5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak a. Pengertian Rekayasa Piranti Lunak Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Baver pada suatu konferensi. Rekayasa piranti lunak adalah penetapan dan penggunaan prinsip prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu yang terpercaya dan bekerja efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19).
b. Paradigma Rekayasa Piranti Lunak Terdapat 5 paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering disebut juga Waterfall Model, Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall Model. Menurut Pressman (1992, p20-21), ada 6 (enam) tahap dalam Waterfall Model seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya
6
: Gambar 2.1 Waterfall Model
a. Rekayasa Sistem (Sistem Engineering) Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus berinteraksi dengan elemen – elemen lain, seperti hardware, manusia dan database. b. Analisis Kebutuhan Perangkat Lunak (Software Reguirement Analysis) Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi – fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antar muka piranti lunak tersebut.
7 c. Perancangan (Design) Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada 4 atribut program yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter antar muka. Proses perancangan menterjemahkan kebutuhan kedalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean. d. Pengkodean (Coding) Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan membuat program. e. Pengujian (Testing) Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji. f. Pemeliharaan (Maintenance) Karena kebutuhan pemakai selalu meningkat, maka piranti lunak yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi kebutuhan pemakai terhadap fungsi – fungsi baru yang dapat ditimbulkan karena munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru.
2.2 Interaksi Manusia Dan Komputer Dalam
suatu sistem atau program yang interaktif, karena itu penggunaan
komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program yang interaktif yang membuat
8 orang tertarik untuk menggunakannya. Program yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa senang dan berinteraksi dengan baik dalam menggunakannya.
a. Program Interaktif Suatu program yang interaktif dan baik yang bersifat user friendly. Shneiderman (1998, P15) menjelaskan 5 kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user friendly, yaitu : 1. .Waktu belajar yang tidak lama. 2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat. 3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah. 4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu. 5. Kepuasan pribadi. Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang dengan suatu perangkat bantu pengembangan sistem antar muka, seperti Visual Basic, Borland Delphi dan sebagainya. Keuntungan penggunaan perangkat bantu untuk mengembangkan antar muka menurut Santoso (1997,P7), yaitu : 1. Antar muka yang dihasilkan menjadi lebih baik. 2. Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih ekonomis untuk dipelihara.
b. Pedoman Untuk Merancang User Interface Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program guna mendapatkan suatu program yang user friendly.
9 Menurut Shneiderman (1998, P74-75) untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan 8 aturan utama dibawah ini yang dikenal sebagai delapan aturan emas, yaitu : 1. Strive for concistency (Bertahan dan konsiten). 2. Enable frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna sering memakai shortcut). 3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang informatif). 4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi). 5. Offer simple error handling (Penangganan kesalahan yang sederhana). 6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (Undo) dengan mudah). 7. Support internal locus of control (Pemakai menguasai sistem/inisiator bukan responden). 8. Reduce short term memory load (Mengurangi beban ingatan jangka pendek dimana manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informasi sehingga perancangannya harus sederhana).
c. Pedoman Merancang Tampilan Data Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam merancang tampilan data yang baik menurut Smith & Mosier yang dikutip oleh Shneiderman (1998, P80), yaitu : 1) Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya harus standar.
10 2) Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang lain. 3) Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan pemasukan data. 4) Fleksibilitas kendali pengguana terhadap data. Pemakai harus dapat memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling memudahkan.
d. Teori Waktu Respons Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman (1998, P352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas (misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai komputer menampilkan hasilnya didisplay atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu respons pada suatu program menurut Sneiderman (1998, P367), yaitu: 1) Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek. 2) Waktu respons yang lebih panjang (lebih dari 15). Mengganggu. 3) Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna berfikir lebih pendek. 4) Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktifitas, tetapi juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan. 5) Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya : a. Untuk mengetik, mengerakkan kursor, memilih dengan mouse 50 – 150 mili detik. b. Tugas sederhana yang sering : < 1 detik. c. Tugas biasa : 2 – 4 detik.
11 d. Tugas kompleks : 8 – 12 detik. 6) Pemakai harus diberitahu mengenai penundaan yang panjang.
2.3 Teori State Transition Diagram (STD) State Transition Diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada waktu tertentu. Komponen – komponen utama STD adalah : 1. State, disimbolkan dengan :
State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan. Ada 2 jenis state, yaitu : state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak lebih dari 1. 2. Arrow, disimbolkan dengan : Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi aturan. Label tersebuut menunjukan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi. 3. Condition dan action, disimbolkan dengan : Condition
State 1
Action
State 2
12 Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi, yaitu condition dan action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem, sedangkan action adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan keluaran atau tampilan.
2.4 Landasan Teori Statistik 2.4.1 Peranan Stastistika Dalam Penelitian Percobaaan Penggunan statitika dalam kegiatan penelitian pada dasarnya dimaksudkan agar penelitian sebagai suatu proses belajar menjadi lebih efisien. Barizi (1984) dalam suatu makalahnya telah mengungkapkan secara ringkas beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perancangan ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Respons yang diberikan oleh objek 2. Keadaan tertentu yang sengaja diciptakan untuk menciptakan menimbulkan respons 3. Keadaan lingkungan serta keragaman alamat objek yang dapat mengacaukan penelaahan mengenai respons yang terjadi. Karena itu dalam perancangan suatu percobaan ketiga hal itu perlu benar-benar diperhatikan. Rancangan mengenai ketiga hal itu dalam sutu perancangan percobaan masing-masing disebut rancangan respons, rancangan perlakuan dan rancangan percobaan.
13
2.4.1.1 Rancangan Perlakuan Dalam suatu percobaan hendaknya perlu dipikiran secara masak-masak perlakuan-perlakuan apa saja yang akan dicoba dalam percobaan itu. Variasi perlakuan yang akan dicoba sangat ditentukan oleh tujuan percobaan atau pertanyaan – pertanyaan yang ingin diperoleh jawabannya melalui suatu percobaan. Pertelaahan mengenai perlakuan yang akan dicoba, bagaimana kaitan perlakuan yang satu dengan lainnya dalam hubungannya dengan respons yang akan diperhatikan dari satuan – satuan percobaan, merupakan suatu rancangan perlakuan. Rancangan perlakuan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu percobaan dan perlu disusun sebaik-baiknya, karena merupakan strategi utama bagi peneliti dalam menjaring keterangan yang ingin diperoleh dari percobaan itu. Dalam melaksanakan suatu percobaan sangat terbatas, maka hendaknya pertanyaan-pertanyaan yang ingin diperoleh dari satu kali percobaan seyogyiannya dibatasi pada yang benar benar penting saja serta perlu dirumuskan dengan jelas. Dalam suatu rancangan perlakuan yang baik sudah terkandung berbagai perlakuan yang dipelajari serta seberapa jauh generalisasi dapat dibuat dari kesimpulan yang dihasilkan dari suatu percobaan. Perlakuan dapat digolongkan menjadi beberapa macam,yaitu 1. Perlakuan tak berstruktur yang dibagi menjadi a. Perlakuan tetap ( fixed ) b. Perlakuan acak ( random )
14 2. Perlakuan berstruktur yang dibagi menjadi a. Pelakuan berhiraki atau tersarang ( nested ) b. Perlakuan bergradien atau regresi c. Perlakuan berfaktor
2.4.1.2 Rancangan Percobaan Setelah rancangan perlakuan tersusun, selanjutnya perlu diperhatikan bagaimana keadaan lingkungan dimana percobaan itu akan diadakan serta bagaimana keadaan bahan percobaan yang akan digunakan..Sesungguhnya yang ingin dipelajari dari suatu percobaan ialah bagaimana pengaruh berbagai perlakuan terhadap satuan – satuan percobaan yang dicerminkan oleh respons yang diberikan oleh satuan – satuan percobaan tersebut. Dengan demikian agar pengaruh perlakuan ini dapat terlihat jelas, maka keseragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan lingkuyngan serta keadaan bahan percobaan yang digunakan hendaknya jangan sampai mengaburkan atau mengacaukan perlakuan yang diujicobakan. Pada dasarnya rancangan percobaan merupakan pengaturan pemberian perlakuan kepada satuan – satuan percobaan dengan maksud agar keseragaman respons yang ditimbulkan oleh keadaan lingkungan dan keheterogenan bahan yang digunakan dapat diwadahi dan disingkirkan
15
2.4.1.3 Rancangan Respons Perancangan respons menyangkut pemilihan sifat atau karakteristik satuan percobaan yang akan digunakan untuk menilai atau mengukur pengaruh perlakuan serta bagaimana cara melakukan penilaian atau pengukuran itu. Yang perlu diperhatikan ialah apakah sifat atau karakteristik yang dipilih itu memang relevan dan dapat mencerminkan pengaruh berbagai perlakuan yang dipelajari. Respons yang digunakan untuk menilai pengaruh perlakuan dapat berupa sifat – sifat fisik ( kuantitatif ) yang biasanya tidak menjadi masalah karena dapat dilakukan secara obyektif serta alat – alat pengukur sering sudah tersedia, sedangkan untuk respons yang ingin diukur berupa tingkah laku , selera , fungsi suatu organ , ketahanan terhadap suatu penyakit ( kualitatif) maka sering sekali pengukurannya tidak mudah karena bersifat subjektif serta pedoman pelaksanaan pengukuran belum baku.
2.4.2 Percobaan Faktorial Percobaan Faktorial adalah suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Sekumpulan kombinasi perlakuan tersebut yang dinyatakan dengan kata factorial. Beberapa keuntungan dari percobaan factorial adalah ; 1. Lebih efisien dalam menggunakan sumber - sumber yang ada 2. Informasi yang diperoleh lebih komprehensif, karena mempelajari berbagai interaksi yang ada. 3. Hasil percobaan dapat diterapkan dalam suatu kondisi yang lebih luas karena mempelajari kombinasi dari berbagai faktor.
16 Konsekuensi dari beberapa keuntungan di atas adalah analisis statistika menjadi lebih kompleks, terdapat kesulitan dalam menyediakan satuan percobaan yang relatif homogen, serta pengaruh dari kombinasi perlakuan tertentu mungkin tidak berarti apaapa sehingga terjadi sumber daya yang ada. Dan penulis merancang suatu aplikasi percobaan yang metodanya menggunakan perlakuan berfaktor dalam penyusunan skripsi ini dengan berfaktor dua(2) .
2.5 Metoda Respons Permukaan ( Response Surface Methods ) Metoda Respons Permukaan (Response Surface Methodology) adalah suatu teknik – teknik statistika yang berguna untuk menduga pengaruh linear kuadratik dan interaksi faktor antar variabel yang ada serta mengoptimumkan respons tersebut dengan menggunakan jumlah data percobaan yang minim. . Dengan demikian, metodologi permukaan respons dapat dipergunakan oleh peneliti untuk 1. Mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respons yang akan datang 2. Menentukan nilai – nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam metodologi permukaan respons kita akan mendefinisikan variabel-variabel bebas sebagai X1,X2,...................,Xk, dimana variabel – variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanap kesalahan, sedangkan respons yang didefinisikan sebagai variabel takbebas Y diasumsikan merupakan variabel acak (random variabel).
17 Jika dalam suatu percobaan yang diteliti hanya terdapat satu variabel takbebas, dalam hal ini k=1, maka dapat dinyatakan dalam fungsi matematik sebagai berikut: Y= f(X) + є Dimana Y = respons dari prosese yang diamati X = variabel bebas Є = komponen galat acak (random error component) Maka fungsi respons ordo kedua (second order response function ) dapat digambarkan dalam dua dimensi seperti tampak dalam gambar 2.2
Jika dalam suatu percobaan yang diteliti hanya terdapat dua variabel takbebas, dalam hal ini k=2, contohnya adalah bahwa peneliti ingin menentukan temperatur (X1)
18 dan menentukan tekanan (X2) yang memaksimumkan hasil dari proses Y yang akan diamati sehingga dapat dinyatakan dalam fungsi matematik sebagai berikut: Y= f(X1 ,X2) + є Dimana Y = respons dari proses yang diamati X1 = Temparatur X2 = Tekanan Є = komponen galat acak (random error component) Dalam kasus k=2 dan apabila kita ingin menggambarkan permukaan dari respons ordo kedua secara grafik, maka prosedur yang ditempuh ialah menggambarkan kontur-kontur (counturs) dari respons yang diharapkan yang bersifat konstan sehingga membentuk permukaan respons seperti dalam gambar 2.3
Gambar 2.3 Permukaan respons dari fungsi respons ordo kedua untuk k=2 Untuk fungsi k>= 2 dicirikan oleh permukaan – permukaan dari respons konstan yang diharapkan. Analisis untuk menduga fungsi respons ini sering disebut sebagai analisis permukaan respons atau sering juga disebut sebagai teknik permukaan respons.
19 Langkah – langkah prosedural untuk analisis permukaan respons tercakup dalam pokok bahasan metodologi permukaan respons. Pada dasarnya analisis permukaan respons adalah serupa dengan analisis regresi berdasarkan mtoda kuadrat terkecil ( Least squares method) , hanya saja dalam analisis permukaan respons diperluas dengan menerapkan teknik – teknik matematik untuk menentukan titik – titik optimmum agar dapat ditemukan respons yang optimum ( maksimum atau minimum) Dengan
kebanyakan
masalah
yang
dihadapi,
bentuk
hubungan
yang
sesungguhnya antara respons dan variabel-variabel bebas tidak diketahui. Dalam kasus semacam ini, maka langkah pertama dari metodologi permukaan respons adalah mencari atau menentukan suatu pendekatan yang cocok untuk menggambarkan hubungan fungsional yang tepat diantara respons Y dan sekumpulan varibel bebas yang dispesifikasikan. Biasanya, pada tahap awal dirumuskan model regresi polinomial dengan ordo yang rendah, berordo satu yang tidak lain merupakan regresi linear, sebagai berikut:
Y=β0 + β1X1+ β2X2+.....+ βkX. k+ є ............................................................................1
Jika terdapat lengkungan (curvature) dalam sistem, maka model polinomial dengan derajat yang lebih tinggi dapat dirumuskan, seperti misalnya model polinomial ordo kedua berikut:
k
k
Y=β0 + ∑ βiXi + ∑ βiiXi 2 + ∑ ∑ βijXiX j + є i=1
i=1
i
j
.....................................................2i<j
.....................................................2
20 Dalam kebanyakan masalah metodologi permukaan respons menggunakan salah satu model polinomial dari fungsi (1) dana fungsi (2), tapi belum tentu semua bentuk fungsional akan cocok dengan model polinomial, tetapi biasanya dalam “ daerah “ yang realatif kecil ( daerah percobaan yang relatif tidak luas) akan dapat didekati dengan baik dengan model polinomial. Metode Kuadrat terkecil ( least square method ) akan dipergunakan untuk menduga parameter model regresi polinomial yang biasanya dipergunakan pada analisi regresi. Analisis permukaan respons dikerjakan dalam bentuk penetapan permukaan yang cocok. Apabila permukaan respons telah dapat ditetapkan atau diperkirakan dengan baik, maka analisis terhadap permukaan respons itu pada dasarnya akan serupa atau mendekati analisis terhadap sistem aktual ( sistem konkrit). Parameter model akan dapat diduga dengan lebih efektif apabila digunakan rancangan percobaan yang sesuai untuk mengumpulkan data percobaan. Rancangan – rancangan untuk menetapkan permukaan respons sering disebut sebagai rancangan permukaan respons ( Response Surface Design), dan penulis akan membahas rancangan permukaan respons khususnya yang berordo dua (2) dan berfaktor dua (2) di sub bab berikutnya secara mendalam.
2.5.1 Rancangan Permukaan Respons Ordo Kedua Suatu rancangan percobaan untuk membangun model polinomial ordo kedua harus memiliki paling sedikit tiga taraf dari setiap faktor yang dicobakan agar paramater model dapat diduga. Rancangan percobaan itu dipilih berdasarkan pertimbangan : 1. Ketelitian relatif dalam menduga koefisien parameter model 2. Banyaknya pengamatan yang dibutuhkan
21 Rancangan percobaan yang dapat dipergunakan untuk membangun model ordo kedua adalah rancangan faktorial 3k , yaitu suatu percobaan faktorial yang masing – masing faktor terdiri dari tiga taraf. Untuk faktor yang dicobakan berukuran kecil, katakalah k=2 atau k=3, maka rancangan percobaan faktorial 3k , dalam hal ini 32 atau 33 cukup baik untuk dipergunakan . Namun apabila ukuran faktor yang dicobakan adalah besar, katakanlah k=4, maka penggunaan rancangan faktorial 3k akan membutuhkan data pengamatan yang banyak dan hal ini mengakibatkan penggunaan penggunaan rancangan faktorial 3k menjadi tidak efisien. Sebagai misalnya apabila k=2 (banyakan faktor yang dicobakan adalah 2), maka penggunaan rancangan faktorial 3k = 32 akan membutuhkan paling sedikit 9 buah data pengamatan dalam menduga model polinomial ordo kedua. Jika setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak dua kali,, maka membutuhkan 9 X 2 = 18 buah data pengamatan dalam menduga model ordo kedua. Begitu pula jika k=4, berarti membutuhkan paling sedikit 3k = 34 = 81 buah data pengamatan dalam menduga ordo kedua. Keadaan ini akan meningkat secara cepat apabila k berukuran besar. Berdasarkan kenyataan ini, maka para peneliti lebih suka mengunakan rancangan permukaan respons ordo kedua yang tergolong ke dalam kelompok rancangan dapatputar ( rotatable design ). Penggunaan rancangan percobaan dari kelompok rancangan dapat-putar dalam membangun ordo kedua akan menghemat bahan percobaan karena banyaknya data pengamatan yang diperlukan dalam membangun model ordo kedua jauh lebih sedikit. Salah satu bentuk rancangan permukaan respods ordo kedua yang telah diterapkan secara luas adalah rancangan respons ordo kedua yang telah diterapkan secara luas adalah rancangan komposit pusat ( Central Composite Design ).
22 Pada dasarnya rancangan komposit pusat adalah rancangan faktorial ordo pertama ( 2k ) yang diperluas melalui penambahan titik- titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan respons ordo kedua. Dengan demikian, rancangan komposit pusat dapat dipandang sebagai status faktorial 2k atau faktorial sebagian ( fractional factorial ) yang diperluas dengan matriks tambahan berikut
X1
X2
X3
............ Xk
0
0
0
............
0
-α
0
0
............
0
α
0
0
............
0
0
-α
0
............
0
0
α
0
............
0
0
0
-α
............ 0
0
0
α
............
0
................................................... 0
0
0
............ -α
0
0
0
............. α
Nilai – nilai α dalam matriks tambahan terhadap rancangan faktorial 2k dipilih oleh peneliti. Berbagai pertimbangan dapat dipergunakan dalam memilih nilai α, namum pada umumnya peneliti menetapkan nilai α berdasarkan formula berikut:
23
α = 2 k/4 untuk ulangan penuh α = 2 (k-1)/4 untuk setengah ulangan
........................................................(3)
Secara umum kita boleh mendefinisikan rancangan komposit pusat sebagai suatu rancangan percobaan faktorial 22 atatu faktorial sebagian ( biasanya diberi kode +1 atau -1 ) ditambah dengan 2k titik – titik sumbu ( ±, 0 , 0 ,......,0) , ( 0, ± , 0 ,......,0), ( 0 , 0, ± , 0 , ......,0),................., ( 0 , 0 ,0......, ±) serta n0 titik pusat (0,0,.......,0). Disini α ditentukan berdasarkan persamaan ( 3 ), sedangkan n0 adalah konstanta tertentu . Rancangan komposit pusat untuk k =2 ditunjukan dalam gambar 2.4
Gambar 2.4 Rancangan Umum Komposit Pusat
24 Sifat dari rancangan komposit pusat yang dapat-putar selain dikendalikan melalui penetapan nilai α berdasarkan persamaan (3) juga dikendalikan melalui pemilihan banyaknya titik pusat , n0. Dengan pemilihan yang tepat dari n0 akan membuat rancangan komposit pusat yang bersifat ortogonal atau dapat pula di buat sehingga menjadikan suatu rancangan yang memiliki ketelitian seragam ( uniform precision design ). Dalam rancangan yang memiliki ketelitian seragam akan menghasilkan ragam dari Y pada titik asal (origin) sama dengan ragam dari Yperkiraan . Berdasarkan dari Raymond H. Myres (P 153) dalam Tabel 2.1 mengemukakan parameter rancangan untuk rancangan komposit pusat dapat-putar yang bersifat ortogonal dan yang bersifat memiliki ketelitian seragam. Tabel 2.1 Parameter Rancangan Komposit Pusat Dapat – Putar dengan K=2 Bersifat Ortogonal dan Ketelitian Seragam Parameter no (ks)
Titik Sumbu K=2 Keterangan : no (ks) no (ortogonal) n (ks) n (ortogonal) α
4
5
no (ortogonal)
8
n (ks)
13
n (ortogonal)
16
= Banyaknya titik pusat ( ulangan pada titi pusat ) yang diperlukan agar memenuhi sifat seragam dari rancangan komposit pusat. ketelitian = Banyaknya titik pusat ( ulangan pada titik pusat ) yang diperlukan agar memenuhi syarat dari rancangan komposit pusat ortogonal = Banyaknya data pengamatan yang diperlukan oleh rancangan komposit pusat yang ketelitian seragam bersifat = Banyaknya data pengamatan yang diperlukan oleh rancangan komposit pusat yang bersifat ortogonal = Nilai yang ditetapkan bagi parameter α dalam matriks rancangan komposit pusat berdasarkan persamaan 3
α
1.414
25
2.6 Metode Dakian Tercuram (STEEPEST ASCENT METHOD ) Dalam kebanyakan masalah percobaan, sering sekali kita tidak mengetahui secara pasti dimana kita akan menentukan lokasi titik maksimun itu berada, dengan demikian dapat saja terjadi bahwa dugaan awal tentang kondisi operasi yang optimum dari sistem akan berbeda jauh dari kondisi optimum yang actual ( Kondisi optimum dari sistem yang sesungguhnya)
Gambar 2.5 Kondisi Optimum dari Sistem Konkrit yang Sesungguhnya
Dalam gambar 2.5.. tampak bahwa kondisi optimum akan tercapai pada titik temperatur x* dengan hasil respons yang maksimun п* ( eta* ). Apabila peneliti telah mengetahui atau memperoleh informasi awal tentang kondisi optimum dari sistem yang dipelajari, maka hal itu tidak merupakan masalah karena ia dengan dapat merancang perlakuan temperatur yang akan dicobakan , dimana dalam kasus ini dapat ditentukan daerah percobaan di antara daerah percobaan diantara X1.1 dan X1.2 dengan demikian akan ditemukan kondisi operasi yang optimum yaitu titik X* yang memang berada dalam selang taraf temperatur yang akan dicobakan yaitu dalam selang X1.1 dan X1.2. Atau apabila telah mengetahui perilaku optimum dari sistem kongkret yang dipelajari seperti
26 dalam kasus gambar 2.5, maka peneliti dapat
juga menetapkan daerah percobaan
temperatur dalam selang yang lebih besar, meskipun sebenarnya hal ini menjadi tidak efisien, katakanlah ditetapkan selang percobaan X1.0 sampai X1.2, dengan demikian percobaan itu akan menghasikan kondisi optimum, dengan kata lain percobaan itu berhasil menentukan titk optimum karena memang percobaan tersebut titik optimumnya berada di selang percobaannya. Namun, sekarang bayangkan bahwa peneliti sama sekali tidak mengetahui perilaku sistem kongret yang dipelajari akibat bahwa percobaan yang dipelajari adalah percobaan yang baru sehingga bentuk permukaan respon dari sistem kongkret yang dipelajari tidak diketahui. Dalam kasus seperti ini, maka akan timbul kesulitan bagi peneliti untuk menetapkan daerah percobaanya karena dapat saja terjadi bahwa percobaan yang dilakukan tidak berhasil menemukan titk optimumkarena memang titik optimum berada jauh di luar daerah percobaannya. Sebagai contoh, jika dalam seperti gambar 2.5 peneliti menetapkan daerah percobaannya di antara X1.0 dan X1.1, maka hasil dari percobaan itu tidak akan menghasilkan titik optimum, karena titik optimum X* berada di luar daerah percobaan yang ditetapkan oleh peneliti. Kasus semacam ini sering kali terjadi terutama dalam percobaan yang dilakukan masih besifat baru atau hal-hal yang diteliti masih jarang dilakukan oleh peneliti lain sehingga belum tersedianya referensi yang cukup lengkap. Jika yang dihadapi masalah seperti itu maka peneliti akan mengalami dalam hal menentukan kondisi operasi optimum dengan cepat ,sehingga penggunaan metoda dakian tercuram (Steepest Ascent Method) akan sangat membantu.
27 Pada dasarnya metoda dakian tercuram merupakan suatu prosedur untuk mencari daerah respons maksimum, dan tentu saja sebaliknya apabila kita ingin mencari daerah respons minimum maka prosedur semacam itu disebut juga sebagai mtoda turunan tercuram( Steepest Descent Method ). Dengan demikian diketahui bahwa metode dakian tercuram dan metode
turunan tercuram merupakan prosedur yang efisien dalam
percobaan untuk mencari titik titik optimum ( naksimum atau minimum) Prosedur dakian tercuram dalah suatu metoda yang dipergunakan peneliti untuk bergerak secara sekuensial sepanjang lintasan dari dakian tercuram, jadi sepanjang lintasan “maksimum” untuk meningkatkan respons. Langkah-langkah procedural dari metoda dakian tercuram dapat ditempuh secara umum, sebagai berikut: 1.
Peneliti menetapkan model fungsi respons ordo pertama dalam suatu daerah yang dibatasi oleh variabel – variabel bebas X1,X2 ,……..,Xk. Dengan demikian pada awalnya ditetapkan model ordo pertama yang diduga sebagai berikut :
^
k
Y = bo + ∑ biXi
……………………………………………………….(12)
i=1
Pada tahap pertama ini gaya merupakan penyelidikan pendahuluan atau penyelidikan awal. Suatu rancangan factorial sederhana berukuran 2k atau rancangan faktorial sebagian ( Fractional Factorial Design ) dapat dipergunakan pada tahap pertama ini untuk menduga koefisien – koefisien dari persamaan (12) dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Least Squares Method) 2. Dari tahap pertama (Tahap 1), maka dilanjutkan dengan menetapkan lintasan dakian tercuram.Seperti di gambar B ada sebuah kasus percobaan memiliki dua
28 variabel bebas, dalam hal ini X1 dan X2, jadi k-2 dalam fungsi (12). Dengan menggunakan model ordo pertama, maka untuk kasus k=2, permukaan responsnya yaitu kontur-kontur dari Yperkiraan akan merupakan sederet garis-garis pararel sebagaimana ditunjukan dalam gambar 2.6
Gambar 2.6 Permukaan Respons Ordo Pertama untuk Lintasan dakian tercuram
Dalam gambar 2.6 terlihat dakian tercuram adalah arah dimana respons konstan Yperkiraan meningkat secara cepat dengan arah pararel (sejajar) terhadap normal yang melewati permukaan respons yang ditetapkan. Kita biasanya menunjukan lintasan dakian tercuram sebagai suatu garis (anak panah) yang melalui pusat ( titik 0,0) dari daerah yang ditetapkan dan normal permukaan respons yang ditetapkan. Dengan demikian lintasan dakian tercuram ditandai sebagai garis normal pada kontur-kontur yang melalui titik pusat dari daerah yang ditetapkan. Garis normal ini memberikan arah untuk melakukan percobaan berikutnya. Tahap – tahap atau tingkat - tingkat atau langkah - langkah adalah proporsional terhadapa koefisien regresi, bi. Ukuran langkah aktualk ditentukan oleh peneliti berdasarkan pengalamannya.
29 3. Pada tahap selanjutnya, percobaan dibangkitkan sepanjang lintasan dakian tercuram itu sampai tidak diperoleh lagi peningkatan respons yang diamati
Jika belum menemukan titk optimum, maka langkah – langkah dala nomor 1,2, dan 3 dapat diulangi lagi dengan menggunakan daerah percobaan yang baru. Dengan demikan proses percobaan terhadap masalah yang dikaji akan terus berulang secara kontinu sebagaimana sifat dari suatu penelitian yang merupakan proses belajar secara berulang atau secara iterative. Berdasarkan proses pecobaan secara terus – menerus, maka peneliti akan mencapai keadaan optimum atau keadaan di sekitar kondisi optimum itu.