Bab II Landasan Teori Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka bagian ini dibahas beberapa teori yang relevan sebagai dasar kerangka rasional untuk kegiatan analisis data.
A. Konsep, Prinsip dan Pelaksanaan MBS 1.
Pengertian Manajemen Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah tidak
dapat terlepas dari pemahaman tentang manajemen, karena
hampir
setiap
kegiatan
yang
berhubungan
dengan organisasi tidak dapat dilepaskan dari proses manajemen. Menurut Stoner dan Freeman yang dikutip Usman (2004) manajemen merupakan ”seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang” (The art of getting things done through people). Menurut pengertian ini, proses manajemen memanfaatkan orang–orang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan, Engkoswara (Mulyasa 2006), mengemukakan ”manajemen pendidikan dalam arti seluas-luasnya adalah sumber
ilmu daya
yang
mempelajari
untuk
mencapai
bagaimana tujuan
menata
yang
telah
ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama”. Kedua pengertian ini menunjuk kepada adanya proses kerja sama untuk mencapai tujuan. Dalam lingkup pendidikan 11
di sekolah, kegiatan manajemen dalam bentuk penataan yang meliputi mengatur, memimpin, mengelola, merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya yang terdiri dari pendidik, peserta didik, dan pemakai jasa pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses manajemen dalam pendidikan berhubungan dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang dimaksud
meliputi tujuan jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Secara mendasar pelaksanaan manajemen tidak dapat dilepaskan dari fungsi manajemen. Sagala (2009:56), menyebutkan fungsi-fungsi manajemen terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.
Dengan
manajemen
yang
sehat,
tujuan
pendidikan dapat dicapai dengan efektif, efisien dan optimal. Dari beberapa pengertian
manajemen di atas
dapat disimpulkan manajemen adalah penataan organisasi
dengan
memanfaatkan
sumberdaya
yang
ada
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, monitoring untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. 2.
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah Depdiknas (2001:2) memberi batasan Manajemen
Berbasis Sekolah sebagai ”bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”. Inti dari pengertian ini adalah keleluasaan 12
sekolah dalam mengelola sumberdaya dengan mengalokasikan dana sesuai dengan prioritas program serta lebih
tanggap
terhadap
tuntutan
dan
kebutuhan
masyarakat setempat. Proses ini perlu didukung sistem manajerial skill, informatical skill dan kerjasama dari masyarakat. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pada bagian penjelasan pasal 51 ayat 1, “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah atau madrasah dan pendidik dibantu oleh komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan”. Peran kepala sekolah, pendidik dan Komite sekolah menjadi sangat penting dalam proses MBS dalam menyusun rencana dan pengembangan untuk mewujudkan tujuan sekolah. Sejalan pengertian di atas, Fattah (2004), mendefinisikan lebih rinci MBS sebagai suatu pendekatan politik
yang
terhadap
bertujuan
pengelolaan
untuk sekolah
melakukan dengan
redesain
memberikan
keleluasaan pada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup pendidik, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. Manajemen Berbasis Sekolah atau school based management sendiri merupakan sebuah upaya adaptasi dari paradigma pendidikan baru yang berlandaskan pada asas desentralisasi. MBS memberikan otoritas pada sekolah dalam mengembangkan sekolah melalui berbagai prakarsa positif. Dalam pelaksanaannya, Manajemen Berbasis Sekolah memiliki instrumen kunci yang salah satunya dikenal dengan 13
nama Komite Sekolah. Instrumen yang lain, menurut Dr JC Tukiman Taruna sebagaimana dikutip Kusmanto (2004), adalah: ”implementasi MBS secara ideal mensyaratkan beberapa hal yaitu (1) peningkatan kualitas manajemen sekolah yang terlihat melalui transparansi keuangan, perencanaan partisipatif, dan tanggunggugat (akuntabilitas), (2) peningkatan pembelajaran melalui PAKEM (pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan), dan (3) peningkatan peranserta masyarakat melalui intensitas kepedulian masyarakat terhadap sekolah”
Kegiatan pengelolaan tersebut memerlukan peran aktif, kreatif dari para pendidik dalam rangka menciptakan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan bagi pesera didik dalam mencapai penguasaan kompetensi. Semua perlu didukung adanya keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Upaya yang ditempuh adalah penerapan konsep manajemen yang memberikan pemberdayaan. Berdasarkan beberapa pengertian tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di atas dapat disimpulkan bahwa MBS adalah proses pengelolaan sekolah sesuai kewenangan yang diberikan kepada satuan pendidikan berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi
masyarakat
dengan
mempertimbangkan
kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dimiliki
sekolah
dalam
usaha
meningkatkan
mutu
pendidikan secara efektif dan efisien.
14
3.
Prinsip-prinsip MBS
Berdasarkan
panduan
MBS
untuk
sekolah
dasar,
terdapat sepuluh prinsip MBS. Prinsi-prinsip tersebut adalah: a. Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan sumber daya manusia di sekolah dan masyarakat (kepala sekolah, pendidik, siswa, dan tokoh masyarakat). b. Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat. c. Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah. d. Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan. e. Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan. f. Demokratis artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat. g. Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan. h. Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu. i. Pencapaian standar pelayanan minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan. j. Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh pendidikan yang sama. (Depdiknas 2001:6-7)
Berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana tersebut di atas, dalam praktik manajemen, keterbukaan adalah statu hal yang tidak dapat dihindari. Keterbukaan antara komponen intern sekolah dengan mitra kerja sekolah menjadi dasar pembentukan karja sama dan rasa saling 15
percaya antara keduanya. Adanya kerja sama dan rasa ercaya dari masyarakat dapat meningkatkan kebersamaan dan kinerja sekolah. Pada sisi lain, sekolah dituntut untuk mampu berkreasi melalui prakarsaprakarsa yang membangkitkan kreatifitas sumber daya sekolah
dalam
rangka
pencapaian
tujuan
sekolah.
Kreatifitas dari sekolah diharapkan dapat mencapai kemandirian dalam upaya meningkatkan mutu sekolah berdasarkan stándar pelayanan yang telah ditentukan. Dalam praktik pelaksanaan di sekolah, prinsip di atas dimaksudkan untuk memenuhi tercapainya stándar pelayanan
minimal.
memenuhi
standar
Namun,
pada
pelayanan
dasarnya
yang
untuk
ditentukan,
diperlukan tata kelola sekolah yang baik yang meliputi prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
dan
partisipasi
masyarakat (Depdiknas 2006). Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah pada prinsip tata kelola tersebut. a.
Transparansi. Transparan berarti adanya keter-
bukaan.
Transparan
di
bidang
manajemen
berarti
adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Widodo
(2002),
manajemen
menyebutkan
sekolah
adalah
transparansi
dalam
penanganan/pengelolaan
pendidikan/sekolah yang dilaksanakan secara nyata dan jelas dengan mengutamakan input, proses, dan output dalam perencanaan sampai pelaksanaan evaluasi pendidikan. Sementara Kementerian Pendidikan Nasional (2010), menyebutkan transparansi sebagai keadaan di mana setiap orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan
dapat
mengetahui
proses
dan
hasil
pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. 16
Transparansi menunjuk pada suatu kondisi di mana setiap orang mudah memperoleh informasi dari kegiatan yang akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh sekolah.
Disebutkan
selanjutnya,
dalam
konteks
pendidikan, istilah transparansi sangatlah jelas yaitu kepolosan, apa adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan oleh sekolah. Ini berarti bahwa sekolah
harus
memberikan
informasi
yang
benar
kepada publik. Transparansi pengelolaan yang dilaksanakan oleh sekolah meliputi: a. Pengelolaan keuangan, keterbukaan dalam pendapatan dan belanja sekolah baik dari pemerintah, donor maupun sumber sumber lain; b. Pengelolaan staf/personalia: kebutuhan ketenagaan, kualifikasi, kemampuan dan kelemahan, kebutuhan pengembangan professional;
c.
Pengelolaan
keterbukaan dalam ketersediaan pelaksanaan
kurikulum,
termasuk
hal prestasi dan kinerja siswa,
sarana
dan
kurikulum,
prasarana
visi,
misi,
penunjang
dan
program
peningkatan mutu pendidikan. Di
lembaga
pendidikan,
bidang
manajemen
keuangan yang transparansi berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan dan menciptakan kepercayaan timbal balik antara orangtua, masyarakat dan pemerintah dan warga sekolah. 17
Bentuk
transparansi
terlihat
dari
kemudahan
berbagai pihak dalam mengakses informasi sekolah. Beberapa informasi program dan keuangan mudah diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa pada tempat tertentu yang disediakan oleh sekolah. Misalnya
dengan
adanya
papan
transparansi
yang
menyajikan informasi RKAS, rangkuman penggunaan dana, prestasi yang diperoleh sekolah, foto-foto kegiatan yang dilaksanakan sekolah.
Gambar 2.1 Bentuk transparasi kepada publik, www.mgp’be.depdiknas.go.id
Untuk meningkatkan transparansi kepada publik, diperlukan beberapa usaha agar publik memahami situasi yang dialami oleh sekolah. Usaha ini diperlukan dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
kepercayaan,
keyakinan dan partisipasi publik kepada penyelenggaraan sekolah. Slamet PH (2008), menyebutkan usaha yang dapat ditempuh adalah dengan a) mendayagunakan berbagai jalur komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung; b) menyiapkan kebijakan yang jelas tentang tentang cara mendapatkan informasi, bentuk informasi 18
dan prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada
publik;
c)
mengupayakan
peraturan
yang
menjamin hak publik untuk memperoleh informasi . Bentuk-bentuk melalui
jalur
usaha
media
yang
tertulis
ditempuh
dapat
(brosur,
leaflet,
newsletter, pengumuman melalui surat kabar) maupun media elektronik (radio, televisi local, website, email). Meningkatnya
transparansi
manajemen
dapat
menciptakan kepercayaan dan keyakinan yang tinggi dari publik kepada sekolah. Keberhasilan
transparansi
pengelolaan
sekolah
ditandai dengan beberapa indikator tertentu. Menurut Kemendiknas (2010), indikator keberhasilan transparansi
adalah
sebagai
berikut:
(1)
meningkatnya
keyakinan dan kepercayaan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah bersih dan wibawa, (2) meningkatnya partisipasi
publik
terhadap
penyelenggaraan
sekolah, (3) bertambahnya wawasan dan pengetahuan publik terhadap penyelenggaraan sekolah, dan (4) berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku di sekolah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi dalam MBS adalah keadaan dimana semua pihak yang terkait dalam pendidikan (pemerintah, Kepala Sekolah, Pendidik, Orang tua, Masyarakat) dapat dengan mudah dalam memperoleh informasi tentang proses
penyelenggaraan
sekolah
yang
meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai. b.
Akuntabilitas.
Akuntabilitas
adalah
kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan 19
penyelenggara
organisasi
kepada
pihak
yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan 2010).
atau
Bentuk
pertanggjawaban
pertanggungjawaban
(Kemendiknas sekolah
kepada
publik adalah melaporkan hasil yang telah dicapai oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu berdasarkan target yang telah dicanangkan. Pelaporan hasil kinerja sekolah termasuk keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah. Pertangungjawaban
sekolah
terhadap
publik
secara transparan akan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan
publik
terhadap
layanan
yang
diseleng-
garakan oleh sekolah. Dengan akuntabilitas yang tinggi akan mendorong terciptanya kinerja sekolah yang baik dan terpercaya. Lain dari pada itu, u n t u k mengikutsertakan
publik
pendidikan
dan
dalam
pengawasan
pelayanan
untuk
mempertanggungjawabkan
komitmen pelayanan pendidikan kepada publik. Keberhasilan
akuntabilitas
dapat
diukur
dengan beberapa indikator berikut: (a) meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah, (b) tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, (c) berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah,
dan
(d)
meningkatnya
kesesuaian
kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat Dengan demikian, akuntabilitas dapat diartikan sebagai
bentuk
menyampaikan
pertanggungjawaban kinerja
sekolah
sekolah
kepada
pihak
untuk yang
20
terkait
dengan
penyelenggaraan
sekolah
tentang
keberhasilan dan kegagalan dari program sekolah. c.
Partisipasi.
(Kemendiknas
Dalam
2010)
modul
disebutkan
pelatihan bahwa
MBS
partisipasi
adalah proses di mana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan
keputusan,
pembuatan
kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan/pengevaluasian pendidikan sekolah Partisipasi yang
dimaksud
adalah
penciptaan
lingkungan yang terbuka dan demokratik, di mana warga sekolah (pendidik, siswa, karyawan) dan masya-rakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan). Peningkatan partisipasi dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasi/ kontribusinya terhadap sekolah. Dalam hal ini, Uphoff (Sagala 2009:238), menyebutkan partisipasi mengandung tiga dimensi yang berkembang menjadi 1) partisipasi dalam mengambil kebijakan dan keputusan; 2) partisipasi dalam melaksanakan; 3) partisipasi memperoleh keuntungan; dan 4) partisipasi dalam mengevaluasi. Melalui partisipasi, diharapkan dapat mendorong stake21
holders menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat keputusan,
dalam
proses
pembuatan
pengawasan/evaluasi
yang
perencanaan,
pengambilan
kebijakan,
pelaksanaan,
menyangkut
kepentingan
sekolah, baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung. Keberhasilan peningkatan partisipasi stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat diketahui melalui beberapa indikator berikut: (1) Kontribusi/dedikasi stakeholders meningkat dalam hal jasa (pemikiran, keterampilan), finan-sial, moral, dan material/barang. (2) Meningkatnya kepercayaan stakeholders kepada sekolah, terutama menyangkut kewibawaan dan kebersihan. (3) Meningkatnya tanggungjawab stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (4) Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk pening-katan mutu pendidikan. (5) Meningkatnya kepedulian Stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu. (6) Keputusan-keputusan yang dibuat oleh sekolah benar-benar mengekspresikan aspirasi dan pendapat stakeholders dan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. (Kemendiknas 2010).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan stakeholders (Warga sekolah dan masyarakat) secara aktif terlibat di dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan tindak lanjut atas peyelenggaraan sekolah. 4. Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah Pada dasarnya MBS dilaksanakan untuk suatu tujuan
tertentu.
Secara
umum
tujuan
Manajemen 22
Berbasis Sekolah menurut Depdiknas (2006:13), “untuk meningkatkan
kinerja
sekolah
melalui
pemberian
kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata
kelola
sekolah
yang
partisipasi,
transparansi
Manajemen
Berbasis
baik,
dan
Sekolah
yakni
peningkatan
akuntabilitas. adalah
Tujuan
meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme pendidik, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif (Mulyasa 2006). Depdiknas (2001), menjabarkan tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah: a. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia b. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama c. meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, pemerintah tentang mutu sekolah d. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu sekolah yang dicapai
Sementara itu
UU SISDIKNAS NO. 20 Tahun
2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1: Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan 23
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektivitas dan efisiensi, serta akuntabilitas. Hal ini dipertegas
dalam
pasal
48
menyatakan
bahwa
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, publik.
efisiensi,
transparansi,
dan
akuntabilitas
Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut untuk
mencapai tujuan tertentu sebagai berikut: 1) MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output) dan outcome bukan hanya pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi dapat dipandang sebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan. Namun apabila dipandang sebagai terpisah, maka mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan
kehidupan,
termasuk
juga
ranah
pendidikan yang tidak diujikan. 2) MBS bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Asumsi yang mendasari adalah bahwa setiap anak berpotensi untuk belajar, oleh karena itu MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan berbagai latar belakang sosial ekonomi dan psikologis untuk 24
memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan masing-masing anak berkembang secara optimal.
Sungguhpun
antara
sekolah
harus
saling
berpacu prestasi, tetapi setiap sekolah harus melayani setiap anak, dan secara keseluruhan sekolah harus mencapai standar kompetensi minimal bagi setiap anak yang lulus. Keadilan ini begitu penting, sehingga para ahli sekolah efektif menyingkat tujuan sekolah efektif adalah mutu (quality) dan keadilan (equity). 3) MBS bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepatgunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar
siswa
sesuai
tujuan.
Efektivitas
proses
pembelajaran dapat diketahui dengan pasti setelah diadakan
penilaian.
Untuk
optimal,
diperlukan
upaya
memperoleh
hasil
menerapkan
yang
indikator-
indikator atau ciri-ciri sekolah efektif. Berdasarkan beberapa pendapat (David A. Squires, et.al. 983; Jaap Scheerens 1992; Edmons 1979; Edward Heneveld 1992) dalam Ridwan (2009), disimpulkan bahwa ”sekolah efektif ditandai dengan adanya kepemimpinan yang kuat, lingkungan yang kondusif, harapan yang tinggi pada siswa untuk berprestasi, dan dukungan dari orang tua dan lingkungan, serta penilaian yang berkelanjutan”. Penerapkan MBS diharapkan setiap sekolah, sesuai kondisi masing-masing, dapat mewujudkan sekolah yang efektif
untuk
Sementara
itu,
meningkatkan efisiensi
mutu
berhubungan
pendidikan. dengan
nilai
anggaran yang dikeluarkan atau harga (cost) untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang 25
digunakan dalam proses) dibandingkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa). 4) MBS bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan
komitmen
adalah
semua
pertanggung
stake
holders.
jawaban
atas
Akuntabilitas semua
yang
dikerjakan sesuai wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Pertanggungjawaban sekolah dalam MBS ditujukan
kepada
semua
pihak
yang
terdiri
dari
pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat dan stake holder sekolah. Pelaksanaan MBS memerlukan kondisi tertentu sebagai
syarat
Persyaratan
yang
yang
tidak
harus
ada
boleh
ditinggalkan.
dalam
pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah meliputi personil sekolah, kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat, adanya upaya pembaharuan dari sekolah, lingkungan yang
mendukung
penyelenggaraan
sekolah,
dan
transparansi. Personal
sekolah
sebagai
aktor
pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah terdiri dari Kepala Sekolah, Pendidik,
Karyawan,
Komite
Sekolah.
Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah memerlukan pimpinan seorang Kepala Sekolah yang visioner, berpandangan jauh ke depan dengan mengupayakan kegiatan yang dirancang sekolah bertolak pada visi dan misi sekolah. Kepala Sekolah yang berpandangan ke depan selalu berusaha untuk mencurahkan segala upaya mengarah pada pencapaian mutu sekolah. Depdiknas (2001:5), menekankan kondisi yang mendukung pelaksanaan MBS adalah :
26
1. Adanya dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan ( Stake Holders ), seperti masyarakat, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 2. Lembaga pendidikan memiliki kemampuan pembaharuan 3. Proses pendidikan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat 4. Pelayanan pendidikan dapat mengembangkan potensi anak secara maksimal dengan memperhatikan keberadaan individu siswa 5. Lingkungan sosial sekolah mendukung pencapaian visinya 6. Potensi sumberdaya sekolah dan masyarakat mendukung tercapainya target yang ditetapkan.
Adanya dukungan menunjukkan tangggung jawab bersama terhadap kesuksesan MBS. Dukungan itu menunjukkan
keterlibatan
beberapa
pihak
secara
langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan mutu pendidikan yang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Dukungan terhadap pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dapat berbentuk tenaga, pikiran maupun finansial (bantuan keuangan atau sarana pendidikan) Di samping dukungan, untuk mencapai sukses MBS diperlukan visi sekolah, pembagian tugas dan wewenang
yang
jelas,
adanya
kemauan
untuk
mengembangkan pengetahuan, pengumpulan informasi untuk kemajuan sekolah. Upaya-upaya tersebut menjadi bagian penting dalam mencapai kesuksesan MBS. Dalam hal ini Briggs dan Wohlstetter (1999), mengemukakan delapan kunci sukses MBS sebagai berikut: 1. 2. 3.
A vision focused on teaching and learning that is coordinated with student performance standards. Decision-making authority used to change the core areas of schooling. Power distributed throughout the school.
27
4.
5. 6. 7. 8.
The development of teachers’ knowledge and skills that is oriented toward change, a professional learning community and shared knowledge. Mechanisms for collecting and communicating information related to school priorities Monetary and non-monetary rewards to acknowledge progress toward school goals Shared school leadership among administra-tors and teachers Resources from outside the school (usc.edudepteducationcegovpublicationsbriggsand wohlstettr1999.pdf)
Visi sekolah membimbing staf sekolah menetapkan arah dan tujuan serta dapat menuntun dalam membuat harapan yang tinggi untuk prestasi akademik, wewenang untuk mengambil keputusan yang meliputi bidang anggaran, kurikulum, dan tenaga, menggunakan otoritas untuk membuat perubahan yang berarti dalam proses pembelajaran. Meskipun demikian, dalam hal penentuan peluang
prioritas,
timbulnya
anggaran hambatan.
sering Oleh
kali
menjadi
karena
itu,
pengambilan keputusan ke arah perubahan yang dapat diterima
sekolah,
memungkinkan
adanya
terciptanya
pembagian
tugas
kepemimpinan
yang
bersama
antara kepala sekolah dan pendidik dalam rangka memanfaatkan sumber daya di luar sekolah harus mampu menciptakan adanya transparansi. Transparansi dalam manajemen sekolah diarahkan pada pengelolaan sekolah yang dilaksanakan secara nyata dan jelas dengan mengutamakan input, proses, dan output. Keberhasilan
Manajemen
Berbasis
Sekolah
ditandai adanya beberapa indikator. Terdapat beberapa indikator yang dapat dipergunakan sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan MBS di sekolah. Depdikbud 28
(2009),
menyebutkan
indikator
keberhasilan
MBS
sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Partisipasi masyarakat diwadahi melalu Komite Sekolah Transparansi pengelolaan (program dan anggaran) Program sekolah realistik-need assessment Pemahaman stakeholder mengenai Visi dan Misi sekolah Lingkungan fisik sekolah nyaman, terawat Iklim sekolah kondusif Berorientasi mutu, penciptaan budaya mutu Meningkatnya kinerja profesional kepala sekolah dan pendidik Kepemimpinan sekolah berkembang demokratispolicy and decision making, planning and programming Upaya memenuhi fasilitas pendukung KBM meningkat Kesejahteraan pendidik meningkat Pelayanan berorientasi pada siswa/murid. Budaya konformitas dalam pengelolaan (http://www.scribd.com/doc/17826381/Manajem en-Berbasis-n)
B. Kepemimpinan Dalam MBS Sebagaimana keputusan
secara
prinsip
MBS
demokratis,
dalam
pengambilan
diperlukan
seorang
pemimpin yang memiliki kemampuan, pengetahuan, keterampilan
manajerial
yang
mampu
mewujudkan
perubahan dalam mencapai tujuan sekolah. Oleh karena itu
diperlukan
kepemimpinan
yang
mendukung
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, berikut dibahas beberapa hal yang berhubungan dengan kepemimpinan. 1.
Pengertian Kepemimpinan Nawawi (2000:14), menyebutkan ”kepemimpinan
diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi, mengge29
rakkan, dan membimbing perasaan, pikiran dan tingkah laku
orang
lain,
agar
terdorong
mengembangkan
kreatifitas dan inisiatif dalam melaksanakan kegiatan terarah pada pencapaian tujuan”.
Menurut pengertian
tersebut, sebagai pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat pada karyawan untuk berkreasi dan berinisiatif mengembangkan prakarsa dalam bekerja. satuan
Kepala Sekolah sebagai pemimpin
pendidikan
harus
mampu
memotivasi
para
pendidik, karyawan, dan peserta didik untuk melaksanakan tugas masing-masing dengan daya kreatifitas dan inisiatif yang tinggi. Kepala sekolah harus mampu mendorong,
mengarahkan,
membimbing
sumberdaya
manusia yang dimilikinya dalam rangka pencapaian tujuan
sekolah,
serta
memanfaatkan
dimiliki
secara
optimal.
Tumbuhnya
sarana
yang
motivasi
pada
sumberdaya yang dimiliki sekolah diarahkan untuk meningkatkan kinerja sekolah dalam rangka efektivitas MBS. 2.
Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan suatu pola peri-
laku seorang pemimpin yang khas ketika mempengaruhi seluruh stafnya. Terdapat bermacam gaya kepemimpinan yang tercermin dalam perilaku seorang pemimpin. Akan tetapi sejalan dengan prinsip dan pelaksanaan MBS, diperlukan seorang pemimpin dengan gaya yang sesuai dengan pelaksanaan dan pengembangan MBS. Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan
sebagaimana
menurut
teori
perilaku
dan
teori
situasional. Teori perilaku dan teori situasional berang30
gapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin tidak harus memiliki bakat, tetapi dengan melalui proses pembelajaran dan untuk itu semua orang dapat menjadi pemimpin. Termasuk dalam kategori ini adalah kepemimpinan transformasional dimana dalam membangkitkan komitmen pengikutnya saling membangun nilai, visi dan misi organisasi untuk mewujudkan tujuan. Nurkolis (2005:172), menyebutkan Kepemimpinan transformasional
mampu
mentransformasi
dan
memotivasi
para
pengikutnya dengan cara: (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe pemimpin ini berusaha melakukan terobosanterobosan
baru
untuk
meningkatkan
produktivitas
organisasi. Pemimpin tranformasional berani melakukan perubahan, bekerja keras, mengembangkan semangat kebersamaan, motivasi untuk maju dan disiplin, mampu memunculkan sense of belonging, rasa aman, membangun keyakinan pengikutnya bahwa aspirasi dan kepentinganya akan terpenuhi serta berorientasi ke masa datang. Pelaksanaan MBS dapat berjalan secara efektif jika didukung oleh pemimpin yang mampu menunjukkan efektivitas organisasi. Untuk itu dibutuhkan seorang pemimpin yang efektif. Peter F Drucker (Wiryana 2000:5), mengemukakan pemimpin yang efektif memiliki perilaku yang sama yaitu : 1. Mereka tidak bertanya ”Apa yang saya kehendaki?” Melainkan ”Apa yang perlu dilakukan?”
31
2. Mereka bertanya,” Apa yang dapat dan harus saya lakukan untuk membuat perbedaan?” 3. Mereka selalu bertanya,” Apa misi dan tujuan organisasi?” 4. Mereka mempunyai toleransi yang kuat terhadap kebutuhan orang, tetapi sangat tidak toleransi bila berkaitan dengan kinerja, standar dan nilainilai seseorang 5. Mereka tidak takut kepada kekuatan yang dimiliki rekan-rekannya 6. Mereka memiliki keyakinan diri bahwa diri mereka adalah tipe orang yang dihormati dan dipercaya. Dengan demikian mereka memper-kuat diri untuk tidak melakukan hal-hal yang populer tetapi tidak benar.
Pemimpin yang demikian merupakan figur seorang pemimpin yang mengedepankan kepentingan organisasi, disiplin yang tinggi, pencapaian mutu. Pemimpin yang efektif memusatkan pekerjaan kepada tujuan yang telah ditetapkan
dengan
memberdayakan
kekuatan
yang
dimiliki-nya untuk mencapai kemajuan melalui usahausaha yang nyata. Berdasarkan pembahasan di atas, seorang pemimpin dalam MBS harus memiliki kemampuan manajerial dalam menyusun program dan mengambil keputusan untuk
keberlangsungan
proses
pembelajaran,
dapat
memberi teladan dalam perbuatan, perkataan, disiplin, kejujuran, pembuatan administrasi, tanggung jawab melaksanakan dengan
tugas,
berbagai
serta
pihak
menciptakan
untuk
kerjasama
peningkatan
mutu
pendidikan sekolah.
C. Pilar MBS Pilar pelaksanaan MBS terdiri dari tiga hal yaitu Transparansi Manajemen, Pembelajaran PAKEM, dan Peranserta Masyarakat. Sebagaimana 32
1.
Transparansi Manajemen Transparansi manajemen merupakan hal men-
dasar dalam pelaksanaan MBS. Sebagaimana telah diuraikan di depan, maka transparansi tidak dibahas lagi pada bagian ini. 2.
Pembelajaran PAKEM
a. Pengertian PAKEM. Bagian lain dari pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah adalah adanya proses pembelajaan yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang sering disebut dengan pembelajaran model PAKEM. PAKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam perkembangan
selanjutnya,
istilah
PAKEM
berubah
menjadi PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Masjudi (2001), menyebutkan Pembelajaran yang ”aktif dimaksudkan bahwa dalam pembelajaran pendidik harus menciptakan suasana yang menuntun siswa aktif bertanya,
mempertanyakan
dan
mengemukakan
gagasan”. Kreatif dimaksudkan pendidik menciptakan kegiatan belajar mengajar yang beragam yang dapat membangun kreatifitas peserta didik, peserta didik mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Efektif yaitu menghasilkan apa yang harus dikuasai setelah pembelajaran berlangsung, menyenangkan berarti tercipta suasana belajar mengajar yang membuat peserta didik
senang dan memusatkan
perhatiannya secara penuh pada pelajaran PAKEM dapat didefinisikan sebagai pendekatan mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama 33
metode tertentu dan berbagai media pengajaran dengan penataan lingkungan sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para
peserta didik
merasa tertarik untuk melaksanakan kegiatan belajar, mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Melalui PAKEM juga memungkinkan didik
melakukan
kegiatan
yang
beragam
peserta dalam
mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilan sendiri, tidak semata-mata “disuapi” pendidik. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mene-rapkan PAKEM, adalah: 1) metode ceramah bervariasi, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi. Peralihan pendekatan kepada PAKEM bukannya tanpa dasar. Shadiq sebagaimana dikutip oleh Setiawan (2004), menyebutkan PAIKEM dikembangkan didasarkan kepada : a. Peralihan dari belajar perorangan (individual learning) ke belajar bersama (cooperative learning); b. Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote learning) ke belajar untuk memahami (learning for understanding); c. Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan (knowledge-transmitted) ke bentuk interaktif, keterampilan proses dan pemecahan masalah; d. Peralihan paradigma dari pendidik mengajar ke siswa belajar; e. Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk authentic assessment seperti portofolio, proyek, laporan siswa, atau penampilan siswa
Peralihan tersebut di atas sesuai dengan
PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19, ayat (1) yang berbunyi: “Proses pembelajaran pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan
secara 34
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Dalam pembelajaran PAKEM, peserta didik dan pendidik aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan masing-masing tercermin sebagai berikut: Peserta didik aktif
membangun
konsep
bertanya,
mengemukakan
gagasan, mempertanyakan gagasan, dan melakukan kegiatan. Pendidik aktif memantau kegiatan belajar peserta didik, memberikan umpan balik, mengajukan pertanyaan
yang
menantang,
dan
mempertanyakan
gagasan peserta didik. Kreativitas peserta didik tercermin dalam kegiatan Merancang (membuat sesuatu), Menulis (mengarang). Pendidik kreatif: mengembangkan kegiatan yang menarik dan beragam, membuat alat bantu belajar, memanfaatkan lingkungan. Peserta didik dapat mencapai kompetensi yang diharapkan dan berani mencoba (berbuat), bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan, mempertanyakan
gagasan
an tidak membuat
anak
orang
lain.
takut; takut
Pembelajarsalah, takut
ditertawakan, takut dianggap sepele, dan takut bertanya. b. Karakteristik PAKEM.
Pendekatan PAKEM memiliki
karakteristik yang membedakan
dengan pendekatan
pembelajaran yang lain. Syah dan Kariadinata (2009), menyebutkan PAKEM memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Berpusat pada siswa (student-centered) b. Belajar yang menyenangkan (joyfull learning)
35
c. Belajar yang berorientasi pada tecapainya kemampuan tertentu (competecy-based learning) d. Belajar secara tuntas (mastery learning) e. Belajar secara berkesinambungan (continuous learning) f. Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan ke- di sinian (contextual learning)
Pembelajaran
student-centered
memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk menjadi fokus dalam
pembelajaran,
sebagai
fasilitator.
sedangkan Peserta
pendidik
didik
berperan
aktif
mencari,
menemukan, menganalisa dan menarik kesimpulan dari materi
pembelajaran.
Peserta
didik
mengontrol
pembelajaran dan menghasilkan karya sendiri, tidak hanya mengutip penjelasan pendidik dengan fasilitator pendidik. Sebagai fasilitator, pendidik mengupayakan berbagai cara secara kreatif dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan peserta didik didorong
untuk
mengembangkan
kreativitas
dalam
berinteraksi antar teman, pendidik, materi pembelajaran dan
berbagai
alat
bantu
pembelajaran,
untuk
meningkatkan hasil pembelajaran. Dengan demikian PAKEM merupakan pendekatan pembelajaran dengan memberikan kesempatan seluasluasnya
kepada
menciptakan
pendidik
suasana
secara
aktif
pembelajaran
dan
yang
kreatif
kondusif,
menantang kepada peserta didik untuk secara aktif mengembangkan kreatifitas dengan berbagai alat bantu pembelajaran untuk meningkatkan hasil pembelajaran. 3. Peranserta Masyarakat. Peranserta masyarakat adalah peran yang diberikan oleh tokoh masyarakat kepada dunia pendidikan 36
(sekolah), baik dalam bentuk gagasan dan pemikiran, partisipasi maupun
langsung dalam
dalam
bentuk
kegiatan
bantuan
pendidikan,
peralatan
dan
keuangan. Peran serata masyarakat merupakan salah satu ujud dari prinsip “partisipasi”. Peranserta masyarakat
diperlukan
untuk
peningkatan
mutu
layanan
pendidikan dalam upaya menciptakan kondisi sekolah dapat memenuhi standar minimal dan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam kerangka MBS, ada dua
institusi yang menjadi ujung tombak pelakasnaan MBS yaitu Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kedua institusi
dianggap
masyarakat
sebagai
dalam
perwakilan
pendidikan
partisipasi
(sekolah).
Dirjen
Dikdasmen (2002), menyebutkan: ”Untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam
bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan Komite Sekolah ada di tingkat satuan pendidikan.”
Berdasarkan
Keputusan
Mendiknas
No.
004/
U/2002, yang dimaksudkan dengan komite sekolah adalah
badan
masyarakat
mandiri
dalam
yang
rangka
mewadahi
peranserta
meningkatkan
mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Pembentukan komite sekolah menjadi bagian dari konsep manajemen berbasis sekolah yang diharapkan dapat menjadi mitra satuan pendidikan. Komite Sekolah dapat menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan 37
kebijakan operasional dan program pendidikan. Pembentukan Komite Sekolah bertujuan a. membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah;
b. Meme-
lihara, meningkatkan dan mengembangkan sekolah; c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah; d. Menjembatani antara sekolah dengan masyarakat. Anggota Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat, termasuk dewan pendidik, yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan, Tokoh Masyarakat,
Tokoh
Agama,
Dunia
Usaha.
Komite
Sekolah sendiri sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang dan jumlahnya harus gasal. Meskipun komite sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masingmasing, keduanya tetap sebagai mitra yang harus saling bekerjasama.
Kerjasama
sekolah
dengan
komite
merupakan kegiatan yang melibatkan masyarakat baik secara individual maupun organisasi dengan prinsip sukarela,
saling
kepentingan
menguntungkan
bersama
dalam
dan
suatu
memiliki
wadah
guna
membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Kerjasama tersebut bertujuan mendayagunakan potensi
masyarakat
dalam
membantu
kelancaran
penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Kerjasama antara sekolah dengan komite sekolah akan tercapai apabila masing-masing melaksanakan tugas
sesuai
dengan
fungsinya.
Komite
Sekolah
berfungsi sebagai berikut: 1. membantu sekolah mengembangkan
KTSP
(sesuai
dengan UU Sisdiknas Pasal 36 Ayat 2); 38
2. mendorong
tumbuhnya
perhatian
dan
komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; 3. melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia pemerintah
usaha/dunia
berkenaan
industri)
dengan
dan
penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. 4. menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan,
dan
berbagai
kebutuhan
pendidikan
yang
diajukan oleh masyarakat; 5. memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah mengenai: a. kebijakan dan program pendidikan; b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS); c. kriteria kinerja satuan pendidikan; d. kriteria tenaga kependidikan; e. kriteria fasilitas pendidikan; dan f. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan; 6. mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendu mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; 7. menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan
penyelenggaraan
pendidikan
di
satuan
pendidikan; 8. melakukan
evaluasi
dan
pengawasan
terhadap
kebijakan, program, penyelenggaraan, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Berdasarkan
pembahasan
di
atas,
peranserta
masyarakat adalah keterlibatan masyarakat terhadap 39
sekolah melalui lembaga komite sekolah dengan peran sebagai Advisory Agency (pemberi pertimbangan) dalam penentuan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; Supporting Agency (Pendukung) baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; Controlling Agency (Pengontrol) dalam transparansi dan akuntabilitas penyelengaraan pendidikan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; dan Mediator antara sekolah dan masyarakat di satuan pendidikan.
D.
Kinerja Pendidik Dalam
bahasa
performance.
Inggris
Performance
istilah
kinerja
merupakan
adalah
kata
benda.
Bentuknya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan. Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi berdasarkan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Mangkunegara (2001:67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan
tanggung
jawab
yang
diberikan
kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat
dengan
diterapkan
sistem
oleh
pemberian
penghargaan
lembaga/organisasi
tempat
yang
mereka
bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang. Sementara itu, King (1993) menyatakan kinerja adalah, ”aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas 40
pokok yang diembankan kepadanya”. Tugas pokok yang dilaksanakan seseorang bergantung dari bidang tugas yang diembannya. Masing-masing bidang terdiri tugas pokok yang berbeda. Dari dua pengertian tersebut, kinerja menunjuk pada sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas yang dilakukan seseorang dalam suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah
standar
yang
tertentu.
Standar
yang
dipergunakan seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen. Kinerja
pendidik
dalam
melaksanakan
tugas
pokoknya tercermin pada hasil dari proses pembelajaran. Tugas pokok pendidik sebagaimana disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 adalah ”Sekurangkurangnya 24 jam tatap muka dalam satu minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajar-an, melaksanakan
pembelajaran,
menilai
hasil
pembe-
lajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan”. Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pendidikan
Nasional Nomor 025/U/1995 tentang ketentuan teknis palaksanaan jabatan fungsional pendidik dan angka kredit pendidik disebutkan bahwa kinerja pendidik merupakan
refleksi dari unsur utama dan unsur
penunjang. Unsur melaksanakan
utama terdiri dari menyusun dan
program
pembelajaran,
menyajikan
program pembelajaran, menyusun dan melaksanakan program evaluasi belajar, melaksanakan evaluasi belajar, dan menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan, serta kegiatan profesional pendidik. 41
Sedangkan unsur penunjang terdiri dari pengabdian masyarakat,
kegiatan
keikutsertaan kemampuan
dalam dalam
pendukung kegiatan
pendidikan ilmiah.
melaksanakan
tugas
dan
Refleksi pokoknya
tercermin secara kualitas dan kuantitas dalam bentuk hasil kerja. Kinerja yang dilakukan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mathis dan Jackson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1. kemampuan mereka, 2. Motivasi, 3. Dukungan yang diterima, 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5. Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja pendidik dapat diartikan sebagai kualitas dan kuantitas yang berkaitan dengan prestasi kerja pendidik, tanggung jawab, kejujuran, kerjasama dan prakarsa, yang tercermin di dalam pelaksanaan pembelajaran
yang
meliputi
penyusunan
program,
penyajian program, pelaksanaan evalusasi, analisis hasil evaluasi, dan perbaikan dan pengayaan. Berkaitan
dengan
kinerja
pendidik
di
dalam
melaksanakan tugas pokok sehari-hari, rincian kegiatan Pendidik Kelas menurut Peraturan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 16/2009 adalah sebagai berikut: a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; b. menyusun silabus pembelajaran; c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; d. melaksanakan kegiatan pembelajaran; e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran; f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran di kelasnya;
42
g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran; h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; i. melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung jawabnya; j. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional; k. membimbing pendidik pemula dalam program induksi; l. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran; m. melaksanakan pengembangan diri; n. melaksanakan publikasi ilmiah; dan o. membuat karya inovatif.
Kinerja
pendidik
dinilai
dari
seberapa
besar
kegiatan pendidik dalam melaksanakan unsur utama dan unsur penunjang. Tujuan utama dari penilaian kinerja
adalah
untuk
memotivasi
personal
dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga
membuahkan
tindakan
dan
hasil
yang
diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Setyawan 1999). Kemampuan pendidik dalam unsur utama dan unsur penunjang sebagai berikut: a.
Kemampuan Menyusun dan Merencanakan Program Pembelajaran Kemampuan
menyusun
dan
merancanakan
program pembelajaran terdiri dari kegiatan membuat program tahunan, program semester, membuat rencana pembelajaran
yang
berisi
pengorganisasian
materi
pembelajaran, metode pembelajaran, waktu pelaksanaan, media pembelajaran, evaluasi belajar, analisis hasil evaluasi dan tindak lanjut. Bahan-bahan pembelajaran 43
disusun dalam bentuk silabus. Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus
dikembangkan
oleh
satuan
pendidikan
berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Materi pembelajaran tersedia dalam kurikulum yang dipergunakan sebagai pedoman pendidik yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Materi
pembelajaran
disusun
berdasarkan
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator Hasil Belajar, Alokasi waktu, Media Pembelajaran, Evaluasi. Penyusunan materi pembelajaran disesuaikan dari yang paling mudah sampai yang paling sulit, dari yang sederhana sampai yang rumit, berdasarkan pengetahuan yang sebelumnya diperoleh peserta didik. b. Kemampuan Menyajikan Program Pembelajaran Penyajian
Program
Pembelajaran
dituangkan
dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai kompetensi dasar.
Unsur-unsur
pelajaran,
Standar
RPP
adalah
Kompetensi,
Identitas
Kompetensi
mata Dasar,
Indikator pencapaian kompetensi, Tujuan pembelajaran, Materi ajar, Metode pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran,
Penilaian
hasil
belajar,
dan
sumber
belajar
(Permendiknas RI No.41:2007). Penyusunan RPP berda44
sarkan prinsip-prinsip tertentu. Disebutkan lebih lanjut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam menyusun RPP adalah sebagai berikut: 1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik; RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. 2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik. Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. 3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. 4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. 5. Keterkaitan dan keterpaduan. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaan, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. 6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan RPP diharapkan secara
proses
efektif
dan
pembelajaran efisien
dalam
dapat
berlangsung
mencapai
tujuan
pembelajaran.
45
Perumusan tujuan pembelajaran harus memperhatikan beberapa hal: a) Perumusan tujuan pembelajaran khusus harus bersifat operasional; b) kur
apa
yang
harus
diukur;
c)
Dapat menguPerumusannya
mengandung unsur A (audience) adalah siswa peserta didik, B (behavior) adalah perubahan tingkah laku setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran, C (Condition) adalah situasi yang dimungkinkan, dan D (Degree) adalah tingkatan kemampuan intelektual. Akan tetapi dalam praktiknya masih banyak para pendidik dalam merumuskan tujuan belum memperhatikan teknik tersebut Salah satu unsur perumusan tujuan terkadang dilalaikan oleh akibatnya, terjadi hasil pembelajaran yang dicapai sering tidak sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik meliputi Kegiatan Pendahuluan dan Kegiatan Inti.
Pelaksanaan
kegiatan
inti
merupakan
proses
pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif,
inspiratif,
menyenangkan,
menan-tang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang
yang
cukup
bagi
prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pelaksanaannya meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (Permendiknas No.41/2007). Kegiatan eksplorasi adalah kegiatan yang melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan 46
menerapkan prinsip alam takambang jadi pendidik dan belajar dari aneka sumber; mempergunakan beragam pendekatan
pembelajaran,
media
pembelajaran
dan
sumber belajar lain. Pendidik memfasilitasi peserta didik agar terjadi interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik, lingkungan dan sumber belajar sehingga
aktivitas
peserta
didik
nampak
dalam
melaksanakan berbagai percobaan di dalam maupun di luar laboratorium. Kegiatan elaboratif dilaksanakan dengan tujuan untuk membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; memfasilitasi peserta didik untuk memunculkan gagasan-gagasan
baru;
memberi
kesempatan
untuk
berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut, berkompetisi secara sehat. Kegiatan konfirmasi adalah kegiatan yang dilaksanakan pendidik untuk memberikan umpan balik dan penguatan kepada
peserta
didik
mengadakan
refleksi
untuk
memperoleh pengalaman belajar bermakna yang telah dilakukan dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Agar
pencapaian
tujuan
pembelajaran
dapat
maksimal, diperlukan proses pembelajaran yang kreatif, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran. Karo-karo (1975) menyebutkan pemilihan metode mengajar didasarkan pada,”(1) Relevansi dengan tujuan, (2) Relevansi dengan bahan, (3) Relevansi dengan kemampuan pendidik, (4) Relevansi dengan situasi pengajaran, (5) Pelajar, (6) Fasilitas, (7)
Partisipasi,
(8)
Kabaikan
dan
Kelemahan,
dan
(9) Filsafat”. Kesesuaian dan ketepatan pemilihan metode 47
pembelajaran
dalam
proses
pembelajaran
dapat
meningkatkan aktivitas pembelajaran dan memu-dahkan peaksanaan penilaian hasil pembelajaran. c. Kemampuan Menyusun Program Penilaian Hasil Belajar Program Penilaian Hasil Belajar disusun sebagai pedoman pendidik untuk mengetahui tingkat ketercapaian kompetensi dan penguasaan materi pembelajaran peserta didik. Program penilaian hasil belajar meliputi kompetensi,
uraian
materi,
indikator
ketercapaian
kompetensi, alokasi waktu, dan pelaksanaan penilaian. Program Penilaian Hasil Belajar yang disusun meliputi Rencana Penilaian Tahunan, Semester, dan bulanan. Penilaian yang direncanakan meliputi kompetensi yang terdiri dari aspek kognitif, psikomotorik, afektif. Tujuan dari program penilaian adalah sebagai acuan
pelaksanaan
penilaian
hasil
pembelajaran
berdasarkan alokasi waktu yang tersedia. d. Kemampuan Melaksanakan Penilaian Hasil Belajar Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran (Permendiknas No. 41 2007) Evaluasi
atau
penilaian
proses
pembelajaran
diselenggarakan dengan cara : a. membandingkan proses pembelajaran
yang
dilaksanakan
pendidik
dengan
standar proses; b. mengidentifikasi kinerja pendidik dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi pendidik. Penilaian proses pembelajaran memusatkan 48
pada keseluruhan kinerja pendidik dalam proses pembelajaran. Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran kompetensi
untuk
peserta
mengukur didik,
serta
tingkat
pencapaian
digunakan
sebagai
hahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran. Berdasarkan Permendiknas RI No. 20 Tahun 2007 disebutkan bahwa penilaian terhadap hasil belajar terdiri dari ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah, ujian nasional. Pelaksanaan penilaian didasarkan pada Kriteria Ketuntasan Minimal
yang telah disusun dan
ditetapkan oleh sekolah. e. Kemampuan Menyusun dan Melaksanakan Program Perbaikan dan Pengayaan. Kegiatan remedial adalah kegiatan yang ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pembelajaran. Sesuai dengan pengertiannya, tujuan kegiatan remedial ialah membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum yang berlaku. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, fungsi kegiatan remedial adalah: 49
1). memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar pendidik; 2) meningkatkan pemahaman pendidik dan siswa terhadap kelebihan dan kekurangan dirinya; 3) menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa; 4) mempercepat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran; dan 5) membantu mengatasi kesulitan siswa dalam aspek sosial-pribadi. Kegiatan
pengayaan
adalah
kegiatan
yang
diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat
mengembangkan
potensinya
secara
optimal
dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya. Kegiatan
pengayaan
dilaksanakan
dengan
tujuan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperdalam penguasaan materi pembelajaran yang berkaitan dengan tugas belajar yang sedang dilaksanakan sehingga tercapai tingkat perkembangan yang optimal. Tugas yang dapat diberikan kepada peserta didik di antaranya adalah memberikan kesempatan menjadi tutor sebaya, mengembangkan latihan praktis dari materi yang sedang dibahas, membuat hasil karya, melakukan suatu proyek, membahas masalah, atau mengerjakan permainan yang harus diselesaikan siswa.
E. Indikator Efektivitas Pelaksanaan MBS. Efektivitas
pelaksanaan
MBS
penelitian
ini
difokuskan pada pencapaian indikator (dan persentase kinerja pendidik) sebagai berikut: 1.
Transparansi Manajemen a.
Tersedianya dokumen perencanaan/program sekolah,
50
b.
Adanya keterlibatan pihak terkait dalam perencanaan program sekolah
c.
Tersedianya Media
informasi pelaksanaan program
sekolah, dan d. Tersedianya Media informasi keberhasilan dan kegagalan program sekolah. 2.
Akuntabilitas a.
Tersedianya
dokumen
pertanggungjawaban
penyelenggaraan sekolah, b.
Tersedianya dokumen penyampaian hasil yang dicapai sekolah kepada pihak terkait,
c.
Usaha yang ditempuh sekolah sebagai tindak lanjut pelaksanaan program sekolah.
3.
Partisipasi Masyarakat a.
Kontribusi/dedikasi dalam
hal
jasa
stakeholders (pemikiran,
meningkat
keterampilan),
finansial, moral, dan material/barang. b.
Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan (kritik dan saran) untuk peningkatan mutu pendidikan
e.
Meningkatnya kepedulian Stakeholders terhadap setiap langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan mutu. Efektivitas
pelaksanaan
MBS
diketahui
berdasarkan seberapa banyak variable masing-masing prinsip MBS dilaksanakan. Sebagai gambaran efektivitas pelaksanaan MBS disajikan pada tabel berikut:
51
Tabel 2.1 Efektifitas Pelaksanaan MBS No
Prinsip
1 2 3
Transparansi Akuntabilitas Partisipasi
F.
Efektif 4 3 3
Ketercapaian Indikator Cukup Efektif Tidak Efektif 2 1 2 1 2 1
Beberapa Hasil Penelitian Tentang MBS
1. Implementasi MBS lebih efektif di sekolah kota daripada pedesaan (Heniwati, Rr. Wahyu, 2007 2. SDN
Sawojajar
telah
melaksanakan
manajemen
sekolah, PAKEM sudah berjalan walaupun perlu peningkatan-peningkatan,
dan
peranserta
masya-
rakat sudah berjalan dengan baik (Rusiati, 2006) 3. Efektivitas MBS ditinjau aspek transparansi berjalan cukup baik, dan perolehan output berupa prestasi akademik dan non akademik (Sumantri, Bambang, 2007). 4. Terdapat hubungan yang fositif antara implementasi MBS dengan mutu pendidikan
(Implementasi MBS
dan Kaitannya dengan Peningkatan Mutu Pendidikan; Studi Kasus di MTs Serpong, Ida Saida, 2006.) 5. Ada perbedaan rata–rata persepsi stakeholder (Internal dan Eksternal) terhadap transparansi pengelolaan keuangan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional Kabupaten Kendal, 2). Adanya perbedaan rata-rata persepsi stakeholder (Internal dan Eksternal) terhadap Akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Standar Nasional Kabupaten Kendal. (Sutedjo, 2009.)
52
6. Transparansi terlihat dengan melibatkan pihak masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah dalam setiap program yang dijalankan oleh sekolah (Amirul
Huda Dwi Cahyono, 2008.)
G.
Kerangka Berpikir Manajemen
Berbasis
Sekolah
merupakan
pelimpahan sebagian wewenang kepada sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan dalam usaha meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. Setiap satuan pendidikan diharapkan melaksanakan tanggung jawab pengelolaan MBS berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Pilar pelaksanaan MBS terdiri dari tiga hal yaitu Transparansi Manajemen, Pembelajaran PAKEM, dan Partisipasi Masyarakat. Sejalan dengan ketiga pilar tersebut, Kepala Sekolah harus mampu menerapkan prinsip
Transparansi,
Akuntabilitas
dan
Partisipasi.
Transparansi Manajemen merupakan hal yang mendasar dalam rangka membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat bahwa sekolah merupakan organisasi yang bersih dan berwibawa, terbuka, jujur dalam menyampaikan berbagai hal yang berhubungan dengan proses pendidikan kepada masyarakat. Akuntabilitas merupakan bagian dari proses manajemen untuk membangun kepercayaan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang
sebaik
kebutuhan
mungkin
lingkungan.
dengan Dengan
berorientasi
kepada
akuntabilitas
yang
tinggi, diharapkan memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa sekolah. Partisipasi stake53
holders merupakan bagian dari proses penyelenggaraan sekolah
dalam
memberikan
kesempatan
kepada
stakeholders untuk secara aktif berperanserta memberikan sumbangan dan bantuan, kritikan terhadap proses penyelenggaraan sekolah. Terlaksananya prinsip transparansi, akuntabilitas, dan
partisipasi
masyarakat
menjadikan
MBS
dilaksanakan dengan efektif. Efektivitas MBS dalam proses
pendidikan
akan
membawa
dampak
positif
terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sekolah terpacu untuk memberikan layanan pendidikan terbaik karena diawasi, dikontrol, dievaluasi pihak-pihak terkait dengan pendidikan. Proses ini akan mendorong sekolah dalam mewujudkan
peningkatan
kinerja
sekolah.
Dengan
meningkatnya kinerja sekolah diharapkan akan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
54