1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Daging Tiruan Daging tiruan adalah produk yang dibuat dari protein nabati yang dibuat dari bahan bukan daging, tetapi sesuai atau mirip benar dengan sifat-sifat daging asli. Daging tiruan mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain nilai gizinya lebih baik, lebih homogen dan lebih awet disimpan, dapat diatur hingga tidak mengandung lemak hewani (kolesterol) dan harganya lebih murah (Astawan, 2009). Produk meat analog dari bahan nabati, merupakan salah satu jenis produk yang dapat dijadikan alternatif sebagai produk makanan yang siap dikonsumsi dan dapat memenuhi kebutuhan protein masyarakat
indonesia.
Supaya
dapat
menggantikan
daging
sesungguhnya pembuatan meat analog dari bahan nabati, harus mempunyai bentuk dan nilai gizi yang mirip (Yusniardi et al, 2010). Menurut Wardani dkk, (2013), daging tiruan dibentuk dari prekursor protein gel yang berinkorporasi dengan pembekuan yang kemudian dilakukan pemanasan untuk membentuk gelasi pada protein nabati. Meat analog adalah produk yang memiliki kemiripan fungsional dengan daging seperti kenampakan, tekstur, flavor, dan warnanya, terbuat murni dari bahan non daging, biasanya dari kedelai murni, konsentrat protein kedelai, atau isolat protein kedelai dengan proses
ekstrusi.
Meat
analog
memiliki
banyak
keunggulan
dibandingkan daging asli karena meat analog aman, bergizi, dan halal karena tidak mengandung kuman penyakit dan tidak mengandung kolesterol (Juliana, 2009). Daging analog difungsikan sama dengan daging pada umumnya, sehingga proses pengolahannya dapat dilakukan seperti pengolahan produk yang berbahan dasar daging. Pengolahan daging analog
2
biasanya dilakukan dengan perebusan untuk mendapatkan tekstur serat yang menyerupai daging asli. Proses pengolahan dengan cara perebusan dapat mempengaruhi kandungan zat gizi, meningkatkan daya
cerna,
menurunkan
berbagai
senyawa
antinutrisi
yang
terkandung di dalam makanan (Febriyanti, 2011). 2. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) Tanaman kacang merah dan kacang buncis hitam memiliki nama ilmiah yang sama yaitu Phaseolus vulgaris., tetapi memiliki tipe pertumbuhan dan kebiasaan panen yang berbeda. Kacang merah sebenarnya merupakan kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen setelah polong tua. Kacang merah mempunyai batang pendek dengan tinggi sekitar 30 cm. Batang tanaman umumnya berbuku-buku, yang sekaligus merupakan tempat untuk melekat tangkai daun. Daun bersifat majemuk tiga (trifoliolatus) dan helai daunnya berbentuk jorong segitiga (Rukmana, 2009). Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Per 100 g Kacang Merah No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Komposisi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vit B1 (mg) Energi (kkal)
Kadar 23,10 1,70 59,50 80,00 400 5,00 0,60 336
Sumber : DKBM, 2008
Biasanya yang dimanfaatkan dari kacang merah adalah bijinya. Biji kacang merah merupakan bahan makanan yang mempunyai energi tinggi dan sekaligus sumber protein nabati yang potensial, karena itu peranannya dalam usaha perbaikan gizi sangatlah penting. Di samping kaya akan protein, biji kacang merah juga merupakan sumber karbohidrat, mineral dan vitamin. Kandungan vitamin per 100
3
g biji adalah: vitamin A 30 SI, thiamin/vitamin B1 0,5 mg, riboflavin/vitamin B2 0,2 mg, serta niasin 2,2 mg (Astawan,2009). Di dalam kacang merah terkandung kacang merah memiliki kandungan 60.01 gram karbohidrat, 23.58 gram protein, 0.83 gram lemak, dan 24.9 gram serat kasar pada setiap seratus gramnya dan asam amino lisin sebanyak 1323 mg (Permana dan Widya, 2015). Sedangkan kadar serat pangan pada kacang merah sendiri adalah 3,22 %-3,81% menurun
(Pangastuti dkk, 2013). Hasil serat pangan semakin apabila
semakin
panjang
proses
pendahuluan
ada
pengolahan tepung kacang merah misalnya perendaman dan perebusan. 3. Kedelai (Glycine max) Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan jagung. Komoditas ini memiliki kegunaan yang beragam, terutama sebagai bahan baku industri makanan kaya protein nabati dan sebagai bahan baku industri pakan ternak. Selain sebagai sumber protein nabati, kedelai merupakan sumber lemak, mineral, dan vitamin serta dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti tahu, tempe, tauco, kecap, dan susu (Sari et al, 2010). Tabel 2.2 Taksonomi tanaman Kedelai Kingdom Plantae Divisi Spermatophyta Sub-Divisi Angiospermae Kelas Dicotyledonae Ordo Polypetales Famili Leguminosae Sub-Famili Papilionoideae Genus Glycine Species Glycine max (L.) Merill. Sinonim dengan G. Soya (L.), atau Soya max atau S.hispida. Sumber: Rukmana dan Yuyun, 1996
Kedelai adalah termasuk ordo Polypetales, famili Leguminosae, subfamili Papilonoidae, genus Glycine, subgenus soja dan spesies max, sehingga nama latinnya Glycine max. Kedelai merupakan
4
sumber protein nabati yang sering digunakan di Indonesia dan populer di Jepang. Disamping murah dan mudah didapat, kedelai juga merupakan sumber lemak, vitamin, dan serat. Dibandingkan dengan kacang yang lain, susunan asam amino kedelai lebih lengkap dan seimbang. Kandungan protein kedelai juga hampir sebanding dengan susu dan telur (Koswara, 1992). Kedelai mengandung protein 35 %, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40-43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein pada susu skim kering. Apabila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai (Cahyadi, 2012). 4. Bahan-Bahan Pembuatan Daging Tiruan a. Tepung Tapioka Tapioka memiliki fungsi sebagai penstabil pada pembuatan suatu produk. Selain itu, tapioka dapat mengikat air, meningkatkan berat produk, dan dapat memperkecil penyusutan. Tapioka mempunyai kadar amilopektin yang tinggi sehingga kemampuan dalam mengikat airnya meningkat dan dapat mempengaruhi tekstur pada pembuatan suatu produk (Aristawati, dkk., 2013). Tapioka sering digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat yang sering digunakan pada produk pangan. Tapioka merupakan tepung yang memiliki daya serap air yang baik yaitu dengan nilai 1,4085 (Efendi, 2010). b. Garam Montolalu et al., (2013) menjelaskan semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik tekstur bakso yang dihasilkan. Tekstur ini juga dipengaruhi oleh garam yang
5
digunakan, karena sifat basis dari garam menyebabkan gel sehingga
viskositas
karbohidrat
meningkat
dengan
adanya
pemasakan dan akan menghasilkan produk yang lebih kompak. Kekenyalan
merupakan
bagian
pembentuk
tekstur
yang
diperhitungkan konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya. Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk kembali kebentuk asal sebelum produk pecah. Bakso yang kenyal akan terasa elastik jika dikunyah. Rangsangan bahkan terkadang juga di pengaruhi oleh aroma dan warna. Namun pada umumnya ada 3 macam rasa bakso yang sangat menentukan penerimaan konsumen yaitu kegurihan, keasinan, dan rasa daging. c. Air es Menurut Maharaja (2008), penggunaan es juga berfungsi menambahkan air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Penambahan es juga meningkatkan rendemennya, untuk itu dapat digunakan es sebanyak 10-15% dari berat daging atau bahkan 30% dari berat daging. Es batu dicampur pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama penggilingan daya elastisitas daging tetap terjaga, sehingga bakso yang dihasilkan akan lebih kenyal. d. Proses Pembuatan Daging Tiruan Proses pembuatan Daging tiruan dilakukan dengan modifikasi formula Siahaan (1994) 1). Pencampuran adonan Tahap ini adalah pencampuran tepung kacang merah, tepung tapioka baking powder air dan sedikit garam diaduk hingga kalis dan kenyal. 2). Perendaman adonan Tahap ini adalah perendaman adonan yang telah kalis dengan air dan dibiarkan selama 4 jam 3). Pembilasan Adonan
6
Tahap ini Adonan yang telah direndam dalam air selama 4 jam dibilas di bawah air yang mengalir sedikit demi sedikit sehingga dihasilkan sari seperti karet 4). Perebusan Tahap ini adonan yang terbentuk, diadakan perebusan selama 1 jam agar daging tiruan yang telah dibuat memiliki tekstur yang sama dengan daging hewani. 5.
Parameter yang diuji a. Karakteristik Sensoris Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui kualitas suatu bahan pangan. Faktor yang mempengaruhi daya terima terhadap suatu makanan adalah rangsangan cita rasa yang meliputi tekstur, aroma, rasa dan warna. Panelis yang digunakan dalam uji kesukaan adalah panelis semi terlatih (Handarsari, 2010). b. Karakteristik Kimia 1). Kadar Protein Cara yang digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan pakan secara tidak langsung, yaitu mengalikan hasil analisis dengan angka konversi 6,5 akan diperoleh nilai protein dalam bahan pakan. Angka 6,25 berasal dari konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl sebagai berikut : mula-mula bahan didekstruksi dengan asam
sulfat
pekat
menggunakan
katalis
selenium
oksikhlorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator (Sumeru dan Suzy, 2000). Metode
Kjeldahl
adalah
metode
referensi
internasional yang digunakan pada makanan dan pakan, menjadi tes yang paling umum digunakan. Metode ini
7
memiliki selektivitas analisis kekurangan protein karena protein mengukur berdasarkan kandungan nitrogen total dan tidak membedakan berbasis protein nitrogen dari ada protein nitrogen. Dasar dari metode Kjeldahl adalah pencernaan sampel dengan asam sulfat dengan adanya katalis (Pavel et al, 2013). 2). Kadar Lemak Dalam ekstraksi soxhlet, masing-masing sampel dibungkus rapat dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam soxhlet. Pelarut dimasukkan ke dalam labu alas bulat melalui bagian atas soxhlet agar terjadi kontak antara bahan yang akan diekstrak. Ekstraksi dilakukan menggunakan penangas air untuk menjaga agar tidak terjadi kelebihan temperatur selama pemanasan. Adanya pemanasan, pelarut akan mencapai titik didihnya. Pada saat pelarut mendidih, terjadi kesetimbangan antara fasa uap dengan fasa cair dalam labu alas bulat. Fasa uap keluar melalui pipa menuju ke pendingin dan akhirnya mengembun. Embun menetes pada soxhlet mengenai sampel. Pelarut ditampung dalam soxhlet untuk sementara waktu sampai tingginya mencapai tinggi pipa kapiler. Selama ditampung di dalam soxhlet terjadi kontak yang lebih lama antara bahan yang diekstrak dengan pelarut sehingga pemisahan lebih optimal. Setelah tingginya sama dengan tinggi pipa kapiler, pelarut yang telah membawa komponen yang akan dipisahkan kembali ke labu alas bulat.
Pelarut akan mendidih kembali dan
menguap menuju kondensor. Komponen yang dipisahkan tetap berada dalam labu alas bulat. Proses ini berlangsung secara
terus-menerus
sampai
komponen
yang
dipisahkan dapat larut dalam pelarut (Rohyami, 2008).
akan
8
3). Kadar Air Banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak, sehingga
terjadi
perubahan
dalam
bahan
pangan
(PERSAGI, 2009). Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya
penentuan
kadar
air
dilakukan
dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110˚C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah (Winarno, 2002). Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji, dkk., 1989). 4).Kadar Abu Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik.
Kandungan
abu
dan
komposisinya
9
tergantung pada macam bahan dan cara pangabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam yaitu garam organik dan garam anorganik. Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600°C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah
proses
pembakaran
tersebut.
Bahan
yang
mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan
lebih
dahulu.
Bahan
yang
mempunyai
kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dalam oven dan ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin. Lama pengabuan tiap bahan berbedabeda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa umumnya berwarna putih abuabu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit (Sudarmadji, 1996). 5). Serat Pangan (Dietary Fiber) Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar. Jadi serat pangan merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan (Santoso, 2011). Serat
pangan
atau
dietary
fiber
adalah
karbohidrat
10
(polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim percernaan manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh (Susilowati, 2010).
Bakso yang berasal dari daging hewani tidak banyak mengandung serat pangan. Menurut Aspiatun (2004), pada produk makanan hewani (daging, susu, telur dan olahannya) tidak ditemukan serat pangan. Padahal serat pangan sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatannya. Serat sangat diperlukan oleh tubuh, ada dua jenis serat yang ada dalam makanan yaitu serat yang dapat larut semisal musilase, pektin, galaktomanan gum dan serat yang tidak dapat larut semisal sellulose dan hemisellulose, biasanya jumlah serat yang tidak dapat larut lebih banyak dibanding yang dapat larut. Fungsi serat dalam menurunkan kadar kolesterol tubuh adalah dengan cara mengikat kolestrol dalam usus halus sebelum kolesterol itu diserap kembali di perbatasan usus halus-usus besar, sehingga pengikatan koseterol itu akan mengakibatkan dikeluarkan dalam feces atau dengan kata lain memutus siklus perputaran kolesterol (Sitepoe, 1993). Mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar yaitu konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan bersifat mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih rendah (Santoso, 2011). Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu
11
dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas (Santoso, 2011). Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air dalam feses menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah feces dapat dikeluarkan dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat (Santoso, 2011). Menurut Tensiska (2008), Efek pencahar atau laksatif merupakan pengaruh serat yang paling umum dikenal. Efek ini berhubungan dengan kekambaan feses yang disebabkan oleh adanya serat. Feses yang kamba (volumeuos) akan mempersingkat waktu transit. Jika berat basah feses lebih kecil atau sama dengan 60 gram per hari maka waktu transit (waktu yang dibutuhkan mulai dari konsumsi makanan sampai feses dikeluarkan) umumnya lebih dari 90 jam. Ketika berat feses basah meningkat, waktu transit akan menurun. Pada berat feses basah 150 – 200 gram per hari, waktu transit menjadi 40 – 50 jam. Semua makanan kaya serat akan meningkatkan kekambaan feses. Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian serat pangan mampu mengurangi
12
kadar kolesterol dalam plasma darah sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). Serat bersifat seperti spons ketika melewati saluran pencernaan. Serat merupakan pengatur biologis yang aktif, yaitu sebagai pengikat asam empedu. Perlakuan awal yang dialami serat sangat perlu diperhatikan. Dehidrasi panas, penggilingan, rusaknya
pengeringan
struktur
beku
kapilernya.
bisa
mengakibatkan
Ekstraksi
konsentrat,
penggodokan, pemanggangan atau penghancuran dapat merubah sifat fisik kimia serat dan pengaruh serat sepanjang saluran pencernaan akan berubah. Serat bersifat seperti spons ketika melewati saluran pencernaan. Serat merupakan pengatur biologis yang aktif, yaitu sebagai pengikat asam empedu. Perlakuan awal yang dialami serat sangat perlu diperhatikan. Dehidrasi panas, penggilingan, pengeringan beku bisa mengakibatkan rusaknya struktur kapilernya.
Ekstraksi
konsentrat,
penggodokan,
pemanggangan atau penghancuran dapat merubah sifat fisik kimia
serat
dan
pengaruh
serat
sepanjang
saluran
pencernaan akan berubah. Bagi Heaton fungsi utama serat dalam kedudukannya sebagai komponen makanan adalah meningkatkan kebutuhan untuk mengunyah dan karena serat tidak dapat dicerna oleh enzim enzim dalam tubuh manusia, maka serat akan masuk ke dalam kolon dalam keadaan utuh, serat membutuhkan tempat yang lebih luas, sehingga
memberikan
perasaan
kenyanng
tanpa
penambahan kalori. Serat dapat mengembang dengan berbagai cara bergantung pada pertautan silang serta jumlah dan bentuk fisik dari pati yang ada. Karena itu komponen yang larut dalam air seperti glukosa atau alkohol, akan
13
diencerkan dalam air yang terikat dalam celah-celah serat atau terikat secara kimia dalam struktur gel (Nasoetion dan Darwin, 1987). 6). Serat Kasar Serat kasar atau crude fiber tidak identik dengan serat makanan. Serat kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50 % dan hemiselulosa 85 %. Sementara itu serat makanan masih mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat makanan lebih tinggi daripada serta kasar (Tensiska, 2008). Serat kasar adalah bahan organik yang tidak larut dalam asam lemah dan basa lemah yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman dkk., 1998). Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol (Suparjo, 2010)
14
B. Kerangka Berpikir
Harga daging sapi tinggi tidak semua masyarakat dapat membeli.
Daging sapi dan ayam dapat meningkatkan kolesterol dan rendah serat.
Harga kacangkacangan ratarata lebih rendah dari harga daging sapi
Kacangkacangan bebas kolesterol dan mengandung serat tinggi
Kacang kedelai berprotein tinggi dan dapat dimodifikasi menjadi daging buatan
Bakso dari daging hewan tidak banyak mengandung serat pangan
Kacang merah dan kedelai mengandung serat pangan tinggi
Pembuatan daging tiruan dari kacang merah dan kedelai dapat menghasilkan daging buatan tinggi serat pangan dan protein yang hampir setara dengan produk olahan daging sapi dan ayam (bakso).
C. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah daging tiruan yang dihasilkan dalam penelitian tidak berbeda nyata dengan bakso daging sapi dan ayam.