BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pasar Modal Syariah a. Pengertian Pasar Modal Syariah Pasar modal syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep syariah, di mana setiap perdagangan surat berharga menaati ketentuan transaksi sesuai dengan basis syariah. Pasar modal syariah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Pasar modal syariah adalah “pasar modal yang dijalankan dengan prinsipprinsip syariah, setiap transaksi perdagangan surat berharga di pasar modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat Islam” (Manan, 2009:77). Lembaga keuangan yang pertama kali menaruh perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio syariah di pasar modal syariah adalah Amanah Income Fund yang didirikan bulan Juni 1986 oleh para anggota the North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana, Amerika serikat. Wacana mengenai pasar modal syariah ini disambut dengan antusias di seluruh belahan bumi ini dimulai dari kawasan Timur Tengah, Eropa, Asia dan Amerika. Beberapa Negara yang proaktif dalam mengembangkan pasar modal yang berprinsipkan syariah dan konsisten dalam menerapkan syariah Islam dalam sendi
6
kehidupannya adalah Bahrain Stock di Bahrain, Amman Financial Market di Amman, Muscat Securities Kuwait Stock Exchange di Kuwait dan Kuala Lumpur Stock Exchange di Malaysia. Perkembangan pasar modal syariah di Indonesia secara tidak langsung juga dipengaruhi pasar modal yang berpegang pada konsep syariah yang terlebih dahulu dijalankan oleh negara-negara lain. Pasar modal syariah di Indonesia diperkenalkan pada bulan Juli 2000 ditandai dengan berdirinya Jakarta Islamic Index (JII).
b. Fungsi Pasar Modal Syariah Beberapa fungsi dari keberadaan pasar modal syariah menurut (Nurul, 2009:7) adalah sebagai berikut: 1) Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya. 2) Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas. 3) Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya. 4) Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional. 5) Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
c. Instrumen Pasar Modal Syariah Investasi keuangan syariah harus disertai dengan kegiatan sektor riil atau transaksi yang mendasari (underlying transaction). Untuk itu, penciptaan instrumen investasi syariah dalam pasar modal adalah dari sekuritasi asset / proyek (asset securitisation) yang merupakan bukti
7
penyertaan, sekuritasi utang (debt securitization) atau penerbitam surat utang yang timbul atas transaksi jual beli (al dayn) atau merupakan sumber
pendanaan
bagi
perusahaan,
sekuritasi
modal
(equity
securitization), merupakan emisi surat berharga oleh perusahaan emiten telah terdaftar dalam pasar modal syariah dalam bentuk saham. Menurut (Abdul, 2009:223) instrumen pasar modal syariah dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) Sekuritas asset/proyek asset (asset securitization) yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam bentuk penyertaan musyarakah (management share). Penyertaan musyarakah adalah yang mewakili modal kerja tetap (fixed capital) dengan hak pengelola, mengawasi manajemen dan hak suara dalam mengambil keputusan. Sedangkan penyertaan mudarabah (participation share) adalah mewakili modal kerja dengan hak atas modal dan keuangan tersebut, tetapi tanpa hak suara, hak pengawasan atau pengelolaan. 2) Sekuritas utang (debt securisation) atau penerbitan surat utang yang timbul atas transaksi jual beli atau merupakan sumber pendanaan bagi perusahaan. 3) Sekuritas modal, sekuritas ini merupakan emisis surat berharga oleh perusahaan emiten yang telah terdaftar dalam pasar modal syariah dalam bentuk saham. Sekuritas modal ini juga dapat dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki secara terbatas (nongo public) dengan mengeluarkan saham atau membeli saham.
Adapun instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah dalam pasar perdana adalah muqaradah/mudharabah funds, saham biasa (common
stock),
muraqadah/mudarabah).
muqaradah/mudharabah Karena
instrumen
pasar
bonds modal
(obligasi tersebut
diperdagangkan di pasar perdana, maka prinsip dasar pasa perdana adalah semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, tidak boleh menerbitkan efek utang untuk membayarkan kembali utang (bay al dayn
8
bi al dayn), dana atau hasil penjualan efek akan diterima oleh perusahaan, hasil investasi akan diterima pemodal (shohibul maal), tidak boleh memberikan jaminan hasil yang semata-mata merupakan fungsi dari waktu. Sedangkan pasar sekunder ada beberapa tambahan dari prinsip dasar perdana, yaitu tidak boleh membeli efek berbasis trend (indeks), suatu efek dapat diperjualbelikan namun hasil (manfaat) yang diperoleh dari efek tersebut berupa kupon atau deviden tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh melakukan suatu transaksi murabahah dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan. Adapun instrumen yang diharamkan dalam pasar modal syariah menurut (Abdul, 2009:226) sebagai berikut: 1) Preffered stock (saham istimewa) Saham istimewa adalah saham yang memberikan hak lebih besar daripada saham biasa dalam dividen pada waktu perseroan dilikuidasi. Karakteristik saham preferen: a) Hak utama atas dividen; b) Hak utama atas aktiva; c) Penghasilan tetap; d) Jangka waktu tidak terbatas; dan e) Tidak punya hak suara Alasan diharamkannya saham ini karena: a) Adanya keuntungan yang bersifat tetap (pre-determined revenue), hal ini masuk dalam kategori riba. b) Pemilik saham preferen diperlakukan secara istimewa terutama pada saat likuidasi, hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan. 2) Forward contract Forward contact merupakan salah satu jenis transaksi yang diharamkan karena bertentangan dengan syariah. Forward contract merupakan bentuk jual beli utang (dayn bi dayn / debt to debt) yang didalamnya terdapat unsur riba, sedangkan transaksi (jual beli) dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo.
9
3)
Option Option merupakan transaksi yang tidak disertai dengan underlying assets atau real assets, atau dengan kata lain objek yang ditransaksikan tidak dimiliki oleh penjual. Option termasuk dalam kategori gharar (penipuan/spekulasi) dan maysir (judi). Tetapi, jika transaksi option merupakan representasi dari nilai intangible asset, maka dianggap sebagai nilai dari real asset dan dapat dibenarkan menurut syariah.
d. Landasan Hukum dan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Mengenai Pasar Modal Syariah Sampai saat ini, pasar modal syariah di Indonesia telah memiliki landasan hukum dan landasan fatwa menurut (Abdul, 2009:237) sebagai berikut : 1) Terdapat 3 (tiga) Peraturan Bapepam & LK yang mengatur tentang efek syariah sejak tahun 2006, yaitu: a) Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. b) Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. c) Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. 2) Terdapat 1 Undang-undang yang mengatur tentang SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) yaitu: UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 3) Terdapat 12 fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berhubungan dengan pasar modal syariah Indonesia sejak tahun 2001, yang meliputi antara lain: a) Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah b) Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah c) Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah d) Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal e) Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
10
f) Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi g) Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah h) Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah i) Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) j) Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN k) Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back l) Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back
e. Keberadaan Pasar Modal Syariah Di Indonesia Kegiatan pasar modal syariah di Indonesia diatur dalam Undangundang No. 8 Tahun 1995 (UUPM). Pasal 1 butir 13 Undang-undang No.8 Tahun 1995 menyatakan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Sedangkan Efek dalam UUPM Pasal 1 butir 5 dinyatakan sebagai surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan berjangka atas Efek, dan setiap derivatif Efek. Pada saat ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya memiliki Jakarta Islamic Index (JII) sebagai satu-satunya indeks yang menggambarkan kinerja saham syariah di Indonesia. JII pertama kali diluncurkan oleh BEI (pada saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta) bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management (DIM)
pada tanggal 3 Juli 2000.
11
Meskipun demikian, agar dapat menghasilkan data historikal yang lebih panjang, hari dasar yang digunakan untuk menghitung JII adalah tanggal 2 Januari 1995 dengan angka indeks dasar sebesar 100. Metodologi perhitungan JII sama dengan yang digunakan untuk menghitung IHSG yaitu berdasarkan Market Value Weigthed Average Index dengan menggunakan formula Laspeyres. Saham syariah yang menjadi konstituen JII terdiri dari 30 saham yang merupakan saham-saham syariah paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar. BEI melakukan review JII setiap 6 bulan, yang disesuaikan dengan periode penerbitan DES (Daftar Efek Syariah) oleh Bapepam & LK. Setelah dilakukan penyeleksian saham syariah oleh Bapepam & LK yang dituangkan ke dalam DES, BEI melakukan proses seleksi lanjutan yang didasarkan kepada kinerja perdagangannya. Adapun menurut (Heri, 2009:115) proses seleksi Jakarta Islamic Index (JII) berdasarkan kinerja perdagangan saham syariah yang dilakukan oleh BEI adalah sebagai berikut: 1) Saham-saham yang dipilih adalah saham-saham syariah yang termasuk ke dalam DES (Daftar Efek Syariah) yang diterbitkan oleh Bapepam & LK. 2) Dari saham-saham syariah tersebut kemudian dipilih 60 saham berdasarkan urutan kapitalisasi terbesar selama 1 tahun terakhir. 3) Dari 60 saham yang mempunyai kapitalisasi terbesar tersebut, kemudian dipilih 30 saham berdasarkan tingkat likuiditas yaitu urutan nilai transaksi terbesar di pasar reguler selama 1 tahun terakhir.
12
2. Saham Syariah a. Pengertian Saham Syariah Dalam bahasa Belanda saham disebut “aandeel”, dalam bahasa Inggris disebut “share”, dalam bahasa Perancis disebut dengan “action”. Semua istilah ini mempunyai arti surat berharga yang mencantumkan kata “saham” di dalamnya sebagai tanda bukti pemilihan sebagian dari modal perseroan. Saham merupakan surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan patungan sebagai suatu alat untuk meningkatkan modal jangka panjang. Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Saham syariah dimasukan dalam perhitungan Jakarta Islamic Index (JII) merupakan indeks yang dikeluarkan oleh PT. Bursa Efek Indonesia yang merupakan subset dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JII diluncurkan pada tanggal 3 Juli 2000 dan menggunakan tanggal 1 Januari 1995 sebagai data base dengan nilai 100. Bagi perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index paling tidak mereka dinilai telah memenuhi penyaringan syariah dan kriteria untuk indeks.
b. Persyaratan Saham Syariah Kriteria pemilihan saham didasarkan kepada Peraturan Bapepam & LK No. II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek syariah, pasal
13
1.b.7. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Efek berupa saham yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut: 1) Tidak melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b Peraturan Nomor IX.A.13, yaitu: Kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah antara lain: a) Perjudian dan permainan yang tergolong judi. b) Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain : perdagangan
yang
tidak
disertai
dengan
penyerahan
barang/jasa;dan perdagangan dengan penawaran/ permintaan palsu; c) Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga. d) Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maysir), antara lain: asuransi konvensional. e) Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan antara lain: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi); barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
14
2) Memenuhi rasio-rasio keuangan sebagai berikut: a) Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82% (delapan puluh dua per seratus); b) Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus).
3. Laba Per Saham ( Earnings Per Share ) Laba Per Saham (Earnings Per Share) menunjukan “laba yang dihasilkan oleh setiap lembar saham biasa” (Kieso dkk, 2010 : 811). Earnings per share menilai pendapatan bersih yang diperoleh setiap lembar saham biasa. Earnings per share dapat dihitung dengan menggunakan rumus: EPS
=
Laba yang Berlaku untuk Saham Biasa Jumlah Rata-rata Tertimbang Jumlah Saham Biasa (Kieso dkk, 2010 : 824)
Data laba per saham seringkali dilaporkan dalam penerbitan laporan keuangan, dan telah digunakan secara luas oleh pemegang saham dan investor potensial dalam mengevaluasi profitabilitas perusahaan. Karena pentingnya informasi tentang laba per saham, maka sebagian besar perusahaan diwajibkan melaporkan informasi ini dalam laporan laba rugi. Salah satu alasan investor membeli saham adalah untuk mendapatkan deviden, jika nilai laba per saham kecil maka kecil pula
15
kemungkinan perusahaan untuk membagikan deviden. Maka dapat dikatakan investor akan lebih meminati saham yang memiliki earnings per share tinggi dibandingkan saham yang memiliki earnings per share rendah. Earnings per share yang rendah cenderung membuat harga saham turun. Laba per saham dapat mengukur perolehan tiap unit investasi pada laba bersih badan usaha dalam satu periode tertentu. Setiap perubahan laba bersih maupun jumlah lembar saham biasa yang beredar dapat mengakibatkan perubahan laba per saham (EPS).
4. Dividend Pay Out Ratio Dividend pay out ratio merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS) (Ang, 2010:25). Dividend pay out ratio dapat diukur sebagai dividen yang dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Dividen pay out ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus : DPR =
Laba per lembar saham Dividen per lembar saham
Rasio pembayaran dividen atau dividend pay out ratio melihat bagian earning (pendapatan) yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. Bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah, sebaliknya
16
perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi. Pembayaran dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk membayar dividend pay out ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong dividen jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi. Dividend pay our ratio merupakan perbandingan antara DPS dengan EPS, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per share (DPS) terhadap pertumbuhan earning per share (EPS). Di dalam komponen DPS terkandung unsur dividen, jadi jika semakin besar dividen yang dibagikan maka akan semakin besar dividend pay out rationya.
5. Tingkat Hutang (Financial Leverage) Financial leverage atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilai buku seluruh hutang terhadap total aktiva” (Weston, 2009:42). Financial leverage merupakan hal penting dalam penentuan struktur modal perusahaan. Penggunaan hutang akan menentukan tingkat financial leverage perusahaan.
Karena
dengan
menggunakan
lebih
banyak
hutang
dibandingkan modal sendiri maka beban tetap yang ditanggung perusahaan tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan profitabilitas menurun. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, tetapi
17
pada suatu titik tertentu yaitu pada struktur modal optimal, nilai perusahaan akan semakin menurun dengan semakin besarnya proporsi hutang dalam struktur modalnya. Hal ini disebabkan karena manfaat yang diperoleh pada penggunaan hutang menjadi lebih kecil dibandingkan biaya yang timbul atas penggunaan hutang tersebut. Rasio-rasio leverage menunjukkan besarnya modal yang berasal dari pinjaman (modal asing) yang dipergunakan
untuk
membiayai
investasi
dan
operasional
perusahaan.sumber yang berasal dari modal asing akan meningkatkan resiko perusahaan. Oleh karena itu, makin banyak menggunakan modal asing maka besar pula rasio leveragenya dan berarti semakin besar pula resiko yang dihadapi perusahaan.
6. Return Return
merupakan
“hasil
yang
diperoleh
dari
investasi”
(Jogiyanto, 2003 : 109). Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return dari sekuritas merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor dalam bentuk kenaikan atau penurunan nilai saham dan dividen. Risiko
tinggi tercermin dari
ketidakpastian return yang akan diterima oleh investor di masa mendatang. Menurut (Jogiyanto, 2003:109) return dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu sebagai berikut:
18
a. Return realisasi (realized return) Return realisasi merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan. Return historis ini juga berguna sebagai dasar dari penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa datang. Return = Pt - Pt-1 Pt-1 b. Return ekspektasi (expected return) Return ekspektasi (expected return) merupakan return yang digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Return ekspektasi dapat dihitung berdasarkan beberapa cara sebagai berikut: 1) Berdasarkan nilai ekspektasi masa depan Return ekspektasi cara ini dihitung dengan metode nilai ekspektasi (expected value) yaitu mengalihkan masing-masing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk perkalian tersebut. 2) Berdasarkan nilai-nilai return historis Tiga metode yang diterapkan untuk menghitung return ekspektasi dengan menggunakan data historis, yaitu sebagai berikut. (a) Metode rata-rata (mean method). (b) Metode tren (trend method). (c) Metode jalan acak (random walk method). 3) Berdasarkan model return ekspektasi yang ada Model untuk menghitung return ekspektasi yang tersedia dan banyak digunakan adalah Single Index Model dan model CAPM (Capital Assets Pricing Model).
B. Penelitian Terdahulu Nama Judul Skripsi
Kesimpulan
Peneliti 1.Auliyah
Analisa
(2006)
Perusahaan,
Karakteristik Hasil Industri
pengujian
dan menunjukkan
F
bahwa
test variabel
Ekonomi Makro terhadap karakteristik perusahaan, industry Return dan Beta Saham dan
ekonomi
makro
tidak
19
Syariah
di
Bursa
Indonesia.
Efek berpengaruh terhadap return saham syariah terhadap
tetapi beta
berpengaruh saham
syariah.
Pengujian regresi secara parsial dengan t-test menunjukkan tidak ada satu pun variabel karakteristik perusahaan, industry dan ekonomi makro,
sedangkan
terdapat
pengaruh terhadap beta saham syariah. 2. Aruzzi
Pengaruh
(2002)
Bunga, Rasio Profitabilitas parsial pada variabel tingkat suku dan
Tingkat
Beta
Suku Pengujian secara simultan maupun
Akuntansi bunga, rasio profitabilitas dan beta
terhadap Resiko Sistematik akuntansi
tidak
mempunyai
dan Beta Saham Syariah di pengaruh signifikan terhadap beta Jakarta Islamic Index (JII) saham syariah. Periode 2001-2002
20