perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Mukosa Mulut a.
Definisi Mukosa Mulut Lapisan mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan eksternal, yang terdapat pada berbagai sistim tubuh manusia seperti saluran pencernaan, rongga hidung, maupun rongga tubuh lainnya. Pada rongga mulut, lapisan ini disebut dengan mukosa oral (Lesson, 1990; Puspitawati, 2003; Campbell et al, 2004).
b.
Fungsi Mukosa Mulut Berdasarkan fungsinya, mukosa mulut dibagi menjadi tiga yaitu lining mucosa (mukosa pelindung), masticatory mucosa, dan specialized mucosa. Fungsi terpenting adalah mukosa pelindung, karena sebagai lapisan terluar mukosa mulut melindungi jaringan di dalam rongga mulut dari lingkungan eksternal. Perlindungan tersebut antara lain adalah menahan gaya mekanis dan abrasi yang disebabkan oleh mastikasi, serta pelindung
dari
mikroorganisme
pathogen
yang
dapat
menyebabkan infeksi bila masuk ke dalam jaringan (Lesson, 1990; Avery, 2002; Puspitawati, 2003; Campbell et al, 2004). commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Struktur Mukosa Mulut Rongga mulut (cavum oris) merupakan suatu ruangan yang di dalamnya terdapat organ yang berperan di sistim pencernaan manusia. Seluruh bagian rongga mulut dilapisi oleh lapisan mukosa, kecuali pada gigi. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1 secara histologis mukosa mulut terbentuk dari 2 lapisan, yaitu lapisan epitelium dan lamina propria. Epitel rongga mulut secara umum dilapisi oleh epitel squamous kompleks nonkeratinisasi namun dilengkapi dengan berbagai struktur khusus. Epitel paling atas terdiri dari berlapis-lapis sel mati yang berbentuk pipih di mana lapisan sel yang mati ini selalu diregenerasi terus-menerus dari lapisan paling bawah/ lapisan epitel mukosa mulut dari superfisial ke profunda tersusun atas stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis. Sedangkan pada lamina propria terdapat ujung-ujung syaraf rasa sakit, raba, suhu, dan cita rasa. (Puspitawati, 2003; Stevens et al, 2005).
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.1 Struktur Histologis Mukosa Mulut 2. Timbal a. Definisi Timbal Timbal atau dalam bahasa latin dikenal dengan kata Plumbum (Pb) merupakan suatu unsur logam berat yang termasuk golongan IVA dalam sistim periodik unsur. Timbal mempunyai nomor atom (NA) 82 dan berat atom (BA) 207,2 mempunyai ciri fisik berwarna kelabu kebiruan dengan konsistensi lunak. Timbal mempunyai titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C, sedangkan pada suhu 550-600°C timbal akan menguap menghasilkan oksigen dan menjadi timbal oksida di udara. Timbal biasa ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak dalam bentuk Tetraethyl Lead atau biasa disingkat menjadi TEL dengan rumus kima (C2H5)4Pb. TEL tidak larut dalam air tapi mudah
user ditambahkan dalam bahan bakar larut dalam pelarut commit organik.toTEL
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kendaraan bermotor untuk meningkatkan angka oktan dan sebagai anti ketuk sehingga mesin kendaraan menjadi lebih awet. Namun apabila proses pembakaran berlangsung tidak sempurna, timbal yang dicampurkan ke dalam bahan bakar kendaraan tersebut akan dilepaskan dalam bentuk timbal bebas di udara (Ardyanto, 2005). Kendaraan di Indonesia sendiri masih didominasi oleh mesin yang berbahan bakar bensin/pertamax. Bahan bakar yang sering digunakan adalah gasoline RON 88, gasoline RON 91, dan gasoline RON 95. SK Dirjen Migas pun masih memungkinkan adanya kandungan TEL sebanyak 0,013g/liter bensin
(PT.
Pertamina, 2015). Emisi timbal dari gas buangan kendaraan bermotor yang terinhalasi oleh manusia setiap hari akan terdeposit di dalam darah. Komponen TEL dapat diabsorpsi oleh tubuh melalui kulit dan mukosa. Sekitar 5-10% timbal yang tertelan diabsorpsi melalui saluran pencernaan, dan 30% timbal yang terinhalasi melalui hidung akan diabsorpsi melalui saluran pernafasan dan akan terdeposit (Gusnita, 2012). b. Genotoksisitas Timbal Substansi genotoksik adalah substansi yang memiliki potensi menyebabkan kerusakan Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang kemudian mengakibatkan terjadinya mutasi atau kanker (Dorland, 2002). Dan timbal merupakan salah satu substansi genotoksik. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Radikal Bebas a. Radikal Bebas Reactive Oxygen Species 1) Definisi Radikal Bebas Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron tidak berpasangan di orbit terluar. Keadaan tersebut menyebabkan radikal bebas tidak stabil dan sangat mudah bereaksi dengan zat kimia lain baik organik maupun anorganik. Saat terbentuk dalam sel, radikal bebas akan segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat serta berbagai molekul membran. Selain itu radikal bebas juga menginisiasi reaksi autokatalitik; sebaliknya molekul yang bereaksi dengan radikal bebas diubah menjadi radikal bebas, semakin memperbanyak rantai kerusakan 2) Terbentuknya Radikal Bebas Terbentuknya Reactive Oxygen Species berasal dari dua sumber, yaitu sumber eksogen dan endogen. a) Sumber Eksogen ROS yang berasal dari eksogen jumlahnya lebih banyak, hal ini karena eksogen dipengaruhi
faktor
lingkungan dan faktor perilaku. Sumber ROS eksogen di antaranya adalah polusi udara yang berasal dari emisi kendaraan bermotor yakni berkaitan dengan pembakaran
commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan bakar yang tidak sempurna dan menghasilkan timbal bebas di udara. b) Sumber Endogen Radikal bebas dapat dibentuk dalam sel melalui: i. reaksi redoks (reduksi-oksidasi) yang terjadi selama proses fisiologis normal. Misalnya, selama respirasi seluler, oksigen molekular secara bertahap direduksi dalam
mitokondria
dengan
penambahan
empat
elektron untuk menghasilkan air. Pada proses ini sebagian ROS terbentuk, di antaranya radikal superoksida (O2•), hidrogen peroksida (H2O2), dan OH•. Selanjutnya, enzim oksidase intrasel seperti xantin oksidase menghasilkan radikal superoksida (O2•). Logam transisi, seperti tembaga (Cu) dan besi (Fe) juga menerima atau mendonorkan elektron bebas selama reaksi intrasel sehingga dapat mengkatalisis pembentukan redikal bebas, seperti pada reaksi Fenton
(Fe2++H2O2Fe3++OH•+
OH-).
Karena
sebagian besar zat besi di sel dalam bentuk ferri (Fe3+), maka zat besi harus direduksi terlebih dahulu menjadi bentuk ferro (Fe2+) agar dapat berpartisipasi dalam reaksi Fenton. Tahap reduksi zat besi tersebut
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikatalisis oleh ion superoksida, sehingga zat besi dan superoksida menyebabkan jejas sel oksidatif. ii. Penyerapan energi radiasi (misalnya sinar X, sinar UV) Radiasi pengion dapat menghidrolisis air menjadi gugus hidroksil (OH•) dan radikal bebas hidrogen (H•). iii. Metabolisme enzimatik zat kimia eksogen (Kohen et al 2002; Kumar et al 2013). 4. Antioksidan Antioksidan terpenting yang dapat kita temukan dalam sel adalah glutation. Glutation adalah tripeptida yang memiliki kompleks sulfhidril dan dapat ditemukan di jaringan tubuh mamalia dalam konsentrasi milimolar. Fungsinya sendiri adalah untuk menangkal radikal bebas. Glutation dapat dijumpai dalam dua bentuk; bentuk terreduksi (GSH) dan bentuk teroksidasi (GSSG). Glutation dalam keadaan terreduksi akan menyumbangkan elektron dan mengurangi rumus kesetaraan (H+ + e-) dari kompleks thiol yang ada pada residu sistein untuk ROS dan membuatnya stabil. Setelah itu, maka glutation tersebut dapat dengan mudah berikatan dengan molekul glutation lain dan membentuk glutation disulfida (GSSG), dengan dibantu oleh enzim
glutation
peroksidase
(GPX).
Sebaliknya,
GSH
dapat
diregenerasi dari GSSG oleh enzim glutation reduktase (GR). Pada kondisi normal, 90% dari jumlah total glutation ada dalam bentuk terreduksi (GSH) dan 10% dalam bentuk teroksidasi commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(GSSG). Dalam kondisi terjadi stres oksidatif, konsentrasi GSSG jauh lebih tinggi daripada GSH (Patrick, 2006; Flora et al, 2012). 5. Kerusakan Sel a.
Konsep Umum Kerusakan Sel Pada
dasarnya,
homeostasis
sel
normalnya,
mengakomodasi
tuntutan
akan
tetap
menyesuaikan perubahan
stres
mempertahankan struktur
dan
ekstrasel.
Saat
mengalami stres fisiologis atau keadaan patologis, sel akan beradaptasi
mencapai
kondisi
baru
dan
mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Jika terdapat paparan berlebihan, maka sel akan mengalami jejas. Dalam keadaan tertentu, kerusakan sel ini dapat bersifat reversibel maupun irreversibel. Apabila kerusakan bersifat reversibel, maka sel akan kembali stabil seperti keadaan semula, namun apabila stres sel terlalu berat dan menetap maka kerusakan sel menjadi irreversibel dan sel yang terkena akan mati. Dua pola dasar kematian sel yang telah dikenal adalah: 1) Nekrosis, yang terjadi karena sel terpajan toksin, suplai
darah
hilang,
dan
ditandai
dengan
pembengkakan sel, denaturasi protein, dan kerusakan organela.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Apoptosis, dikenal sebagai program bunuh diri sel yang dikontrol secara internal. Keadaan ini terjadi dalam kondisi fisiologis maupun patologis. b. Penyebab Jejas Sel 1) Deprivasi Oksigen Defisiensi
oksigen
atau
hipoksia
mengganggu
respirasi oksidatif aerobik dan merupakan penyebab cedera sel tersering yang menyebabkan kematian sel. 2) Penuaan Proses penuaan sel intrinsik menyebabkan perubahan kemampuan perbaikan dan replikasi sel dan jaringan. 3) Stres Oksidatif Stres oksidatif merupakan ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan kemampuan sistim biologis tubuh untuk mendetoksifiksai zat antara yang reaktif, atau untuk memperbaiki kerusakan yang dihasilkannya. Hal ini telah dilaporkan sebagai mekanisme utama yang menginduksi toksisitas. Proses hilangnya homeostasis antara radikal bebas dan antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.2.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.2 Homeostasis antara Radikal Bebas dan Antioksidan. Pada keadaan fisiologis, terdapat keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan, apabila antioksidan berkurang dapat menyebabkan stres oksidatif dan berujung kematian sel.
Tiga reaksi yang berhubungan dengan jejas sel akibat stres oksidatif: a. Peroksidasi lipid membran Lemak tak jenuh (polyunsaturated lipid) mempunyai ikatan ganda yang mudah terkena serangan radikal bebas ROS. Interaksi antara lemak dan radikal tersebut menghasilkan peroksida, yang tidak stabil dan reaktif, dan terjadi reaksi rantai autokatalitik. b. Fragmentasi DNA Reaksi radikal bebas dengan basa timin pada DNA mitokondria dan inti sel menimbulkan rusaknya untai
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tunggal. Kerusakan DNA tersebut telah memberikan implikasi pada kematian sel dan proliferasi sel keganasan. c. Ikatan silang protein Radikal bebas mencetuskan ikatan silang protein yang diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas juga bisa secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida. 6. Tumor protein 53 (TP53) TP53 adalah salah satu protein yang paling sering mengalami mutasi kanker. Protein ini mempunyai banyak fungsi, di antaranya TP53 dapat menimbulkan efek antiproliferasi, tetapi protein ini juga mengendalikan apoptosis. Dengan mengendalikan respon terhadap kerusakan DNA, termasuk dalam menghadapi stres, TP53 berperan penting dalam menjaga integritas genom. TP53 di dalam sel normal yang tidak mengalami stres memiliki waktu paruh yang pendek, yaitu 20 menit. Waktu paruh ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang akan menghancurkan TP53. TP53 memicu transkripsi dari berbagai gen yang dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu; gen yang menyebabkan penghentian siklus sel dan gen yang menyebabkan apoptosis. Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respon primordial terhadap kerusakan DNA. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aktivasi TP53 oleh zat yang merusak DNA (radiasi pengion, karsinogen, mutagen) atau oleh keadaan hipoksia menyebabkan siklus sel berhenti di fase G1 dan terjadi perbaikan DNA, melalui peningkatan transkripsi gen inhibitor kinase dependen siklin CDKN1A (p21)
dan
GADD45.
Gen
CDKN1A
menghambat
kompleks
siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar siklus sel berhenti pada fase G1, dan kondisi ini memberikan kesempatan untuk DNA repair. Sedangkan induksi GADD45 membantu menghentikan kerusakan DNA. Berhasilnya perbaikan DNA menyebabkan sel melanjutkan siklus pembelahannya, apabila perbaikan gagal maka TP53 akan memicu aktivasi gen BAX yang menyebabkan apoptosis. Hal ini akan berbeda apabila sel mengalami mutasi atau kehilangan TP53. Kerusakan DNA tidak akan mengaktifkan gen-gen dependen TP53, yaitu siklin CDKN1A (p21) dan GADD45 sehingga tidak ada penghentian siklus sel maupun perbaikan DNA. Sel yang secara genetis cacat maupun sel mutan akan terus berproliferasi dan akhirnya menghasilkan sel-sel neoplasma. 7. Apoptosis a. Definisi Apoptosis Apoptosis merupakan kematian sel terprogram b. Peristiwa Apoptosis Apoptosis dapat terjadi pada proses fisiologis maupun keadaan patologis, yaitu meliputi: commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Kerusakan sel terprogram selama embriogenesis seperti yang terjadi saat implantasi, organogenesis, dan involusi. 2) Involusi fisiologis bergantung hormon, seperti involusi endometrium selama siklus menstruasi, atau payudara di masa laktasi setelah penyapihan; atau atrofi patologis, seperti pada prostat setelah kastrasi. 3) Delesi sel pada populasi yang berproliferasi, seperti epitel kripta usus, atau kematian sel pada tumor. 4) Delesi sel T autoreaktif di timus (>95% timosit mati dalam timus selama proses maturasi), kematian sel dari limfosit yang kekurangan sitokin, atau kematian sel yang diinduksi oleh sel T sitotoksik. 5) Berbagai rangsang cidera ringan (panas, radiasi, obat kanker sitotoksik untuk kanker, dan lain-lain) yang menyebabkan
kerusakan
DNA
yang
tidak
dapat
diperbaiki, sebaliknya memicu jalur lintas bunuh diri sel (misalnya melalui protein supresor tumor TP53). c. Mekanisme Apoptosis 1) Signaling (pemberian sinyal). Apoptosis dapat dipicu oleh faktor ekstrinsik maupun intrinsik. Faktor pemicu ekstrinsik meliputi rangsang jejas, seperti toksin, radiasi, atau radikal bebas yang merusak DNA dan mengaktivasi jalur TP53. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan
aktivasi
terprogram,
instrinsik
misalnya
dari
pada
jalur
saat
kematian
embriogenesis;
kekurangan hormon atau faktor pertumbuhan; ligasi reseptor, misalnya FAS ligan dan reseptor TNF; atau pelepasan granzim B oleh sel T sitotoksik. Reseptor membran
plasma
tersebut
bila
dioligomerisasi
menimbulkan aktivasi kaspase inisiator dan kaskade aktivasi enzim yang memuncak pada kematian sel. 2) Kontrol dan integrasi. Terdapat dua jalur dalam tahapan ini: (1) tranmisi langsung sinyal kematian dengan protein pencocok (adapter proteins), terhadap mekanisme eksekusi; dan (2) pengaturan (permeabilitas mitokondrial) oleh anggota famili protein BCL-2. Ion Ca2+ dan radikal bebas dapat mengakibatkan
transisi
permeabilitas
mitokondrial.
Pembentukan pori di dalam membran mitokondria menyebabkan
reduksi
potensial
membran,
dengan
pengurangan ATP dan pembengkakan mitokondria; peningkatan permeabilitas membran mitokondria luar melepaskan pencetus apoptotik, sitokrom c ke dalam sitosol. Sitokrom c yang dilepas mengikat protein sitosol tertentu
(misalnya
Apaf-1)
dan
mengaktifkannya,
mencetuskan kaspase eksekusi dan pengaturan gerakan commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kejadian proteolitik yang membunuh sel. BCL-2 pada membran mitokondria menekan apoptosis dengan cara mencegah peningkatan permeabilitas mitokondrial dan menstabilkan protein seperti Apaf-1 (activating protease proapoptotic factor), sehingga tidak terjadi aktivasi kaspase. Sedangkan BCL-XL memodulasi efek antiapoptosisnya. Sehingga BCL-2 dan BCL-XL menghambat apoptosis, sementara BAX dan BAD menyebabkan apoptosis. 3) Eksekusi. Kaspase eksekusi mengaktivasi protease sitoplasmik dan endonuklease. Protease sitoplasmik yang bernama kaspase dapat mendegradasi protein sitoskeleton yang menyebabkan terjadinya perubahan volume dan bentuk sel. Aktivasi endonuklease down-stream mengakibatkan fragmentasi DNA yang khas, yaitu DNA menjadi fragmen berpasangan
dengan
basa
180-200
nukleosom).
Selain
itu,
terjadi
transglutaminase
yang
berperan
(jarak pula
pada
antar aktivasi
katabolisme
sitoskeleton oleh ikatan silang protein, enzim tersebut mengubah protein sitoplasmik mudah larut dan terutama protein sitoskeletal menjadi selubung memadat berikatan
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara kovalen yang dapat berfragmentasi menjadi badan apoptotik. 4) Pengangkatan sel mati. Badan apoptotik mengekspresikan ligan baru pada permukaan sel, yaitu fosfatidilserin yang memerantai pengikatan dan ambilan sel fagositik tanpa disertai pelepasan mediator proinflamasi. Sehingga, proses sangat efisien, sel mati menghilang tanpa bekas dan tidak ada inflamasi (Kumar et al, 2013). 8. Mikronukleus a. Definisi Mikronukleus Mikronukleus merupakan inti sel tambahan kecil yang letaknya terpisah dari inti sel utama, yang terbentuk karena kesalahan selama pembelahan sel. Jika dilihat dengan mikroskop, maka secara morfologis mikronukleus tampak seperti inti sel utama, hanya saja ukurannya yang lebih kecil yaitu sepertiganya. Selain mikronukleus, terdapat beberapa bentuk inti sel abnormal yang harus dibedakan dengan mikronukleus yaitu nucleoplasmic bridge dan nuclear buds. Nucleoplasmic bridge terbentuk karena kesalahan selama pembelahan sel sehingga tampak adanya jembatan penghubung antara dua inti sel utama saat kariokinesis dan tidak terjadi sitokinesis. Nuclear buds adalah abnormalitas inti sel yang mirip dengan mikronukleus, yang commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbentuk karena adanya amplifikasi gen inti sel, yang harus dibedakan adalah hubungan antara inti sel utama dan inti sel tambahan yang berukuran lebih kecil (Fenech et al, 2011). b.
Pembentukan Mikronukleus Teori menjelaskan bahwa mikronukleus terbentuk karena kesalahan saat pembelahan sel mitosis. Fragmen kromosom asentrik, fragmen kromatid asentrik, atau kromosom secara keseluruhan yang terpisah dari daughter nuclei yang tidak melekat sempurna pada benang spindel, sehingga menyebabkan completion saat telofase karena mereka tidak melekat sempurna pada benang spindel dan “keluar orbit” sehingga anafase tidak berjalan normal. Kromosom atau fragmen kromosom yang terlempar “keluar orbit” tersebut akhirnya diselimuti oleh membran inti dan secara morfologi menyerupai nukleus asli ketika dilakukan pengecatan inti, kecuali ukurannya yang lebih kecil yaitu sepertiga dari nukleus. Selain itu mikronukleus juga dapat terbentuk dari material kromosom yang terfragmentasi saat terjadi pembentukan nucleoplasmic bridge, seperti terlihat pada gambar 2.3 (Fenech et al, 2011).
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.3 Pembentukan mikronukleus dan nucleoplasmic bridge Mikronukleus berasal dari kromosom asentrik atau fragmen kromatid. Fragmen asentrik yang mengalami kerusakan karena paparan 8-oxo-deoxyguanosine atau adanya basa nitrogen tambahan yang seharusnya tidak ada pada manusia, misalnya urasil.
Kegagalan
pada
fase
perbaikan
DNA
tersebut
menyebabkan adanya basa nitrogen yang diterjemahkan menjadi salah dan akhirnya menjadikan rantai ganda DNA berpisah dan saat itu juga rantai DNA yang terlepas membentuk mikronukleus. Selain
itu,
terdapat
fakta
bahwa
substansi
genotoksik
mempengaruhi DNA dibuktikan pada pemeriksaan mikronukleus limfosit. Awalnya mikronukleus hanya terbentuk pada lapisan
commithanya to user stratum basalis, karena pada lapisan ini terdapat sel punca
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mempunyai kemampuan untuk terus membelah. Namun, karena proses regenerasi epitel, sel-sel keratinosum yang mengelupas terus-menerus akan digantikan oleh sel-sel dari lapisan di bawahnya. Maka, sel-sel di stratum basalis akan bermigrasi secara fisiologis ke arah lapisan yang lebih superfisial dalam waktu 7-10 hari. Kemudian, hal yang penting lagi adalah mikronukleus tidak direduksi sistim metabolisme sel setelah terbentuk di stratum basalis dan bersifat menetap (Nina et al, 2008). 9. Biomonitoring Mikronukleus Pemeriksaan mikronukleus dapat digunakan untuk menentukan potensi genotoksik dan mutagenetik dari berbagai zat kimia di mana zat tersebut dapat menyebabkan pembentukan mikronukleus (Kamboj et al, 2007; Fenech et al, 2011). Tes diagnostik dengan mikronukleus akan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pra-malignansi. Mukosa bukal merupakan salah satu bagian tubuh yang terpengaruh karena letaknya yang paling memungkinkan terpapar dunia luar, permukaannya yang luar dan juga dilapisi oleh epitel squamous kompleks non-keratinisasi yang struktur histologisnya dapat berubah ketika tepapar dunia luar (Kamboj et al, 2007). Mikronukleus di mukosa bukal digunakan untuk mempelajari efek preneoplastik dengan cara swab langsung dari jaringan yang commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terkena. Disarankan bahwa mikronukleus mukosa bukal dapat memprediksi risiko kanker pada saluran aerodigestif atas, termasuk tahap premalignansi. Beberapa faktor yang mempengaruhi mikronukleus pada mukosa bukal antara lain: perbedaan dalam pengumpulan sel (waktu dan alat yang digunakan), teknik fiksasi dan pewarnaan, pemilihan dan jumlah sel yang dihitung, kriteria skoring, dan anomali nuklear lainnya pada sel normal atau degenerasi. Pemeriksaan mikronukleus dengan metode swab mukosa bukal ini dapat digunakan sebagai skrining. Hal ini didukung dengan sensitivitas 94%, spesifitas 100%, dan akurasi 95% bila dibandingkan dengan baku emas pemeriksaan histopatologi (Kashyap et al, 2012). 10.
Hubungan Timbal dengan Mikronukleus Menurut Hartwig et al (2002), timbal yang tertimbun di dalam tubuh tidak dapat menyebabkan kerusakan DNA secara langsung seperti pertukaran materi genetik antara sister kromatid ataupun menyebabkan putusnya rantai DNA. Dalam teori ini, kerusakan DNA disebabkan oleh sinar ultra violet (UV), kemudian timbal menghambat proses perbaikannya. Proses penghambatan DNA repair ini berkaitan dengan kemampuan timbal untuk mengikat enzim-enzim yang dibutuhkan dalam DNA repair seperti polimerase dan ligase. Proses DNA repair berlangsung dengan memotong atau menghilangkan bagian DNA yang rusak, setelah itu sekuens DNA commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kembali diurutkan oleh enzim polimerase dan selanjutkan dilekatkan kembali oleh “lem biologis” yaitu enzim ligase. Pengikatan enzim polimerase dan ligase oleh timbal ini menyebabkan DNA repair tidak berjalan sempurna, dan terjadilah kerusakan DNA. Sedangkan menurut Kohen et al (2002), sinar ultra violet (UV) merupakan salah satu
sumber
Reactive
Oxygen Species
(ROS)
yang dapat
menyebabkan stres oksidatif, yang mekanismenya dijelaskan seperti di atas dan dirangkum pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Mekanisme yang mendasari terjadinya stres oksidatif akibat paparan timbal
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di bawah pengaruh timbal, timbulnya stres oksidatif terjadi melalui dua jalur yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, yaitu: a.
Terbentuknya radikal bebas ROS (Reactive Oxygen Species) misalnya hidroperoksida (HO2 •), oksigen singlet, dan hidrogen peroksida (H2O2)
b.
Deplesi
atau
habisnya
cadangan
antioksidan.
Pertahanan antioksidan tubuh ikut berperan dalam penghambatan terbentuknya ROS, dalam hal ini terutama pada ketidakseimbangan glutation yang tertera pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Efek timbal pada metabolisme GSH.
Timbal mempunyai kemampuan untuk berbagi elektron dengan cara membentuk ikatan kovalen. Ikatan ini terbentuk antara timbal dan kompleks sulfhidril pada glutation, yang merupakan target utama timbal dan rentan sehingga akhirnya terinaktivasi. Hal commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini menyebabkan sintesis GSH dari sistein melalui siklus γ-glutamil (yang pada kondisi normal tidak adekuat pembentukannya). Selain itu timbal juga menginaktivasi enzim seperti δ-amino levulinic acid dehydratase (ALAD), glutathione reductase (GR), glutathione peroxidase (GPx), dan glutathione-S-transferase, yang akhirnya mengurangi jumlah glutation. Enzim penting lainnya
yang
diinaktivasi oleh timbal adalah super oxide dismutase (SOD) dan catalase (CAT) yang dapat mengakibatkan meningkatnya radikal superoksida (O2-).. Terlepas dari pengikatan kompleks sulfhidril, timbal juga dapat mengganti ion zinc yang berfungsi sebagai kofaktor penting bagi enzim-enzim antioksidan dan menginaktivasinya. Radikal bebas yang jumlahnya tidak terkontrol dapat mengakibatkan hilangnya homeostasis antara radikal bebas dan antioksidan yang berujung pada peristiwa peroksidasi lipid, disrupsi membran sel, oksidasi protein, serta oksidasi DNA dan RNA yang bisa memicu terjadinya program apoptosis, seperti dijelaskan pada gambar 2.6 (Patrick, 2006; Flora et al, 2012).
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.6 Mekanisme yang terjadi berdasarkan target stres oksidatif yang dipicu oleh timbal.
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.7 Skema Kerangka Pemikiran
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis
Ada perbedaan pengaruh timbal terhadap pembentukan mikronukleus mukosa bukal antara SPBU dan pramuniaga toko di Surakarta.
commit to user