BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian Persediaan Keberadaan persediaan dalam suatu unit usaha perlu diatur sedemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin dan timbulnya sumber daya menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebih lanjut tetap membuat ongkos yang ditimbulkan efisien. Menurut Groebner (1992) : “Persedian adalah komponen, material, atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau dijual”. Menurut Riggs (1976) : “Persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu,bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan”. Menurut Lalu Sumayang (2003; 197) : “Inventori atau persediaan merupakan simpanan material yang berupa bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi.”
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan persediaan adalah barang jadi, barang setengah jadi, dan bahan baku yang disimpan dan dirawat dalam tempat persediaan agar selalu siap pakai untuk memenuhi kebutuhan.
2.1.2. Penyebab dan Fungsi Persediaan Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut : 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang tersebut diperlukan waktu untuk pembuatandan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah mauplun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Keinginan melakaukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. Efisiensi produksi (salah satu muaranya adalah penurunan biaya produksi) dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Efisiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
1. Fungsi independensi. Persediaan bahan diadakan agara departemen – departemen dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Seringkali keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa tergantung pada kedua hal ini (independen),maka persediaan harus mencukupi. 2. Fungsi ekonomis. Dlam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Jumlah produksi optimal ditentukan oleh struktur biaya set up dan biaya penyimpananan, bukan oleh jumlah permintaan, sehingga timbullah persediaan. 3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan. Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan setelah dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal ini, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stock out. 4. Fungsi fleksibelitas. Bila dalam proses terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudiaan terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang setengah jadi (work in process) pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Hal ini jadi dengan adanya sediaan barang jadi, maka waktu untuk pemeliharaan fasilitas produksi dapat disediakan dengan cukup.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
2.1.3. Sistem Persediaan Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan menentukan persedian yang harus jaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dalam kuatitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal. Kriteria yang optimal adalah minimasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyipanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan. Secara
kuantitatif,
variabel
keputusan pada pengendalian sistem
persediaan adalah sebagai berikut : 1. Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat. 2. Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan. 3. Berapa jumlah persediaan pengaman. 4. Bagaimana mengendalikan persediaan. Secara
kualitatif,
masalah
persediaan
berkaitan
dengan
sistem
pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
1. Jenis barang apa yang dimiliki. 2. Dimana barang tersebut berada. 3. Berapa jumlah barang yang akan dipesan. 4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item. Secara luas, tujuan dari sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal terhadap seluruh masalah yang terkait dengan persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan, maka ukuran optimalisasi pengendalian persediaan seringkali diukur dengan keuntungan maksimum yang akan dicapai. Karena perusahan memiliki banyak subsistem lain selain dari persediaan, maka mengukur kontribusi pengendalian persediaan dalam mencapai total keuntungan bukan hal mudah. Optimalisasi pengendalian persediaan biasanya diukur dengan total biaya minimal pada suatu periode tertentu.
2.1.4. Jenis Persediaan Menurut Sofjan Assauri (1993; 219), persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan menurut beberapa cara. Dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas : 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. 2. Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
3. Anticipation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.
Di samping perbedaan menurut fungsi, persediaan itu dapat pula dibedakan atau dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk yaitu : 1. Persediaan Bahan Baku (Raw Materials stock) yaitu persediaan dari barangbarang berwujud yanng digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. 2. Persediaan
bagian
produk
atau
parts
yang
dibeli
(purchased
parts/komponent stock) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung diassembling dengan parts lain,
tanpa melalui proses produksi
sebelumnya. 3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang-barang perlengkapan (supplies stock) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen dari barang jadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiaptiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada langganan atau perusahaan lain.
2.1.5. Biaya Persediaan Jumlah persediaan yang paling optimal yaitu yang paling ekonomis, dalam arti tidak terlalu banyak, yang berarti pemborosan atau penambahan biaya yang tidak perlu, juga tidak terlalu sedikit yaitu masih ada bahaya kehabisan persediaan. Menurut Tampubolon (2004; 194) biaya-biaya yang timbul dari adanya persediaan digolongkan menjadi empat golongan, yaitu : a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual sejak dari pemesanan (order) dibuat dan dikirim sampai barang-barang atau bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta di inspeksi di gudang. Biaya pemesanan ini sifatnya konstan. Besarnya biaya yang dikeluarkan tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan. Dalam ordering cost,yang termasuk dalam biaya pemesanan ini adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan barang tersebut, diantaranya biaya administrasi pembelian dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
penempatan order, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan. b. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) Inventory Carrying Cost adalah biaya-biaya yang diperlukan berkenaan dengan adanya persediaan yang meliputi seluruh pengeluaran yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat dari adanya sejumlah persediaan. Biaya ini berhubungan dengan terjadinya persediaan dan disebut juga dengan biaya mengadakan persediaan (stock holding cost). Biaya ini berhubungan dengan tingkat rata-rata persediaan yang selalu terdapat di gudang, sehingga besarnya biaya ini bervariasi tergantung dari besar kecilnya rata-rata persediaan yang terdapat di gudang, yang termasuk ke dalam biaya ini adalah semua biaya yang timbul karena barang disimpan yaitu biaya pergudangan yang terdiri dari biaya sewa gudang, upah dan gaji pengawasan dan pelaksana pergudangan serta biaya lainnya. Biaya pergudangan ini tidak akan ada apabila tidak ada persediaan. c. Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost) Biaya kehabisan persediaan adalah biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil daripada jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan yang diperlukan karena seorang pelanggan meminta atau memesan suatu barang sedangkan barang atau bahan yang diperlukan tidak tersedia. Biaya ini juga dapat merupakan biaya-biaya yang timbul akibat pengiriman kembali pesanan atau order tersebut. d. Biaya Penyiapan (Set Up Cost) Set up cost adalah biaya-biaya yang timbul di dalam menyiapkan mesin dan peralatan untuk dipergunakan dalam proses konversi. Biaya ini terdiri dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
biaya mesin yang menganggur (idle capasity), biaya penyiapan tenaga kerja, biaya penjadwalan, biaya kerja lembur, biaya pelatihan, biaya pemberhentian kerja, dan biaya-biaya pengangguran (idle time costs). Biaya-biaya ini terjadi karena adanya pengurangan atau penambahan kapasitas yang digunakan pada suatu waktu tertentu.
2.1.6. Model Persediaan Menurut Schroeder (1994), model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah bahan tersebut bersifat permintaan bebas (independent)
tau sebagai permintaan terikat (dependent). Permintaan bebas
dipengaruhi oleh kondisi pasar di luar kendali fungsi operasi, oleh sebab itu ia bebas (independent) dari fungsi operasi. Persediaan barang jadi dan suku cadang untuk penggantian biasanya memiliki permintaan yang bebas. Permintaan tidak bebas terkait dengan permintaan untuk satuan barang lain dan tidak secara bebas ditentukan oleh pasar. Jika produk-produk dibentuk dari komponen dan rakitan, permintaan akan komponen ini bergantung pada permintaan untuk produk akhir. Permintaan bebas dan tidak bebas menunjukkan pola pemakaian atau permintaan yang sangat berbeda. Permintaan bebas tunduk pada kekuatan pasar, sehingga sering menunjukkan pola yang tetap. Selain itu, permintaan bebas juga menanggapi pengaruh-pengaruh acak yang biasanya berasal dari preferensi pelanggan
yang
sangat
beragam.
Sebaliknya,
permintaan
tidak
bebas
menunjukkan suatu pola turun naik yang tidak lancar karena produksi secara khusus dijadwalkan dalam partaipartai. Sejumlah bagian atau komponen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
diperlukan apabila suatu partai dibuat; kemudian tidak ada bagian yang diperlukan sampai partai berikutnya. Pola permintaan yang berbeda memerlukan pendekatan manajemen persediaan yang berbeda pula. Untuk permintaan bebas, filosofi penambahan ulang (replenishment) adalah cocok. Pada saat stock digunakan, persediaan diisi kembali agar bahan-bahan di tangan tetap dimiliki untuk pelanggan. Jadi, apabila persediaan mulai habis, suatu pemesanan dipacu untuk menambah bahan dan persediaan ditambah kembali. Untuk satuan-satuan barang permintaan tidak bebas, digunakan filosofi kebutuhan. Jumlah stock yang dipesan didasarkan pada kebutuhan untuk satuan pada tingkatan yang lebih tinggi. Jika salah satunya mulai habis, tambahan bahan baku atau persediaan barang dalam proses tidak dipesan. Lebih banyak bahan dipesan hanya jika diperlukan oleh kebutuhan untuk satuansatuan barang tingkat lebih tinggi lainnya atau satuan-satuan akhir.
2.2. Pengendalian Persediaan Berdasarkan Hammer, et al (dikutip oleh Hardianto, 2003) dijelaskan bahwa ada dua tingkat pengendalian persediaan : pengendalian atas unit dan pengendalian atas nilainya. Manajer pembelian dan produksi terutama lebih tertarik pada pengendalian atas satuan unit. Mereka memikirkan, melakukan pemesanan, dan mengajukan permintaan bahan baku dalam satuan unit bukan dalam nilai uangnya. Manajemen eksekutif terutama lebih berminat pada pengendalian persediaan dari segi finansial. Hal ini dipandang dari segi pengembalian modal yang digunakan secara memadai, yaitu uang yang diinvestasikan pada persediaan harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Pengendalian persediaan akan berjalan sukses bila kenaikan atau penurunan persediaan mengikuti pola yang telah ditentukan dan dapat ditentukan, dimana pola tersebut terkait dengan jumlah dan waktu dengan penjualan yang dikehendaki. Pengendalian bahan harus memenuhi dua kebutuhan yang bertentangan, yaitu menjaga persediaan dalam kuantitas dan keragaman yang memadai
untuk
operasi
yang
efisien
dan
menjaga
persediaan
yang
menguntungkan secara finansial.
2.2.1. Pengertian Pengendalian Persediaan Pengertian pengendalian persediaan menurut Assauri (dikutip oleh Rovianty, 2007) adalah sebagai berikut : “Pengawasan
persediaan
merupakan
salah
satu
kegiatan
dari
urutan
kegiatankegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah, kuantitas maupun biayanya.” Menurut Rangkuti (dikutip oleh Rovianty, 2007) pengendalian persediaan adalah : “Pengawasan persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan menerapakan metode kuantitatif.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah suatu aktivitas untuk menetapkan besarnya persediaan dengan memperhatikan keseimbangan antara besarnya persediaan yang disimpan dengan biaya-biaya yang ditimbulkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.2.2. Prinsip-Prinsip Pengendalian Persediaan Menurut Hammer, et al (dikutip oleh Hardianto, 2003), sistem dan teknik pengendalian persediaan harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai dengansebagai berikut : 1. Persediaan diciptakan dari pembelian bahan dan tambahan biaya pekerja serta overhead untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi. 2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan kerusakan. 3. Perkiraan yang tepat atas skedul penjualan dan produksi merupakan hal esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan baku yang efisien. 4. Kebijakan manajemen yang berupaya menciptakan keseimbangan antara keragaman dan kuantitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan investasi persediaan. 5. Pemesanan bahan baku merupakan tanggapan terhadap perkiraan dan penyusunan rencana pengendalian produksi. 6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas persediaan. 7. Pengendalian bersifat komparatif dan relatif, tidak mutlak. Hal ini dilakukan manusia dengan berbagai pengalaman dan pertimbangan. Aturan-aturan dan prosedur memberi jalan pada para personel dalam membuat evaluasi dan mengambil keputusan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.2.3. Metode Pengendalian Persediaan Menurut Riyanti Wiranata (2002), metode pengendalian persediaan terdiri dari : a.) Metode pengendalian persediaan tradisional Metode ini secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan mencoba mencari jawaban atas 3 pertanyaan dasar : a. Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk tiap kali pemesanan (economic order quantity - EOQ). b. Kapan saat pemesanan harus dilakukan (reorder point). c. Berapa jumlah cadangan pengaman yang diperlukan (safety stock). Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persediaan. b.) Metode perencanaan kebutuhan material (material requirements planning - MRP) Menurut Mcleod (dikutip oleh Wiranata, 2002) MRP diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh Joseph Orlicky dari J.I Case Company dan kemudian dikembangkan menjadi MRP II pada tahun 1983 oleh Oliver Wight dan George Plossl, yang semula Material Requirements Planning diubah menjadi Manufacturing Resource Planning. MRP merupakan strategi proaktif, orientasi ke depan dan mengidentifikasikan materi yang diperlukan dan jumlah serta tanggal diperlukannya. Menurut Rangkuti (dikutip oleh Wiranata, 2002) dalam beberapa tahun ini, MRP telah menggantikan sistem persediaan tradisional karena walaupun sistem persediaan tradisional lebih sederhana, namun menimbulkan hal yang tidak menguntungkan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
seperti biaya persediaan yang tinggi dan pengiriman barang yang tidak tepat waktu. MRP bersifat komputer oriented yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan-aturan keputusan dan mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan jadwal induk produksi.
2.3. Peramalan 2.3.1.
Konsep-Konsep Dasar
Sistem
Peramalan
Dalam
Manajemen
Persediaan Menurut Gaspersz (dikutip oleh Lindawati, 2003), pada dasarnya terdapat 9 langkah yang harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan, yaitu : a. Menentukan tujuan dari peramalan. b. Memilih item independent demand yang akan diramalkan. c. Menentukan horison waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, atau panjang). d. Memilih model-model peramalan. e. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan. f. Validasi model peramalan. g. Membuat peramalan. h. Implementasi hasil-hasil peramalan. i. Memantau keandalan hasil-hasil peramalan. Tujuan utama dari peramalan dalam manajemen persediaan adalah untuk meramalkan permintaan dari item-item independent demand di masa yang akan datang. Penentuan horison waktu peramalan akan tergantung pada situasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
dan kondisi aktual dari masing-masing industri manufaktur serta tujuan dari peramalan itu sendiri. Bagaimapun juga, peramal harus memilih interval ramalan atau bagaimana mengembangkan suatu ramalan. Alternatif yang umum dipilih adalah menggunakan interval waktu : harian, mingguan, bulanan, triwulan, semesteran, atau tahunan. Dalam industri manufaktur, pemilihan waktu mingguan dimaksudkan untuk peramalan jangka pendek, sedangkan interval waktu bulanan untuk peramalan jangka menengah, dan interval waktu triwulan untuk peramalan jangka panjang.
2.3.2. Karakteristik Peramalan yang baik a. Akurasi Akurasi dari suatu peramalan dapat diukur dari kebiasaan dan konsistensi peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Permalan terlalu rendah, akan mengakibatkan kekurangan persediaan, sehingga permintaan konsumen tidak dapat dipenuhi segera, akibatnya adalah perusahaan dimungkinkan kehilangan pelanggan dan kehilangan keuntungan penjualan. Peramalan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan, sehingga banyak modal yang terserap sia – sia. Keakuratan
dari
suatu
hasil
peramalan
ini
berperan
penting
menyeimbangkan persediaan dan memaksimasi tingkat pelayanan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dalam
22
b. Biaya Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan bergantung pada jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode permalan yang dipakai. Ketiga faktor pemicu biaya tersebut akan mempengaruhi banyak data yang dibutuhkan,bagaimana pengolahan datanya yaitu secara manual atau komputerisasi, bagaimana penyimpanan datanya, dan siapa tenaga ahli yang diperbantukan. Pemilihan metode peramalan harus disesuaikan dengan dana yang tersedia dan tingkat akurasi yang ingin didapat, misalnya item – item yang kurang yang penting bisa diramalkan dengan metoda yang sederhana dan murah. Prinsip ini merupakan adopsi dari Hukum Pareto (analisis ABC). c.Kemudahan penggunaan metoda peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasian, akan memerikan keuntungan bagi perusahaan. Adalah percuma menggunakan metode yang canggih, tapi tidak dapat diaplikasikan pada sistem perusahaan karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, maupun peralatan teknologi. 2.3.3. Pola Dasar Peramalan Pola data dalam peramalan digunakan untuk mendukung pemilihan metode peramalan yang akan dipakai agar menghasilkan peramalan yang baik. Karena diperoleh dari metode peramalan yang tepat dan sesuai dengan pola data tersebut. Pola data tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut : 1.Pola Horizontal (H), terjadi bila data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata konstan (Deret seperti itu”stasioner” terhadap nilai rata-ratnya). Suatu produk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
yang tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk dalam jenis ini. 2. Pola Musiman (S), terjadi bila data fluktuasi permintaan suatu produksi dapat naik turun disekitar garis trend dan biasanya berulang setiap tahunnya. Pola ini biasanya disebabkan faktor cuaca,musim libur panjang dan hari raya keagamaan yang akan berulang secara periodik setiap tahunnya. 3. Pola Siklis (C), terjadi bila datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang yang berhubungan dengan siklus bisnis. 4. Pola Trend(T), terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panajang dalam data.
Pola Data Horizontal
Pola Data Musiman
Pola Data Siklus
Pola Data Trend
Gambar 2.1. Pola Data Peramalan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2.3.4. Ukuran Akurasi Peramalan Ukuran akurasi hasil peramalan yang merupakan ukuran kesalahan peramalan adalah ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan permintaan yang sebenarnya terjadi. Ada lima ukuran yang biasa digunakan yaitu: 1.Rata- rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation (MAD)) MAD merupakan rata – rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan kenyataannya. Secara matematis,MAD dirumuskan sebagai berikut :
Dimana : At = Permintaan aktual pada periode -t Ft = Peramalan permintaan (Forecast) pada periode –t N = jumlah periode permalan terlibat 2. Rata – rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error (MSE)) MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadran semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis, MSE dirumuskan sebgai berikut :
3. Rata – rata Kesalahan Peramalan (Mean Forecast Error (MFE)) MFE sangat efektif untuk mengetahui apakah suatu hasil peramalan selama periode tertentu terlalu tinggi atau terlalu rendah. Bila hasil peramalan tidak bias maka nilai MFE akan mendekati nol. MFE dihitung dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
menjumahkan semua kesalahan peramalan selama peride peramalan dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :
Standard Error of Estimate (SEE):
4. Rata – rata Persentase Kesalahan Absolute (Mean Absolute Percentage Error (MAPE) MAPE merupakan ukuran kesalahan relative. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis, MAPE dinyatakan sebagai berikut :
Tapi dalam laopran ini penulis hanya menggunakan tiga ukuran akurasi peramalan yaitu SEE, MAD dan MAPE.
2.3.5. Verifikasi dan Pengendalian Peramalan Langkah
penting
setelah
peramalan
adalah
verifikasi
peramalan
sedemikian rupa sehingga dapat mencerminkan data masa lalu dan sistem sebab akibat yang mendasari permintaan itu. Sepanjang representasi peramalan tersebut dapat dipercaya dan sistem sebab akibat belum dapat berubah, hasil peramlan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
akan terus digunakan. Jika selama proses verifikasi ditemukan keraguan atas validitas peramalan maka harus dicari metode yang lebih cocok. Validitas harus ditentukan dengan uji statistika yang sesuai. Setelah suatu peramalan dibuat makan akan timbul pertanyaan kapankah suatu metode peramalan baru harus digunakan. Peramalan harus selalu dibandingkan dengan peramalan aktual secara teratur. Pada suatu saat harus diambil tindakan revisi terhadap peramalan tersebut apabila ditemukan bukti yang menyakinkan akan adanya perubahan pola permintaan. Selain itu penyebab perubahan pola permintaan pun harus diketahui. Penyesuaian metode peramalan dilakukansegera setelah perubahan pola peramalan diketahui. Terdapat banyak perkakas yang dapat digunakan untuk memverifikasi peramlan dan mengamati suatu perubahan dalam sistem sebab akibat yang melatarbelakangi perubahan pola data permintaan. Tapi bentuk yang termudah dari cara pengendali adalah peta kendali secara statistik digunakan dalam pengendalian kualitas. Salah satu peta kendali yang dapat digunakan dimana terdapat suatu jumlah data yang minimum adalah peta rentang bergerak (Moving Range).
2.3.6. Peta Rentang Bergerak (Moving Range) Peta Moving Range dirancang untuk membandingkan nila permintaan aktual dengan nilai peramalan. Dengan kata lain, kita dapat melihat data permintaan aktual dan membandingkannya dengan nilai peramalan pada periode yang sama. Peta tersebut dikembangkan ke periode yang akan datang hingga kita dapat membandingkan data peramalan dengan permintaan aktual.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Selama periode dasar (periode pada saat menghitung permalan), peta Moving Range digunakan untuk melakukan verifikasi teknik dan parameter peramalan. Setelah metode peramalan ditentukan, peta moving range digunakan untuk pengujian kestabilan sistem sebab akibat yang mempengaruhi permintaan.
Moving Range didefinisikan sebagai berikut:
Rata- rata Moving Range didefinisikan sebagai :
Garis tengah Moving Range adalah pada titik nol. Batas kendali atas dan bawah pada peta Moving Range adalah :
Perubahan atau perbedaan yang digambarkan pada Moving Range adalah :
Jika ditemukan satu titik yang berbeda diluar batas kendali pada saat peramlan diverifikasi makan harus diabaikan atau mencari peramalan baru. Jika ditemukan sebuah titik yang berada diluar batas kendali maka harus diselidiki penyebabnya. Jika semua titik berada didalam batas kendali, diasumsikan bahwa permalan permintaan yang dihasilkan telah cukup baik. Jika terdapat titik yang berada diluar batas kendali, jelas bahwa peramalan yang didapat kurang baik dan harus direvisi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
2.3.7. Peta Moving Range Untuk Pengendalian Peramalan Peta kendali dapat digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan sistem sebab-akibat yang melatarbelakangi permintaan sehingga dapat ditentukan persamaan peramalan yang lebih cocok atas sistem sebab akibat saat ini. Telah disingung sebelumnya bahwa peta Moving Range dapat digunakan sebagai alat untuk memperhatikan kestablian sistem yang melatarbelakangi fungsi peramalan. Apabila terjadi kondisi diluar kendali, tindakan terhadap peramalan harus dilakukan. Dua tindakan yang dapat dilakukan yaitu : a. Merevisi peramalan dengan memasukkan data dan sistem sebab-akibat baru,dan b. Menunggu bukti yang lebih lengkap.
2.4. Material Requirements Planning (MRP) Menurut Lalu Sumayang (2003), independent demand inventori adalah persediaan yang tergantung pada permintaan pasar dan tidak tergantung pada operasi perusahaan. Di sisi lain adalah dependent demand inventori yang tergantung pada permintaan dari proses produksi berikutnya, sebagai contoh adalah inventori bahan baku dan persediaan barang setengah jadi. Pengelolaan dependent demand inventori ini harus dikelola dengan sistem MRP atau dengan metode Just in Time.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
2.4.1. Definisi Material Requirements Planning (MRP) Heizer dan Render (2005) menyebutkan bahwa MRP adalah model permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, status persediaan, penerimaan yang diperkirakan, dan jadwal produksi induk, yang dipakai untuk menentukan kebutuhan material yang akan digunakan. Roger G. Schroeder (1994) menyebutkan MRP sebagai suatu sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan persediaan dan kapasitas. Tampubolon (2004) menyebutkan MRP merupakan komputerisasi sistem persediaan seluruh bahan yang dibutuhkan dalam proses konversi suatu perusahaan, baik usaha manufaktur maupun usaha jasa. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar yang dimaksud di atas, maka MRP dapat diartikan sabagai sebuah metode perencanaan dan pengendalian material (bahan baku, parts, komponen, dan subkomponen) yang terikat pada unit produksi yang akan dihasilkan, dengan menggunakan suatu sistem yang sudah terintegrasi.
2.4.2. Tujuan dan Manfaat Material Requirements Planning (MRP) a.) Menurut Herjanto (1999), tujuan MRP adalah : 1. Meminimumkan persediaan (inventory) MRP menentukan sebarapa banyak dan kapan suatu item diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Produksi Induk. 2. Meningkatkan efisiensi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Produksi Induk. 3. Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan item yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen. b.) Manfaat Material Requirements Planning Menurut Render dan Heizer (dikutip oleh Rovianty, 2007), manfaat dari MRP adalah : 1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen. 2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja. 3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik. 4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar. 5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.
2.4.3. Input Sistem Material Requirements Planning (MRP) Menurut Chase, et al (dikutip oleh Rovianty, 2007), MRP memiliki tiga input informasi yang diperlukan, yaitu : 1. Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedules (MPS)) MPS adalah perencanaan dalam suatu fase yang menentukan berapa banyak dan kapan perusahaan merencanakan, membuat tiap akhir produk akhir. MPS dibuat dengan cara membagi rencana produksi total dalam bermacammacam produk akhir yang akan dibuat, dimana hasil ramalan tersebut dipakai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
untuk membuat rencana produksi yang pada akhirnya dibuat rencana yang lebih terperinci atau rencana jangka pendek. MPS merupakan proses alokasi untuk membuat sebuah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dimiliki. 2. Struktur Produk (Bill of Material (BOM)) BOM merupakan daftar item yang diperlukan untuk membuat atau merakit satu unit produk jadi. BOM file berisi penjelasan yang lengkap atas produk, tidak hanya mencantumkan data mengenai bahan baku dan item tetapi juga mencantumkan mengenai urutan-urutan produksi. BOM juga sering disebut sebagai struktur pohon produk (product structure tree) karena BOM ini menunjukkan bagaimana sebuah produk itu dibentuk oleh komponen - komponen. Strutur produk ini menunjukkan berapa banyak setiap item dan bagian produk yang akan diperlukan, urutan perakitan bila strutur produk dimasukkan ke dalam master BOM, yang memperinci semua nama komponen, nomor identitas, nomor gambar, dan sumber bahan baik yang dibuat dalam perusahaan ataupun yang dibeli dari pihak luar. Daftar komponen ini akan dirakit, sehingga master BOM juga merupakan suatu bentuk pemrosesan. 3. Catatan Daftar Persediaan (inventory records file) Catatan daftar persediaan merupakan catatan tentang persediaan item yang ada ada di gudang dan yang sudah dipesan tapi belum diterima. Catatan ini digunakan bila diperlukan dalam produksi. Isi catatan ini adalah nomor identifikasi, kuantitas yang tersedia, tingkat stok pengaman (safety stock), kuantitas yang telah direncanakan untuk produksi dan waktu tunggu pengadaan (procurement leadtime) untuk tiap item. Catatan ini harus selalu up to date dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
cara melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi seperti penerimaan, pengeluaran, produk gagal dan pemesanan, untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.
2.4.4. Output Sistem Material Requirements Planning (MRP) Menurut Wiranata (2002), rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar lead time dari setiap item. Lead time dari suatu item yang dibeli merupakan periode antara pesanan dilakukan sampai barang diterima, sedangkan untuk produk yang dibuat di pabrik sendiri, merupakan periode antara perintah harus dibuat sampai dengan selasai diproses. Secara umum output dari MRP adalah : a. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan baik dari pabrik sendiri maupun dari supplier. b. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang. c. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan. d. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan. Output dari MRP dapat pula disebut suatu aksi yang merupakan tindakan atas pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
2.4.5. Langkah Dasar Pengolahan MRP Menurut Hartini (2006), empat langkah dasar dalam pengolahan MRP adalah sebagai berikut : 1. Netting (perhitungan kebutuhan bersih)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan di tangan (OH). Kebutuhan bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol. 2. Lotting (penentuan ukuran lot) Langkah ini bertujuan untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan kebutuhan bersih. Langkah ini ditentukan berdasarkan teknik lotting/lot sizing yang tepat. Parameter yang digunakan biasanya adalah biaya simpan dan biaya pesan. 3. Offsetting (penentuan ukuran pemesanan) Langkah ini bertujuan agar kebutuhan item dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan menghitung lead time pengadaan komponen tersebut. 4. Explosion Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item (komponen) pada tingkat yang lebih rendah dari struktur produk yang tersedia.
2.4.6. Teknik – Teknik Penentuan Ukuran Lot Sizing Perkembangan sekarang telah dirangsang oleh munculnya sistem perencanaan Kebutuhan Material yang mengungkapkan permintaan untuk barang persediaan dengan cara rangkaian waktu yang pasti dengan menghitung dimensi waktu untuk kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Pendektan-pendekatan yang paling banyak dikenal untuk ukuran lot adalah sebagai berikut : 1. Fixed Order Quantity (FOQ) 2. Economic Order Quantity (EOQ) 3. Lot For Lot (LFL) 4. Fixed Period Requirement (FPR) 5. Period Order Quantity (POQ) 6. Least Total Cost (LTC) 7. Part Period Balancing (PPB) 8. Wagner Within (WW) Dua dari teknik tersebut diatas adalah berorientasi pada permintaan, sedangkan yang lainnya disebut teknik-teknik ukuran lot yang diskrit. Sebab teknik-teknik terseut menghasilkan sejumlah pesanan yang sama dengan kebutuhan bersih dalam jumlah yang tepat pada perode perencanaan yang berhubungan. Ukuran-ukuran lot yang bersifat diskrit tidka menghasilkan sisa persediaan dalam arti jumlah persediaan yang disimpan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan perioda yang akan datang secara cepat. Pemilihan teknik-teknik tersebut diatas adalah dengan biaya penyimpanan. Teknik ukurn lot dapat digolongkan dalam dua bagian yaitu statis dan dinamis. Dikatan statis bila jumlah pesanan yang dihitung hanya satu kali, sesuai dengan jadwal perencanaan pesanan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Dikatakan dinamis bila jumlah pesanan yang dihitung berulang-ulang mengikuti situasi.
Biaya Total
Minimum Total Cost
Biaya Penyimpanan
Ongkos
Biaya Pemesanan
Q
Kuantitas pesanan
Gambar 2.2. Hubungan antara Ukuran Lot dan Biaya Persediaan
Dalam penelitian ini yang akan dianalisa adalah biaya total yang dikeluarkan dari masing – masing pengunaan teknik penentuan ukuran lot, yang terdiri dari : 1. Fixed Order Quantity (FOQ) 2. Economic Order Quantity (EOQ) 3. Lot For Lot (LFL) 4. Fixed Period Requirement (FPR)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
2.4.6.1. Fixed Order Quantity (FOQ) FOQ merupakan teknik perhitungan inventory yang ditentukan pada faktor memperhatikan kapasitas yang tersedia dari proses maupun fasilitas. Metode ini berprinsip pada order quantity tetap dengan interval waktu yang berbeda. Tabel 2.1. Contoh Fixed Order Quantity Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kebutuhan Bersih
35
10
0
40
0
20
5
10
30
150
Rencana Pemesanan
60
60
180
Jumlah pemesanan
25
30
180
60 15
15
35
35
15
10
0
Total
Misalkan biaya pemesanan = $ 100 sekali pesan Biaya penyimpanan Jadi
= $ 0.24/ unit
: Biaya Pemesanan
Biaya Penyimpanan
= 3 x $ 100
= $ 300
= 180 x $ 0.24 = $ 43.2 +
= $ 343.2
2.4.6.2. Lot for Lot (LFL) Menurut Purwati (2008), metode lot for lot (LFL), atau juga dikenal sabagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah sesungguhnya yang diperlukan (lot for lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan. Sehingga, biaya yang timbul hanya berupa biaya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
pemesanan saja. Asumsi yang ada di balik metode ini adalah bahwa pemasok (dari luar atau dari lantai pabrik) tidak mensyaratkan ukuran lot tertentu; artinya berapapun ukuran lot yang dipilih akan dapat dipenuhi. Metode ini mengandung risiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa bahan baku, mengakibatkan terhentinya produksi. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Pendekatan ini memperkecil biaya penyimpanan dan biasanya digunakan untuk jenis barang mahal. Metode ini cocok untuk jenis produk yang bersifat perishable goods, misalnya produkproduk makanan dan cocok untuk jenis inventory dengan biaya setup kecil, biaya simpan sangat besar, untuk produk dengan demand yang discontinous. Tabel 2.2. Contoh Lot For Lot Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kebutuhan Bersih
35
10
0
40
0
20
5
10
30
150
Rencana Pemesanan
35
10
0
40
0
20
5
10
30
150
Jumlah pemesanan
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Biaya pemesanan
= 7 x $ 100 = $ 700
Biaya Penyimpanan = 0
=$0
Total biaya
= $ 700
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Total
38
2.4.6.3. Economic Order Quantity (EOQ) EOQ merupakan perbaikan dari sistem FOQ yang turut memperhatikan faktor intern seperti kapasitas dari proses dan fasilitas. Asumsi yang digunakan adalah permintaan bersifat steady state dan continue. Perhitungan EOQ diformulasikan sebagai berikut :
Dimana : A = Order Cost D = Demand rata- rata per horison H = Holding Cost Dengan mengasumsikan kebutuhan pemakaian tahunan :
Tabel 2.3. Contoh Economic Order Quatity Periode
1
2
Kebutuhan Bersih
35
10
Rencana Pemesanan
58
Jumlah pemesanan
0
3
4
5
40
7
8
9
20
5
10
30
150
58
174
58 0
0
0
0
Biaya pemesanan
= 3 x $ 100 = $ 300
Biaya penyimpanan
=0
Total biaya
6
0
0
=$0+ = $ 300
http://digilib.mercubuana.ac.id/
0
0
Total
0
39
2.4.6.4. Fixed Period Requirement (FPR) Konsep ini menggunakan konsep pemesanan dengan interval tetap, tetapi jumlah yang dipesan berfariasi. Jumlah yang dipesan merupakan jumlah dari permintaan dari periode – periode yang tercakup. Misalnya jika kebutuhan bersih dua perioda telah ditetapkan, teknik ini dapat memasukkan pesanan peride lainnya, kecuali saat kebutuhan bersih dalam suatu periode yang ditentukan sama dengan nol dapat memajukan interval pemesanan.
Tabel 2.4. Contoh Fixed Period Requirement
Periode
1
2
Kebutuhan Bersih
35
10
Rencana Pemesanan
45
Jumlah pemesanan
10
3
0
0
4
5
6
7
8
9
40
20
5
10
30
40
25
0
5
Biaya pemesanan
= 4 x $ 100
= $ 400
Biaya penyimpanan
= 45 x $ 0.2
= $ 10.8 +
Total biaya
0
40 0
= $ 410.8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Total 150 150
0
45
40
2.4.7. Format MRP Menurut Hartini (2006), format MRP yaitu : Tabel 2.5 Format MRP Item :
Periode
Lead Time :
1
2
3
4
GR OH NR PO Rec PO Rel Sumber : Hartini (2006) Keterangan : GR
: Gross Requirement (kebutuhan kotor) Adalah keseluruhan jumlah item (komponen) yang diperlukan pada suatu periode.
OH
: On Hand (persediaan di tangan) Adalah jumlah persediaan akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima.
NR
: Net Requirement (kebutuhan bersih) Adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode yang akan datang.
PORec : Planned Order Receipts (rencana penerimaan pemesanan) Adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
jumlah item yang akan masuk sesuai dengan pemesanan. PORel : Planned Order Release (rencana pemesanan) Adalah jumlah item yang direncanakan untuk dipesan agar memenuhi perencanaan masa datang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/