BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pola Asuh Pengasuhan atau Pola asuh merupakan upaya dari lingkungan terutama lingkungan keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Israwati, 2010). Keluarga adalah lingkungan pertama yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pengaruh keluarga dapat dilihat dari cara keluarga dalam mengasuh (merawat dan mendidik) anak, ibu merupakan anggota keluarga yang sangat berperan dalam mengasuh anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas (Puspaningtyas et al, 2012; Adriani dan Kartika, 2011). Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu “pola” dan “asuh”. Pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (Struktur) yang tetap (Pusat bahasa, 2008). Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil (Israwati, 2010). Menurut Amala (2002) dalam Handono (2010) Pola asuh didefinisikan sebagai cara atau perilaku yang dipraktekan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, kakak, atau orang lain) dalam membimbing, memberikan kasih sayang, pemeliharaan kesehatan, dukungan emosional, pemberian pendidikan, pemberian makanan, minuman dan pakaian serta hal lain yang berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Sedangkan pola pengasuhan anak merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seorang ibu atau pengasuh lain (bapak, ibu, nenek, anggota keluarga lain) dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, memperhatikan kebersihan anak, memberikan stimulasi, serta memberikan kasih sayang dan sebagainya yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik dan mental, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga dan masyarakat, sifat, pekerjaan sehari-hari, adat atau kebiasaan keluarga dan masyarakat (Eka dan Setiyaningsih, 2012).
5
Pola asuh yang baik pada anak dapat dilihat pada praktek pemberian makanan atau pola asuh makan yang baik yang berdampak terhadap tumbuh kembang dan kecerdasan anak yang di tentukan sejak bayi maupun sejak dalam kandungan (Walker dan Humphries 2006). Selain itu praktek perawatan kesehatan dan stimulasi pada anak juga berpengaruh terhadap perkembangan anak (Puspaningtyas et al, 2012). Pola pengasuhan merupakan bentuk umum atau khusus cara mengasuh anak yang meliputi pengasuhan anak sebelum dan sesudah persalinan, pemberian ASI dan pemberian makanan, serta pengasuhan bermain. Pemberian ASI yang dimaksud adalah pengasuhan dari aspek perilaku ibu dalam mempersiapkan ASI untuk anaknya (Soetjiningsih, 2014). Air Susu Ibu (ASI) sebaiknya diberikan segera setelah bayi lahir . ASI yang pertama keluar berupa kolostrum yang mengandung zat anti bodi. Disamping mempunyai nilai gizi tinggi ASI dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas anak, serta yang terpenting yaitu untuk perkembangan anak (Arisman, 2010).
2. Pola Asuh Makan anak usia 6-24 bulan Kesehatan anak merupakan hal yang perlu diupayakan secara serius oleh orang tua, untuk itu perlu diupayakan pola pemberian makan atau pola asuh makan yang tepat dan seimbang agar anak tetap sehat dan terhidar dari penyakit infeksi atau penyakit lain yang berkaitan dengan gizi. Makanan seimbang yaitu makan sesuai komposisi bahan makanan yang dibutuhkan tubuh dalam porsi yang disesuaikan dengan kebutuhan anak pada masing-masing usianya (Purwani dan Maryam, 2013). Kesehatan anak dapat dicapai melalui upaya pemberian makanan yang sesuai umur anak dan seimbang yang sesuai dengan kebutuhan gizinya, kesenjangan yang terjadi di masyarakat, banyak orang tua tidak tahu bahwa anak mempunyai kebutuhan akan gizi yang khusus. Terlalu sering anak-anak dianggap sebagai orang dewasa yang kecil sehubung dengan gizi. (Foster dan Anderson, 2006; Purwani dan Maryam, 2013).
6
Menurut Santoso dan Ranti (1995) dalam Handono (2010) mengemukakan bahwa pola asuh makan adalah praktik - praktik pengasuhan yang diterapkan oleh ibu atau pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan setelah sakit, aktivitas serta untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pola pemberian makan pada anak sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dalam makanan banyak mengandung zat gizi. Gizi menjadi bagian yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, jika pola makan tidak tercapai dengan baik maka kebutuhan gizi anak tidak tercukupi, tubuh menjadi kurus, pendek bahkan bisa gizi buruk, kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan perkembangan anak. Oleh karena itu pola pemberian makan pada anak harus dilakukan dengan tepat dan benar agar kebutuhan gizi anak bisa tercukupi dengan baik sesuai dengan usianya (Purwani dan Mariyam, 2013; Solihin et al, 2013).
a. Usia pemberian makan pada anak Makanan atau minuman yang mengandung gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi gizi selain dari ASI. Pada usia 6-12 bulan, ASI hanya menyediakan ½ atau lebih kebutuhan bayi, pada usia 12-24 bulan ASI menyediakan 1/3 dari kebutuhan gizinya sehingga MP-ASI harus segera diberikan mulai bayi berusia 6 bulan (Kemenkes, 2013c). Memasuki usia 6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah mulai tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung (Arisman, 2010). Pada usia 6 sampai 9 bulan
anak mulai diperkenalkan dengan makanan
berbentuk lumat yang halus karena anak sudak memiliki reflek mengunyah. Contoh bubur susu, biskuit yang dilumatkan atau makanan keluarga yang telah dilumatkan. Pada anak usia 9-12 bulan mulai diperkenalkan dengan makanan dengan tekstur yang lembek seperti nasi tim atau bubur saring sedangkan pada anak usia 12-24 bulan mulai
7
diperkenalkan dengan makanan keluarga atau makanan yang dicincang atau dihaluskan jika diperlukan seperti nasi, potongan kecil ikan, sayur, dan potongan buah. Pemberian makanan terlalu dini akan berdampak buruk bagi sistem pencernaan bayi. Sistem pencernaan bayi belum sempurna dan belum mampu mencerna makanan lain selain ASI. Sedangkan pemberian makanan yang terlambat dari usia bayi akan menyebabkan kebutuhan zat gizi tidak tercukupi, disamping rahang tidak terlatih mengunyah makanan padat, sehingga sistem pencernaan bayi pun tidak belajar menerima makanan padat. Sistem pencernaan yang tidak terlatih membuat bayi mengalami masalah seperti muntah setiapkali disuapi, diare atau sembelit (Kurniasih et al, 2010).
b. Jenis Makanan Makanan yang ideal harus mengandung (1) makanan pokok (pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh keluarga, biasanya makanan yang mengandung tepung, seperti beras, gandum, kentang, tepung maizena), ditambah dengan bahan lain seperti (2) kacang , sayuran hijau atau kuning , (3) buah, (4) daging hewan, dan (5) minyak, atau lemak. Bahan ini dibuat menjadi bubur untuk kemudian,digunakan sebagai pendamping ASI, disuapkan pada bayi (Arisman, 2010). Komposisi dan konsistensi makanan tambahan bayi disesuaikan dengan perkembangan fisiologis dan psikomotor atau dengan kata lain disesuaikan dengan umurnya. Selain itu faktor – faktor seperti budaya, sosial ekonomi, dan kebiasaan turut berperan (Suhardjo,1992). Pemberian makanan dilakukan secara bertahap mulai dari makanan bertekstur lunak (bubur susu, bubur saring), lembek (bubur biasa, nasi tim), hingga padat (makanan biasa/makanan keluarga), sesuai tingkat usia bayi (Kurniasih et al, 2010).
8
Berikut jenis dan pola pemberian makan untuk bayi dan anak :
Umur (bulan) 0-6
Tabel 2.1 Pola jenis pemberian makanan pada Anak usia 6-24 bulan Makanan Makanan Makanan ASI Lumat Lunak Keluarga
6-9 9-12 12-24 Sumber: Kemenkes (2013) c. Frekuensi dan jumlah makanan yang diberikan pada anak usia 6-24 bulan Pemberian makan pada anak dilakukan secara bertahap sesuai dengan usia anak serta sesuai bentuk, jumlah serta frekuensinya. Pada anak usia 6 sampai 9 bulan diberikan makanan lumat. Pada anak usia 9-12 bulan adalah makanan lembik, sedangkan Pada usia 12-24 bulan makanan yang diberikan adalah makanan keluarga dan ditambah makanan selingan (Kemenkes, 2014a). Makanan selingan dianjurkan sebagai tambahan makanan diantara waktu makan dan dalam porsi kecil sehingga tidak menjadi pengganti makan utama. Makanan selingan akan memberikan tambahan energi dan zat gizi lainnya. Misalnya susu, roti atau biskuit yang dioles margarin atau mentega, selai kacang atau madu, buah, kue kacang atau kentang rebus yang merupakan jenis makanan yang sehat dan bergizi (Kemenkes, 2011).
9
Tabel 2.2. Frekuensi dan jumlah pemberian makan anak 6-24 bulan Umur 6-9 bulan
Frekuensi 2- 3 x sehari makanan lumat + ASI
9-12 bulan
3-4 x sehari makanan lembik + ASI 12-24 bulan 3-4 x makanan keluarga + 1- 2 x makanan selingan + ASI Sumber: Kemenkes (2014)
Jumlah 2-3 sendok makan Secara bertahap hingga mencapai 1/2 mangkok berukuran 250 ml setiap kali makan ½ hingga ¾ mangkuk ukuran 250 ml ¾ hingga Semangkuk penuh ukuran 250 ml.
d. Kebutuhan Gizi Anak Usia 6-24 bulan. Setelah mencapai usia 6 bulan, bayi tetap memperoleh ASI. Akan tetapi, seiring dengan pertumbuhan bayi yang cepat dan ukuran bayi menjadi besar, ASI saja tidak mencukupi zat gizi yang dibutuhkan, oleh karena itu perlu ditambah makanan selain ASI. Sistem pencernaan bayi setelah usia 6 bulan juga telah lebih siap untuk menerima makanan selain ASI (Kurniasih et al,2010). Mulai usia enam bulan, anak memerlukan tambahan makanan dan minuman lain disamping ASI. Hal ini akan memberikan tenaga, protein, dan berbagai zat gizi lain yang diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya (UNICEF,2010) Angka kecukupan gizi (2004) untuk bayi berumur 7-11 bulan adalah 650 kkal/hari, dan protein sebanyak 16 gr/hari. Angka ini ditetapkan untuk bayi dengan berat badan rata-rata 8,5 kg dan panjang badan 71 cm. Sedangkan angka kecukupan gizi (AKG, 2004) anak usia 1-2 tahun adalah 1000 kkal dan protein 25 gr. Kebutuhan energi terutama ditetapkan oleh ukuran tubuh, aktifitas fisik, dan kecepatan pertumbuhan (Almatsier, 2010). Kebutuhan energi bayi 6-12 bulan adalah 70-80 kkal/kg BB, sedangkan di usia 13-36 bulan sebanyak 80-90 kkal/kg BB. Pemberian ASI diteruskan sekehendak bayi (Kurniasih et al, 2010). Pada awal pemberian makanan pendamping, ASI adalah masih 10
merupakan makanan pokok, sementara makanan pendsamping hanya sebagai makanan pelengkap. Kemudian, secara berangsur, ASI berubah fungsi sebagai makanan tambahan, sementara makanan pendamping sebagai makanan utama ( Arisman, 2010). Pada usia 6-8 bulan ASI diberikan 2/3 total kebutuhan energi sehari, dan pada usia 912 bulan ASI diberikan ½ total kebutuhan sehari (Kurniasih et al, 2010).
3. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti makanan. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2010). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa et al, 2002). Menurut Gibson dalam Waryana (2010) menyatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. Status gizi baik atau status gizi optimal, terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan (Almatsier, 2010; Schlenker dan Long, 2007; Wardlaw dan Smith 2009).
11
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi Menurut UNICEF terdapat dua faktor yang mempengaruhi status gizi dan telah digunakan secara internasional. Faktor-faktor tersebut adalah : Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi sering menderita penyakit infeksi seperti diare, kecacingan dapat menyebabkan kekurangan gizi. Pada anak yang asupan makanannya tidak cukup dan jenis makanan yang tidak sesuai dengan usia menyebabkan daya tahan tubuh melemah dan mudah terserang penyakit infeksi. Kenyataannya, baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi (Soekirman, 2000; Waryana, 2010). Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan mutu yang baik. Pola pengasuhan merupakan kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian serta dukungan untuk anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersediannya air bersih dan pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh anggota keluarga oleh karena itu program perbaikan gizi anak harus sinergis dengan program perbaikan lingkungan, higienitas, sanitasi lingkungan dan lain-lain (Soerkirman 2000; Untoro, 2004; Waryana, 2010). Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. semakin baik tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahaan pangan keluarga, semakin baik pola pengasuhan anak serta semakin banyak anggota keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Soekirman, 2000; Waryana, 2010).
12
c. Penilaian status gizi Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan standar yang telah tersedia (Arisman, 2010). Menurut Supariasa (2002), Penilaian status gizi dibagi menjadi penilaian status gizi secara langsung (antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik), dan penilaian status gizi secara tidak langsung (survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi). Antropometri merupakan salah satu cara langsung untuk menilai status gizi. Dibandingkan dengan metode lainnya, pengukuran antropometri lebih praktis, sehingga dianjurkan untuk menilai status gizi di masyarakat (Aritonang, 2013). Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan cara menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan serta menginterpretasikan status gizi berdasarkan Grafik Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan pada anak umur 0-2 tahun dan 29-59 bulan (Depkes RI , 2009). Penilaian Status gizi masyarakat dengan antropometri pada dasarnya adalah mengukur perubahan pertumbuhan anak yang mencakup pengukuran berat badan dan tinggi badan atau panjang badan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan baku sesuai indeks antropometri yang digunakan, seperti indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) , Berat Badan menurut Panjang Badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), Panjang badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), atau dengan indeks antropometri lainnya (Kemenkes, 2012). Kategori status gizi pada berbagai ukuran antropometri untuk balita : Berdasarkan Indeks BB/U 1) Gizi Lebih (> 2,0 SD baku WHO NCHS) 2) Gizi Baik (- 2,0 SD s/d + 2,0 SD) 3) Gizi Kurang (<- 2,0 SD) 4) Gizi Buruk (<- 3,0 SD) Interpretasi :
13
a) Indikator status gizi kurang pada saat sekarang b) Sensitif terhadap perubahan kecil c) Kadang umur secara akurat sulit didapat d) Growth monitoring e) Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi gagal tumbuh karena infeksi atau KEP Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U 1) Normal (≥ -2,0 SD baku WHO NCHS) 2) Pendek / Stunted (< -2,0 SD) Interpretasi : a) Indikator status gizi masa lalu b) Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa c) Kadang umur secara akurat sulit didapat Berdasarkan indeks Indeks BB/PB atau BB/TB 1) Gemuk (> 2,0 SD baku WHO NCHS) 2) Normal (- 2,0 SD s/d + 2,0 SD) 3) Kurus / Wasted (< -2,0 SD s/d – 3,0 SD) 4) Sangat Kurus (< -3,0 SD) Interpretasi : a) Mengetahui proporsi badan (gemuk, normal,kurus) b) Indikator status gizi saat ini c) Umur tidak perlu diketahui
14
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indeks antropometri WHO 2005 INDEKS
KLASIFIKASI STATUS GIZI
AMBANG BATAS (Z-Score)
BB / U (0 – 60 Bulan)
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
< - 3 SD -3 SD sampai dengan < - 2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2SD
PB / U atau TB / U (0 – 60 Bulan)
Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi
< - 3 SD -3 SD sampai dengan < - 2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2SD
Sangat kurus Kurus Normal Gemuk
< - 3 SD -3 SD sampai dengan < - 2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2SD
Sangat kurus Kurus Normal
< - 3 SD -3 SD sampai dengan < - 2 SD - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
>2SD
BB / PB atau BB / TB ( 0 – 60 Bulan )
IMT / U ( 0 – 60 Bulan )
Sumber : KEPMENKES NOMOR 1995/MENKES/SK/XII/2010
4. Perkembangan anak Perkembangan berarti perubahan secara kualititaf. Perkembangan bukan sekedar penambahan berat dan tinggi badan atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur yang fungsi yang kompleks (Yuniarti, 2015). Menurut Soetjiningsih (2014); Sulistyawati (2014), Perkembangan (Development) adalah bertambahnya kemampuan (Skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang kompleks, dalam pola teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas. Sedangkan menurut Kemenkes. RI (2010). Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
15
Perkembangan merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang kompleks dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan (Santrock dan John, 2006). Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar melainkan di dalamnya juga terkandung beberapa perubahan yang terus menerus (Desmita, 2006). Perubahan yang terjadi dalam perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalkan perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berpengaruh penting dalam kehidupan manusia yang utuh (Kemenkes. RI, 2010). Perkembangan yang sangat pesat terjadi pada seribu hari pertama kehidupan, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis (WHO, 2009), Periode emas merupakan faktor kunci terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat menetukan masa depannya (Israwati, 2010). Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal (Kemenkes, 2013a). a. Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak Secara umum terdapat tiga kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara optimal yaitu kebutuhan asuh, asih, dan asah. 1) Kebutuhan Asuh menunjukan kebutuhan anak untuk pertumbuhan otak dan pertumbuhan jaringan (Wahyuni, 2014). Kebutuhan asuh meliputi pangan atau gizi yang merupakan kebutuhan terpenting untuk tumbuh kembang anak, Perawatan kesehatan dasar bagi anak seperti (pemberian ASI, imunsasi, menimbang anak secara teratur, pengobatan bila sakit, dan lain-lain), Perumahan yang layak, Hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan, Sandang, Kesegaran jasmani dan sanitasi lingkungan (Soetjiningsih, 2014). 2) Kebutuhan Asih menunjukan kebutuhan anak untuk perkembangan emosi atau kasih sayang dan spiritualnya (Wahyuni, 2014). Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra, dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental, maupun psikososial. Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun pertama kehidupan
16
menimbulkan dampak negatif terhadap tumbuh kembang anak baik fisik, mental, maupun sosial emosi ang disebut Sindrome Deprivasi Maternal (Soetjiningsih, 2014). 3) Kebutuhan Asah menunjukan kebutuhan stimulasi atau rangsangan yang akan akan merangsang perkembangan anak secara optimal (Wahyuni, 2014). Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar pada anak. Stimulasi mental akan mengembangkan perkembangan mental psikososial anak seperti; kecerdasan, keterampilan,
kemandirian,
kreativitas,
agama,
kepribadian,
moral,
etika,
produktivitas, dan sebagainya (Soetjiningsih, 2014). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak Adapun faktor langsung yang mempengaruhi perkembangan anak menurut Diana (2010) yaitu faktor konsumsi (gizi ), infeksi dan pola asuh anak. 1) Faktor Gizi Gizi sangat berperan terhadap perkembangan otak anak sejak anak dari minggu ke -4 pembuahan sampai anak berusia dini. Kebutuhan gizi terdiri dari kebutuhan zat gizi makro (energi, protein, lemak) dan kebutuhan zat gizi mikro (vitamin,meneral). Pengaruh gizi makro menurut Georgieff dalam Jalal (2009): a) Gizi berpengaruh terhadap struktur anatomi otak yang mempengaruhi sel syaraf. Dalam hal ini gizi bekerja melalui proses pembelahan sel-sel syaraf yang akan menentukanjumlah dari selsel syaraf yang dibentuk dan melalui pertumbuhan sel-sel syaraf yang akan menetukan ukuran sel syaraf menuju terbentuknya sel syaraf dengan komponennya yang lengkap (dendrit, akson, dll). b) Gizi Berpengaruh terhadap kimia otak, yaitu pada proses pembentukan jumlah atau konsentrasi neuro transmitter ,pembentukan jumlah reseptor dan jumlah pengangkutan neuro transmitter. Zat gizi makro yang amat diperlukan untuk membantu proses kimia otak adalah protein dan lemak. Lebih dari 60% berat otak adalah lemak, oleh karena itu lemak penting untuk perkembangan otak. Lemak berperan dalam pembentukan myelin, untuk pembentukan sinaps dan membantu proses pembentukan neuro transmitter. Zat gizi yang berperan vital dalam proses tumbuh kembang sel-sel neuron otak untuk bekal kecerdasan bayi
17
yang dilahirkan adalah asam lemak. Selain zat gizi (asam lemak) ada faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan anak yaitu infeksi dan pola asuh. 2) Infeksi Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman penyakit seperti bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing dan sebagainya. Infeksi yang terjadi pada seseorang akan menyebabkan tubuh kehilangan zat gizi sebagai akibat respon metabolik, kehilangan zat gizi melalui saluran pencernaan (malabsorpsi), gangguan utilisasi ditingkat sel dan penurunan nafsu makan. Sebaliknya, pada keadaan sakit kebutuhan zat gizi akan meningkat. Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan
cacat
bawaan
adalah
TORCH
(Tozoplasmosis,
Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, Coxsasckie, Echovirus, malaria, lues, HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis (Diana, 2010; Soetjiningsih, 2014). Penyakit infeksi ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Penyakit yang sering diderita oleh anak yang dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah diare. ISPA, morbili. Selain infeksi faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah pola asuh (Diana, 2010; Soetjiningsih, 2014). 3) Pola Asuh Pola asuh berarti tindakan pengasuhan anak yang dilakukan berulang - ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan, maka relevan dikaitkan dengan pengukuran status gizi dalam jangka lama. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku Ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan Ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Diana, 2010).
18
Para peneliti di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak yang tidak banyak distimulasi maka otaknya akan lebih kecil 30 persen dibandingkan anak lain yang mendapatkan rangsangan secara optimal. Untuk itu diperlukan penilaian terhadap perkembangan anak agar gangguan terhadap perkembangan anak dapat diketahui lebih cepat. Selain faktor tersebut diatas, faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan anak menurut Gunawan et al (2011) antara lain: 4) Pendidikan ibu Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perkembangan anak terutama pendidikan ibu. Penddikan ibu yang rendah mempunyai resiko untuk terjadinya keterlambatan perkembangan anak, disebabkan ibu belum tahu cara memberikan stimulasi perkembangan anaknya (Gunawan et al, 2011). Ibu dengan pendidikan lebih tinggi lebih terbuka untuk menerima segala informasi dari luar, terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga kesehatan anak, mendidik anak dan sebagainya (Soetjiningsih, 2014). 5) Pekerjaan ibu Ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga mempunyai cukup banyak waktu untuk dapat memperhatikan dan mengurus anak, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk memberikan perhatian terhadap pemenuhan asupan makanan anak (Wahyuni et al, 2014). 6) Keadaan ekonomi Status ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anaknya, keadaan ekonomi keluarga yang baik akan menunjang perkembangan anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik kebutuhan primer (sandang, pangan, kesehatan) maupun kebutuhan sekunder. Status
ekonomi
rendah juga menyebabkan
keterbatasan keluarga dalam
menyediakan berbagai fasilitas bermain sehingga anak kurang mendapat stimulasi. Pemberian stimulasi sesuai usia anak diperlukan untuk perkembangan anak terutama kecerdasan. (Israwati, 2010; Gunawan et al, 2011).
19
c. Ciri ciri perkembangan Ciri ciri perkembangan menurut ikatan dokter anak (2005) dan Diana (2010) adalah perkembangan melibatkan perubahan, perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya, perkembangan mempunyai pola yang tetap, perkembangan memiliki tahap yang berurutan, perkembangan mempunyai kecepatan berbeda, dan perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. 1) Perkembangan melibatkan perubahan yaitu perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf. 2) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya yaitu seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan sebelum seseorang tersebut melewati tahap tahapan sebelumnya. Contoh, seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum dia bisa berdiri. Oleh karena itu, perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menetukan perkembangan selanjutnya. 3) Perkembangan mempunyai pola yang tetap yaitu perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum tetap, yaitu : perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah kepala, kemudian menuju kearah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal. Dan perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah proksimal (gerakan kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang mempunyai kemampuan dalam gerakan halus. Pola ini disebut proksomodistal. 4) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan yaitu pada tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik. Misalnya anak mampu berdiri sebelum berjalan. 5) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda yaitu seperti halnya pertumbuhan, perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak misalnya kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
20
6) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan yaitu pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi dan lain-lain. Anak sehat akan bertambah umur, bertambah berat dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
d. Tahapan perkembangan anak usia 6-24 bulan Tahapan perkembangan anak usia 6 – 24 bulan menurut Hurlock dalam Yuniarti (2015) antara lain : 1) Usia 6 – 9 bulan Pada tahap ini seorang anak sudah dapat melakukan kegiatan seperti : Duduk (sikap tripod – sendiri). Belajar berdiri dengan kedua kakinya menyangga sebagian berat badan, merangkak meraih untuk mainan atau mendekati seseorang, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, memungut dua benda, masing masing tangan memegang satu benda pada saat yang bersamaan, memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup, bersuara tanpa arti (mamama, bababa, dadada, tatata), mencari mainan atau benda yang dijatuhkan, bermain tepuk tangan atau cilukba, bergembira dengan melempar benda, serta sudah bisa makan kue sendiri. 2) Usia 9 – 12 bulan Pada tahap in seorang anak hendaknya sudah dapat melakukan kegiatan seperti : mengangkat badan ke posisi sendiri, belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan dikursi, dapat berjalan dengan dituntun, mengulurkan lengan atau badan untuk meraih mainan yang di inginkan, mengenggam erat pensil, memasukan benda kedalam mulut, mengulang/ menirukan suara yang di dengar, menyebutkan 2-3 suku kata tanpa arti, mengeksplorasi sekitar, bereaksi terhadap suara yang pelan atau bisikan, merasa senang diajak bermain cilukba serta sudah dapat mengenal anggota keluarga. 3) Usia 12 – 18 bulan Pada tahap ini seorang anak sudah bisa untuk berdiri sendiri, membungkuk untuk mengambil mainan kemuda berdiri kembali, berjalan mundur lima langkah,
21
memanggil ayah dengan kata papa dan ibu dengan kata mama, menumuk dua kubus, memasukan kubus didalam kotak, menunjuk sesuatu yang di inginkan tanpa menangis atau merengek, serta sudah bisa memperlihatkan raa cemburu atau bersaing. 4) Usia 18 – 24 bulan Pada tahap ini seorang anak sudah dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik, berjalan tanpa terhuyung-huyung, bertepuk dan melambaikan tangan, menumpuk 4 buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk, menggelindingkan bola kearah sasaran, meyebut 3 sampai 6 kata yang mempunyai arti, membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga, serta sudah bisa memegang cangkir sendiri dan makan minum sendiri.
e. Aspek - aspek perkembangan anak. Beberapa aspek yang dipantau dalam menilai perkembangan anak, antara lain : 1) Perkembangan Motorik Perkembangan motorik adalah perkembangan kontrol pergerakan badan melalui koordinasi aktifitas saraf pusat, saraf tepi, dan otot (Adnyana, 2014). Perkembangan motorik ditandai dengan beberapa ciri, diantaranya yaitu kemampuan yang berkembang secara sistematik, tiap tiap penguasaan kemampuan baru mempersiapkan bai untuk kemampuan berikutnya. Pertama kali bayi akan belajar ketrampilan sederhana kemudian mengkombinasikannya kedalam sistem tindakan yang semakin kompleks. Misalnya dalam hal berjalan, pertama-tama bayi akan dapat mengontrol beberapa gerakan tangan dan kaki yang berbeda kemudian menyatukan semua gerakan tersebut untuk melakukan langkah yang pertama (Papalia et al, 2008). Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi (Yuniarti, 2015). Perkembangan motorik anak terbagi menjadi dua yaitu perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
22
a) Perkembangan motorik kasar (Gross motor) Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan atau aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak dalam melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya (Kemenkes. RI, 2010). Sedangkan menurut Sunardi dan Sunaryo (2007) dan Adriana (2013). Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan anak dalam menggerakan tubuh yang mencakup ketrampilan otot-otot besar atau 95% atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri yang diawali dengan kemampuan merangkak, berjalan, berlari, melompat maupun berenang. b) Perkembangan motorik halus (Fine motor) Perkembangan motorik halus adalah perkembangan atau aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak dalam melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti kemampuan untuk menggambar, menulis, mencoret, mengamati sesuatu, menjimpit, dan sebagainya (Kemenkes. RI, 2010; Adriana, 2013). 2) Perkembangan bicara dan bahasa Bahasa adalah kemampuan untuk memberkan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi seperti lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, pantomime dan seni. Bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk paling efektif dalam komunikasi, paling penting serta paling banyak digunakan (Adriana, 2013). Kemenkes (2010), Menjelaskan bicara dan bahasa merupakan aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbica, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
23
3) Sosialisasi dan kemandirian Sosialisasi dan kemamdirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan setelah bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan dan sebagainya (Kemenkes, 2010; Adriana 2013).
f. Penilaian perkembangan anak Pada saat ini berbagai metode deteksi dini untuk gangguan perkembangananak telah dibuat, demikian pula dengan skrining untuk mengetahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan gangguan perkembangan anak. Dalam memilih bentuk alat ukur perkembangan haruslah mengacu kepada tujuan dari pengukuran tersebut. Ada banyak metode tes perkembangan dan psikologi untuk menilai perkembangan anak. Para ahli di dunia dan di Indonesi untuk menilai perkembangan anak yang paling sering digunakan salah satunya adalah KPSP (Soetjiningsing, 2014). Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) merupakan suatu instrumen deteksi dini dalam perkembangan anak usia 0 sampai 6 tahun. KPSP ini berguna untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Instrumen KPSP ini dapat dilakukan di semua tingkat pelayanan kesehatan dasar (Soetjningsih, 2014). Formulir KPSP terdiri dari 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak yang terdiri dari gerak kasar, gerak halus, sosialisasi dan kemandirian serta berbicara dan berbahasa. Interpresasi hasil KPSP berdasarkan jumlah jawaban "Ya" sebanyak 9 atau 10 yang berarti perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangan (S). Jumlah jawaban "Ya" sebanyak 7 atau 8 adalah perkembangan anak meragukan (M). Jumlah jawaban "Ya" sebanyak 6 atau kurang kemungkinan ada penyimpangan (P). untuk jawaban "Tidak”, perlu dirinci jumlah jawaban "Tidak" menurut jenis keterlambatan.KPSP digunakan bagi orang tua yang berpendidikan SLTA ke atas. KPSP mempunyai kelemahan yaitu sifatnya hanya sebagai pre skrinning sehingga belum bisa mendeteksi seberapa jauh keterlambatan perkembangan anak.
24
Untuk itu diperlukan prosedur cara menggunakan KPSP tersebut. Adapun cara menggunakan KPSP adalah : 1) Pada waktu pemeriksanaan anak harus dibawa. 2) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun lahir anak, bila umur anak lebih dari 16 hari di bulatkan menjadi 1 bulan. 3) Setelah menetukan umur anak maka selanjutnya pilihlah KPSP sesuai dengan umur anak. 4) KPSP terdiri dari 2 pertanyaanyaitu : a) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak b) Perintah kepada ibu/pngasuh anak/petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP 5) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh sebab itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya. 6) Pertanyaan ditanyakan secara berurutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada satu jawaban ya atau tidak, catatlah setiap jawaban tersebut pada formulir KPSP tersebut. 7) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/ pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu. 8) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah terjawab.
25
5. Penelitian yang relevan Tabel 2.4. Penelitian yang relevan Peneliti Judul Desain Hasil Park et al, The impact of nutrition Experimental 1. Status gizi memiliki dampak yang 2011 status and loongitudional Study signifikan terhadap perkembangrecovery of motor and an kognitif dan psikomotorik. cognitive milestones in 2. Tingkat kekurangan gizi pada internationally adopted balita secara langsung berhubungchildren an dengan keterlambatan perkembangan pada balita. Ubeysekara et al, 2015
Helmizar al, 2015
Nutritional status and Cross associated feeding prac- Sectional tices among children aged 6-24 months in a selected community in Sri Lanka
1. Penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistic antara Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Pemberian Susu formula, durasi menyusui parsial, usia pemberian makanan selain Asi, jenis makanan (Hewani dan Sayuran) dengan status gizi. 2. Jenis kelamin anak dan usia menunjukkan hubungan yang signifikan dengan status gizi anak-anak.
et Effect of Formula Food Experimental 1. Supplementation (MP- Study ASI) with Local Product on Growth and Development Among Indonesia Infants 6 to 9 Month of Ages 2.
26
Terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan stimulasi psikososial pada perkembangan kognitif perkembangan motorik (P<0,001). Dapat disimpulkan pemberian MP-ASI yang dikombinasikan dengan stimulasi psikososial memiliki efek yang kuat terhadap peningkatan pertumbuhan dan perkembangan bayi
Peneliti Judul Desain Martianto et Pola asuh makan pada Cross al, 2011 rumah tangga yang tahan Sectional dan tidak tahan pangan serta kaitannya dengan status gizi anak balita di kabupaten banjar Negara
Hasil 1. 32% anak balita tidak tahan pangan mengalami status gizi kurang dan 54,3% balita tidak tahan pangan teridentifikasi stunting. 2. Pola asuh makan memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat kecukupan zat gizi energy pada anak (P=0,000)
Solihin et al, Kaitan antara status gizi , Cross 2013 perkembangan kognitif Sectional dan perkembangan motorik pada anak usia prasekolah
1. Status gizi balita secara signifikan berhubungan dengan perkembang an motorik kasar dan halus pada balita. 2. Faktor yang berhunbungan secara signifikan dengan perkembangan perkembangan kognitif anak adalah status gizi, usia balita, lama mengikuti PAUD serta pola asuh balita oleh ibu.
Warsito et al, Hubungan antara status Cross 2012 gizi, stimulasi psiko- Sectional sosial, dan perkembangan kognitif anak usia bprasekolah di Indonesia
1. Penelitian ini menunjukan bahwa stimulasi psikososial dan status gizi memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak usia prasekolah (P=0,028).
27
B. Kerangka Pemikiran Pola Asuh Makan C.
Waktu pertama kali pemberian ASI Waktu pertama kali pemberian MP-ASI Jenis makanan yang diberikan Frekuensi pemberian makan anak
Karakteristik Keluarga
Penyakit Infeksi Asupan Zat Gizi Asupan energi, protein dan lemak pada anak usia 6-24 bulan
Diare, Ispa, TBC, Cacar
Status Gizi
Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Jumlah anak Pendapatan keluarga
Lebih Baik Kurang Buruk
Perkembangan Anak usia 6 – 24 bulan
Keterangan : =
Variabel Bebas
=
Variabel Terikat
=
Variabel Perancu
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran penelitian hubungan pola asuh makan dan status gizi dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan
28
C. Hipotesis a. Terdapat hubungan pola asuh makan dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan. b. Terdapat hubungan status gizi dengan perkembangan anak usia 6-24 bulan.
29