BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikelpartikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainya yang terjadi didekat induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya partikel tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikel-partikel mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan proses-proses kimia yang lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah redisual (redisual soil) dan apabila tanah berpindah tempatnya, disebut tanah terangkut (transported soil). Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukutan partikel pada batas ukuran butiran yang telah ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus. Sebagai contoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis, sedang pasir digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan plastis. Menurut Hardiyatmo (2006), untuk perencanaan pondasi, klasifikasi tanah berguna sebagai petunjuk awal dalam memprediksi kelakuan tanah, diantaranya sistem klasifikasi unified. Sistem klasifikasi tersebut, secara garis besar tanah dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu kelompok tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus yang didasarkan pada materi yang lolos saringan nomor 200 (0,075
4
5
mm). Jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya di dalam tanah, sehingga untuk menanggulangi hal tersebut sering dilakukan beberapa pengujian dilapangan secara langsung.
2.2 Kapasitas Dukung Tanah Analisis daya dukung tanah diperlukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser. Kapasitas dukung batas (ultimate bearing capacity) adalah daya dukung terbesar dari tanah dan diberi simbol qult. Kapasitas dukung ini merupakan kemampuan tanah untuk mendukung beban, dimana diasumsikan tanah mulai mengalami keruntuhan. Besarnya daya dukung tanah yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi angka keamanan. Perencanaan pondasi harus dipertimbangkan terhadap keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan. Untuk terjaminnya stabilitas jangka panjang, perhatian harus diberikan pada peletakan dasar pondasi. pondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk menanggulangi resiko adanya erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan gangguan tanah di sekitar pondasi. Analisis
kapasitas
dukung
mempelajari
kemampuan
tanah
dalam
mendukung beban pondasi struktur yang terletak di atasnya. Kapasitas dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah disepanjang bidang gesernya (Hardiyatmo, 2006). Kapasitas dukung ultimit (qult) didefinisikan sebagai tekanan terkecil keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di bawah dan di sekeliling pondasi (Purwana, 2002 dalam Hardiyatmo, 2006). Dalam merencanakan suatu konstuksi analisis kapasitas dukung sangatlah penting terutama dalam perancangan pondasi, baik itu pondasi dangkal/pondasi telapak dan pondasi dalam yaitu tiang pancang. Untuk mendapatkan hasil analisis ada dua metode yang sering dipakai dalam pelaksanaan yaitu dengan cara analitis dan pengujian di lapangan, untuk cara analitis dipakai beberapa persamaan seperti
6
persamaan Terzaghy, Meyerhof, Vesic dan Hansen, sedangkan untuk pengujian di lapangan bisa menggunakan pengujian dengan SPT, Boring Test dan Sondir.
2.2.1 Perhitungan Kapasitas Dukung dari Hasil Uji Sondir Untuk pondasi pada lapisan pasir (Meyerhof, dalam Hardiyatmo 2006) menyarankan persamaan sederhana untuk menentukan kapasitas dukung ijin yang didasarkan penurunan 1”. Persamaannya didasarkan pada kurva (Terzaghi dan Peck 1943 dalam Hardiyatmo, 2006) dan dapat diterapkan untuk pondasi telapak dan pondasi memanjang yang dimensinya tidak begitu besar, pada pasir kering sebagai berikut: Untuk pondasi bujur sangakar atau pondasi memanjang dengan lebar B ≤ 1,20 m, qa =
୯ୡ
ଷ
(kg/cm2) ......................................................................................(2.2a)
Untuk pondasi bujur sangkar atau pondasi memanjang dengan lebar B ≥ 1,20 m, qa =
୯ୡ ା,ଷ 2 ቀ ቁ (kg/cm2) ....................................................................(2.2b) ହ
dengan, qa
: kapasitas dukung ijin untuk penurunan 2,54 cm (1”) (kg/cm2),
qc
: tahanan konus (kg/cm2),
B
: lebar pondasi (m).
2.2.2 Penentuan Kapasitas Dukung Ijin Penentuan kapasitas dukung ijin selain diperhitungkan terhadap keruntuhan tanah, juga harus diperhitungkan terhadap penurunan toleransi. Besarnya kapasitas dukung ijin (qa) tergantung dari sifat-sifat teknis tanah (c dan φ), kedalaman, dimensi pondasi, dan besarnya penurunan yang ditoleransikan. Nilai faktor aman umumnya diperhitungkan terhadap ketelitian hasil uji tanah, kondisi lokasi pembangunan, pengawasan saat pembangunan dan derajat ketidaktentuan dari persamaan kapasitas dukung yang digunakan. Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung akibat beban maksimum disarankan sama
7
dengan 3. Faktor aman 3 adalah sangat hati-hati guna menanggulangi ketidaktentuan variasi kondisi tanah dasar. Bila pembebanan berupa kombinasi beban-beban permanen dan beban-beban sementara, faktor aman kurang dari 3 dapat digunakan (Hardiyatmo, 2010).
2.3 Pondasi Telapak Pondasi didefinisikan sebagai bagian dari struktur yang berhubungan langsung dengan tanah, dan berfungsi untuk menyalurkan beban-beban pada struktur atas ke tanah. Pondasi suatu bangunan berfungsi untuk memindahkan beban-beban pada struktur atas ke tanah. Pondasi harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat mendukung beban-beban struktur, baik berat sendiri, beban hidup, beban angin, gempa, dan lain-lain. Pondasi bertujuan untuk meratakan beban ke dalam bidang yang cukup luas, sehingga tanah yang ada bisa mendukung beban di atasnya dengan aman tanpa penurunan yang berlebihan. Fungsi ini dapat berlaku secara baik bila kestabilan pondasi terhadap efek guling, geser, punurunan, dan daya dukung tanah terpenuhi. Umumnya pondasi terbuat dari beton bertulang, meskipun kadang-kadang juga digunakan beton tanpa tulangan atau pasangan batu. Secara umum kriteria yang harus diperhatikan dalam perencanaan pondasi adalah: a. Kriteria Stabilitas Faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampuinya daya dukung harus dipenuhi. Dalam perhitungan daya dukung umumnya digunakan angka 3. b. Kriteria penurunan Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khususnya penurunan yang tidak seragam (differential settlement) harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.
Dalam perencanaan pondasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan tipe pondasi ini didasarkan atas: a. Fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut.
8
b. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas. c. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan. d. Biaya pondasi dibandingkan biaya bangunan atas. Dalam pelaksanaannya ada dua jenis pondasi yang dapat digunakan, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam. Pondasi dangkal digunakan untuk tanah yang mempunyai lapisan yang cukup tebal dan berkualitas baik, sehingga mampu memikul beban yang ada di atasnya. Pondasi dalam digunakan untuk pondasi suatu bangunan bila tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya atau bila tanah keras yang mampu memikul berat bangunan dan bebannya letaknya sangat dalam. Pondasi telapak merupakan salah satu jenis dari pondasi dangkal yang sering dipakai pada perencanaan konstruksi bangunan, karena paling sederhana dan ekonomis di bandingkan dengan berbagai jenis pondasi lainnya. Pondasi telapak pada umumnya bebentuk telapak bujur sangkar, atau empat persegi panjang apabila terdapat pembatasan ruang. Pada dasarnya pondasi tersebut berupa satu plat yang langsung menyangga sebuah kolom. Dalam menyangga beban kosentrasi, pondasi telapak berlaku dan di perhitungkan sebagai struktur kantilever dua arah (x dan y) dengan beban tekanan tanah arah ke atas pada telapak pondasi. Tegangan tarik terjadi pada kedua arah di bagian bawah pondasi telapak. Pondasi ditulangi dengan dua lapis batang baja yang saling tegak lurus dan arahnya sejajar dengan tepi pondasi. Luas bidang singgung antara pondasi dan tanah yang diperlukan ditentukan dan merupakan fungsi dari tekanan tanah ijin dan beban dari kolom.
9
2.4 Sondir Penyelidikan
tanah
dibutuhkan
untuk
keperluan
desain
pondasi.
Penyelidikan tanah yang paling sering digunakan adalah pengujian dengan metode sondir. Penyondiran dilakukan secara manual (mechanic hydraulic) pada titik tempat dimana pondasi akan dibangun. Pengujian ini sangat berguna untuk memperoleh nilai variasi kepadatan tanah pasir yang tidak padat. Pada tanah pasir yang padat dan tanah-tanah berkerikil dan berbatu, penggunaan alat sondir menjadi tidak efektif, karena mengalami kesulitan dalam menembus tanah. Nilainilai tahanan kerucut statis atau tahanan konus (qu) yang diperoleh dari pengujian, dapat dikorelasikan secara langsung dengan kapasitas dukung tanah dan penurunan pada pondasi-pondasi dangkal dan pondasi tiang. Ujung alat ini terdiri dari kerucut baja yang mempunyai sudut kemiringan 60° dan berdiameter 35,7 mm atau mempunyai luas tampang 1000 mm² bentuk sistematis dan cara kerja alat ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Salah satu macam alat sondir dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengukur tahanan ujung dan tahanan gesek dari selimut silinder mata sondirnya. Cara penggunaan alat ini adalah dengan menekan pipa penekanan dan mata sondir secara terpisah, melalui alat penekanan mekanis atau dengan tangan yang memberikan gerakan kebawah. Kecepatan penekanan kira-kira 10 mm/detik. Pembacaan tahanan kerucut statis atau tahan konus dilakukan dengan melihat arloji pengukur. Nilai qu adalah besarnya tahanan kerucut dibagi dengan luas penampangnya. Pembacaan arloji pengukur, dilakukan pada tiap-tiap penetrasi sedalam 20 cm. Tahanan ujung serta tahanan gesek selimut alat sondir dicatat, sehingga diperoleh grafik tahanan kerucut statis atau tahanan konus yang menyajikan nilai ke duanya (Gambar 2.1).
10
Gambar 2.1 Hasil uji Kerucut Statis (Hardiyatmo, 2006) a. Skema alat kerucut statis dan cara kerja alat (Bowles, 1997 dalam Hardiyatmo, 2006). b. Contoh grafik hasil uji sondir. Batang sondir (rod) dipergunakan untuk menyondir secara vertikal hingga kedalaman tanah 25 m dari permukaan tanah, atau kira-kira ada 25 batang yang lurus (vertical) (panjang 1 btg = 1 m) yang lurus. Umumnya dari supplier jumlah batang hanya disediakan 20 buah saja, perlu diorder kembali untuk keperluan pengukuran yang lebih dalam dan cadangan sewaktu-waktu hilang atau rusak/bengkok. dan tipe konus (cone) yang selalu dipakai adalah hanya dual-cone atau bikonus (Gambar 2.2).
11
b) Keadaan Tertekan Gambar 2.2
a) Keadaan Terbentang
Tipe Konus Dual Cone atau Bikonus (http://pu.go.id/satminkal/ 2008.pdf, 10 Oktober 2012)
Pelumasan alat sondir perlu diperhatikan, bahwa oli yang dipakai adalah dengan tingkat kekentalan (viskositas) khusus, yaitu SAE-10, dan jarang didapatkan di sekitar lokasi, maka perlu disediakan dengan jumlah yang cukup selama perawatan dan pemakaian. Satu hal yang sering terjadi, dimana pengguna (end user) jarang memperhatikan bahwa ukuran konus tidak sesuai dengan standar baik ASTM ataupun SNI dikarenakan fabrikator alat yang tidak konsisten. Bila ukuran konus tidak sesuai maka dalam perhitungan sondir akan dibuat angka koreksi konus, atau dikenal dengan sebutan koreksi alat. Bila deviasi dimensi konus ini sangat besar dari persyaratan standar, maka konus tidak boleh
12
digunakan. Bila digunakan jumlah yang banyak dari peralatan sondir maka tiap konus diberikan nomor pengenalnya atau ID (identifikasi), agar perhitungan sondir sesuai dengan pendataan. Dalam pelaksanaan sondir pada kegiatan proyek sesuai spesifikasi (technical requirement), kedalaman penyelidikan dibatasi maksimum 25 m atau konus telah mencapai 200 kg/cm2 (penekanan sebanyak 3 x berturut-turut) atau yg umum digunakan dibatasi sampai angka 150 kg/cm2 atau mencapai ke dalaman 20 m, tergantung mana dulu yang tercapai apakah gaya tekan konus atau ke dalaman maksimumnya. Dalam prakteknya, bila lapisan tanah tidak dapat ditembus pada kedalaman yang dangkal 1-3 m, atau angka penetrasi konus maksimum tercapai, dan bila diasumsikan menyentuh lapisan batuan/bongkahan batu, maka dilakukan penyondiran ulang di titik lain di dekatnya sekitar 2 m lebih dari titik sebelumnya. Penyelidikan sondir adalah secara tegak lurus (vertical), miring/bersudut tidak diperbolehkan apalagi horisontal. Data sondir yang dibutuhkan selain dari angka perlawanan konus dan gaya gesernya adalah penentuan kedalaman air tanah yang diindikasikan basahnya batang sondir/pipa sondir pada kedalaman tertentu selama pengujian.