BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jika pemasaran tidak dilakukan dengan baik maka perusahaan tersebut tidak akan berhasil, dalam hal ini juga merupakan bagian yang penting bagi dunia Pendidikan untuk menjalankan tugasnya. Gagal atau berhasilnya suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya, salah satunya tergantung pada keahliannya didalam mengelola bidang pemasaran ini. Dinamika hampir terjadi di semua pasar jasa telah berubah, tingkat kompetisi yang tinggi telah mengarah kepada persaingan yang ketat dan intens. Dalam pasar yang kompetitif ini, pemasaran telah menjadi kunci pembeda antara kesuksesan dan kegagalan suatu perusahaan. Pemasaran merupakan suatu proses mempersepsikan,
memahami,
menstimulasi dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan–kebutuhan tersebut. Dengan demikian, pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan pasar. Pemasaran memberi perhatian pada hubungan timbal balik yang dinamis antara produk-produk dan jasa-jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan konsumen, dan kegiatan-kegiatan para pesaing.
1
“Marketing is a process of planning and executive conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and service to create exchanges that satisfy individuals, organization, and society”. (R. Solomon dan W. Stuart (2001:3) Jadi R. Solomon dan W. Stuart memandang sebagai suatu proses perencanaan dan pelaksanaan rencana dan pelaksanaan harga, promosi dan distribusi ide (gagasan), barang-barang dan jasa untuk dapat menciptakan setiap perubahan yang dapat memuaskan keinginan individu dan tujuan organisasi. Menurut William J. Stanton dalam “Fundamental of Marketing” (2001:6) adalah sebagai berikut: “Marketing is total system of business activities designed to plan, price, distribute, and promote want satisfying products, services and ideas to target market to achieve organizational objectives.” Pengertian pemasaran diatas mengandung arti bahwa pemasaran merupakan suatu sistem total dari kegiatan-kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan yang dapat memuaskan keinginan barang, jasa, dan gagasan-gagasan pada pasar sasaran untuk mecapai tujuan-tujuan organisasi. Menurut Basu Swastha DH dan Ibnu Sukotjo W. dalam “Pengantar Bisnis Modern” (2001:197) adalah sebagai berikut: “Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya proses pemasaran itu terjadi atau dimulai sejak sebelum barang-barang diproduksi. Keputusankeputusan dalam pemasaran harus dibuat untuk menentukan produk dan pasarnya, harganya, dan promosinya. Kegiatan pemasaran tidak bermula pada saat
2
selesainya proses produksi, juga tidak berakhir pada saat penjualan dilakukan. Perusahaan harus dapat memberikan kepuasan kepada konsumen. Menurut Kotler (2000:7) menyatakan bahwa definisi pemasaran atau marketing: “Marketing is a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others.” Artinya : Pemasaran merupakan suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk dan jasa ke pihak lain. Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi. Banyak ahli yang telah memberikan definisi atas pemasaran ini. Definisi yang diberikan sering berbeda antara ahli yang satu dengan ahli yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan para ahli tersebut dalam memandang dan meninjau pemasaran. Dalam kegiatan pemasaran ini, aktivitas pertukaran merupakan hal sentral. Pertukaran
merupakan
kegiatan
pemasaran
dimana
seseorang
berusaha
menawarkan sejumlah barang atau jasa dengan sejumlah nilai keberbagai macam kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasaran sebagai kegiatan manusia diarahkan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses
3
pertukaran. Definisi pemasaran ini bersandar pada konsep inti yang meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands). Manajemen pemasaran dapat diterapkan pada semua bidang usaha. Dalam manajemen terdapat fungsi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan atau penerapan serta pengawasan. Tahap perencanan merupakan tahap yang menentukan terhadap kelangsungan dan kesuksesan suatu organisasi pemasaran. Proses perencanaan merupakan satu proses yang selalu memandang ke depan atau pada kemungkinan masa akan datang termasuk dalam pengembangan program, kebijakan dan prosedur untuk mencapai tujuan pemasaran.
2.2 Strategi Pemasaran Menurut Marrus, yang dikutip oleh Husein (2001:25) bahwa strategi dirumuskan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selain definisi-definisi strategi yang sifatnya umum, ada juga yang lebih khusus, misalnya dua orang pakar strategi, Hamel dan Prahalad dalam Husien (2001:29), yang mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Keduanya mendefinisikan strategi sebagai berikut : “Strategi
merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan”. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru
4
dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Menurut Stanton (2001:35), konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu : a. Berdasarkan perspektif apa yang suatu organisasi ingin lakukan (intends to do), yaitu strategi yang dapat didefinisikan sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. b. Berdasarkan perspektif apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does), yaitu strategi yang didefinisikan sebagai pola tanggapan atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat penyusunan strategi pada level yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi. Dalam peranan strategisnya, Tjiptono
menyatakan bahwa pemasaran
mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok, diantaranya: a. Bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki dimasa mendatang.
5
b. Bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi dan distribusi. Dalam konteks penyusunan strategi, pemasaran memiliki 2 dimensi, yaitu dimensi saat ini yang berkaitan dengan hubungan yang telah ada antara perusahaan dengan lingkungannya dan dimensi masa yang akan datang mencakup hubungan di masa mendatang, sehingga terjalin hubungan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Corey dalam Tjiptono (2002:57), strategi pemasaran terdiri atas 5 (lima) elemen yang saling berkait, antara lain : 2.2.1
Pemilihan pasar, yaitu memilih pasar yang akan dilayani. Keputusan ini didasarkan pada faktor-faktor : a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokkan teknologi yang diproteksi dan didominasi. b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya pemusatan (fokus) yang lebih sempit. c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial and error didalam menanggapi peluang dan tantangan. d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumber daya langka atau pasar terproteksi.Pemilihan pasar dimulai dengan melakukan segmentasi pasar dan kemudian memilih pasar sasaran yang paling memungkinkan untuk dilayani oleh perusahaan.
6
2.2.2
Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan lini produk, desain penawaran individual pada masing-masing lini. Produk itu sendiri menawarkan manfaat total yang dapat diperoleh pelanggan dengan melakukan pembelian.
2.2.3
Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai kuantitatif dari produk kepada pelanggan.
2.2.4
Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran yang dilalui produk
hingga
mencapai
konsumen
akhir
yang
membeli
dan
menggunakannya. 2.2.5
Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personal selling, promosi penjualan, direct marketing, dan public relations.
Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan variable-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang memberikan arah pada semua fungsi manajemen suatu organisasi.
2.3 Bauran Pemasaran Jasa Keberhasilan perusahaan mencapai target pasar yang telah ditetapkan tergantung dari pimpinan perusahaan dalam menetapkan sasaran pasar tertentu yang telah direncanakan degan menyusun rencana pemasaran terpadu dengan marketing mix. Marketing mix harus selalu dapat bersifat dinamis, selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal maupun internal. Faktor eksternal
7
yaitu faktor diluar jangkauan perusahaan yang antara lain terdiri dari pesaing, teknologi, peraturan pemerintah, keadaan perekonomian, dan lingkungan sosial budaya. Sedangkan faktor internal adalah variabel-variabel yang terdapat dalam marketing mix yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion. Bauran pemasaran adalah campuran dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. Berikut akan diberikan penjelasan mengenai keempat elemen marketing mix (4P) menurut Kotler dan Gary (2001:93) dalam strategi pemasaran yaitu: 2.3.1
Product (Produk): Produk adalah segala seusatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi suatu
keinginan dan kebutuhan termasuk didalamnya
melibatkan keputusan tentang kualitas, merek, gaya atau corak, pengemasan dan jaminan. Yang menjadi fokus produk diantaranya adalah: a. ide-ide dan pengembangan produk b. variasi dan model produk c. spesifikasi kualitas produk d. perlengkapan atau pembungkusan e. logo produk merek dagang dan persepsi publik f. pelayanan pendukung g. derajat pelayanan
8
2.3.2
Price (Harga) Harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Harga merupakan satu-satunya unsur yang memberikan pemasukan pada perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus menetapkan harga jual produk atau jasa sesuai dengan tujuan dan tingkat keinginan yang diinginkan perusahaan. Yang menjadi fokus dalam elemen harga adalah: a. analisis kompetitif b. strategi penetapan harga c. diskon, pemberian kupon berhadiah, kebijakan penjualan d. kebijakan penjualan e. metode / cara pembayaran.
2.3.3
Place (tempat) Pemilihan tempat dilaksanakan oleh perusahaan yang bertujuan agar produk berada pada tempat yang tepat yaitu pada konsumen sasaran. Adapun saluran distribusinya yang meliputi beberapa keputusan seperti: pedagang perantara, pengecer, transportasi, pusat distribusi, dan ataupun wilayah geografi. Dan yang menjadi perhatian khususnya di bidang distribusi adalah: a. strategi dan rencana distribusi b. menejemen dan alokasi tempat pamer c. kebijakan / standar tingkat pelayanan d. kenyamanan dan alokasi fasilitas
9
2.3.4 Terdiri
Promotion (promosi) dari
semua
kegiatan
yang
diambil
oleh
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan dan menyalurkan produknya kepada konsumen sasaran. Sedangkan untuk promosi dapat dilakukan dengan cara: a. strategi periklanan b. penjualan langsung dan bersifat pribadi c. manajemen dan posisi produk Disamping 4P maka khusus untuk pemasaran jasa ditambah 4P berikutnya dalam strategi pelayanan yaitu: (Payne, 2001). 2.3.5
People (Orang) Orang-orang merupakan unsur yang penting baik dalam jasa produksi
maupun penyampaian kebanyakan jasa. Orang-orang secara bertahap menjadi bagian diferensiasi yang mana perusahaan jasa mencoba menciptakan nilai tambah dan memperoleh keunggulan kompetitif. 2.3.6
Process (Proses) Proses merupakan seluruh prosedur, mekanisme dan kebiasaan dimana
sebuah jasa diciptakan dan disampaikan kepada pelanggan, termasuk keputusankeputusan tentang beberapa keterlibatan pelanggan dan persoalan keleluasaaan pelanggan. 2.3.7
Physical Evidence (Bukti Fisik) Adalah wujud dari pelayanan kepada pelanggan sebagai unsur terpenting
dalam pemasaran jasa. Hal ini meliputi konsumen yang menuntut tingkat jasa
10
yang lebih tinggi dan kebutuhan untuk membangun hubungan yang dekat dengan pelanggan. 2.3.8
Performance (Kinerja) Adalah wujud dari aktivitas pelaksanaan yang berimbas kepada konsumen
dimana konsumen merasakan bahwa aktivitas tersebut dilaksanakan atas dasar kemauan dan keinginan yang kuat dalam memuaskan pelanggan.
2.4 Pengertian Jasa dan Kualitas Jasa Menurut Kotler (2000:428) menyatakan definisi jasa adalah “Service is any act or performance that one party can offered to other is essential intangible and does not result in the ownership of anything. Its production may or may not can be tied to physical product”. Artinya: jasa adalah berbagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak yang lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu. Produksinya dapat berkenaan dengan sebuah produk fisik ataupun tidak. Menurut Christopher H. Lavelock dalam “Service Marketing” (2001:312), definisi jasa adalah jasa itu lebih merupakan penampilan kinerja dibanding dengan suatu benda, dan karena jasa merupakan suatu yang tidak berwujud maka jasa hanyalah dirasakan dan dialami bukan dimiliki. Pelanggan diharapkan dapat terlibat secara aktif dalam proses penciptaan pelayanan, delivery, dan pemakaian jasa tersebut.
11
Perusahaan selalu menawarkan kepada pasar beberapa servis. Servis yang ditawarkan tersebut dapat terdiri dari bagian yang terkecil maupun juga bagian yang terbesar. Dalam hal ini ada 5 kategori yang membedakannya, yaitu: Kotler (2000:429) a. Barang berwujud murni (Pure Tangible Good) Penawaran yang utama terdiri dari barang yang berwujud (dapat dilihat) seperti sabun, odol, atau garam. Tidak ada jasa yang mendampingi produk tersebut. b. Barang berwujud yang disertai jasa (Tangible Good With Accompanying Service). Penawarannya terdiri dari barang yang berwujud (yang dapat dilihat) yang didampingi oleh satu atau lebih jasa pendukung untuk menimbulkan daya tarik bagi konsumen. Contoh ruang pameran, pengiriman, perbaikan, pemeliharaan, petunjuk penggunaan dan lain-lain. c. Hybrid Penawaran terdiri dari barang/jasa dengan proporsi yang sama. Contohnya: Restoran didukung oleh makanan dan pelayanannya. d. Jasa utama dengan disertai barang dan jasa tambahan (Major Service With Accompanying Minor Goods And Services) Perusahaan menawarkan jasa sebagai produk utama yang didukung oleh jasa tambahan dan juga didukung oleh produk pendukung. Sebagai contohnya, penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi.
12
e. Jasa Murni (Pure Service) Penawaran yang ditawarkan adalah hanya terdiri dari jasa saja. Contohnya, pengasuh bayi, psikoterapi dan panti pijat. Klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria menurut Lovelock (dalam Fandy Tjiptono, 2000:8) yaitu: a. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada konsumen akhir (pendidikan) dan jasa kepada konsumen organisasional (jasa konsultasi manajemen, jasa konsultasi hukum dan lainnya). Perbedaan utama antar kedua segmen tersebut adalah alasan dalam memilih jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas dari jasa itu. b. Tingkat keberwujudan (tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan dari kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Rented goods service Dalam hal ini, konsumen menyewa dan memakai produk-produk tertentu berdasarkan tarif tertentu selama periode tertentu pula. Owned good service Pada jenis ini, produk-produk yang dimiliki oleh konsumen diperbaiki, dikembangkan atau dipelihara oleh perusahaan jasa. Jenis jasa ini juga meliputi perubahan bentuk pada produk yang dimiliki konsumen. Contohnya jasa reparasi (jam, mobil), perawatan taman dan lain-lain.
13
Non goodsservice Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya, dosen, pemandu wisata dan lain-lain. c. Keterampilan penyedia jasa Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri dari: 1) Professional service (konsultan pajak, dokter, dll) 2) Non professional service (penjaga malam dan supir) Pada jasa yang memerlukan keterampilan yang tinggi dalam proses operasinya, pelanggan cenderung sangat selektif dalam memilih penyedia jasa. Sebaliknya jika tidak diperlukan adanya keterampilan yang tinggi, maka loyalitas pelanggan akan menjadi rendah karena penawarannya sangat besar. d. Tujuan Organisasi jasa Berdasarkan tujuannya, jasa dapat dibagi menjadi commercial service atau profit service (penerbangan, bank dan jasa parsel) dan non profit service (sekolah, yayasan dan museum). Jasa komersial ini masih dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa jenis (Stanton, etzel dan Waker dalam Fandy Tjiptono, 2000) diantaranya yaitu; perumahan atau penginapan, operasi rumah tangga, rekreasi dan hiburan, personal care, perawatan kesehatan, pendidikan swasta, bisnis dan jasa profesional lainnya (biro hukum, pendidikan, konsultan pajak), asuransi, perbankan, transportasi, dan komunikasi.
14
e. Regulasi Dari aspek ini, jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang dan perbankan) dan nonregulated service (seperti katering, dan makelar). f. Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingakat intensitas karyawan, jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment based service ATM (Automatic Teller Machine), vending machine dan binatu dan people based service (karyawan tidak terampil, terampil dan pekerja professional). g. Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan Berdasarkan tingkat ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi highcontact service (seperti universitas, bank dan dokter) dan low-contact service (seperti bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya
tinggi,
keterampilan
interpersonal
karyawan
harus
diperhatikan oleh perusahaan jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan, misalnya keramahan, sopan santun, komunikatif dan sebagainya. Sebaliknya pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan rendah, keahlian teknis karyawan paling tinggi.
2.5 Pemasaran Dalam Pendidikan Untuk membentuk citra baik terhadap lembaga, dalam rangka menarik minat
sejumlah
calon
siswa,
lembaga
pendidikan
swasta
telah
menggunakan/mengembangkan berbagai upaya strategi yang dikenal dengan
15
upaya strategi bauran pemasaran. Strategi ini termasuk ke dalam bidang total marketing plan seperti yang dikemukakan pendapat dari Paul Jedamus dari Alma (2005: 372) yaitu total marketing plan must be a part of larger institutional plan. Total marketing plan refers to a comprehensive two way process that includes not only traditional student recruitment activities but also market research involving employer and potential student need surveys, image analysis, understanding of demand cycle, community and student profile studies, program evaluation and retention surveys. Artinya bahwa keseluruhan perencanaan marketing harus menjadi bagian yang paling penting dari perenacaan sebuah organisasi. Rancanangan marketing harus mengacu pada tindakan yang komprehensif mencakup dua aktivitas besar yaitu tidak hanya merekrut siswa tetapi lebih dari itu mengetahui keterkaitan dengan kebutuhan penelitian yang mengarah pada survey untuk siswa yang potensial, analisis citra, lingkaran kebutuhan, komunitas dan profil siswa termasuk program evaluasi. Proses perencanaan dan pelaksanaan strategi pemasaran pada lembaga pendidikan dapat dilihat elemen bauran pemasaran yang terdiri atas 4 P tradisional ditambah
elemen 4P lagi yaitu People, Physical Evidence, Process dan
Performance dalam mempengaruhi calon siswa, sehingga mereka mau mendaftar masuk lembaga pendidikan. Informasi tentang 8 P tersebut akan diperoleh oleh siswa dari berbagai sumber seperti dari mass media, orang tua, famili, alumni, guru sekolah, siswa yang masih aktif dalam bangku penidikan dan sebagainya. Apabila sebuah lembaga pendidikan sudah mencoba melaksanakan kegiatan marketing, yang berorientasi ke konsumen, maka seluruh personil staf
16
baik guru maupun tenaga administrasi dan karyawan penunjangnya harus menghayati apa misi mereka dan bisnis mereka dengan pendekatan marketing sehingga memaksa guru dan personil yang terlibat dalam lembaga pendidikan swasta untuk menganalisa intra dan ekstra kurikuler, fasilitas pendidikan, suasana belajar mengajar dan sebagainya, sehingga kegiatan mereka selalu terpusat kepada perbaikan mutu pelayanan. Nampaknya sekarang ini organisasi apapun bahkan perseorangan dalam dunia pendidikan tidak bisa mengabaikan pendekatan marketing, seperti dinyatakan Morris dalam Alma (2005:374) yaitu “in short, no organization, whether it be business or not business, can avoid marketing. The choice is whether to do it well or poorly”. Pendek kata, tiada organisasi, apapun bentuknya baik yang melakukan bisnis ataupun tidak mampu menghindari marketing. Pilihannya adalah melakukan dengan sungguh-sungguh atau tidak. Para konsumen membeli sesuatu, bukan hanya sekedar membutuhkan barang itu, akan tetapi ada sesuatu yang lain yang diharapkannya. Sesuatu yang lain itu sesuai dengan citra yang terbentuk dalam dirinya. Oleh sebab itu penting sekali organisasi memberi informasi kepada publik agar dapat membentuk citra yang baik. Levitt dalam Alma (2005:375) menyatakan bahwa “the marketing imagination is the starting point of success in marketing” (khayalan marketing adalah titik awal sebuah suksesnya organisasi dalam melakukan pemasaran) . Tidak dapat dipungkiri bahwa guru, adalah sumber daya yang sangat potensial bagi lembaga pendidikan, karena guru dapat memberikan pelayanan dengan mutu
17
tinggi kepada siswa, dan guru adalah sebagai agen marketing yang menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para siswa. Para siswa yang baru masuk sebuah lembaga pendidikan akan sangat terkesan oleh guru yang dapat memberi semangat dan harapan kepada para siswa, dengan berbagai cara dan gayanya memberi pelajaran. Untuk menghindari adanya gejala konsumerisme, maka perlu sekali lembaga pendidikan menempatkan tenaga guru yang bermutu dalam jajaran staf pengajarannya, sebab guru bermutu dapat menimbulkan citra (image) dan efek positif berganda terhadap lembaga pendidikan itu sendiri. Istilah image ini mulai popular sejak tahun 1950-an, yang dikemukakan dalam berbagai konteks seperti image terhadap organisasi, image terhadap perusahaan, image nasional, image terhadap merk atau brand image, image publik, self-image dan sebagainya. Definisi image menurut Kotler dalam Alma (2005) adalah ”an image is the sum of beliefs. Ideas, and impressions that a person has of an object”. Image adalah kepercayaan, ide dan impresi seseorang terhadap sesuatu. Citra ini tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi citra ini adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang sesuatu.
Citra terbentuk dari bagaimana perusahaan
melaksanakan kegiatan operasionalnya, yang mempunyai landasan utama pada segi layanan, antara lain:
18
a. Mirror Image (Cermin Citra) Suatu perusahaan atau organisasi harus mampu melihat sendiri bagaimana image yang mereka tampilkan dalam melayani publiknya. Lembaga harus dapat mengevaluasi penampilan mereka apakah sudah maksimal dalam memberi layanan atau masih dapat ditingkatkan lagi, ini disebut mirror image. b. Multiple Image (Rangkap Citra) Adakalanya
anggota
masyarakat
memiliki
berbagai
image
terhadap
perusahaan, misalnya ada yang sudah merasa puas, bagus dan ada yang merasa masih banyak kekuarangan dan perlu diperbaiki. Ada yang merasa puas untuk sebagian layanan, dan tidak merasa puas dengan sektor layanan lain. Ini dinamakan multiple image. c. Current Image (Citra Saat Ini) Bagaimana citra terhadap perusahaan pada umumnya ini dinamakan current image. Current image ini perlu diketahui oleh seluruh karyawan perusahaan, sehingga dimana ada kemungkinan image umum ini dapat diperbaiki. Jadi image dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap sesuatu, sehingga akhirnya dipakai sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan, karena image dianggap mewakili totalitas pengetahuan terhadap sesuatu. Lembaga pendidikan dan juga lembaga non profit lainnya, mencari dana yang diperlukan untuk menjalankan organisasi. Dana ini diperoleh dari orang-orang yang berhubungan dengan organisasi. Oleh sebab itu agar dana lebih mudah mengalir, maka perlu dibentuk image yang baik terhadap organisasi. Masalah image ini pada seseorang, mungkin saja tidak tepat,
19
karena apa yang dialaminya tidak sama dengan apa yang dialami oleh orang lain. Disinilah perlunya organisasi harus setiap saat memberi informasi yang diperlukan oleh publik. Image terhadap suatu lembaga pendidikan, terbentuk berdasarkan banyak unsur yang berkumpul dalam bentuk komponen. Banyak komponen yang akhirnya membentuk image, yaitu reputasi akademis atau mutu akademik dari suatu lembaga pendidikan, penampilan sekolah, biaya, lokasi, jarak dari rumah tempat tinggal, kemungkinan karir masa depan, kegiatan sosial dari lembaga dan sebagainya.
2.6 Peranan Bauran Pemasaran dalam Pendidikan Elemen-elemen strategi bauran pemasaran ini terdiri atas empat P ditambah dengan P ke lima, yaitu : P1 = Product Produk ini merupakan hal yang paling mendasar (the most crucial determinant) yang akan menjadi pertimbangan preferensi pilihan bagi calon. Bauran produk dalam strategi ini dapat berupa diferensiasi produk akan memberikan dampak terhadap kesempatan lapangan kerja dan menimbulkan citra terhadap nama yayasan pendidikan tersebut, dan terhadap mutu produk itu sendiri. P2 = Price Elemen ini berjalan sejajar dengan mutu produk. Apabila mutu produk baik, maka calon siswa berani membayar lebih tinggi. Bila SPP dinaikkan apakah minat masuk lembaga pendidikan akan berkurang atau tidak tetapi sepanjang SPP
20
tersebut masih dirasa dalam batas keterjangkauan siswa. Akan tetapi adapula yang menetapkan SPP tinggi sekali, peminatnya tetap banyak. Ini disebabkan karena situasi kelangkaan penyedia jasa pendidikan yang bermutu (sekurang-kurangnya menurut persepsi konsumen), melihat siapa di belakang pengelola jasa pendidikan tersebut. Malahan pernah ada lembaga pendidikan baru muncul dengan harga tinggi, dan peminatnya besar. Hal ini merupakan titik “skimming price” yang terkenal dalam marketing, diimbangi dengan bayangan mutu meyakinkan. P3 = Place Pada umumnya para pimpinan lembaga pendidikan swasta sependapat bahwa lokasi, letak sekolah yang mudah dicapai kendaraan umum, cukup berperan sebagai bahan pertimbangan calon siswa untuk memasuki lembaga pendidikan tersebut. Demikian pula para siswa menyatakan bahwa lokasi suatu sekolah turut menetukan pilihan mereka, mereka menyenangi lokasi di kota dan yang mudah dicapai kendaraan umum. P 4 = Promosi Elemen promosi berlebihan mempunyai hubungan korelatif negatif terhadap daya tarik peminat. Dan ternyata lembaga pendidikan swasta yang kuat melaksanakan promosi lebih rendah dari pada yang lemah. P 5 = Physical Evidence Adalah berupa tampilan bangunan, laboratorium, lapangan olahraga, pertaman n dan sebagainya.
21
P 6 = People Ini dapat berupa perilaku unsur pimpinan lembaga pendidikan, tercermin pada siapakah yang memimpin lembaga pendidikan nantinya.
Dengan demikian
strategi memilih siapa pimpinan yang akan diangkat, tidak diragukan lagi peranannya dalam mengangkat citra lembaga pendidikan swasta tersebut. Demikian pula unsur people lainnya, berupa guru beserta seluruh jajaran karyawan yang melayani siswa. P 7 = Process, yaitu bagaimana proses yang dialami siswa selama dalam pendidikan, misalnya proses tentamen, proses bimbingan, proses ujian, dan sebagainya.
2.7 Sejarah Pendidikan Menengah di Indonesia Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah Menengah Atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari Kelas 10 sampai Kelas 12. Pada tahun ajaran 1994/1995 hingga 2003/2004, sekolah ini disebut Sekolah Menengah Umum (SMU). Pada tahun kedua (yakni Kelas 11), siswa SMA dapat memilih salah satu dari 3 jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni Kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan Sekolah Menengah Atas dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.
22
Pelajar Sekolah Menengah Atas umumnya berusia 15-18 tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah, yakni Sekolah Dasar (atau sederajat) 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah Menengah Atas diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan Sekolah Menengah Atas Negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, Sekolah Menengah Atas Negeri merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Program pembinaan pendidikan menengah yang mencakup Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA) ditujukan untuk (1) memperluas jangkauan dan daya tampung SMU, SMK, dan MA bagi seluruh masyarakat; dan (2) meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah dan masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan; (3) meningkatkan kualitas pendidikan menengah sebagai landasan bagi peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan kebutuhan dunia kerja; (4) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan yang tersedia, (5) meningkatkan keadilan dalam pembiayaan dengan dana publik, (6) meningkatkan efektivitas pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, (7) meningkatkan kinerja personel dan lembaga pendidikan,
23
(8) meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung program pendidikan, dan (9) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Sasaran yang akan dicapai oleh program pembinaan pendidikan menengah sampai dengan akhir tahun 2010 adalah (1) meningkatnya Angka Partisipasi Kasar (APK) SMU, SMK dan MA; (2) meningkatnya daya tampung termasuk untuk lulusan SLTP dan MTs sebagai hasil penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun sebanyak 5,6 juta siswa; (3) mewujudkan organisasi sekolah di setiap kabupaten/kota yang lebih demokratis, transparan, efisien, terakunkan (accountable), serta mendorong partisipasi masyarakat; dan (4) terwujudnya manajemen pendidikan
yang berbasis sekolah/ masyarakat
(school/community based management) dengan mengenalkan konsep dan merintis pembentukan Dewan Sekolah di setiap kabupaten/kota serta pemberdayaan atau pembentukan Komite Sekolah di setiap sekolah. Mengutip sumber (www.depdiknas.go.id) dari Departemen Pendidikan Nasional bahwa dalam rangka kegiatan pemerataan pendidikan khususnya jenjang menengah adalah (1) membangun sekolah dengan prasarana yang memadai, termasuk sarana olahraga, baik di perkotaan maupun di pedesaan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, potensi daerah, pemetaan sekolah, kondisi geografis, serta
memperhatikan keberadaan sekolah swasta; (2)
menerapkan alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat kurang beruntung yaitu masyarakat miskin, berpindah-pindah, terisolasi, terasing, minoritas, dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan; (3) memberikan kepada siswa yang berprestasi dan/atau dari keluarga yang tidak mampu, dengan
24
mempertimbangkan peserta didik perempuan secara proporsional; dan (4) memberikan subsidi untuk sekolah swasta, yang diprioritaskan pada daerahdaerah yang kemampuan ekonominya lemah, seperti dalam bentuk imbal swadaya dan bentuk bantuan lainnya. Kegiatan berikutnya adalah upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan menengah melalui : (1) meningkatkan kemampuan profesional dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan lainnya, antara lain melalui pemberian akreditasi dan sertifikasi mengajar bidang tertentu yang ditinjau dan dievaluasi secara periodik, serta penyempurnaan sistem angka kredit untuk peningkatan karier guru;
(2) menyusun kurikulum yang berbasis kompetensi
dasar sesuai dengan kebutuhan dan potensi pembangunan daerah, mampu meningkatkan kreativitas guru, inklusif dan tidak bias gender sesuai dengan kapasitas peserta didik, serta menekankan perlunya peningkatan keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, kesehatan jasmani, kepribadian yang berakhlak mulia, beretos kerja, memahami hak dan kewajiban, serta meningkatkan penguasaan ilmu-ilmu dasar (matematika, sains dan teknologi, bahasa dan sastra, ilmu sosial, dan bahasa Inggris); (3) meningkatkan standar mutu nasional secara bertahap agar lulusan pendidikan menengah mampu bersaing dengan lulusan pendidikan menengah di negara-negara lain; (4) menerapkan kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi tuntutan persyaratan tenaga kerja; (5) mengembangkan lomba karya ilmiah dan sejenisnya yang disesuaikan dengan standar yang dipakai di dunia pendidikan internasional; (6) melakukan pendekatan pada dunia usaha dan dunia industri untuk melakukan
25
kerja sama dengan sekolah-sekolah menengah, khususnya pendidikan menengah kejuruan dalam mengembangkan perencanaan, pengembangan materi pelajaran, implementasi kegiatan, dan penilaian program pengajaran; (7) mengembangkan program-program keterampilan/kejuruan pada SMU dan MA yang sesuai dengan lingkungan setempat atau tuntutan dunia kerja setempat agar para lulusan SMU dan MA yang tidak memiliki peluang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dapat bersaing dalam memasuki dunia kerja; (8) meningkatkan pengadaan, penggunaan, dan perawatan sarana dan prasarana pendidikan termasuk buku dan alat peraga, perpustakaan, dan laboratorium bagi sekolah-sekolah negeri dan swasta secara bertahap; (9) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar melalui pemetaan mutu sekolah, penilaian proses dan hasil belajar secara bertahap dan berkelanjutan serta pengembangan sistem dan alat ukur penilaian pendidikan yang lebih efektif untuk meningkatkan pengendalian dan kualitas pendidikan; dan (10) meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas kinerja kelembagaan dan pengelolaan sumber dana sehingga peran dan tanggung jawab sekolah-sekolah, pemerintah daerah termasuk lembaga legislatif dan masyarakat dalam upaya peningkatan mutu pendidikan makin nyata. Sedangkan kegiatan pokok lainnya adalah upaya peningkatan manajemen pendidikan menengah melalui : (1) melaksanakan demokratisasi dan desentralisasi pendidikan antara lain dengan pembentukan dan peningkatan peranan Komite Sekolah meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah, serta mendorong daerah untuk melaksanakan rintisan penerapan konsep pembentukan Dewan Sekolah; (2) mengembangkan manajemen
26
berbasis sekolah (school based management) untuk meningkatkan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan; (3) meningkatkan partisipasi masyarakat agar dapat menjadi mitra kerja pemerintah yang serasi dalam pembinaan pendidikan menengah; (4) mengembangkan sistem akreditasi secara adil dan merata, baik untuk sekolah negeri maupun swasta; (5) mengembangkan sistem insentif yang mendorong kompetisi yang sehat antar lembaga dan personel sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan; (6) memberdayakan personel dan lembaga antara lain dilakukan melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional. Program pemberdayaan ini perlu diikuti dengan pemantauan dan evaluasi secara bertahap dan intensif agar kinerja sekolah dapat bertahan sesuai dengan standar mutu pendidikan yang ditetapkan; (7) meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan, yang tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan (8) merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen.
27