BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Koperasi Syariah 1. Pengertian Koperasi Syariah Koperasi Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan asasnya adlah kekeluargaan. Landasan operasionalnya adalah Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sebagai pengganti Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1967. Dalam konteks koperasi, definisi koperasi menurut pandangan Bung
Hatta
adalah
usaha
bersamauntuk
memperbaiki
nasib
penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong yang didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan dalam semangat seorang buat semua dan semua buat seorang.30 Sedangkan menurut UU No. 25 Tahun 1992 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.31 Koperasi Syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan pada 30
Bernhard Limbong, Pengusaha Koperasi, (Jakarta: CV Rafi Maju Mandiri, 2010), hlm.
31
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
65.
29
30
syariah Islam yaitu Al-quran dan Assunnah. Pengertian umum dari Koperasi syariah adalah Koperasi syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip syariah. Apabila koperasi memiliki unit usaha produktif simpan pinjam, maka seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka koperasi syariah tidak diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang yang didalamnya terdapat unsur-unsur riba, maysir dan gharar. Disamping itu, koperasi syariah juga tidak diperkenankan melakukan transaksi-transaksi derivatif sebagaimana lembaga keuangan syariah lainnya juga. 2. Tujuan dan Fungsi Koperasi Syariah Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992, koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan
Koperasi
Syariah,
adalah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan anggotanya dan kesejahteraan masyarakat dan ikut serta dalam membangun perekonomian Indonesia berdasarkan prinsipprinsip islam. Fungsi Koperasi Syariah; (1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat
31
pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya. (2) Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam. (3) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. (4) Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.32 3. Landasan Koperasi Syariah Koperasi Syariah memiliki landasan sebagai berikut; (1) Koperasi syariah berlandaskan syariah Islam yaitu al-quran dan assunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful). (2) Koperasi syariah berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945. (3) Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan. 4. Prinsip-Prinsip Koperasi Syariah Adapun Prinsip-Prinsip Koperasi Syariah yaitu; (1) Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak, (2) Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah. (3) Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi. (4) Menjunjung tinggi keadian
32
Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm. 67-68.
32
serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.33 5. Karakteristik Koperasi Syariah Karaktersitik Koperasi Syariah antara lain; (1) Mengakui hak milik individu terhadap modal usaha. (2) Tiadanya transaksi berbasis bunga (riba). (3) Berfungsinya institusi zakat. (4) Mengakui mekanisme pasar. (5) Mengakui motif mencari keuntungan. (6) Mengakui kebebasan berusaha. (7) Mengakui adanya hak bersama.34 6. Produk-Produk Koperasi Syariah a. Simpanan (Funding) Produk simpanan dibagi menjadi dua berdasarkan prinsipnya. Yaitu simpanan dengan prinsip wadiah dan simpanan dengan prinsip mudhorobah. b. Pembiayaan (Financing) Berdasarkan pemanfaatannya pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu; pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Sedangkan berdasarkan sifatnya dibagi mnjadi dua yaitu; pembiayaan konsumtif dan pembiayaan produktif.35
33
Hendrojogi, Op. Cit, hlm. 24. Ibid, hlm. 25. 35 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 166. 34
33
B. Konsep Dasar Pembiayaan Konsumtif 1. Pengertian Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.36 Jenis pembiayaan di Bank Syariah sebagaimana dalam bukunya Adiwarman A. Karim yang berjudul Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan adalah sebagai berikut; pembiayaan modal kerja syariah, pembiayaan investasi syariah, pembiayaan konsumtif syariah, pembiayaan sindikasi, pembiayaan berdasarkan take over, pembiayaan letter of credit.37 Pembiayaan konsumtif syariah yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan. Menurut Muhammad syafii Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.38 Menurut Muhammad Ridwan dalam bukunya Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi keburuhan
36
Binti Nur Asiyah, Op. Cit, hlm. 12. Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 231. 38 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dalam Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani dan Tazka Cendikiawan, 2001), hlm.160. 37
34
konsumsi, baik yang digunakan sesaat maupun dalam jangka waktu yang relatif panjang.39 Tidak jauh berbeda dengan apa yang didefinisikan oleh Adiwarman A. Karim dan Muhammad Syafii Antonio, Muhammad Nur Rianto Al Arif mendefinisikan pembiayaan konsumtif sebagai pembiayaan
yang dutujukan untuk
pembiayaa
yang bersifat
konsumtif, seperti pembiayaan untuk pembelian rumah, kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan dan apapun yang sifatnya konsumtif.40 2. Dasar Hukum Pembiayaan Konsumtif a. Substantif : perjanjian atas dasar kebebasan berkontrak. b. Administratif : Keppres No. 61/1988 ttg Lembaga Pembiayaan dan Kepmenkeu No. 1251/KMK.013/1988 ttg Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 3. Tujuan Pembiayaan Konsumtif Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nila-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak di bidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. 39 40
Muhammad Ridwan, Op. Cit, hlm.166. Muhammad Nur Rianto Al Arif, Op. Cit, hlm. 43.
35
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder.41 4. Prinsip Pembiayaan Konsumtif Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan bank syariah bagian marketting harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon nasabah. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikeal dengan 5 C + 1 C, yaitu sebagai berikut. 1)
Character Character yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pemboayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi kewajibannya.
2)
Capacity Capacity yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan
penerima
pembiayaan
untuk
melakukan
pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan di masa lalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatan.
41
Ibid, hlm. 168.
36
3)
Capital Capital yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki pleh calon penerima pembiayaan yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditujukan oleh rasio finansial dan penekanan pada komposisi modalnya.
4)
Collateral Collateral yaitu jaminan yang dimiliki calon penerima pembiayaan. Penilaian itu bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu resiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai penggantidari kewajiban.
5)
Condition Condition bank syariah harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon penerima pembiayaan. Hal ini tersebut karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon penerima pembiayaan.
6)
Constraint Constraint yaitu hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.42
42
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, Edisi Revisi 2005), hlm. 304.
37
5. Prosedur Permohonan Pembiayaan. a. Pengajuan Berkas-Berkas Dalam
hal
ini
pemohon
pembiayaan
mengajukan
permohonan pembiayaan yanhg dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian
dilampiri
dengan
berkas-berkas
lainnya
yang
dibutuhkan, antara lain; foto copy ktp, foto copy kartu keluarga, foto copy akta nikah. b. Penyelidikan berkas Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar, termasuk menyelidiki keabsahan berkas. c. Wawancara awal Merupakan penyelidikan kepada calon nasabah. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bank apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. d. On the spot Merupakan
kegiatan
meninjau
kelapangan
dengan
meninjau berbagai obyek yang dijadikan jaminan. e. Wawancara kedua Merupakan kegiatan perbaikan berkas-berkas jika ada kekurangan pada saat sebelum atau sesudah on the spot.
38
f. Keputusan pembiayaan Keputusan pembiayaan dalam hal ini adalah untuk menentukan apakah pembiayaan akan diberikan atau ditolak. Jika diterima maka dipersiapkan administrasinya. Biasanya keputusan pembiayaan yang akan diumumkan mencakup; jumlah uang yang diterima, jangka waktu pembiayaan, biaya-biaya yang harus dibayar. Jika ditolak maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasan masing-masing. g. Penanda tanganan akad/ perjanjian pembiayaan. Kegiatan
ini
merupakan
kelanjutan
dari
diputuskannya
pembiayaan, sebelum pencairan nasabah menanda tangani terlebih dahulu akad perjanjian pembiayaan h. Realisasi pembiayaan Realisasi pembiayaan diberikan setelah penandatanganan akad pembiayaan dengan membuka rekening atau tabungan di bank yang bersangkutan. 43 6. Contoh Perhitungan Pembiayaan Konsumtif44 Bapak Ahmad membutuhkan sebuah mesin fotokopi pada tanggal 1 mei 2012 dengan spesifikasi: merk xerox memiliki kmampuan untuk memperkecil dan memperbesarhingga ukuran AO, memiliki kemampuan untuk memfotokopi warna.
43 44
Kasmir, Op. Cit, hlm. 123. Binti Nur Asiyah, Op. Cit, hlm. 228
39
Untuk membeli mesin fotokopi tersebut secara tunai, Bapak Ahmad harus menyediakan uang tunai sebesar Rp. 80.000.000,melihat kondisi keuangan Bapak Ahmad mengalami kesulitan jika harus membeli secara tunai. Bapak Ahmad hanya memiliki kemampuan keuangan setiap bulannya sebesar Rp. 8.000.000,- untuk mesin tersebut. Untuk mewujudkan harapannya tersebut, Bapak Ahmad mengajukan pembiayaan di Bank Syariah. Melihat kondisi tersebut Bank Syariah menetapkan required rate profit sebesar 20%. Berapa bulan lama pembayaran Bapak Ahmad memberikan angsuran ke Bank Syariah?
Tabel 2.1 Contoh Perhitungan Pembiayaan Konsumtif Harga beli barang
Rp. 80.000.000,-
Kemampuan keuangan nasabah/ bulan
Rp. 8.000.000,-
Required rate of profit (20%)
Rp. 16.000.000,-
Harga jual barang kepada nasabah
Rp. 80.000.000,Rp. 16.000.000,=Rp. 96.000.000,-
Periode pembayaran
Rp. 96.000.000,Rp. 8.000.000,= 12 bulan = 360 hari
40
7. Penyelamatan pembiayaan bermasalah45 Pemberian suatu fasilitas pembiayaan pasti mengandung suatu resiko kemacetan. Akibatnya anngsuran tidak lancar dan bahkan tidak dapat terbayar maka akan menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh bank. Penyelamatan pembiayaan bermasalah dilakukan dengan cara antara lain. a. Rescheduling Rescheduling adalah suatu tindakan yang diambil dengan cara memperpanjang jangka waktu pembiayaan atau jangka waktu angsuran. Dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu pembiayaan, misalnya dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. b. Reconditioning Reconditioning persyaratan
adalah
perubahan
pembiayaan.
Misalnya
sebagian
atau
memperkecil
semua margin,
penundaan margin pembayaran sampai waktu tertentu. c. Restructuring Restructuring adalah tindakan bank kepada nasabah dengan cara menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan dana. d. Kombinasi
45
Kasmir, Op. Cit, hlm 129-131.
41
Kombinasi
merupakan
usaha
penyelamatan
pembiayaan
bermasalah dengan mengkombinasikan ketiga jenis di atas. Misalnya kombinasi antara Rescheduling dengan Restructuring yaitu dengan menambah jangka waktu pembayaran dan pembayaran margin ditunda/ margin diperkecil. e. Penyitaan jaminan Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar benar tidak m\punya etikad baik maupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua kewajibannya.
C. Konsep Dasar Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah didefinisikanoleh para Fuqaha sebagai penjualan seharga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.46 Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasional)
dijelaskan bahwa
yang
dimaksud
dengan
murabahah (DSN, 2003:311) adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
46
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), hlm. 13.
42
dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah adalah jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sedangkan menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbakan Syariah juga memberikan definisi tentang murabahah dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf D. Menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf D tersebut, yang dimaksud dengan akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.47 Menurut Muhammad Syafii Antonio dalam bukunya Bank Syariah Dari Teori ke Praktik dijelaskan bahwa bai al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir seharga Rp. 10.000.000,-, kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp. 750.000,- dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp. 10.750.000,-. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama
47
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Pasal 19 ayat (1).
43
pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran.48 2. Jenis-jenis Murabahah Murabahah dapat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu (1) murabahah tanpa pesanan, maksudnya ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang pada murabahah ini tidak terpengaruhi atau terkait langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli. (2) Murabahah berdasarkan pesanan, maksudnya bank syariah baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi (a) Murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat, maksudnya apabila telah dipesan harus dibeli, dan (b) murabahah berdasarkan pesanan dan bersifat tidak mengikat, maksudnya walaupun nasabah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat,nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut. Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan pembayaran tangguh.
48
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit, hlm. 101-102.
44
Yang banyak dijalankan oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan
pesanan
dengan
sifatnya
mengikat
dan
cara
pembayarannya tangguh.49 3. Landasan Syariah Murabahah Penulis tidak menemukan secara khusus ayat Al-Qur’an ataupun hadits yang membahas tentang murabahah, penulis lebih banyak menemukan ayat Al-Qur’an dal hadits mengenai jual beli secara umum. Di antara dalil-dalil yang membolehkan praktik murabahah tersebut adalah sebagai berikut. f.
Firman Allah, QS. An-Nisa (4): 29.
ً ﺎرة ِ َﯾَﺎ أَﯾﱡ َﮭﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮا َﻻ ﺗَﺄ ْ ُﻛﻠُﻮا أ َ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻜ ْﻢ َﺑ ْﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ ِﺑ ْﺎﻟﺒ َ ﺎط ِﻞ ِإ ﱠﻻ أَ ْن ﺗَ ُﻜﻮنَ ِﺗ َﺠ ْ..اض ِﻣ ْﻨ ُﻜﻢ ٍ ﻋ ْﻦ ﺗ َ َﺮ َ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu.”(Q.S An Nisa: 29). g.
Firman Allah, QS, Al-Baqarah (2): 275.
.. اﻟﺮ َﺑﺎ ّ ِ َوأ َ َﺣ ﱠﻞ ا ّ ُ ْاﻟ َﺒ ْﯿ َﻊ َو َﺣ ﱠﺮ َم.. Artinya, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(Q.S AlBaqarah: 275).
49
Wiroso, OP. Cit, hlm. 37-38.
45
h.
Firman Allah, QS, Al-Maidah (5): 1.
َ ﯾَﺎ أَﯾﱡ َﮭﺎ اﻟﱠﺬ ....ِﯾﻦ آ َﻣﻨُﻮا أَوْ ﻓُﻮا ِﺑ ْﺎﻟﻌُﻘُﻮ ِد Artinya, “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...” (QS. Al-Maidah: 1). i.
Firman Allah, QS, Al-Baqarah (2): 280.
ُ َﺎن ذُو َ َو ِإ ْن ﻛ ..ﺴ َﺮ ٍة َ ﻋﺴ َْﺮ ٍة ﻓَﻨَ ِﻈ َﺮة ٌ ِإﻟَ ٰﻰ َﻣ ْﯿ Artinya, “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.. (QS. AlBaqarah: 280) j.
Hadits Nabi SAW:
ﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َ ُﺻﻠﱠﻰ ﷲ َ ِﺳ ِﻌ ْﯿ ٍﺪ ْاﻟ ُﺨ ْﺪ ِر ْي رﺿ ﻲ ﷲُ ﻋﻨ ﮫ أ َ ﱠن َرﺳُﻮْ َل ﷲ َ َ ﻋ َْﻦ ِﺑ ْﻲأ ﻲ واﺑ ﻦ
)رواه اﻟﺒﯿﮭﻘ،اض ٍ إِﻧِّ َﻤﺎ ْاﻟﺒَ ْﯿ ُﻊ ﻋ َْﻦ ﺗ َ َﺮ: ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل َ َوآ ِﻟ ِﮫ َو ( ﻣﺎﺟﮫ وﺻ ﺤﺤﮫ اﺑ ﻦ ﺣﺒ ﺎن
Dari Abu Sa’ad Al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersadda, “ sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
46
k.
Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah.
ٌ َ ﺛَﻼ:ﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل ث ﻓِﯿ ِْﮭ ﱠﻦ َ ُﺻﻠﱠﻰ ﷲ َ أَ ﱠن اﻟﻨﱠ ِﺒ ﱠﻲ َ ﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َوآ ِﻟ ِﮫ َو ُ َو َﺧ ْﻠ،ُﺿﺔ َ ﺎر ﻂ ْاﻟﺒ ِ ُّﺮ َ َ َو ْاﻟ ُﻤﻘ، ا َ ْﻟﺒَ ْﯿ ُﻊ ِإﻟَﻰ أ َ َﺟ ٍﻞ:ُْاﻟﺒَ َﺮﻛَﺔ ِﺑﺎﻟ ﱠ (ﺖ ﻻَ ِﻟ ْﻠ َﺒﯿ ِْﻊ )رواه اﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ ﻋﻦ ﺻﮭﯿﺐ ِ ﺸ ِﻌﯿ ِْﺮ ِﻟ ْﻠ َﺒ ْﯿ Nabi bersabda, Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib). i. Ijma Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Juz 2, hal. 161; lihat pula al-Kasaniy bada’i as-Sana’i, juz 5, hal. 220-222)50 j. Kaidah fikih
ْ َْاﻷ .ﻋﻠَﻰ ﺗ َ ْﺤ ِﺮﯾ ِْﻤ َﮭﺎ َ اﻹ َﺑﺎ َﺣﺔُ ِإﻻﱠ أ َ ْن ﯾَﺪُ ﱠل دَ ِﻟ ْﯿ ٌﻞ ِ ﺻ ُﻞ ﻓِ ْﻲ ْاﻟ ُﻤﻌَﺎ َﻣ َﻼ ِْ ت "Pada dasarnya, segala bentuk mu'amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya." 4. Rukun dan Syarat Murabahah Rukun jual beli menurut mazhab hanafi adalah ijab dan qabul yang menunjukan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi
50
Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Pembiayaan Murabahah, (Jakarta: Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, 2000), hlm. 63.
47
yang menempati kedudukan ijab dan qabul itu. Rukun ini dengan ungkapan lain merupakan pekerjaan uang menentukan keridhaan dengan adanya pertukaran dua harta milik, berupa perkataan maupun perbuatan. Menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli, yaitu: orang yang menjual, orang yang membeli, sighat, dan barang atau sesuatu yang diakadkan. Keempat rukun itu mereka sepakati dalam setiap jenis akad. Rukun jual beli menurut jumhur ulama, selain mazhab hanafi, ada 3 atau 4, yaitu: orang yang berakad (penjual dan pembeli), yang diakadkan (harga dan barang yang dihargai), sighat (ijab dan kabul).51 Syarat murabahah menurut Wiroso dalam bukunya yang berjudul Jual Beli Murabahah antara lain; (a) Mengetahui harga pertama .(b) Mengetahui besarnya keuntungan. (c) Modal hendaknya berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis, seperti bendabenda yang ditakar, ditimbang dan dihitung. (d) Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertamanya. (e) Transaksi pertama harus sah secara syara’.52 Sedangkan menurut Muhammad Syafii Antonio syarat murabahah antara lain; (a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. (b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. (c) Kontrak harus bebas riba. (d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah 51 52
Wiroso, Op. Cit, hlm. 16. Ibid. hlm. 17-18.
48
pembelian. (e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dialkukan secara utang. Secara prinsip, jika dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan untuk melanjutkan pembelian seperti apa adanya, kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual, atau membatalkan kontrak.53 5. Skema Murabahah Gambar 2.1 Skema Bai’ al-murabahah menurut Muhammad Syafii Antonio 1 Negosiasi & Persyaratan 2 Akad Jual Beli Koperasi
Nasabah 6 Bayar
3 Beli Barang
5 Terima Barang&
Suplier (Penjual)
Dokumen 4 Kirim
Keterangan: 1) Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang
akan
diperjualbelikan,
harganya
(termasuk
jumlah
keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan.
53
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit, hlm. 102.
49
2) Bank
dan
nasabah
melakukan
akad
jual
beli
dengan
menandatangani surat perjanjian sebesar nominal harga jual untuk dilunasi dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. 3) Bank membeli barang kepada supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah dengan melakukan akad jual beli. Nasabah tidak diperkenankan membeli barang secara langsung tanbpa seizin bank 4) Dokumen dan barang yang sudah dibeli bank dari supplier dikirim kepada nsabah dengan persetujuan bank. 5) Nasabah menerima barang dan dokumen yang telah dikirim oleh bank. 6) Nasabah
membayar
cicilan
kepada
bank
sesuai
dengan
kesepakatan bersama. Gambar 2.2 Skema Murabahah menurut Sutan Remy Sjahdeini 2 Bank
1
4
3
6
Pemasok
5
Nasabah
Keterangan: 1) Pembuatan akad jual beli barang antara bank dengan nasabah yang sekaligus merupakan pemesanan barang oleh nasabah kepada bank.
50
2) Pembuatan akad jual beli yang diikuti pelaksanaan pembayaran harga barang oleh bank 3) Penjualan dan oenyerahan hak kepemilikan barang oleh pemasok kepada bank. 4) Penjualan barang + mark-up/ margin dan penyerahan hak kepemilikan bank kepada nasabah. 5) Pengiriman barang secara fisik oleh pemasok kepada nasabah. 6) Pelunasan harga barang oleh nasabah kepada bank secara cicilan atau secara sekaligus pada akhir waktu pelunasan.54 Gambar 2.3 Skema murabahah tanpa pemesan 1 2 Bank
3
Nasabah
4 Keterangan: 1) Negosiasi dan persyaratan antara bank dan nasabah. 2) Akad Jual Beli (murabahah). 3) Kirim/ penyerahan barang kepada nasabah. 4) Bayar kewajiban/ harga barang nasabah kepada bank.55
54
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia group, 2014), hlm. 194. 55 Wiroso , Op.Cit, hlm. 38.
51
Gambar 2.4 Skema murabahah berdasarkan pesanan 2
Pemasok
1
Bank Syariah
Nasabah
4
3
5 6
Keterangan: 1) Pesan beli barang (Negosiasi dan Persyaratan) antara bank syariah dengan nasabah. 2) Bank memesan barang kepada pemasok. 3) Beli barang/ penyerahan barang dari pemasok kepada bank syariah. 4) Akad jual beli (murabahah) antara bank syariah dengan nasabah. 5) Nasabah membayar harga barang/ kewajibannya. 6) Kirim barang/ penyerahan barang kepada nasabah.56 Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank syariah baru melakukan pengadaan barang dan melakukan transaksi jual beli murabhahah setelah ada nasabah yang memsan untuk membeli. 6. Ketentuan Umum Murabahah a. Jaminan Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak main-main
dengan
pesanan.
Si
pembeli
(penyedia
pembiayaan/bank) dapat meminta si pemesan (pemohon/nasabah) suatau
56
Ibid, hlm. 42.
jaminan
(rahn)
untuk
dipegangnya.
Dalam
teknis
52
operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran utang. b. Utang dalam murabahah KPP Secara prinsip, penyelesaian utang si pemesan dalam transaksi murabahah KPP tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut. Apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan utangnya kepada si pembeli. c. Penundaan Pembayaran oleh Debitur Mampu Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam murabahah ini. Bila
seorang pemesan menunda penyelesaian utang tersebut,
pembeli dapat mengambil tindakan mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan. d. Bangkrut Jika pemesan yang berutang dianggap pailit dan gagal menyelesaiakan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalaisedangkan ia mampu, kreditor harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali.57
57
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm. 105.
53
7. Perhitungan Margin Murabahah a. Model perhitungan pembiayaan Murabahah menurut Muhammad Syafii Antonio58, Wiroso59, Muhammad60, dan Adi Warman Karim61 adalah sebagai berikut:
Harga Jual
= Harga beli + Margin
Jumlah Angsuran per bulan =
Harga Jual
Jangka Waktu Pembiayaan Contoh kasus: Dalam buku Muhammad Syafii Antonio disebutkan contoh kasus misalkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor, ia datang ke bank syariah dan memohon agar bank membelikannya. Seteleh diteliti dan dinyatakan dapat dibelikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tersebut Rp. 4.000.000,- dan bank ingin mendapat keuntungan Rp. 800.000,- selama 2 tahun.
Maka: Diketahui: Harga Beli
58
= Rp. 4.000.000,-
Margin
= Rp. 800.000,-
Jangka Waktu
= 2 tahun/ 24 bulan
Muhammad Syafi’i Antonio, Op.Cit, hlm. 171. Wiroso, Op. Cit, hlm. 112. 60 Muhammad, Op. Cit, hlm 117. 61 Adi Warman Karim, Op.Cit, hlm. 109-110. 59
54
Ditanyakan: jumlah angsuran per bulan? Jawab: Harga jual
= harga beli + margin = Rp. 4.000.000,- + Rp. 800.000,= Rp. 4.800.000,-
Jumlah Angsuran per bulan =
Harga Jual
Jangka Waktu Pembiayaan =
Rp. 4.800.000,24
=
Rp. 200.000,-
Jadi nasabah dapat mengangsur sebesar Rp. 200.000,- per bulan. b. Dalam bukunya Slamet Wiyono yang berjudul Cara Mudah Memahami Akuntansi
Perbankan Syariah Berdasar PSAK dan
PAPSI, disebutkan bahwa model pembiayaan murabahah sebagai berikut.62 Pokok pembiayaan
= harga barang – uang muka
Total pembiayaan
= pokok pembiayaan + margin
Jumlah angsuran per bulan = total pembiayaan Jangka waktu pembiayaan Atau dapat juga disebutkan:
62
Harga jual
= harga beli + margin
Total pembiayaan
= harga jual – uang muka
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah Berdasar Psak dan Papsi, (Jakarta: PT. Grafindo, 2005), hlm. 90-91.
55
Contoh kasus: Tuan Ali berniat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar jemput anak sekolah. Mobil tersebut mempunyai harga Rp. 150.000.000,- . pada saat ini tuan Ali hanya memiliki dana Rp. 50.000.000,-. Untuk itu tuan Ali datang ke bank syariah untuk mengajukan pembiayaan murabahah. Setelah disetujui tuan Ali mengangsur selama 24 bulan (2 tahun) dengan margin keuntungan yang disepakati sebesar 10%, maka: Diketahui: Harga Beli
= Rp. 150.000.000,-
Uang muka
= Rp. 50.000.000,-
Margin
= 10%
Jangka Waktu
= 24 bulan
Ditanyakan: jumlah angsuran per bulan? Jawab: Harga beli
= Rp. 150.000.000,-
Uang muka
= Rp. 50.000.000,-
Pokok pembiayaan
= Rp. 100.000.000,-
Margin = % margin x pokok pembiayaan x jangka waktu = 10% x Rp. 100.000.000,- x 2 Total pembiayaan
= Rp. 20.000.000,- + = Rp. 120.000.000,-
56
Perhitungan angsuran: Harga beli
= Rp. 150.000.000,-
Margin
= Rp. 20.000.000,- +
Harga jual
= Rp. 170.000.000,-
Uang muka
= Rp. 50.000.000,-
Total pembiayaan
= Rp. 120.000.000,-
Angsuran per bulan =
Total Pembiayaan Jangka Waktu Pembiayaan
=
Rp. 120.000.000,24 bulan
= Rp. 5.000.000,Jadi tuan Ali dapat mengangsur pembiayaan murabahah sebesar Rp. 5.000.000,- per bulan. 8. Resiko Murabahah Di antara kemungkinan resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut. a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran. b. Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. c. Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab, bisa jadi karena rusak dalam
57
perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank, dengan demikian bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain. d. Dijual, karena bai al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani barang tersebut menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk menjualnya. Jika terjadi demikian resiko default akan besar. 9. Aplikasi Murabahah Dalam Perbankan Syariah Akad murabahah memang banyak digunakan pada produkproduk bank syariah maupun lembaga keuangan syariah lainnya, karena memang mudah dan tidak terlalu banyak mengandung resiko. Bentuk aplikasi murabahah dalam perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah lainnya antara lain. a. Pengadaan barang Transaksi ini yang dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah, seperti misalnya kebutuhan sepeda motor untuk pegawai, kebutuhan barang investasi untuk pabrik dan sejenisnya.
58
b. Persediaan modal kerja (modal kerja barang) Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dpat dilakukan dengan prinsip jual-beli murabahah, namun transaksi ini hanya sekali putus, bukan sekali akad dengan pembelian beulang-ulang. Penyediaan modal kerja berupa uang tidak tepat mempergunakan prinsip jual beli murabahah ini. Transaksi modal kerja ini baik penyediaan modal kerja barang maupun modal kerja uang lebih tepat mempergunakan prinsip mudharabah atau musyarakah. c. Renovasi rumah Dalam renovasi rumah yang diperjualbelikan adalah bata merah, genteng, kayu, paku, cat dan bahan bangunan lainnya dan pembelian bangunan ini pun hanya sekali putus, tidak satu akad dilakukan berulang-ulang. Dalam renovasi rumah lebih tepat pempergunakan prinsip istishna, karena dalam istishna bank dapat menyediakan bahan baku, tenaga kerja, dan sebagainya.63 D. Konsep Dasar Fatwa DSN 1. Pengertian Fatwa DSN Fatwa ialah perkataan dari bahasa arab yang memberi arti pernyataan hukum mengenai suatu masalah yang timbul kepada siapa yang ingin mengetahuinya.64 Sedangkan Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia 63 64
Wiroso, Op.Cit, hlm. 56-57. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Op. Cit, hlm. 7.
59
untuk menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.65 2. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional a. Tugas Dewan Syariah Nasional 1) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian
pada
umumnya
dan
sektor
keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana. 2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. b. Wewenang Dewan Syariah Nasional 1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masingmasing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. 2) Mengeluarkan
fatwa
yang
menjadi
landasan
bagi
ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI. 3) Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.
65
ibid, hlm. 4
60
4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri. 5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. 6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. 3. Fatwa DSN Tentang Murabahah Fatwa DSN yang membahas tentang murabahah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 04/DSN-MUI/IV/2000. Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah menimbang bahwa masyarakat banyak memerlukan fasilitas pembiayaan dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli. Bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, bank syariah perlu memiliki fasilitas pembiayaan murabahah bagi nasabah yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Yang terakhir bahwa DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh lembaga keuangan syariah.66
66
ibid, hlm. 60.
61
4. Ketentuan Umum Fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000.67 a. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah. 1)
Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2)
Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah.
3)
Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang disepakati kualifikasinya.
4)
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5)
Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6)
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli ditambah marjin
keuntungan.
Dalam
kaitan
ini,
bank
harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya-biaya yang diperlukan. 7)
Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8)
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
67
Ibid, hlm. 64-67.
62
9)
Jika bank hendak mewakili kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
b. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah. 1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus membelinya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4) Dalam jula beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5) Jika nasabah kemudian menolak pembelian barang tersebut, biaya riil yang telah dikeluarkan bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
63
7) Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga dan jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang itanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi nasabah wajib melunasi kekurangannya. c. Jaminan dalam Murabahah. 1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. d. Utang dalam Murabahah. 1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3) Jika penjualan barang tersebut meyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya ssuai kesepakatan awal. Ia
64
tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. e. Penundaan pembayaran dalam Murabahah 1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. 2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja atau jika slah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. f. Bangkrut dalam Murabahah 1) Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali atau berdasarkan kesepakatan.