bisnis. Kompetensi tenaga penjual lebih sering ditunjukkan melalui solusi yang diberikannya
dalam
melayani
pelanggannya.
Kompetensi
tenaga
penjual
mengindikasikan adanya nilai tambah yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini berarti semakin tinggi kompetensi tenaga penjual maka semakin tinggi pula nilai tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kompetensi tenaga penjual ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama ini.
Crosby, dkk (Kristina, 2005) menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap tenaga penjual merupakan suatu keadaan dimana konsumen dapat mengandalkan tenaga penjual dalam memenuhi kebutuhannya dan menepati janji dalam waktu tertentu. Lebih jauh dari itu, Foster dan Cadogan (Kristina, 2005) menyebutkan semakin tinggi nilai yang ditempatkan konsumen pada suatu hubungan kerja maka konsumen tersebut lebih menyukai untuk menjaga hubungan kepercayaan daripada risiko yang tidak pasti dari suatu proses hubungan baru.
Hasil penelitian Doney dan Cannon (1997) mengungkapkan bahwa keahlian yang dimiliki oleh tenaga penjual akan berpengaruh positif dengan kepercayaan terhadap tenaga penjual dan pada akhirnya akan mempengaruhi keinginan konsumen membeli produk. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa keahlian tenaga penjual merupakan hal penting dalam meningkatkan penjualan produk perusahaan.
Studi Rentz, dkk (2002) mengungkapkan bahwa tenaga penjual dengan tingkat keahlian dan kekuatan referensi yang lebih tinggi dipandang lebih bisa dipercaya oleh pelanggan. Pengetahuan tentang produk atau pasar sebagai elemen keahlian tenaga penjual dalam
26
aktivitas penjualan, sering dicatat diantara kriteria yang paling penting dalam menentukan aktivitas tenaga penjual terhadap pelanggan.
2.5 Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Faktor-faktor yang menyebabkan orang membeli dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Faktor rasional 2. Faktor emosional Dalam kenyataan, kedua motif itu jarang sekali terjadi secara bersama-sama dalam suatu pembelian. Biasanya hanya satu motif yang menyertai suatu pembelian. Motif seseorang untuk membeli suatu produk dapat berbeda dengan motif orang lain yang membeli produk yang sama. Di sini, tugas penjual adalah menentukan kombinasi motif yang ada pada kelompok pembelinya atau segmen pasar yang dituju.
2.5.1. Motivasi Pembelian Rasional Motivasi rasional adalah motivasi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ditunjukkan oleh suatu produk. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa faktor ekonomi seperti: faktor penawaran, permintaan, dan harga. Selain itu juga faktor kualitas, layanan, ketersediaan barang, ukuran, kebersihan, efesiensi dalam penggunaan,
27
keawetan, dapat dipercaya dan keterbatasan waktu yang ada pada konsumen (Fisardo dkk, 1998). Solomon (2004) menyebut motivasi pembelian rasional sebagai kebutuhan utilitarian yaitu suatu hasrat untuk memperoleh keuntungan fungsional atau praktikal dari produk yang dikonsumsi.
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah rasional digunakan pada saat konsumen bertindak rasional dengan secara hati-hati mempertimbangkan semua alternative yang ada dan memilih alternative yang memberikan keuntungan terbesar. Motif rasional juga menyangkut masalah seperti harga (price), biaya penggunaan (cost in use), dan daya tahan (durability), lamanya pemakaian yang bermanfaat (length of useful usage), reliabilitas (reliablity), dan layanan (servicing).
Konsumen bertindak rasional pada saat menentukan secara hati-hati semua alternatif dan pilihan terhadap suatu produk yang memberikan manfaat terbesar baginya. Dalam konteks pemasaran, motivasi ini terjadi pada saat konsumen memilih tujuan pembelian berdasarkan seluruh kriteria objektif seperti misalnya ukuran, berat, harga, atau ukuran perkemasan (Schiffman & Kanuk 2004).
2.5.2 Motivasi Pembelian Emosional Persahabatan, martabat, hak dan simbol status dapat mempengaruhi putusan pembelian konsumen. Seringkali emosional lebih diutamakan daripada pertimbangan rasional. Motivasi emosional adalah motivasi pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan. (Violitta dan Hartanti, 1996; Fisardo dkk,1998).
28
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah emosional digunakan pada saat pilihan pembelian ditentukan berdasarkan kriteria selektif yang subjektif. Beberapa faktor yang termasuk dalam motivasi emosi adalah keamanan, kenyamanan, ego, kebanggaan, rekreasi, seks, persaingan, kesehatan, kepraktisan, dan lain-lain (Huey, 1991).
Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah pembelian yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat subjektif seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya.
Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses penyeleksian barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status.
Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional seringkali dianggap
tidak
memperhitungkan
kegunaan
atau
kepuasan
secara maksimal,
namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen selalu mencoba
untuk menyeleksi
alternatif-alternatif
yang
menurut
mereka
dapat
memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan adalah suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan dari masingmasing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang dipelajari) dari lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat dianggap rasional dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang melakukan operasi plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan sumber daya ekonomi yang signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa pemulihan, ketidaknyamanan dan
29
resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan dalam pembedahan. Bagi orang tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda, dan semua biaya dan resiko yang ditanggung adalah hal yang sangat rasional. Namun bagi banyak orang lain dalam budaya yang sama, yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap usia, atau penampilan, tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak rasional (Schiffman dan Kanuk 2004).
2.6 Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi suatu pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Kepuasan pelangan merupakan evaluasi alternative yang dipilih sekurang-kurangnya melampaui persepsi pelanggan.
Seperti yang dikemukakan Cristopher H. Lovelock (2007) bahwa kepuasan pelanggan adalah respon efektif terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik atau evaluasi kesesuaian atau ketidaksesuaian yang dirasakan antara persepsi sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaian.
Kepuasan pelanggan dapat menjadi dasar menuju terwujudnya konsumen yang loyal atau setia. Kotler dan Keller (2011) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Menurut Fandy Tjiptono (2010) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan ialah merupakan respon konsumen terhadap ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara persepsi sebelumnya dan kinerja yang dirasakan pemakainya. Jadi pada dasarnya kepuasan
30
konsumen mencakup perbedaan terhadap persepsi terhadap hasil yang dirasakan oleh konsumen atau pelanggan.
Kepuasan menurut Cravens (1996) dalam Foedjiwati (2005) lebih mengemukakan pemuasan pelanggan harus disertai dengan pemantauan terhadap kebutuhan dan keinginan mereka. Kepuasan pelanggan akan dipengaruhi oleh sistem pengiriman produk, performa produk atau jasa, citra perusahaan/produk/merek, nilai harga yang dihubungkan dengan nilai yang diterima pelanggan, prestasi karyawan, keunggulan dan kelemahan pesaing.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kotler dan Keller (2011) yang menyatakan kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas akan : 1. Melakukan pembelian ulang 2. Mengatakan hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain (rekomendasi). 3. Kurang memperhatikan merek dan iklan produk pesaing. 4. Membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
Menurut Fandy Tjiptono (2010) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi pembeli dimana alternatif dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil yang sama atau melampaui persepsi pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul ketika hasil (outcome) yang tidak sesuai dengan harapan.
Pada penelitian ini ditentukan empat indikator dari variabel Kepuasan Konsumen menurut Mowen (2008), yaitu :
31
1. Tidak ada keluhan atau keluhan yang teratasi. 2. Perasaan puas pelanggan pada keseluruhan produk 3. Kesesuaian dengan expectasi / persepsi pelanggan. 4. Persepsi pelanggan yang terlampaui.
Loyalitas pelanggan merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen di prusahaan tersebut. Kepuasan konsumen merupakan bagian yang sangat penting dalam loyalitas pelanggan. Kesetiaan pelanggan biasanya mengakibatkan pembelian berulang (repeat buying) dan rekomendasi (recommendedbuying). Jika konsumen puas akan suatu merek tertentu dan sering membeli produk tersebut maka dapat dikatakan tingkat kesetiaan pelanggan itu tinggi, sebaliknya jika konsumen tidak terlalu puas akan suatu merek tertentu dan cenderung untuk membeli produk dengan merek yang berbeda-beda maka tingkat kesetiaan pelanggan terhadap produk tersebut rendah (Foedjiawati, 2005). Karena itu setiap bagian dari perusahaan harus dapat memahami bahwa kepuasan adalah hal yang harus diberikan kepada pelanggannya. Bank Mandiri Tbk selaku penerbit kartu kredit harus memberikan kepuasan bagi pelanggan pengguna kartu kreditnya.
2.7 Peneliti Terdahulu Rajawali (2008), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan dan hubungannya dengan loyalitas konsumen Carrefour di kota Medan”. Kepuasan pelanggan ditentukan dalam variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy. Metode analisis yang digunakan adalah
32
Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Siahaan (2011), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Tabungan Britama Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sidikalang”. Kepuasan pelanggan ditentukan dalam variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Cristie (2013), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah BPR Syariah Rinjani Batu”. Kepuasan pelanggan ditentukan dalam variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Bahri (2010), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan, Kualitas Pelayanan dan Kedekatan Emosional terhadap Loyalitas Nasabah Bank BRI Cabang Pattimura Semarang”. Loyalitas nasabah ditentukan dalam variabel nilai pelanggan, kualitas pelayanan dan kedekatan emosional. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Nilai pelanggan, kualitas pelayanan dan kedekatan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap loyalitas nasabah, baik secara parsial maupun simultan. (2) Kualitas pelayanan memberikan pengaruh paling besar terhadap loyalitas nasabah, sedangkan nilai pelanggan
33
memberikan pengaruh paling kecil terhadap loyalitas nasabah.
Peneliti terdahulu di atas dapat diuraikan pada tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1. Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu No 1
2
3
Diteliti Oleh Syahnan rajawali (2008)
Judul
Variabel Penelitian Pengaruh Bebas : kualitas Tangible pelayanan Reliability terhadap Responsiveness kepuasan dan Assurance hubungannya Empathy dengan loyalitas Terikat : konsumen Kepuasan Carrefour di Pelanggan kota medan Anton luvi Pengaruh Bebas : siahaan Kualitas Tangible (2011) Pelayanan Reliability Terhadap Responsiveness Kepuasan dan Assurance Loyalitas Empathy Nasabah Tabungan Terikat : Britama Pada Kepuasan PT. Bank pelanggan Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Sidikalang Praskila Pengaruh Bebas : Agatha kualitas Tangible Cristie pelayanan Reliability (2013) terhadap Responsiveness kepuasan Assurance nasabah BPR Empathy Syariah Rinjani
Alat Analisis Analisis regresi linear berganda
Hasil Penelitian
Analisis regresi linear berganda
Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan
Analisis regresi linear berganda
Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan
Variabel Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan
34
Batu
4
Bahri (2010)
Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan, Kualitas Pelayanan, dan Kedekatan Emosional terhadap Loyalitas Nasabah: Studi Kasus pada Bank BRI Cabang Pattimura Semarang
Terikat : Kepuasan pelanggan Bebas : 1.Nilai pelanggan 2.Kualitas pelayanan 3.Kedekatan emosional Terikat : Loyalitas Nasabah
Analisis regresi linear berganda
terhadap kepuasan pelanggan 1.Nilai pelanggan, kualitas pelayanan , dan kedekatan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap loyalitas nasabah, baik secara parsial maupun simultan. 2. Kualitas pelayanan memberikan pengaruh paling besar terhadap loyalitas nasabah, sedangkan nilai pelanggan memberikan pengaruh paling kecil terhadap loyalitas nasabah