BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Motivasi 2.1.1
Definisi Motivasi
Terdapat beberapa definisi motivasi menurut para ahli: •
Menurut Robbins (2001, p166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual.
•
Menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004, p36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
•
Menurut Veithzal Rivai (2005, p455) “Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu”.
•
Greenberg dan Baron (Djatmiko 2005, p67) mendefinisikan bahwa “Motivasi kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia kearah pencapaian suatu tujuan”
•
Ernest J. McCormick (Mangkunegara 2005, p94) dalam hubungannya dengan lingkungan kerja mengemukakan bahwa “Motivasi kerja didefinisikan sebagai
5
6
kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”. •
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.
2.1.2
Tujuan Pemberian Motivasi
Menurut Gouzali Saydam (2005, p328) tujuan pemberian motivasi adalah untuk: 1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan; 2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja; 3. Meningkatkan disiplin kerja; 4. Meningkatkan prestasi kerja; 5. Mempertinggi moral kerja karyawan; 6. Meningkatkan rasa tanggung jawab; 7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi; 8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan. Kemudian Malayu Hasibuan (2003, p97-98) mengemukakan bahwa pemberian motivasi mempunyai tujuan, yaitu: 1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan; 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan; 5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan; 6. Mengefektifkan pengadaan karyawan; 7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; 8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan; 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
7
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya; 11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan oleh pemimpin maupun manajer agar bawahan atau karyawan dapat bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemberian motivasi yakni agar bawahan mau bekerja dan mengeluarkan kemampuan mereka atau memberikan kinerja yang maksimal.
2.1.3
Memotivasi Karyawan
Mathis-Jackson (2003, p274-278) mengungkapkan beberapa cara untuk memotivasi beragam jenis pekerja, sebagai berikut: A. Memotivasi Para Profesional Berilah kepada mereka proyek-proyek menantang yang berkelanjutan. Berilah mereka
otonomi
untuk
mengikuti
minat
mereka
dan
biarkan
mereka
menstrukturkan kerja mereka dalam cara-cara yang mereka rasa produktif. Ganjar mereka dengan kesempatan pendidikan – pelatihan, lokakarya, menghadiri konferensi – yang memungkinkan mereka untuk tetap menguasai perkembangan dalam bidang mereka. Kemukakan pertanyaan-pertanyaan dan lakukan tindakan lain yang memperagakan kepada mereka bahwa Anda secara tulus tertarik akan apa yang mereka kerjakan. B. Memotivasi Pekerja Sementara/Tidak Tetap (Contingent) Tidak ada pemecahan sederhana untuk memotivasi karyawan tidak tetap. Ada dua kelompok pekerja tidak tetap, yakni yang secara sukarela dan yang terpaksa. Bagi kelompok sukarela kurangnya kemantapan bukanlah masalah. Namun untuk menghadapi karyawan yang tidak secara sukarela menjadi tidak tetap jawabannya adalah kesempatan untuk status permanen serta kesempatan untuk pelatihan.
8
C. Memotivasi Angkatan Kerja Yang Beraneka Ragam Kata kunci untuk jenis pekerja ini adalah keluwesan (fleksibilitas). Bersiaplah untuk merancang jadwal kerja, rencana kompensasi, tunjangan, menetapkan fisik pekerjaan, dan semacamnya untuk mencerminkan kebutuhan karyawan yang beraneka. Misalkan menawarkan perawatan anak, jam kerja fleksibel, dan berbagi pekerjaan untuk karyawan-karyawan yang memiliki tanggung jawab keluarga. Atau kebijakan cuti yang fleksibel untuk imigran yang kadang ingin melakukan perjalanan kembali ke negeri asalnya dalam waktu lama. Atau tim-tim kerja untuk karyawan yang datang dari negara dengan orientasi kolektivis yang kuat. Atau mengizinkan karyawan yang akan ke sekolah untuk mengubah jadwal kerja mereka dari semester ke semester. D. Memotivasi Karyawan Jasa Berketerampilan Rendah Pendekatan tradisional untuk memotivasi jenis pekerja ini berfokus pada memberikan pekerjaan yang lebih luwes dan mengisi pekejaan-pekerjaan ini dengan para remaja dan pensiunan yang kebutuhan keuangannya tidak terlalu banyak, para pekerja ini juga diberikan tanggung jawab yang lebih luas untuk inventori, penjadwalan, dan pengangkatan kerja. Untuk menekan angka keluar masuk
karyawan
dapat
menggunakan
pendekatan
non-tradisional
seperti
menciptakan iklim kerja yang dekat seperti keluarga. E. Memotivasi Orang Melakukan Tugas-Tugas Yang Terus Menerus Berulang Tidak banyak yang dapat dilakukan selain mencoba untuk membuat situasi yang jelek menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang lebih menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang bersih dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi dengan rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang empati.
9
2.1.4
Teori David McClelland Berbagai teori mengenai motivasi juga banyak berkembang dewasa ini, salah
satu yang menjadi acuan dalam penelitian ini yakni teori David McClelland mengenai
Three Needs Theory. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yakni kebutuhan akan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan di berbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut. •
Kebutuhan akan prestasi (n-ACH) Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain mereka mencari situasi di mana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah, di mana mereka dapat menerima umpan-balik yang cepat atas kineja mereka sehingga mereka dapat mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan di mana mereka dapat menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang (Robbins 2003, p217).
•
Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow) Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan
akan
penghargaan
dan
kebutuhan
aktualisasi
diri.
McClelland
menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. Individu-individu dengan
10
nPow yang tinggi menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi orang lain, lebih menyukai ditempatkan di dalam situasi kompetitif dan berorientasi-status, dan cenderung lebih peduli akan prestise (gengsi) dan memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif (Robbins 2003, p217-218). •
Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil) Kebutuhan ini menerima perhatian paling kecil dari para peneliti. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal-balik yang tinggi. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi (Robbins 2003, p218). McClelland
mengatakan
bahwa
kebanyakan
orang
memiliki
kombinasi
karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland: •
Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
•
Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.
•
Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).
11
2.2 Lingkungan Kerja 2.2.1
Pengertian Lingkungan Kerja Menurut Veithzal Rivai, lingkungan kerja merupakan elemen-elemen organisasi
sebagai sistem sosial yang mempunyai pengaruh yang kuat di dalam pembentukan perilaku individu pada organisasi dan berpengaruh terhadap prestasi organisasi. Menurut Sumaatmadja (Rivai 2001, p146), lingkungan kerja terdiri dari lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan alam merupakan lingkungan fisik yang belum atau tidak dipengaruhi budaya manusia, seperti cuaca, sinar matahari, dan sebagainya. Sedangkan menurut Nasution (Rivai 2001, p146), lingkungan sosial merupakan orang atau masyarakat sekitar, segala aspek yang bertalian erat dengan kepribadian manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan manusia. Lingkungan budaya merupakan segala hasil cipta manusia dan segala hasil perbuatan serta tingkah laku manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan manusia yang ada di sekitarnya. Contohnya peraturan, desain tata ruang, desain peralatan, dan sebagainya. Pengertian lingkungan kerja yang dikemukakan oleh Rivai hampir sama dengan yang dikemukakan Alex S Nitisemito, bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi diri pekerja dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Hal ini semakin diperkuat dengan pendapat Agus Ahyari (1994, p125) bahwa lingkungan kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada disekitar pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan. Menurut Sondang Siagian (2004, p132) adanya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi kerja yang kondusif. Faktor lain di dalam lingkungan kerja dalam perusahaan yang juga
12
tidak boleh diabaikan adalah hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Hubungan karyawan ini juga ikut menentukan tingkat produktivitas kerja dari para karyawan. Berdasarkan penjabaran tersebut di atas maka yang dimaksud dengan lingkungan kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di sekitar pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan.
2.2.2
Indikator Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001, p21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. a) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001, p21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, yaitu : 1.
Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat
keselamatan
diperhatikan
adanya
dan
kelancaran
penerangan
kerja.
(cahaya)
Oleh
yang
sebab
terang
itu
perlu
tetapi
tidak
menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
13
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu : a) Cahaya langsung b) Cahaya setengah langsung c) Cahaya tidak langsung d) Cahaya setengah tidak langsung 2.
Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh. Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3.
Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia
pada saat menerima atau
melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas
14
dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya. 4.
Sirkulasi Udara di Tempat Kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
5.
Kebisingan di Tempat Kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
15
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : a) Lamanya kebisingan b) Intensitas kebisingan c) Frekwensi kebisingan Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang. 6.
Getaran Mekanis di Tempat Kerja Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal : a) Kosentrasi bekerja b) Datangnya kelelahan c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7.
Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya
bau-bauan
di
sekitar
tempat
kerja
dapat
dianggap
sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat
16
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 8.
Tata Warna di Tempat Kerja Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.
9.
Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja. 11. Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
17
b) Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan bawahan serta hubungan sesama rekan kerja.
2.3 Kepuasan Kerja 2.3.1
Pengertian Kepuasan Kerja Untuk mengawali pembahasan mengenai kepuasan kerja, perlu ditegaskan
bahwa kepuasan kerja mempunyai arti yang beraneka ragam, sehingga timbul berbagai pengertian baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya. Menurut Veithzal Rivai (2004, p475), kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan kata lain, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Kotler (2002, p42) dimana kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kerjanya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Menurut Mohammad As’ad, kepuasan kerja adalah suatu penilaian
mengenai
memuaskan
seberapa
kebutuhannya
jauh
sekaligus
pekerjaannya
secara
keseluruhan
merupakan
perasaan
karyawan
mampu terhadap
pekerjaannya. Robbins (dikutip Rivai) menambahkan bahwa kepuasan kerja karyawan juga meliputi sikap umum karyawan yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima. Menurut Fraser, kepuasan kerja muncul apabila karyawan merasa telah mendapatkan imbalan yang cukup
18
memadai. Menurut Mathis (2006, p121) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Berdasarkan penjabaran yang ada di atas maka yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah penilaian karyawan tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pekerjaannya. Penilaian ini bersifat subyektif yang diekspresikan dalam perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Apabila karyawan merasa bahwa pekerjaannya sesuai dengan apa yang diharapkannya dan mampu memenuhi kebutuhannya maka karyawan akan merasa puas dan sebaliknya.
2.3.2
Teori Dua Faktor Herzberg Teori kepuasan kerja karyawan yang banyak disetujui oleh semua ahli adalah
teori dua faktor Herzberg. Herzberg membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) yang disebut sebagai
hygene factor dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) yang disebut sebagai motivator serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya. Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan isi (content) dari sebuah pekerjaan sehingga disebut juga sebagai content factor, faktorfaktor tersebut antara lain: •
Tanggung jawab (responsibility):besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.
•
Kemajuan (advancement):besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
19
•
Pencapaian (achievement):besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
•
Pengakuan (recognizition):besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya.
•
Pekerjaan itu sendiri (work it self):besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam
pekerjaan seringkali disebut context factor, antara lain: •
Kebijakan perusahaan (company policy):derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku di perusahaan.
•
Penyeliaan (supervision):derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.
•
Gaji (salary):derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya(performance).
•
Hubungan antar pribadi (interpersonal relations):derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
•
Kondisi kerja (working condition):derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.
Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator, yaitu faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas pekerjaannya. Bila content
factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak ”puas” tetapi juga tidak merasa ”tidak puas”. Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan ini sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan memberikan kesempatan
20
untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah. Bila context factor yang tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat membuat pekerja merasa tidak puas (dissatisfied). Faktor faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung merupakan faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa memindahkan ketidakpuasan dan meningkatkan
performance, namun sampai titik tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi berpengaruh banyak. Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance dan sikap lebih positif, sebaiknya menggunakan dan berpusat pada faktor faktor
motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor hygiene untuk menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang memastikan kepuasan kerja karyawan.
2.3.3
Indikator Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal Rivai (2004, p479-480) indikator dari kepuasan kerja terdiri dari : a) Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan. Karyawan akan merasa puas bila tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan belajar dan menerima tanggung jawab. b) Supervisi. Adanya perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, supervisi yang buruk dapat meningkatkan turn over dan absensi karyawan.
21
c) Organisasi dan manajemen, yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, untuk memberikan kepuasan kepada karyawan. d) Kesempatan untuk maju. Adanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama bekerja akan memberikan kepuasan pada karyawan terhadap pekerjaannya. e) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif. Gaji adalah suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari upah (gaji). Jika karyawan merasa bahwa gaji yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka kecenderungan karyawan untuk merasa puas terhadap kerjanya akan lebih besar. (Arep dan Tanjung 2003, p71). f)
Rekan kerja. Adanya hubungan yang dirasa saling mendukung dan saling memperhatikan antar rekan kerja akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan hangat sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan.
g) Kondisi pekerjaan. Menurut Sondang Siagian (2004, p131-132), kondisi kerja yang mendukung akan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. Kondisi kerja yang mendukung artinya tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikannya. Kepuasan kerja sendiri merupakan variabel yang berpengaruh terhadap: 1. Tingkat absensi karyawan 2. Perputaran tenaga kerja 3. Keluhan-keluhan 4. Masalah-masalah personalia yang vital lainnya. Adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan pengaruh yang positif. Karyawan akan lebih termotivasi untuk selalu bersemangat dalam bekerja sehingga kinerjanya meningkat. Hal ini didukung dengan hasil penelitian
22
Rivai (2001) yang menemukan bahwa ada pengaruh yang positif antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja.
2.3.4
Mengungkapkan Ketidakpuasan Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara. Misalnya
daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka. Menuruh Robert-Mathis (2003, p105) ada empat respon yang dapat didefinisikan sebagai berikut: •
Exit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.
•
Voice (Suara): dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
•
Loyalty (Kesetiaan): pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup
berbicara
membela
organisasi
menghadapi
kritik
luar
dan
mempercayai organisasi dan manajemennya untuk “melakukan hal yang tepat”. •
Neglect (Pengabaian): secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat.
2.3.5
Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (2003, p159) ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya: •
Make jobs fun Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan,
23
tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir setiap pekerjaan. Misalkan mengoper buket bunga dari meja satu orang ke yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin. •
Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka di bayar atau diberi imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.
•
Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut.
•
Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.
2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1
Definisi Kinerja
Berbagai definisi kinerja menurut para ahli: •
Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000, p67) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
•
Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003, p223) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”.
24
•
Maluyu S.P. Hasibuan (2001, p34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
•
Menurut Veizal Rivai (2004 , p309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
•
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001, p78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”
2.4.2
Faktor Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) ada tiga faktor
yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan, yakni: 1) Kemampuan individual untuk melalukan pekerjaan tersebut 2) Tingkat usaha yang dicurahkan 3) Dukungan organisasi Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen sebagai berikut: Kinerja (Performance – P) =
Kemampuan (Ability – A) x Usaha (Effort – E) x Dukungan (Support – S)
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor di kurangi atau tidak ada. Sebagai contoh,anggap saja beberapa pekerja memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras, tetapi organisasi memberikan peralatan yang kuno atau gaya manajemen supervisor menimbulkan reaksi
25
negatif dari para pekerja. Ambil contoh lain dari seorang perwakilan layanan pelanggan di call center yang memiliki kemampuan dan seorang pemberi kerja yang menyediakan dukungan yang sangat baik. Tetapi, karyawan tersebut tidak suka ”terikat dengan kabel telepon” seharian dan sering tidak hadir karena tidak suka dengan pekerjaannya walaupun dia mendapatkan gaji yang tinggi. Dalam kedua kasus tersebut, kinerja individual cenderung kurang daripada dalam situasi di mana terdapat ketiga komponen tersebut. Usaha • • • •
yang Dicurahkan Motivasi Etika kerja Kehadiran Rancangan tugas
Kinerja Individual (termasuk kuantitas dan kualitas)
Kemampuan Individual • Bakat • Minat • Faktor kepribadian
Dukungan Organisasional • Pelatihan dan pengembangan • Peralatan dan teknologi • Standar kinerja • Manajemen dan rekan kerja
Gambar 2.1 Komponen Kinerja Individual Sumber: Robert-Mathis
26
2.4.3
Jenis Informasi Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p379) manajer menerima
tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka. a) Informasi berdasar-sifat menidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan – seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas – dan mungkin hanya mempunyai sedikit kaitan dengan pekerjaan tertentu. Sifat-sifat cenderung mempunyai arti ambigu, dan
perusahaan-perusahaan
telah
menyatakan
bahwa
penilaian
kinerja
berdasarkan pada sifat-sifat seperti ”kemampuan beradaptasi” dan ”sikap umum” adalah terlalu samar untuk digunakan dalam mengambil keputusan SDM berbasis kinerja. b) Informasi berdasar-perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku ”persuasi verbal” dapat diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan manajemen. Masalah potensial timbul jika lebih dari satu perilaku dapat membawa keberhasilan kinerja dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, mengidentifikasi ”persuasi verbal” yang berhasil untuk seseorang tenaga penjualan akan sulit karena pendekatan yang digunakan oleh seorang tenaga penjualan mungkin tidak berhasil jika digunakan oleh orang lain. c) Informasi
berdasar-hasil
memperhitungkan
pencapaian
karyawan.
Untuk
pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan berdasar-hasil dapat diterapkan. Bagaimapun, bahwa hal apa yang diukur, cenderung untuk ditekankan. Tetapi penekanan ini mungkin menghilangkan bagian dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi tidak terukur. Sebagai contoh, seorang staf penjualan mobil yang mendapat gaji hanya dengan menjual mungkin tidak
27
bersedia untuk melakukan pekerjaan tulis-menulis atau pekerjaan lainnya yang tidak secara langsung berkaitan dengan penjualan mobil. Lebih jauh, masalah etika atau bahkan masalah hukum dapat timbul ketika hanya hasil yang ditekankan dan bukan bagaimana hasil tersebut dicapai.
2.5 Penelitian Terdahulu 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA PEGAWAI DINAS LUAR ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 CABANG SETIABUDI MEDAN” (jurnal manajemen bisnis volume 2, nomor 1 Januari 2009:2532). Diperoleh hasil bahwa variabel faktor motivator dan faktor hygiene (teori dua faktor Herzberg) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 cabang Setiabudi, Medan berdasarkan hasil uji F dan uji t. Serta diketahui faktor yang paling dominan adalah faktor motivator. 2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marhaeni Wahyu Handayani dengan judul “PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PELAKSANA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” (jurnal Sinerai, 2005, hal. 37-57). Diperoleh hasil bahwa faktor sosial, faktor fisik dan faktor finansial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pelaksanaan di lingkungan Badan Pusat Statistik Propinsi DIY. Serta diperoleh hasil bahwa faktor fisik yang berupa kondisi fisik lingkungan dan kondisi fisik karyawan mempunyai pengaruh yang paling dominan.
28
2.6 Kerangka Pemikiran Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar penelitian lebih terarah maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kinerja Karyawan (Z) • Kemampuan • Usaha • Dukungan
• •
• • •
Motivasi (X1) Kebutuhan akan prestasi Kebutuhan akan kekuasaan Kebutuhan akan berafiliasi
Kepuasan Kerja (Y) Faktor Motivator Faktor Hygiene
Lingkungan Kerja (X2) • Fisik • Non-fisik
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Peneliti
29
2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian karena masih harus di buktikan kebenarannya. Adapun hipotesis untuk penelitian ini: Untuk T-1: Ho: Motivasi dan lingkungan kerja tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna. Ha: Motivasi dan lingkungan kerja memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna. Untuk T-2: Ho: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna. Ha: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.