BAB II LANDASAN TEORI
A. Karakteristik Bank Syariah Berkembangnya bank-bank syariah di Negara-negara Islam berpengaruh terhadap Indonesia. Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka Undang-undang nomor 17 tahun 1992 tentang perbankan kemudian disempurnakan dengan undangundang nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang nomor 17 tahun 1992 tentang Perbankan. Pengertian Bank Syariah yang terdapat didalam Undang-undang nomor 10 tahun 1998,yang dimaksud dengan Bank Syariah ialah sebagai berikut : "Bank yang menyediakan pembiayaan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Bank Indnesia”.
Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir13 undang-undang nomor 10 tahun 1998 sebagai berikut: ”Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antaralain pembiayaan berdasarkan prinisp bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang
9
dengan memperoleh keuntungan (murubahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari phak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)”.
Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 Tentang Penilaiaan Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, adalah sebagai berikut : ”Bank Syariah adalah bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah termasuk unit syariah dan kantor cabang asing yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.”
Warkum Sumitro (2002:35) mengemukakan pengertian bank syariah sebagai berikut : ”Bank Islam (Bank Syariah) adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip Syariat Islam.”
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2008:1) pengertian bank syariah dikemukakan sebagai berikut: ”Bank Syariah adalah bank yang berdasarkan antara lain, pada asas kemitraan, keadilan transpirasi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah.”
10
Menurut Perwataatmadja (1992:1-2) yang dimaksud denagn bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah
Islam adalah bank
yang dalam
operasionalnya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al Quran dan al Hadits sehingga dalam tata cara bermualah didasarkan pada syariah Islam melalui bentuk investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan serta bebas dari praktek riba. Jadi dapat disimpulkan definisi bank syariah adalah lembaga keuangan berupa bank umum dan unit usaha syariah yang dalam opersioanalnya berdasarkan prinsip syariah Islam atau hukum Islam baik dalam transaksi maupun produk dan jasa yang ditawarkan. Prinsip-prinsip tersebut berpedoman pada al Quran dan al Hadits.
Tabel 2.1. Perbandingan antara Bank Syariah dengan bank konvensional menurut Antonio, (2001:34): BANK ISLAM BANK KONVENSIONAL 1. Melakukan investasi-investasi yang Investasi yang halal dan haram halal saja. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual Memkai perangkat bunga. beli, atau sewa. 3. Profit dan falah oriented (mencari Profit oriented. kemakmuran dunia dan akhirat). 4. Hubungan dengan nasabah dalam Hubungan dengan nasabah dalam bentuk bentuk kemitraan. hubungan debitor-kreditor. 5. Penghimpunan dana dan penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis. dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
11
Sedangkan menurut Gozali (2005:3-9) ada beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional yaitu : 1.
Berbasis pada sektor riil atau kegiatan ekonomi yang nyata. Pada bank konvensional nasabah diperbolehkan mengambil kredit untuk apa saja, tanpa bank harus tahu dikemanakan kredit yang disalurkannya, selama nasabah tersebut mampu membayar kembali pinjaman berikut dengan bunganya. Sedangkan bank syariah tidak meminjamkan kredit tetapi membiayai keperluan konsumennya denag cara mmebelikan barang yang dibutuhkan konsumen, atau menyuntikan modal untuk megembangan usahanya, atau memberikan jasa tertentu sesuai dengan kebutuhan konsumennya.
2.
Tidak ada bunga. Bank konvensional melaukan penentuan bunga sejak awal kepada penabung atau pemilik deposito sebesar presentase tertentu dari saldo tabungan atau deposito nasabah, todak peduli, apakah bank mengalami untung atau rugi. Sedangkan pada bank syariah, bagi hasil yang diterima oleh penabung adalah persentase dari keuntungan bank. Jika bank mendapatkan keuntungan besar, nasabah pun mendapatkan keuntungan besar.
3.
Tidak ada negative spread. Negative spread adalah kondisi dimana bankk konvensioanal membayar bunga yang lebih besar kepada nasabah daripada bunga yang diterima dari kredit yang
12
disalurkannya. Sedangkan pada bank syariah bagi hasil yang harus dibayarkan kepada nasabah yang menabung ditentukan dari pendapatan bank dari pembiyaan yang disalurkannya.
4.
Tidak ada spekulasi Bank konvensional biasa melakukan spekulasi mata uang asing dengan transaksi jual beli mata uang dengan sistem berjangka, yaitu jual beli mata uang asing dengan kurs tertentu yang disepakati unuk diserahkan pada tanggla tertentu. Sedangakan pada bank syariah, transaksi spekulasi ini dilaramg karena merugikam nasabah.
B. Akuntansi menurut Pespektif Islam 1. Pengertian Akuntansi Definisi akuntansi menurut American Institue of Certified Public Accountants (AICPA) adalah sebagai berikut.: “ Akuntansi adalah seni mencatat, mengklarifikasikan, dan mengikhtisarkan dengan cara yang signifikan dan berdasarkan nilai uang, transaksi, dan peristiwa, yang paling tidaj sebagian, bersifat keuangan, lalu mengiterprestasikan hasilnya.” (Eldon S. Hendriksen dan Michael F.Van Breda, 1987 : 15 ).
Sedangkan Lapoliwa dan Kuswandi (2000;2) mengungkapkan bahwa : ”Akuntansi adalah suatu sistem informasi,berdasarkan mana pihak-pihak yang berkepentingan dalam usaha mengambil keputusan.”
13
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengeryoan akuntansi adalah kumpulan tahp-tahap mencatat, mengklarifikasikan, mengikhtisarkan, dan melaporkannya dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan sebagai sarana informasi akuntansi untuk pengambilan keputusan bisnis.
2. Karakteristik Akuntansi Islam Secara umum Muhammad Khan telah merumuskan karakteristik akuntansi Islam (Harahap, 2004:332), sebagi berikut : a. Penentuan laba-rugi yang tepat Walaupun penentuan laba-rugi agak bersifat subjektif dan tegantung pada nilai, kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana (sesuai dengan syariah) dan konsisten sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan terlindungi. b. Memperoleh dan menilai efisiensi kepemimpinan Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum syariah untuk menjamin bahwa manajemen mangikuti kebijaksanaan yang baik. c. Ketaatan pada hukum syariah Setiap aktifitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal dan haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk menentukan berlanjut tidaknya suatu organisasi.
14
d. Keterikatan pada keadilan Informasi akuntansi harus mampu melaporkan (selanjutnya mencegah) setiap kegiatan/keputusan yang dibuat yang dapat menambah ketidakadilan dalam masyarakat. e. Melaporkan dengan benar Telah disepakati bahwa penerapan perusahaan dianggap dari pandangan yang lebih luas (pada dasarnya bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan). Nilai sosial ekonomi dari akuntansi Islam harus diikuti dan dianjurkan. Informasi akuntansi harus berbeda dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini. f. Perubahan dalam praktek akuntansi Peranan akuntansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktek akuntansi sekarang. Oleh karena itu, oara ahli akuntansi harus mampu bekerja sama untuk menunjuk sarana yang tepat untuk mengikuti perubahaan ini.
3. Tujuan Akuntansi Bank Syariah Berdasarkan kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan Bank Syariah tahun 2002 (2002 : 12), yaitu :
15
1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait teramasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis Islam. 2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk pengambilan keputusan. 3. Meningkatkan kepatuahn terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegaiatan usaha.
C. Pembiayaan dalam Perbankan Syariah Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank syariah,yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan dana. Jenis pembiayaan dikualifikasikan menjadi dua, yaitu menurut sifat penggunaannya dan jenis pembiayaan menurut keperluan. Menurut sifat penggunaannya, ada dua jenis pembiayaan, yaitu: 1. Pembiayaan Produktif Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha,baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
16
2. Pembiayaan Konsumtif Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan menurut keperluannya , jenis pembiayaan terdiri dari: 1. Pembiayaan Modal Kerja Yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif berupa peningkatan jumlah hasil produksi dan kualitatif berupa peningkatan kualitas atau mutu suatu hasil produksi serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place suatu barang. 2. Pembiayaan Investasi Yaitu pembiayaan dalam rangka memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan barang modal tersebut.
D. Mudharabah 1. Definisi Mudharabah Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal atau dananya (100%), sedangkan pihakyang lainnya merupakan pengelola dana tersebut (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak (akad) pada awalnya. Sedangkan apabila dari usaha
17
tersebut mengalami kerugian, maka rugi tersebut ditanggung seluruhnya (100%) oleh si pemilik modal, selama kerugian tersebut bukan merupakan akibat darikelalaian si pengelola dana (mudharib). Mudharabah adalah suatu pengongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengeloaan usaha. Keuntungan dibagi sesuai rasio laba yang telah disepakati bersama secara advance, jika rugi shahib al-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan manajerial selama proyek berlangsung (Muhammad, 2002;12).
Menurut Jasman, (2004:22), pembiayaan mudharabah menggunakan sistem bagi hasil antara nasabah dengan bank dalam pembagian keuntungannya sesuai dengan nisbah yang disepakati pada saat akad. Pembiayaan mudharabah berbeda dengan produk pembiayaan yang ditawarkan oleh bank konvensional. Pada pembiayaan mudharabah diterapkan keadilan, kejujuran dan transparansi dari kedua belah pihak. Hubungan antara bank dan nasabah tidak hanya sebagai debitor dengan kreditor saja, tetapi hubungan keduanya diakui sebagai mitra kerja yang lebih dekat dan lebih humanis. Adapun yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil dalam peraturan pemerintah adalah prinsip muamalat berdasarkan syariat dalam melakukan kegiatan usaha bank. Muamalah diartikan sebagai kegiatan jual beli, utang piutang, dan sebagainya. Nilai tambah itulah yang mengakibatkan bank syariah semakin diminati oleh masyarakat.
18
Dalam PSAK No.105 yang mengatur tentang mudharabah, dijelaskan bahwa mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.
2. Skema Mudharabah Langkah-langkah dalam proses pembiayaan mudharabah dapat digambarkan melalui skema sebagai berikut: a. Kedua belah pihak yaitu bank sebagai pemilik dana (Shahibul Maal), dan nasabah sebagai penerima dan pengelola dana (mudharib) melakukan suatu akad (kontrak) perjanjian bagi hasil, untuk pembiayaan mudharabah yang akan diberikan. b. Nasabah sebagai penyandang dana mengkontribusikan keterampilan dan keahlian dari para pegawainya dalam pelaksanaan proyek bisnis perusahaan. c.
Pihak bank syariah memberikan kontribusi kepada nasabah berupa 100% modal untuk dikelola untuk menjalankan proyek usahanya.
d. Di dalam proses pembiayaan mudharabah tersebut nantinya akan dilakukan pembagian keuntungan (bagi hasil) e. Nisbah bagi hasil telah ditentukan dalam akad perjanjian di awal proses pembiayaan. Dalam akad tersebut telah ditentukan berapa persentase keuntungan yang diterima oleh bank sebagai pemilik dana, dan berapa
19
persentase yang akan diterima oleh pihak nasabah sebagai pengelola dana. Nisbah ini ditentukan dalam akad perjanjian agar tidak terjadi perselisihan dan sengketa di kemudian hari, karena baik nasabah maupun bank telah setuju secara tertulis dengan pembagian keuntungan masing-masing.
Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Mudharabah
(a)
(a)
PERJANJIAN BAGI HASIL (a)
Nasabah
Bank
(Mudharib)
KEAHLIAN / KETERAMPILAN
MODAL 100%
(b)
(e)
(Shahibul maal)
(c)
PROYEK/USAHA
(e)
(d) Nisbah X%
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
Nisbah Y%
(f) PENGAMBILAN MODAL POKOK
MODAL (g)
20
3. Landasan Syariah Landasan Syariah atas transaksi mudharabah terdapat dalam Al-Qur,an dan Al-Hadist serta IjmaUlama, sebagai berikut: a. Al-qur,an Ayat-ayat Al-Quran yang bisa dijadikan dasar akad transaksi al-Mudharabah, adalah: •
“Dan sebahagian mereka orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah swt.” (QS. Al-Muzammil:20)
•
“Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah swt.” (QS. Al-Jum’ah: 10)
•
“Tidak ada dosa (halangan) bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu.” (QS.Al-Baqarah:198)
b. Al-Hadist Hadis-hadis Rasul yang bisa dijadikan dasar dalam melakukan akad mudharabah, adalah: •
“Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Sayidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkanagar dananya tidak
21
dibawa mengarungi lautan, manuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullha saw. Dan diapun memperkenalkannya” (Imam Alfasi; Majma Azzawaid 4/161) •
Dari Suhaib r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tiga perkara Didalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan pembayaran secara kredit (2)Muqaradha (nama laindari mudharabah) (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual”. (HR. Ibnu Majah).
c. Ijma Ulama Imam Zailal telah menyatakan bahwa para pejabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang dikutip oleh Abu Ubaid dalam kitab AlAmwal : 454.
4. Jenis-jenis Mudharabah. Mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment)
22
Bentuk kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,waktu maupun daerah bisnisnya. Mudharib diberikan kuasa secara penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan proyek bisnis tanpa batasan/larangan yang berkaitan dengan proyek yang dimaksud. b. Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment) Shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib dalam mengelola dananya berupa batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Dalam prakteknya jenis Mudharabah Muqayyadah lebih banyak digunakan dalam pembiayaan mudharabah di Indonesia. Hal ini dikarenakan sifat keterikatannya sehingga bank mungkin merasa lebih aman dalam mengucurkan dana pembiyaannya kepada nasabah.
5. Manfaat dan Risiko Mudharabah a. Manfaat Mudharabah 1) Bank akan menikmati bagi hasil pada saat keuntngan usaha nasabah meningkat. 2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, teapi sesuai dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan mengalami negative spread. 3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
23
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati dalam mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karenakeuntungan yang konkret dan yang benar-benar terjadi itulah yang akan dibagi hasil-kan. 5) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih kepada penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap, berapapun keuntungan yang dihasilkan oleh nasabah, sekalipun rugi dan terjadi krisis ekonomi.
b. Risiko Mudharabah Risiko yang terdapat pada mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, antara lain: 1) Side Streaming, nasabah menggunakan dana mudharabah yang diberikan bank tersebut bukan seperti yang telah disebutkan dalam akad (kontrak) pada awal perjanjian. 2) Nasabah lalai dan melakukan kesalahan yang disengaja. 3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah jika nasabahnya ternyata tidak jujur.
6. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah Fatwa Majelis Ulama Indonesia, memberikan penjelasan mengenai ketentuan pembiayaan mudharabah yaitu sebagai berikut: a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS ) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
24
b. Dalam pembiayaan ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. c. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (Lembaga Keuangan Syariah dengan pengusaha). d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan Lembaga Keuangan Syariah tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. f. Lembaga Keuangan Syariah sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
25
h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh Lembaga Keuangan Syariah dengan memperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. j. Dalam hal penyandang dana (Lembaga Keuangan Syariah) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
7. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudhrabah Mudharabah sebagai sebuah kegiatan kerjasama ekonomi antara dua pihak mempunyai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka mengikat jalinan kerjasama dalam kerangka hukum. Rukun dan syarat pembiayaan mudharabah yaitu: a. Pelaku Pembiayaan Para pelaku pembiayaan yang merupakan penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. b. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
26
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. c. Objek Mudharabah Objek mudharabah berupa modal dan kerja, ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: 1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. 3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. d. Nisbah Keuntungan Mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: 1) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. 2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
27
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. 2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. 3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
8. Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. c. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
28
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
E. Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Menurut Karim (2004 : 286), penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Referensi tingkat (marjin) keuntungan Yang dimaksud dengan referensi tingkat (marjin) keuntungan adalah referensi tingkat (marjin) keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. 2. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis yang dibiayai Perkiraan
tingkat
keuntungan
bisnis
yang
dibiayai
dihitung
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Perkiraan penjualan Anatara lain memperhatikan: 1) Volume penjualan per transaksi atau per bulan-nya 2) Sales Turn Over atau frekwensi penjualan pada setiap bulannya 3) Fluktuasi harga penjualan 4) Rentang harga penjualan yang dinegosiasikan 5) Margin keuntungan yang terdapat pada setiap transaksi. b. Lama waktu perputaran kas
29
dengan
Yang menjadi dasar pertimbangannya antara lain: 1) Lama proses barang 2) Lama persediaan 3) Lama piutang c. Perkiraan biaya-biaya langsung Biaya langsung adalah yang berkaitan dengan kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan,
biaya
pengemasan,
dan
biaya-biaya
lainnya
yang
dikelompokkan dalam Harga Pokok Penjualan (Cost Of Good Sold) d. Perkiraan biaya-biaya tidak langsung Yang termasuk biaya ttidak langsung antara lain biaya gaji karyawan, biaya sewa kantor, dan biaya-biaya lain yang dikategorikan ke dalam Overhead Cost, yang mana tidak berhubungan langsung dengan kegiatan penjualan. e. Delayed Factor Merupakan tambahan waktu yang ditambahkan pada cash to cash cycle untuk mengantisipasi munculnya keterlambatan pembayaran dari nasabah kepada bank. Terdapat tiga metode dalam menetukan nisbah bagi hasil pembiayaan,yaitu: 1. Penentuan Bagi Hasil Keuntungan Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan pada perkiraan keuntungan yang diperoleh oleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang ditetapkan.
30
2. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pendapatan Nisbah ditentukan berdasarkan pada perkiraan pendapatan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang telah dietapkan. 3. Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penjualan Nisbah bagi hasil pembiayaan untuk bank ditentukan berdasarkan pada perkiraan penerimaan penjualan yang diperoleh oleh nasabah dibagi dengan pokok pembiayaan dan referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan.
F. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Dasa pengaturan transaksi mudharabah diatur dalam PSAK 105 dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) 2003, yang menjelaskan mengenai pengukuran, pengakuan dan pencatatannya. Menurut Slamet Wiyono (2005 : 123-124) Dalam pelaksanaannya mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Di dalam operasionalnya, bank syariah dapat bertindak sebagai pemilik dana maupun pengelola dana. Apabila bank bertindak sebagi pemilik dana maka dana akan disalurkan adalah sebagai pembiayaan mudharabah. 1. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah PSAK 105 mengatur tentang pengakuan pembiayaan mudharabah pada saat akad, sebagai berikut:
31
a. Pembiayaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non kas kepada pengelola dana. b. Pembiayaan mudharabah yang dilakukan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan, sedangkan pengukurannya pada saat akad adalah sebagai berikiut: 1) Pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran. Dr: Pembiayaan Mudharabah
xxx
Cr: Kas
xxx
2) Pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva non kas, misalnya mesin dan gedung, maka: a) Diukur sebesar nilai wajar aktiva non kas tersebut pada saat pembayaran, b) Sellisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank. 3) Beban yang terjadi sehubungan dengan akad mudharabah tidak dapat diakui sebagai pembiayaan mudharabah kecuali telah disepakati bersama. a) Jurnal pada saat akad: Dr: Pembiayaan mudharabah
xxx
Dr: Kerugian Penurunan Nilai
xxx
Cr: Aktiva mudharabah
xxx
32
b) Mencatat biaya akad: Jika beban menjadi tanggungan Shahibul maal (pemilik dana) Dr: Beban akad mudharabah
xxx
Cr: Kas
xxx
Jika beban menjadi tanggungan Mudharib (pengelola dana) Dr: Kas
xxx
Cr: Pendapatan akad mudhrabah
xxx
2. Pembayaran Kembali Pembiayaan Dengan adanya pembayaran kembali atas pembiayaan maka jumlah pembiayaan mudharabah pada bank syariah akan berkurang. Bank Syariah akan mencatat jurnalnya sebagai berikut: Dr: Kas / rekening nasabah
xxx
Cr: Pembiayaan mudharabah
xxx
3. Pembiayaan Mudharabah Hilang Pencatatan akuntansi atas hilangnya pembiayaan mudharabah dibedakan menurut waktu dimana pembiayaan tersebut dikatakan hilang, yaitu sebagai berikut: a. Pembiayaan Hilang Sebelum Dimulainya Usaha Jika
pembiayaan
mudharabah
hilang
sebelum
dijalankannya
usaha,
dikarenakan terjadinya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya tindakan kelalaian yang disengaja dari pihak peminjam (mudharib), maka kerugian
33
tersebut akan mengurangi pembiayaan mudharabah. Maka pencatatan yang dilakukan oleh bank syariah sebagai pemilik dana adalah sebagai berikut: Dr: Kerugian pembiayaan mudharabah
xxx
Cr: Pembiayaan mudharabah
xxx
b. Pembiayaan Hilang Setelah Dimulainya Usaha Apabila pembiayaan hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya unsur tindakkan atau kelalaian yang tidak disengaja dari pihak nasabah sebagai pengelola dana (mudharib), maka kerugian tersebut akan diperhitungkan pada saat bagi hasil dilakukan. Kerugian pembiayaan tersebut akan mengurangi pendapatan kas dari bagi hasil yang diperoleh bank. Pada saat menerima bagi hasi bank sebagai pengelola dana (shahibul maal) akan melakukan pencatatan sebagai berikut: Dr: Kas
xxx
Dr: Kerugian pembiayaan mudharabah
xxx
Cr: Pendapatan bag hasilmudharabah
xxx
4. Berakhirnya Akad Mudharabah Berakhirnya akad mudharabah ada dua macam, yaitu berakhirnya akad mudharabah sebelum jatuh tempo yang dibayarkan secara tidak langsung, dan berakhirnya akad mudharabah sebelum jatuh tempo yang langsung dibayarkan.
34
a. Pembayaran Dilakukan Secara Tidak Langsung Jika akad mudharabah berakhir sebelum jatuh tempo tidak dibayarkan secara langsung oleh pengelola dana (nasabah) maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib. Bank syariah mencatat transaksi tersebut sebagai berikut: Dr: Piutang jatuh tempo
xxx
Cr: Pembiayaan mudharabah
xxx
b. Pembayaran Dilakukan Secara Langsung Bank syariah mencatat transaksinya sebagai berikut: Dr: Kas
xxx
Cr: Pembiayaan mudharabah
xxx
5. Penyisihan Kerugian Penyisihan kerugian atas pembiayaan mudharabah dan piutang yang timbul di estimasi sebesar kerugian pembiayaan mudharabah dan piutang yang tak tidak dapat ditagih. Maka dari itu bank syariah membuat ayat jurnal penyesuaian sebagai berikut: Dr: Kerugian pembiayaan mudharabah
xxx
Dr: Kerugian piutang jatuh tempo
xxx
Cr: Cadangan kerugian pembiayaan mudharabah
xxx
Cr: Cadangan kerugian piutang jatuh tempo
xxx
35
6. Pengkuan Keuntungan atau Kerugian Mudharabah Distribusi bagi hasil mudharabah dilakukan dengan dua macam metode yaitu revenue sharing dan profit sharing. Dalam profit sharing, bagi hasil dihitung dari pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang berkaitan langsung dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan dengan revenue sharing bagi hasil dhitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah. Apabila pembiayaan melewati satu periode pelaporan maka keuntungan pembiayaan mudharabah diakui pada saat terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, sementara jikalau terjadi kerugian, maka kerugian atas pembiayaan mudharabah tersebut diakui pada periode terjadinya kerugian tersebut. Pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh bank syariah adalah sebagai berikut: Dr: Piutang pendapatan bagi hasil
xxx
Cr: Pendapatan bagi hasil mudharabah
xxx
Pada saat pihak pengelola dana (nasabah) membayar bagi hasilnya kepada pihak bank syariah, maka bank syariah sebagai pemilik dana akan melakukan pencatatan atas transaksi tersebut sebagai berikut: Dr: Kas
xxx
Cr: Piutang pendapatan bagi hasil
xxx
36
Jika pengelola dana (nasabah) mengalami kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak bank sebagai pemilik dana, yang mana akan mengurangi pembiayaan mudharabah dari sisi bank syariah. Bank syariah akan mengakui kerugian tersebut sebagai berikut: Dr: Kerugian pembiayaan mudharabah Cr: Pembiayaan mudharabah
xxx xxx
37