BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Auditing Terdapat banyak definisi mengenai auditing. Definisi audit yang sangat terkenal adalah definisi syang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang mendefinisikan auditing sebagai : Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi buktibukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan criteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomr 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara: Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Definisi lainnya mengenai auditing yaitu: Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operation. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined, approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. (The Institute of Internal Auditors, 1999). Selain definisi di atas, Auditing Practices Committee (APC) mengemukanan definisi auditing sebagai berikut : “An audit is the independent axamination of, and expression of opinion on, the financial statements of an enterprise by an appointed auditor in 9|BAB II
pursuance of that appointment and in compliance with any relevant statutory obligation”.
Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu : 1.
Proses yang sistematik Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur dan terorganisir. Salah satu proses ini adalah proses penilaian. Proses penilaian pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah sesuatu yang dinilai tadi sesuai dengan yang seharusnya. Dalam proses penilaian, secara implisit menunjukkan adanya dua pihak yang terkait, yakni pihak yang melakukan penilaian (auditor) dan pihak yang dinilai yaitu auditee. a.
Auditor Pihak yang melakukan audit disebut Auditor. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menyatakan bahwa: Auditor adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang mempunyai jabatan fungsional auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah Instansi Pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan, dan terdiri atas:
10 | B A B I I
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden; Inspektorat
Jenderal
(Itjen)/
Inspektorat
Utama
(Ittama)/
Inspektorat yang bertanggungjawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK); Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan; Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota. Sehingga pengertian auditor dalam hal ini bisa merujuk pada individu
yang
melakukan
audit,
maupun
institusi
yang
memerintahkan individu tersebut melakukan audit. Dalam struktur pemerintahan di
Indonesia, institusi tersebut meliputi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan pada Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dan Lembaga Negara, Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) atau Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota. b. Auditee Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah; Auditee adalah orang/instansi pemerintah yang diaudit oleh APIP. 11 | B A B I I
Pengertian secara umum auditee adalah pihak yang melaksanakan dan bertanggung jawab atas hal yang dinilai oleh auditor. Dihubungkan dengan struktur pemerintahan di Indonesia, auditi mencakup seluruh instansi pemerintahan di Indonesia. Pengertian instansi di sini mencakup semua tingkatan satuan organisasi dalam pemerintahan. Sebagai contoh, auditi bisa berupa Pemerintah Indonesia,
satu
pemerintah
provinsi,
atau
satu
pemerintah
kabupaten/kota, satu departemen, satu direktorat jenderal, satu unit pelaksanan teknis, satu dinas di provinsi/kabupaten/kota, atau suatu pelaksanaan kegiatan pada suatu dinas tertentu, dan seterusnya. 2.
Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif Hal ini berarti bahwa proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari asersiasersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor kemudian mengevaluasi
bukti-bukti
yang
diperoleh
tersebut.
baik
saat
penghimpunan maupun pengevaluasian bukti, auditor harus obyektif. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu atau entitas yang membuat representasi tersebut. 3.
Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi Asersi merupakan sebuah pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut. Asersi-asersi meliputi informasi yang terkandung 12 | B A B I I
dalam laporan keuangan, laporan operasi internal, dan laporan biaya maupun pendapatan berbagai pusat pertanggungjawaban pada suatu perusahaan. 4.
Menentukan tingkat kesesuaian Hal ini berarti penghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan criteria yang telah ditetapkan.
5.
Kriteria yang ditentukan Kriteria yang ditentukan merupakan standard-standar pengukur untuk mempertimbangkan (judgement) asersi-asersi atau representasirepresentasi. Kriteria tersebut dapat berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum atau Standar Akuntansi Keuangan, aturan-aturan spesifik yang ditentukan oleh badan legislative atau pihak lainnya, anggaran atau ukuran lain kinerja manajemen.
6.
Menyampaikan hasil-hasilnya Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi dan criteria yang telah ditentukan.
7.
Para pemakai yang berkepentingan Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang diinformasikan melalui laporan audit, dan laporan lainnya. Para pemakai
13 | B A B I I
tersebut meliputi investor, pemegang saham, badan pemerintahan, manajemen dan public pada umumnya. Dan dari definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga elemen fundamental dalam auditing, yaitu : 1.
Seorang auditor harus independen.
2.
Auditor bekerja mengumpulkan bukti (evidence) untuk mendukung pendapatnya.
3.
Hasil pekerjaan auditor adalah laporan (report). Laporan merupakan hasil yang harus disampaikan auditor kepada pengguna laporan keuangan.
B. Jenis-Jenis Audit Menurut Kell dan Boyton, audit dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit. dalam hal ini tipe audit terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu : 1.
Audit laporan keuangan (financial statement audit) Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU). Jadi, ukuran kesesuaian audit laporan keuangan adalah kewajaran (fairness).
14 | B A B I I
2.
Audit kepatuhan (compliance audit) Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi-kondisi, aturanaturan, dan regulasi yang telah ditentukan. Ukuran kesesuaian audit kepatuhan adalah ketepatan (correctness).
3.
Audit operasional (operational audit) Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonommis) operasional. Audit operasional sering disebut juga dengan management audit atau performance audit. Ukuran kesesuaian yang digunakan adalah kedekatan (closeness). Bila dilihat dari sisi untuk siapa audit dilaksanakan, auditing dapat juga
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : 1.
Auditing Eksternal; merupakan suatu kontrol sosial yang memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk pihak luar perusahaan yang diaudit. Auditornya adalah pihak luar perusahaan yang independen, yaitu akuntan publik yang telah diakui oleh yang berwenang untuk melaksanakan tugas tersebut.
2.
Auditing Internal; adalah suatu kontrol organisasi yang mengukur dan mengevaluasi efektivitas organisasi. Informasi yang dihasilkan, ditujukan
15 | B A B I I
untuk manajemen organisasi itu sendiri. Auditor sering disebut auditor internal dan merupakan karyawan organisasi tersebut. 3.
Auditing Sektor Publik; adalah suatu kontrol atas organisasi pemerintah yang memberikan jasanya kepada masyarakat, seperti pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Audit dapat mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan, maupun audit operasional. Auditornya adalah auditor pemerintah dan dibayar oleh pemerintah. Menurut tujuannya, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU 15 tahun 2004), audit (pemeriksaan) dibedakan menjadi audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu. a.
Audit Keuangan Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan. Audit (pemeriksaan) keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen (dalam hal ini pemerintah) dengan standar akuntansi yang berlaku (dalam hal ini Standar Akuntansi Pemerintahan/SAP). Hasil dari audit keuangan adalah opini (pendapat) audit mengenai kesesuaian laporan keuangan dengan SAP. Sesuai dengan UndangUndang 15 Tahun 2004, kewenangan melakukan audit keuangan berada di tangan BPK. APIP tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan 16 | B A B I I
audit keuangan atas laporan keuangan instansi pemerintah. Namun demikian, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan
dan
Kinerja
Instansi
Pemerintah,
APIP
berkewajiban melakukan reviu (intern) atas laporan keuangan yang disusun
oleh
kementerian/lembaga/pemerintah
daerah.
Tujuan
pelaksanaan reviu intern tersebut adalah, untuk meyakinkan bahwa penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah telah sesuai dengan SAP. Dengan demikian pada waktu diaudit oleh BPK tidak terdapat lagi permasalahan, yang menyebabkan BPK memberikan opini atas laporan keuangan pemerintah selain Wajar Tanpa Pengecualian atau setidaknya Wajar Dengan Pengecualian. b. Audit Kinerja /Audit Operasional Banyak nama dan istilah yang dipergunakan untuk menunjuk pada pengertian jenis audit ini. Istilah yang paling sering dijumpai adalah performance audit, Value for Money (VFM) audit, audit manajemen, audit operasional atau audit 3E. Audit kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan Negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan audit kinerja, auditor juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengendalian intern. Audit kinerja menghasilkan temuan, simpulan, dan rekomendasi. Dalam audit kinerja, langkah yang ditempuh mencakup identifikasi sebab dan akibat mengapa kegiatan tidak dilakukan secara 17 | B A B I I
ekonomis, efisien, dan efektif, dalam rangka memberikan rekomendasi perbaikan kepada pihak yang berkepentingan. Kriteria yang digunakan dalam audit kinerja adalah ekonomis, efisien, dan efektif, karena itu, audit kinerja/operasional lazim dikenal dengan sebutan audit 3E. Kriteria audit keuangan yaitu standar akuntansi yang berlaku umum jelas bentuknya, karena itu relatif lebih mudah didapatkan dan dipelajari. Sedangkan kriteria yang digunakan dalam audit operasional yaitu ekonomis, efisien, dan efektif, mungkin tidak mudah didapatkan oleh auditor, karena sangat tergantung dari kondisi, tempat, dan waktu. Dapat dikemukakan bahwa audit operasional memiliki ciri atau karakteristik antara lain sebagai berikut: 1.
bersifat konstruktif dan bukan mengkritik
2.
tidak mengutamakan mencari-cari kesalahan pihak auditi
3.
memberikan peringatan dini, jangan terlambat
4.
objektif dan realistis
5.
bertahap
6.
data mutakhir, kegiatan yang sedang berjalan
7.
memahami usaha-usaha manajemen (management oriented)
8.
memberikan rekomendasi bukan menindaklanjuti rekomendasi Apabila audit operasional berjalan baik dan rekomendasi audit
dilaksanakan oleh manajemen auditi, diharapkan akan didapat manfaat dari audit operasional antara lain: Biaya-biaya kegiatan akan lebih kecil atau ekonomis 18 | B A B I I
Hasil kerja (produktivitas) akan meningkat Rencana, kebijakan, dan lain-lain yang tidak tepat dapat diperbaiki Suasana kerja menjadi lebih sehat c.
Audit dengan Tujuan Tertentu Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja/audit operasional. Sesuai dengan definisinya, jenis audit ini dapat berupa semua jenis audit, selain audit keuangan dan audit operasional. Dengan demikian dalam jenis audit tersebut termasuk di antaranya audit ketaatan dan audit investigatif. 1) Audit Ketaatan Audit ketaatan adalah audit yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara kondisi/pelaksanaan kegiatan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kriteria yang digunakan dalam audit ketaatan adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi auditi. Perundang-undangan di sini diartikan dalam arti luas, termasuk ketentuan yang dibuat oleh yang lebih tinggi dan dari luar auditi asal berlaku bagi auditi dengan berbagai bentuk atau medianya, tertulis maupun tidak tertulis. 2) Audit Investigatif Audit investigatif adalah audit yang dilakukan untuk membuktikan apakah suatu indikasi penyimpangan/kecurangan benar terjadi atau tidak terjadi. Jadi fokus audit investigatif adalah membuktikan 19 | B A B I I
apakah benar kecurangan telah terjadi. Dalam hal dugaan kecurangan terbukti, audit investigatif harus dapat mengidentifikasi pihak yang harus bertanggung jawab atas penyimpangan/kecurangan tersebut.
C. Kompetensi Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, system nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan di mana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Definisi kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior (Susanto, 2000). Kompetensi juga merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non rutin. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Ashton (1991) menunjukkan bahwa dalam literature psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting dalam meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi juga diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain. Pendapat ini didukung oleh Schmidt et.al 20 | B A B I I
(1988) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Oleh karena itu, relevan jika diasumsikan bahwa auditor harus memiliki keahlian dan pengalaman yang memadai dan pantas untuk mencapai tujuan dari fungsi audit. Jika karakteristik personal ini kurang atau tidak memadai, maka bisa diduga bahwa auditor akan sukar mencapai tujuan auditnya. Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu No. 1.
Peneliti dan Tahun Zulaikha, 2002
Judul Penelitian
Variabel penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Interaksi Gender, Kompleksitas Tugas, dan Pengalaman Auditor terhadap Audit Judgment
Mahasiswa lulusan S1 Jurusan akuntansi yang sedang menempuh Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) dan Program Magister Sains Akuntansi (Maksi).
Sebagai auditor, peran ganda perempuan ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap akuratnya informasi yang diproses dalam membuat judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh (main effect) signifikan terhadap keakuratan judgment, demikian pula ketika kompleksitas berinteraksi (interaction effects) dengan peran gender, pengaruh tersebut juga tidak signifikan. Pengalaman sebagai auditor berpengaruh langsung (main effect) terhadap judgment. Demikian pula ketika isu gender berinteraksi dengan pengalaman tugas sebagai auditor, maka interaksi tersebut berpengaruh secara
21 | B A B I I
2.
Sekar Mayangsari (2003)
Pengaruh keahlian audit dan independensi terhadap pendapat audit
Keahlian dan independensi sebagai variabel bebas, dan pendapat audit sebagai variabel terikat
3.
Kusharyanti (2003)
Temuan penelitian mengenai Kualitas audit dan kemungkinan topik penelitian di masa datang.
Faktor-faktor kualitas audit menurut De Angelo dan Catanach Walker
4.
Adi Purnomo (2007)
Persepsi Auditor Tentang Pengaruh Faktor-Faktor Keahlian Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit
Keahlian diproksikan Dalam 2 sub variabel pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan Independensi diproksikan dalam lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan pelaksanan jasa lain dengan klien.
5.
Elfarini, Eunike Christina. (2007)
Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah)
Keahlian diproksikan dalam 2 sub variabel pengalaman dan pengetahuan. Sedangkan Independensi diproksikan dalam lamahubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan jasa non audit
signifikan terhadap judgment. Bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independensi akan mempengaruhi pendapat audit dibandingkan yang hanya memiliiki salah satu karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya. Banyak factor memainkan peran penting dalam mempengaruhi kualitas audit dari sudut pandang auditor individual, auditor tim maupun KAP. Menurut persepsi auditor faktor-faktor keahlian yaitu pengalaman dan pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit. Sedangkan factor-faktor independensi menurut persepsi auditor hanya tekanan klien yang berpengaruh terhadap kualitas audit. Kompetensi dan Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit secara parsial dan simultan
22 | B A B I I
Dari kajian penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor dapat menentukan kualitas audit. Berdasarkan hal tersebut akan diteliti pengaruh kompetensi auditor internal terhadap kualitas audit, di mana kompetensi diproksikan pada 3 (tiga) variabel yaitu pengetahuan, pengalaman dan kompleksitas tugas. 1.
Pengetahuan Kemampuan professional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Hiro Tugiman, 1997: 27). Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam melakukan setiap pemeriksaan. Dalam mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi (Tubbs 1992). Menurut Hiro Tugiman (1997) setiap pemeriksa internal harus memiliki pengetahuan dan kecakapan sebagai berikut: 1) Keahlian pemeriksa internal dalam menerapkan berbagai standard, prosedur,
dan
teknik
pemeriksaan
yang
diperlukan
dalam
pelaksanaan pemeriksaan. Keahlian berarti kemampuan dalam 23 | B A B I I
menerapkan pengetahuan pada persoalan yang umumnya dihadapi dan menyelesaikan persoalan tersebut tanpa perlu mempelajari kembali secara luas dan bantuan atau asistensi yang berarti dari pihak lain. 2) Keahlian dalam prinsip dan teknik-teknik akuntansi yang digunakan oleh pemeriksa yang pekerjaannya secara luas berhubungan dengan berbagai catatan dan laporan keuangan. 3) Memahami prinsip-prinsip manajemen yang diperlukan untuk mengenali dan mengevaluasi dari penyimpangan atau deviasi dalam praktek usaha yang baik. Pemahaman berarti kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang luas dalam situasi yang umumnya dihadapi dan mampu melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mendapatkan pemecahan atau solusi yang tepat. 4) Diperlukan
pula
pemahaman
terhadap
dasar
dari
berbagai
pengetahuan seperti akuntansi, ekonomi, hokum, perdagangan, perpajakan, keuangan, metode-metode kuantitatif, dan system informasi yang dikomputerisasi. Pemahaman di sini berarti kemampuan untuk mengetahui berbagai persoalan yang ada atau mungkin timbul, dan untuk memecahkan lebih lanjut yang akan dilakukan atau bantuan yang akan diperoleh. Seorang auditor memperoleh pengetahuan bukan hanya dari pendidikan formal, tetapi juga dari pendidikan non-formal seperti diklat, kursus, dan lainnya. Seperti yang dikemukan oleh Hiro Tugiman (1997), 24 | B A B I I
Para pemeriksa berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan meningkatkan keahliannya. Mereka harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standard, prosedur, dan teknik-teknik audit. Pendidikan lebih lanjut dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam perkumpulan profesi, kehadiran dalam berbagao konferensi, seminar, kursus yang diadakan oleh suatu universitas, program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi (in-house training program) dan partisipasi dalam proyek penelitian). Semakin banyak pengetahuan (pandangan) mengenai bidang yang digelutinya sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam, selain itu auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks (Meinhard et.al, 1987 dalam Harhinto, 2004:35). Harhinto
(2004)
menemukan
bahwa
pengetahuan
akan
mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan menentukan kualitas audit. 2.
Pengalaman Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas
kesalahan-kesalahan
dalam
laporan
keuangan
dan
dapat
mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari (Libby et. al, 1985) dalam Kusharyati (2003). Penelitian yang dilakukan Chou dan Trotman (1991) dalam Harhinto (2004) menunjukkan bahwa auditor yang berpengalaman lebih 25 | B A B I I
banyak menemukan butir-butir yang tidak umum dibanding auditor yang kurang berpengalaman. Tetapi untuk menemukan butir-butir yang umum, tidak ada bedanya antara auditor berpengalaman dan auditor yang kurang berpengalaman. Hasil penelitian ini di dukung oleh pendapat Tubbs (1992) dalam Mayangsari
(2003)
yang
pengalaman
terhadap
melakukan
kesuksesan
pengujian
pelaksanaan
mengenai audit.
efek
Hasilnya
menunjukkan bahwa semakin berpengalaman auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan, semakin peka dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal lain yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan. Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Putri Noviyani (2002 : 483) jika seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan departemen tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol. Sedangkan
Harhinto
(2004)
menghasilkan
temuan
bahwa
pengalaman auditor berhubungan positif dengan kualitas audit.
26 | B A B I I
3.
Kompleksitas Tugas Auditor selalu dihadapkan dengan tugas-tugas yang kompleks, banyak, berbeda-beda dan saling terkait satu dengan
lainnya.
Kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai fungsi dari tugas itu sendiri (Wood, 1986). Kompleksitas tugas merupakan tugas yang tidak terstruktur, membingungkan dan sulit (Sanusi dan Iskandar, 2007). Kompleksitas tugas yang meningkat dan melebihi sumberdaya seseorang yang tersedia menyebabkan kinerja akan menurun (Kanfer dan Ackerman, 1989). Chung dan Monroe (2001) mengemukakan argumen yang sama, bahwa kompleksitas tugas dalam pengauditan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Banyaknya informasi yang tidak relevan dalam artian informasi tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksikan.
2.
Adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya outcome (hasil) yang diharapkan oleh klien dari kegiatan pengauditan. Restuningdiah
dan
Indriantoro
(2000)
menyatakan
bahwa
peningkatan kompleksitas dalam suatu tugas atau sistem, akan menurunkan tingkat keberhasilan tugas itu. Bila dikaitkan dengan tugas seorang auditor yaitu melakukan pengawasan dan pemeriksaan, tingginya kompleksitas tugas dapat menyebabkan seorang auditor berperilaku disfungsional sehingga menurunkan kinerja auditor dalam pembuatan laporan hasil pemeriksaan. 27 | B A B I I
D. Kualitas Audit Tugas seorang auditor adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi (Mulyadi, 1992: 103) dengan cara mengumpulkan dan menilai bukti-bukti atas informasi-informasi mengenai satuan-satuan ekonomi tertentu. Tentunya dalam melaksanakan tugasnya auditor membutuhkan sebuah hasil kerja yang berkualitas. Kualitas audit telah didefinisikan dengan berbagai cara. Watkins et. al. (2004) mengidentifikasi beberapa definisi kualitas audit : De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam system akuntansi kliennya. Pendapat lain menurut Titman dan Trueman (1986), Beaty (1986), Krinsky dan Rotenberg (1989) dan Davidson dan Neu (1993), Kualitas audit diukur dari akurasi informasi yang dilaporkan oleh auditor. Pengertian audit menurut Malan (1984) adalah suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif
mengenai asersi atas tindakan dan kejadian ekonomi, kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan dan kemudian mengkomunikasikannya kepada pihak pemakai. GAO standard (Malan, 1984) menyatakan bahwa Governmental audit dibagi dalam 3 elemen dasar yaitu:
28 | B A B I I
1.
Financial and compliance yang bertujuan untuk menentukan apakah operasi keuangan dijalankan dengan baik, apakah pelaporan keuangan dari suatu audit entity disajikan secara wajar dan apakah entity tersebut telah mentaati hukum dan peraturan yang ada.
2.
Economy dan efficiency, untuk menentukan apakah entity tersebut telah mengelola sumber-sumber (personnel, property, space and so forth) secara ekonomis, efisien dan efektif termasuk
sistem informasi
manajemen, prosedur administrasi atau struktur organisasi yang cukup. 3.
Program results, menentukan apakah hasil yang diinginkan atau keuntungan telah dicapai pada kos yang rendah. Ketiga hal tersebut dijalankan auditor dalam melakukan pemeriksaan
untuk mencapai kualitas audit yang baik. Dan berdasarkan beberapa pendapat dapat dianggap bahwa kualitas audit yang baik itu adalah pelaksanaan audit yang mendasarkan pada pelaksanaan Value For Money (VFM) audit yang dilakukan secara independen, keahlian yang memadai, judgment dan pengalaman. VFM
audit
menurut
Mardiasmo
(2000)
merupakan
ekspresi
pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
E. Kerangka Penelitian Teoritis Sebagaimana dijelaskan bahwa Inspektorat yang juga sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), berfungsi memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektivitas, 29 | B A B I I
memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi kebendaharaan umum Negara. Untuk menghasilkan pengawasan yang efektif dan berkualitas dibutuhkan pula kemampuan SDM yang memiliki kompetensi yang kuat di bidang terkait dengan tugas pokok dan fungsi LAN (kajian, kediklatan dan kesekretariatan). SDM Inspektorat belum sepenuhnya memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menciptakan pengawasan internal yang professional. Maka muncullah pertanyaan bagaimana kualitas audit yang dihasilkan auditor dalam mengaudit laporan keuangan auditee. Berdasarkan paparan tersebut di atas maka model kerangka pemikiran penelitian ini dapat disampaikan pada gambar di bawah ini : Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Teoritis
Kompetensi H1
Pengetahuan (X1) Pengalaman (X2) Kompleksitas Tugas (X3)
H2
Kualitas Audit (Y)
H3
H4 Keterangan : X1
: Variabel Independen, Pengetahuan
X2
: Variabel Independen, Pengalaman
X3
: Variabel Independen, Kompleksitas Tugas
Y
: Variabel Dependen, Kualitas audit 30 | B A B I I