BAB II LANDASAN TEORI
Layer pada OSI dapat digolongkan menjadi 2 jenis layanan (Type of Service) yaitu Connection-Oriented dan Connection-Less (Tanenbaum, Computer Network Fifth Editon, 2011). Layanan yang bersifat Connection-Oriented adalah yang telah dimodelkan pada sistem telepon, yang mana prosesnya adalah membuka hubungan, menggunakan hubungan, serta menutup hubungan. Pada Connection-Oriented juga dikenal istilah circuit yaitu yang digunakan dalam pembentukan hubungan yang berkaitan dengan resource (misalnya alokasi bandwidth tetap). Layanan yang bersifat Connection-Less adalah yang telah dimodelkan pada sistem surat pos. Masing-masing pesan (surat pos) membawa berbagai alamat tujuan, dan masing-masing disalurkan melalui intermediate node. Pada Connection-Less, si pengirim tidak tahu surat tersebut kapan sampai dan si penerima juga tidak tahu kapan pesan itu datang. Pada tulisan ini akan diambil contoh, untuk Connection-Oriented yaitu Integrated Services (IntServ) dan untuk Connection-Less yaitu Differentiated Services (DiffServ). Kedua contoh tersebut akan digunakan pada model jaringan MPLS (Multi-Protocol Label Switching). Dipilih MPLS karena pada model ini dapat dilakukan rekayasa trafik yang dapat mengendalikan aliran paket untuk layanan yang berbeda dalam jaringan IP (Ghein, MPLS Fundamentals, 2007). Secara kasar, hal ini dilakukan dengan menetapkan end-to-end "virtual path" (disebut juga tunnel) dari kapasitas yang telah ditetapkan untuk aliran perminta yang berbeda sesuai dengan kelas layanannya. Oleh karena itulah perlu dilakukan analisis kualitas layanan (Quality of Service) pada kedua contoh tersebut. Sebagaimana yang tercantum dalam RFC1633 (IntServ) dan 4
5
RFC2475 (DiffServ) bahwa permasalahan utama adalah penilaian terhadap kepuasan pelanggan terhadap QoS. Pada tulisan ini akan dilakukan analisis performansi QoS pada model IntServ dan Diffserv pada jaringan MPLS berdasarkan bandwidth, delay, throughput, dan packet loss. Dari judul “Perancangan Simulasi dan Analisa QoS Layanan VoIP Menggunakan Jaringan MPLS Studi Kasus PT. XYZ”, penulis memerlukan data serta informasi pendukung yang dapat membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Data dan informasi tersebut berupa teori-teori khusus yang bersangkutan dengan MPLS, Quality of Services, Best Effort dan Differentiated Services. Teori-teori khusus tersebut penulis dapatkan dari berbagai sumber referensi yang berupa buku, jurnal dan artikel.
II.1.
Multiprotocol Label Switching (MPLS)
II.1.1. Pendahuluan Multiprotocol Label Switching performa
tinggi untuk
meneruskan
(MPLS) paket
adalah melewati
sebuah suatu
metode
dengan
jaringan.
MPLS
mengizinkan router yang berada di edge network untuk menyisipkan label yang simple ke dalam sebuah paket. Praktek ini mengizinkan perangkat MPLS (ATM switch maupun router yang ada di tengah internet service provider core) untuk menyisipkan label di setiap paket.
6
II.1.2. Packet Forwarding pada jaringan IP Tradisional versus MPLS Pada jaringan IP tradisonal, routing protocol digunakan untuk mendistribusikan informasi routing di layer 3. Proses penerusan paket dilakukan berdasarkan alamat tujuan. Oleh karena itu, ketika sebuah paket diterima suatu router, maka router tersebut akan menentukan next-hop address menggunakan alamt IP tujuan dengan informasi yang terdapat pada tabel routing. Proses ini terus berulang pada tiap hop (router) dari sumber ke tujuan.
Gambar 2.1. Operasi IP Forwarding Tradisional (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
Berdasarkan gambar 2.1. proses penerusan paket adalah sebagai berikut : 1. R4 menerima sebuah paket data yang ditujukan untuk jaringan 172.16.10.0 2. R4 mencari rute untuk jaringan 172.16.10.0 pada label routing dan paket diturskan ke next-hop, router R3 3. R3 menerima paket data tersebut dengan tujuan 172.16.10.0 lalu mencari rute untuk
7
jaringan 172.16.10.0 dan meneruskan ke router R2 4. R2 menerima paket data tersebut dengan tujuan 172.16.10.0 lalu mencari rute untuk jaringan 172.16.10.0 dan meneruskan ke router R1 5. Karena router R1 terhubung langsung ke jaringan 172.16.10.0, R1 akan meneruskan paket tersebut ke interface yang tepat. Sedangkan pada jaringan MPLS, paket data diteruskan berdasarkan label. Label mungkin akan disesuaikan dengan alamat IP tujuan atau dengan parameter lainnya, misalnya kelas-kelas QoS dan alamat sumber.
Gambar 2.2. Operasi Paket Forwarding Pada Jaringan MPLS (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
Berdasarkan gambar 2.2., proses penerusan paket adalah sebagai berikut : 1. R4 menerima sebuah paket data dan jaringan 172.16.10.0 dan mengidentifikasi bahwa rute ke tujuan adalah jaringan MPLS. Oleh karena itu, R4 meneruskan paket tersebut ke next-hop router R3 setelah memakaikan sebuah label L3 pada paket tersebut.
8
2. R3 menerima paket yang berlabel tersebut dengan label L3 dan menukar L3 dengan L2 dan meneruskan paket tersebut ke R2. 3. R2 menerima paket yang berlabel tersebut dengan label L2 dan menukar L2 dengan L1 dan meneruskan paket tersebut ke Rl. 4. Rl router yang bertindak sebagai batas antara jaringan berbasis IP dan MPLS; oleh karena itu, Rl melepaskan label pada paket dan meneruskan paket IP tersebut ke jaringan 172.16.10.0.
Berikut ini perbandingan antara Multi Protocol Label Switching dengan routing IP konvensional : 1. Dalam routing IP konvensional, analisis header IP dilakukan pada tiap-tiap hop lintasan paket dari suatu jaringan, sedangkan pada label switching dilakukan hanya sekali pada saat paket memasuki lintasan dari suatu jaringan. 2. Pada routing IP konvensional, support unicast dan multicast data memerlukan algoritma forwarding dan routing multicast yang khusus, sedangkan pada label switching hanya memerlukan sebuah algoritma forwarding. 3. Penentuan routing pada IP konvensional, berdasarkan pada alamat tujuan yang terdapat pada header IP, sedangkan pada label switching berdasarkan pada jumlah parameter, juga termasuk alamat tujuan pada header IP, seperti Quality of Service (QoS), type data (suara, gambar).
9
II.1.3. Arsitektur MPLS Fungsionalitas MPLS dibagi menjadi dua bagian utama blok arsitektur, yaitu: 1. Control Plane – ( l i h a t g a m b a r 2 . 3 . ) , menjaga pertukaran informasi routing dan pertukaran label diantara perangkat jaringan. Control plane membangun routing table (Routing Information Base[RIB]) berdasarkan routing protocol untuk pengaturan routing di layer 3. Contoh fungsi control plane adalah pertukaran informasi protokol routing, seperti OSPF dan BGP. Selain itu, semua fungsi yang berhubungan dengan
pertukaran
label
antar
router-router
tetangga.
Gambar 2.3. Arsitektur Control Plane (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
2. Data Plane – (lihat gambar 2.4.), bertugas untuk menjaga penerusan paket-paket data berdasarkan suatu tujuan alamat IP atau label. Data plane disebut juga forwarding plane. Data plane adalah penerus paket sederhana dimana hanya meneruskan suatu tipe dari routing protokol atau pertukaran protokol label yang
10
akan digunakan. Data plane
mengirimkan
paket
ke
interface
yang
tepat
berdasarkan informasi yang berasal dari tabel LFIB atau FIB.
Gambar 2.4. Arsitektur Data Plane (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
II.1.4. Istilah-Istilah Dalam MPLS Menurut Cisco System Learning (2006), Beberapa istilah penting dalam MPLS yang akan digunakan terus dalam skripsi ini, yaitu : 1. Forwarding Equivalent Class (FEC) merupakan sekumpulan paket-paket yang akan mendapatkan perlakuan forwarding yang sama (melewati jalur yang sama). 2. MPLS Label Switch Router (LSR) bertugas dalam label switching; LSR menerima labeled packet dan menukar label tersebut dengan outgoing label dan meneruskan labeled packet baru tersebut dari interface yang tepat. Berdasarkan lokasinya dalam domain MPLS, LSR bisa bertugas dalam label imposition (addition, disebut juga push) atau pun label dispotion (removal, disebut juga
11
pop). 3. MPLS Edge-Label Switch Router (E-LSR), lihat gambar 2.5., sebuah LSR pada perbatasan domain MPLS. Ingress E-LSR bertugas dalam label imposition dan meneruskan paket melalui jaringan MPLS- enabled. Egress E-LSR bertugas dalam label disposition dan meneruskan paket IP ke tujuan.
Gambar 2.5. LSR dan E-LSR (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
4. MPLS Label Switched Path (LSP) – jalur pengiriman paket dari sumber ke tujuan pada jaringan MPLS-enabled 5. Upstream
and
Downstream
–
konsep
dari
upstream
dan downstream
merupakan poros untuk memahami operasi dari distribusi label (control plane) dan penerusan paket data dalam sebuah domain MPLS. Sebuah label MPLS terdiri dari bagian-bagian berikut ini (lihat gambar 2.6.) : 1.
20-bit
label
value
–
nomor
yang
ditetapkan
oleh
router
untuk
mengidentifikasikan prefix yang diminta. 2. 3-bit experimental field – mendefinisikan QoS yang diberikan pada FEC yang telah diberi label. 3. 1-bit bottom-of-stack indicator – jika E-LSR menambahkan lebih dari satu label
12
pada sebuah paket IP, maka akan terbentuk label stack. Oleh karena itu, bottom-of-stack indicator bertugas untuk mengenal apakah sebuah label yang dijumpai merupakan label terbawah dalam label stack.
Gambar 2.6. MPLS Label Stack (Lobo, MPLS Configuration on Cisco IOS Software, 2005)
4. 8-bit Time-to-Live field – memiliki fungsi yang sama dengan IP TTL, di mana paket akan dibuang jika TTL sebuah paket adalah 0. Ketika sebuah labeled packet melewati sebuah LSR, nilai TTL-nya akan dikurangi 1.
II.2. Quality of Service (QoS) Quality of Service (QoS) adalah kemampuan penyediaan jaminan performa dalam jaringan. Performa merupakan tingkat kecepatan dan keandalan penyampaian berbagai jenis beban data di dalam suatu sistem komunikasi.
13
II.2.1. Packet Loss Packet Loss adalah kegagalan transmisi paket IP sampai ke tujuannya. Kegagalan
paket
disebabkan
oleh
berbagai
kemungkinan,
diantaranya
(Rolis,2011) : 1. Congestion, disebabkan karena berlebihannya antrian didalam jaringan 2. Node, bekerja melebihi kapasitas buffer 3. Memory yang terbatas pada node 4. Policing atau kontrol terhadap jaringan untuk memastikan bahwa jumlah trafik yang mengalir dengan besarnya bandwith, jika besarnya trafik yang mengalir di dalam jaringan melebihi kapasitas bandwidth, maka policing control akan membuang kelebihan dari trafik yang ada.
II.2.2. Delay Delay adalah waktu tunda yang di sebabkan oleh proses transmisi dari suatu titik ke titik lain yang menjadi tujuannya. Delay dalam jaringan TCP/IP dapat di golongkan sebagai berikut (Liete, 2010) : a. Packetization Delay Delay yang disebabkan oleh waktu yang diperlukan untuk proses pembentukan paket IP dari informasi pengguna. Delay ini hanya terjadi sekali, yaitu di sumber informasi.
14
b. Queuing Delay Delay ini disebabkan oleh waktu proses yang diperlukan oleh router di dalam menangani antrian transmisi paket di sepanjang jaringan. c. Delay Propogasi Proses perjalanan informasi selama didalam media transmisi, misalnya SDH, coax atau tembaga, yang menyebabkan delay, yang disebut dengan delay propagasi. d. Transmission Delay Transmission Delay adalah waktu yang diperlukan sebuah paket data untuk melintasi suatu media. Transmission delay ditentukan oleh kecepatan media dan besarnya paket data. e. Processing Delay Processing Delay adalah waktu yang diperlukan oleh suatu perangkat jaringan untuk melihat rute, mengubah header dan tugas switching. Rata Rata Delay=Total Delay / Total Paket Yang DiTerima
II.2.3. Jitter Jitter merupakan variasi dari delay. Jitter dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan besarnya tumbukan antar paket (congestion) yang ada dalam jaringan. Pengaruh jitter pada kinerja jaringan harus dilihat bersama delay. Ketika jitter besar namun delay-nya kecil maka kinerja jaringan tidak bisa dikatakan jelek
15
karena besarnya jitter dapat dikompensasi dengan nilai delay yang kecil. Jitter akan menurunkan kinerja jaringan ketika nilainya besar dan juga nilai delay-nya juga besar.
II.2.4. Throughput Throughput adalah bandwidth yang sebenarnya (aktual) yang diukur dengan satuan waktu tertentu dan pada kondisi jaringan tertentu yang digunakan untuk melakukan transfer file dengan ukuran tertentu. Sistem throughput adalah jumlah dari kecepatan data yang dikirim ke semua terminal dalam sebuah jaringan. Throughput = jumlah data yang dikirim waktu pengiriman data
II.2.5. Bandwidth Adalah besaran yang menunjukkan seberapa banyak data yang dapat dilewatkan dalam koneksi melalui sebuah network. Lebar pita atau kapasitas saluran informasi. Kemampuan maksimum dari suatu alat untuk menyalurkan informasi dalam satuan waktu detik.
Gambar 2.7. Ilustrasi Bandwidth
Gambar 2.7. menunjukkan jalur paket yang memiliki bandwidth yang berbeda-beda pada sebuah link. Lebar pita 256 Kbps pada sebuah jalur di atas menunjukan besaran lebar pita minimum sepanjang jalur yang dilewati trafik. Besarnya lebar pita yang tersedia dipengaruhi dan ditentukan oleh jumlah
16
pengunjung, banyaknya halaman yang dikujungi dan juga besarnya file yang diakses. Beberapa masalah yang sering dialami yang juga mempengaruhi bandwidth seperti delay, jitter dan packet loss, bisa diatasi dengan berbagai cara, seperti menaikan lebar bandwidth, mengklasifikasikan dan menandai trafik dan menerapkan antrian.
II.2.6. Packet Delivery Ratio (PDR)
PDR merupakan perbandingan banyaknya jumlah paket yang diterima oleh node penerima dengan total paket yang dikirimkan dalam suatu periode waktu tertentu. Atau bisa juga dihitung dengan cara mengurangi jumlah paket keseluruhan yang dikirim dengan paket yang loss atau hilang. Rumus untuk menghitung PDR adalah sebagai berikut (Stoica I, 2011):
100
II.2.7. Packet Loss
Packet loss adalah hilangnya paket yang dikirim dari sumber ke penerima. Ini dapat terjadi misalnya karena jaringan padat, sehingga saat router tidak mampu menampung paket-paket yang datang ada beberapa paket yang di drop dan tidak pernah mencapai tujuan (Peterson, 2012). Pada beberapa kasus ada packet loss yang dapat ditoleransi, namun dengan persentase yang kecil tentunya. Misalnya pada video streaming, saat menjalankan video streaming jika ada bagian kecil dari frame yang hilang tentu tidak akan begitu berpengaruh pada kualitas video yang memiliki frame rate minimal 25 fps (frame per second).
17
II.3. Model Kualitas Layanan (QoS Model)
Berikut ini akan dijelaskan beberapa model QoS yang digunakan dalam konfigurasi jaringan MPLS :
II.3.1. Best Effort Model
Sebenarnya ketika kita membicarakan model best-effort, tidak ada konfigurasi QoS yang dikonfigurasi di dalamnya. Jaringan internet yang ada saat ini sebagian besar menerapkan layanan yang disebut best effort dimana paket dapat dikirimkan sewaktuwaktu tanpa terlebih dahulu bernegoisasi dengan kemampuan jaringan. Layanan best effort ini banyak digunakan pada aplikasi umum seperti layanan FTP (File Transfer Protocol) dan e-mail. Best effort memberikan layanan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan jaringan yang ada, sehingga tidak dapat menjamin kualitas layanan pada saat jaringan padat. Layanan suara (VoIP) adalah salah satu layanan yang sangat sensitif terhadap Quality of Service (QoS). VoIP memerlukan jaminan QoS agar layanan ini dapat berjalan baik dalam jaringan, sehingga VoIP tidak cocok bila dijalankan pada jaringan yang menerapkan layanan best effort.
II.3.2. Integrated Service (IntServ) Model
Model Integrated Service (IntServ) adalah model QoS pertama yang dikembangkan untuk layanan jaringan end-to-end, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan aplikasi
18
realtime (Ferguson, 1998). Intserv merupakan model pelayanan yang terintegrasi untuk menangani kebutuhan beragam QoS. Sebelum mengirimkan paket data, model pelayanan ini akan mengaplikasikan layanan khusus ke dalam jaringan yang ditangani dengan proses signaling. Signaling yang bertanggung jawab terhadap penyediaan QoS di model Intserv ini adalah protokol Resource Reservation Protocol (RSVP). Sebelum mengirimkan paket-paket data, signaling ini akan memberi tahu router-router mengenai kebutuhan QoS oleh program aplikasi, sehingga RSVP merupakan pensinyalan yang out-band. Intserv dapat memberikan dua pelayanan sebagai berikut: i.
Guaranteed service: memberikan garansi tersedianya bandwidth dan delay yang dikehendaki
ii. Controlled-Load service: memberikan garansi tersedianya kualitas layanan bahkan ketika terjadi overload di dalam jaringan
II.3.3. Differentiated Service (DiffServ) Model
Diffserv merupakan model yang memberikan multi layanan yang menghendaki kebutuhan QoS yang berbeda-beda. Berbeda dengan Intserv, Diffserv tidak mengaplikasikan RSVP sebagai signaling, sehingga tidak meminta router-router untuk menyediakan sumber daya jaringan untuk melakukan pengiriman paket, melainkan menggunakan metode perhop-behavior (PHB) (Bandara, 2005). Diffserv menyediakan layanan khusus menurut QoS yang dikehendaki oleh masing-masing paket, Misalnya dengan menggunakan teknik IP Precedence. Jaringan akan melakukan packet classification, traffic shaping, traffic policing, dan queuing berdasarkan informasi yang diberikan.
19
II.3.4. Arsitektur Diffserv Diffserv mempunyai dua komponen utama : • Traffic conditioning – terdiri dari classification, policing, marking dan shaping. Hal tersebut hanya dilakukan di edge router. • Per – hop behavior – terdiri dari queuing, scheduling, dan mekanisme dropping. Hal tersebut dilakukan di setiap hop. • Queuing Queuing atau antrian adalah sebuah proses pengurutan paket yang terkait dengan output buffers. Queuing hanya bekerja pada interface yang mengalami congestion dan apabila congestion tidak terjadi maka queuing juga aktif. Banyak teknik queuing dapat diaplikasikan pada jaringan MPLS, bergantung platform dan versi dari perangkat jaringan : - First In First Out (FIFO) FIFO berada di setiap platform dan setiap interface dan secara default berada di semua interface. - Modified Deficit Round Robin (MDDR) (hanya untuk platform GSR) - Class-based Weighted Fair Queuing (CBWFQ) (umumnya untuk platform nonGSR) - Low-Latency Queuing (LLQ) MDRR,
CBWFQ,
dan
LLQ
dikonfigurasi
dengan
MQC. Tinggal
mencocokan MPLS EXP dalam class-map dan lakukan konfigurasi atau jaminan latency dengan perintah bandwidth atau priority.
20
•
Dropping Merupakan
salah
satu
bagian
Diffserv
PHB. Dropping sangatlah penting,
yaitu untuk membuang paket – paket berdasarkan antrian paket-paket yang telah mencapai 100% dari panjang antrian maksimal.
Manajemen terhadap queuing FIFO menggunakan kebijakan tail-drop, dimana akan melakukan dropping terhadap setiap paket yang datang ketika antrian sedang penuh. Weighted
Random
Early
Detection
(WRED)
adalah
mekanisme
Diffserv
yang
diimplementasikan hampir di semua platform Cisco. WRED bekerja pada MPLS EXP sama seperti IP Precedence. Cara kerja DiffServ normal pada NS 2.31 :
Gambar 2.8. Cara Kerja DiffServ Normal Gambar 2.8, menjelaskan paket data dalam jaringan akan melewati proses berikut pada Diffserv. Saat paket data akan memasuki jalur jaringan yang diterapkan Diffserv, paket data ini diklasifikasikan pada jenis layanan EF, AF, atau BE, yang mana hal ini ditentukan manual di NS-2.31 berdasarkan asal dan tujuan paket. Setelah itu, paket data akan dicek dengan syarat masuk queue atau buffer pada setiap jenis layanan, seperti
21
jumlah paket maksimal, dan data rate. Jika paket data tidak memenuhi syarat atau kondisi yang ditentukan, paket tersebut akan di drop. Kemudian, bila sudah masuk dalam queue suatu jenis layanan, paket data tersebut akan dikeluarkan dari queue untuk diteruskan dalam jaringan, yang secara default giliran queue untuk proses pengeluaran paket ini menggunakan algoritma Round Robin. Sesuai dengan algoritma Round Robin, penjadwalan pengeluaran paket pada setiap queue dilakukan secara berurut mulai dari queue pada jenis layanan EF, lalu AF, kemudian BE, dan kembali lagi ke EF. Meskipun menggunakan Round Robin, proses pengeluaran pada jenis layanan EF bisa dilakukan tanpa harus menunggu gilirannya tiba, sesuai kondisi yang ditentukan pada queue.
II.4. Voice over IP VoIP adalah sebuah teknologi yang memanfaatkan Internet Protocol untuk menyediakan komunikasi suara jarak jauh secara langsung. Sinyal suara analog yang di dengar ketika berkomunikasi di telepon diubah menjadi data digital dan dikirimkan melalui jaringan berupa paket-paket data secara real time. Bentuk paling sederhana dalam sistem VoIP adalah dua buah komputer terhubung dengan internet. Syarat-syarat dasar untuk mengadakan koneksi VoIP adalah komputer yang terhubung ke internet, mempunyai kartu suara yang dihubungkan dengan speaker dan mikrofon. Dengan dukungan perangkat lunak khusus, kedua pemakai komputer bisa saling terhubung dalam koneksi VoIP satu sama lain. Bentuk hubungan tersebut bisa dalam bentuk pertukaran file, suara, gambar. Penekanan utama dalam VoIP adalah hubungan keduanya dalam bentuk suara. Jika kedua lokasi terhubung dengan jarak yang cukup jauh (antar kota, antar negara) maka bisa dilihat keuntungan dari segi biaya. Kedua pihak hanya cukup membayar biaya pulsa internet saja. Secara umum VoIP merupakan wujud dari layanan telepon dengan menggunakan sistem komunikasi Packet Switched. Packet switched network adalah jaringan-jaringan yang
22
dihubungkan oleh router, dimana setiap host yang terhubung dalam jaringan tersebut secara teori, dapat mengirimkan paket data kepada host yang lain. Paket tersebut berisi alamat yang dituju, dan router meneruskan paket tersebut ke alamat yang dituju tersebut. Protokol packet switched ini membagi data menjadi paket-paket sebelum dikirim. Protokol ini menggunakan prinsip multiplexing, di mana paket-paket tersebut dapat melalui jalur-jalur yang berbeda bersama paket-paket yang berasal dari data lain untuk sampai di tujuan. Begitu sampai di tujuan, paket-paket tersebut akan dirangkai kembali menjadi data asli. Untuk menyediakan layanan telepon konvensional, diperlukan sebuah protokol yang mampu membangun sebuah sesi komunikasi antar pengguna. Protokol ini disebut juga dengan signaling protocol.