BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Tingkat Bagi Hasil
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank
syariah membayar bagi hasil atas keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka tingkat rasio bagi hasil atau nisbah. Bagi hasil adalah bentuk return
dari kontrak inventasi yakni
termasuk kedalam natural uncertainty contracts (Karim, 2010:203). Mekanisme bagi hasil menjadi salah satu ciri atau karakteristik perbankan syariah, dimana dengan dengan bagi hasil ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis, khususnya masyarakat perbankan untuk terhindar dari bunga atau riba. Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam Al Qur’an, Surat Al Baqarah ayat 275, dimana Allah SWT mengharamkan segala bentuk transaksi yang mengandung unsur-unsur ribawi, karena unsur tersebut tidak mendatangkan kemashlahatan bahkan hanya bisa mendatangkan keburukan, sehingga sedini mungkin harus dihindarkan. Mekanisme perhitungan tingkat bagi hasil yang diterapkan pada bank syariah terdiri dari dua sistem: a. Profit Sharing adalah bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal
(investor)
dan
pengelola
modal
(enterpreneur)
dalam
menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. a. Revenue Sharing merupakan proses bagi pendapatan yang dilakukan sebelum memperhitungkan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh bank, biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas
11
investasi dana, dana tidak termasuk fee atau komisi atau jasa-jasa yang
diberikan oleh bank karena pendapatan tersebut pertama harus
dialokasikan untuk mendukung biaya operasional bank.
Kecendrungan masyarakat menggunakan sistem bunga lebih bertujuan
untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkan.
Sedangkan jika kita
menggunakna sistem bagi hasil, akan berbeda orientasinya karena sistem ini
berorientasikan pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.
Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan lebih jauh pada
tabel di bawah ini : Tabel 2.2 Perbedaan Antara Suku Bunga dan Bagi Hasil Suku Bunga Bagi Hasil Penentuan bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya rasio /nisbah bagi akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan untung. berpedoman pada kemungkinan untung rugi Besarnya presenatase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Pembayaran bunga tetap seperti Bagi hasil bergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan. Bila usaha proyek yang dijalankan oleh pihak merugi, kerugian akan ditanggung nasabah untung atau rugi. bersama kedua belah pihak. Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat sekalipun jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan. ekonomi booming. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak Tidak ada yang meragukan keabsahan dikecam) oleh semua agama islam. bagi hasil. Sumber : Syafi’i Antonio,2001
Perbedaan antara metode bunga dan bagi hasil terlihat juga jika keduanya dihubungkan dengan inflasi (Widodo & Wibowo, 2005:56). Metode bunga sering dianggap
memberikan perlindungan pada nasabah kreditur terhadap inflasi
dengan cara menyesuaikan nilai uang dengan tingkat harga. Namun, kenyataanya perubahan harga tidak selalu mencerminkan perubahan suku bunga. Sementara itu, inflasi menambah penderitaan rakyat miskin yang kemampuan menabungnya kecil. Suku bunga yang tinggi tidak medorong seseorang untuk menabung.
12
Sebaliknya,
dalam
metode
bagi
hasil,
inflasi
yang
biasanya
menguntungkan para pengusaha otomatis akan menambah pendapatan bagi hasil
nasabah penyimpan dana. Penambahan uang beredar mengakibatkan banyaknya pendaptan pengusaha. Dengan penerapan metode bagi hasil, keuntungan yang
semakin bertambah itu akan diterima juga oleh bank dan nasabah penyimpan dana sesuai dengan nisbahnya. Dengan demikian bank syariah lebih responsif dalam menghadapi inflasi. Nasabah tidak perlu takut terhadap perubahan tingkat inflasi
dan suku bunga bank. 2.2 Jenis-Jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. a) Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. b) Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari 13
bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada
pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
akad kemitraan ini dibagi menjadi dua tipe yaitu (Karim, 2003:97): 1. Mudharabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account).
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib),
Dalam Mudharabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account), tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menerapakan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukan bagi nasabah tertentu.
2. Mudharabah muqqayadah atau RIA (Restricted Investment Account). Pada dasarnya mudharabah RIA ini ada dua jenis, yaitu (Karim, 2003:99100) : a. Mudharabah Muqayadah On Balance Sheet. Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus, dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pihak bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu. b. Mudharabah Muqayadah Off Balance Sheet. Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha). Al mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana , al-mudharabah diterapkan pada : b. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; Deposito biasa
14
c. Deposito spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk
bisnis tertentu, misalnya hanya digunakan murabhah saja atau ijarah
saja. d. Pembaiyaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
2.3
Tinjauan tentang Deposito Mudharabah Selain giro dan tabungan, produk perbankan syariah lainnya yang
termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah deposito. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdsarkan prinsip mudharabah. Mudharabah adalah suatu transaksi pembiayaan berdasarkan syariah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan perbankan islam, yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan (Devi Patriadji, 2011). Berdasarkan pengertian mudharabah diatas, adapun yang dimaksud dengan deposito mudharabah, yang disebut juga dengan deposito investasi mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapatkan imbalan bagi hasil (Sjahdeini, 1999). Imbalan ini dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian, misalnya 70 : 30. Artinya, untuk deposan 70% dan untuk bank 30%. Jangka waktu deposito mudharabah ini berkisar antara 1 tahun, 6 bulan, 3 bulan, dan 1 bulan.
15
2.4 Teori Tingkat Inflasi Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang atau komoditaas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu. Inflasi dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinyua penurunan nilai dapat
unit perhitungan moneter terhadap suatu komoditas. Douglas Greenwald dalam Karim (2007:135) definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit perhitungan
moneter) terhadap barang-barang atau komoditas dan jasa. Menurut teori Keynes mengenai inflasi didasarkan pada teori makronya. Teori ini menyoroti aspek lain
dari inflasi. Menurut teori ini inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oelh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia. Dengan kata lain inflasi juga merupakan proses menurunya nilai mata uang secara kontinu. Selain itu, adakalanya tingkat inflasi meningkat dengan tibatiba atau wujud sebagai akibat suatu peristiwa tertentu yang berlaku di luar ekspektasi pemerintah, misalanya efek dari pengurangan nilai uang (depsresiasi nilai uang) yang sangat besar atau ketidakstabilan politik (Sukirno, 2004:333). Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation), yaitu tingkat perubahan dari harga secara umum. Persamaanya adalah sebagai berikut (Karim, 2007:136):
Akan Tetapi para ekonom cenderung lebih senang menggunakan Implicit Gross Domestic Product Deflator atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari keseluruhan barang tertimbang dengan kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli. Perhitungannya adalah sebagai berikut (Karim, 2007:136) :
16
2.4.1
Jenis-jenis Inflasi Menurut Paul Samuelson dalam Karim (2007:137), seperti sebuah
penyakit, inflasi dapat digolongkan menurut tingkat keparahannya, yaitu sebagai berikut: 1. Moderate Inflation : karakteristiknya adalah kenaikan tingkat harga yang lambat. Ummnya disebut sebagai inflasi satu digit. Pada tingkat inflasi ini orang-orang masih mau untuk memegang uang dan menyimpan kenyatannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil. 2. Galloping Inflation : inflasi pada tingkat ini terjadi pada tingkat 20% samapi dengan 200% per tahun. Pada tingkat inflasi ini orang hanya mau memegang uang seperlunya saja sedangkan kekayaan disimpan dalam bentuk aset-aset riil. 3. Hyper Inflation : inflasi jenis ini terjadi pada tingkatan yang sangat tinggi yaitu jutaan sampai triliyunan persen per tahun. Walaupun sepertinya banyak pemerintahan yang perekonomiannya dapat bertahan menghadapi Galloping Inflation, akan tetapi tidak pernah ada pemerintahan yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ini. Selain itu, inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya yaitu sebagai berikut : 1. Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan yang dilakukan manusia. 2. Actual/antiticipited/Expected Inflation dan Unanticipatied/Unexpectied Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi, sedangkan Unexpectied Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. 3. Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi permintaan agregat (AD) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sis penawaran agregat (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. 4. Spiralling Inflation. Inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. 5. Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan internasional.
17
Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara lainnya.
2.4.2
Indikator Inflasi Ada beberapa indikator yang digunakan oleh para ekonom dalam
menggambarkan inflasi yaitu Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Implisit Produk Domestik Bruto (GDP Deflato) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Dari beberapa indikator tersebut masing-masing
mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Jika pengukuran dimaksudkan untuk
menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup
(IBH) atau Indeks Harga Konsumen (IHK). Sementara itu GDP Deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan indeks yang lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum. Beberapa indeks harga yang sering digunakan dalam pengukuran inflasi adalah: 1. Indeks harga konsumen/IHK (consumer price index) Indeks ini mengukur biaya/pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli rumah tangga untuk keperluan hidup. Banyaknya barang dan jasa yang dihitung bermacam-macam. Laju inflasi dihitung dengan cara menghitung persentase kenaikan atau penurunan indeks harga ini dari tahun ke tahun. 2. Indeks harga perdagangan (whole sale price index). Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi. Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen. 3. GNP deflator GNP deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibanding dua indeks lainnya. GNP deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas harga dasar yang berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan). 2.5
Teori Suku Bunga 18
Pengertian tingkat suku bunga adalah nilai tukar atau harga dari suatu penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu, menurut teori klasik bunga adalah
harga dari penggunaan uang atau sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat diasumsikan sebagai
harga yang harus dibayar apabila pertukaran antara suatu rupiah sekarang dengan satuan rupiah nanti.
Sedangkan menurut Heri Sudarsono (2003:10-11)
mengatakan bahwa riba adalah pengambilan tambahan yang harus dibayarkan,
baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Suku bunga adalah salah satu faktor yang menentukan besar kecilnya
investasi yang diperlukan masyarakat. Menurunnya bunga dalam hal ini akan menaikkan permintaan investasi. Selain itu, Suku bunga juga sangat dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku ekonomi, dalam hal peminjaman dan pemberian pinjaman, tetapi dipengaruhi oleh perubahan daya beli uang. Karena suku bunga pasar dan suku bunga yang berlaku berubah dari waktu ke waktu. Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada dua macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu : 1. Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang enyimpan uangnya di bank.
Bunga
Simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. 2. Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atas harga yang harus dibayar nasabah peminjam kepada bank. 2.5.1
Teori Keynes tentang Suku Bunga Keynes mempunyai pandangan yang berbeda dengan teori klasik
mengenai tingkat suku bunga, menurutnya tingkat suku bunga merupakan suatu fenomena moneter artinya tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang. Menurut teori ini, ada tiga motif mengapa seseorang bersedia untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi (Budiono, 1982: 82).
Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya
permintaan uang yang diberi istilah liquidity preference, artinya permintaan akan
19
uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif tersebut.
Keinginan seseorang untuk tetap berada pada kondisi seperti itu, merupakan salah satu faktor pendorong sesorang bersedia untuk membayar harga tertentu atas
penggunaan uang. Sedangkan uang menurut Keynes adalah merupakan salah satu bentuk kekayaan yang dimiliki seseorang (portofolio), seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, dan surat-surat berharga lainnya.
Teori Keynes Menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan
membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan orang
akan uang untuk tujuan spekulasi pada surat berharga.
Maksudnya
dalam
berspekulasi akan menghasilkan keuntungan maka orang bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai untuk tujuan tersebut. Memegang kekayaan berupa surat berharga mendatangkan pendapatan berupa bunga. Sedangkan harga dari surat berharga tersebut naik turun tergantung pada tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik harga dari surat berharga turun). Makin banyak surat berharga dalam susunan kekayaan, resiko juga makin tinggi. 2.5.2
Teori Konvensional tentang Suku Bunga Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga, makin
tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Sedangkan bunga adalah ”harga” dari (penggunaan) loanable funds, atau bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana investasi, karena menurut teori klasik bunga adalah”harga” yang terjadi di pasar investasi. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Semakin tinggi
tingkat bunga (tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana investasi tersebut
20
sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya
penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan
menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. 2.5.3
Teori Islam tentang Suku Bunga Para ulama telah sepakat bahwa suku bunga bank haram hukumnya karena
tergolong ke dalam riba, hal ini seperti yang tercantum dalam al-qur’an dan hadist yang intinya “Allah SWT dan Muhammad SAW melaknat orang-orang yang memakan riba”. Bunga dilarang dalam islam diantaranya karena bunga, bunga sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cenderung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh. Dalam al-qur’an dan al hadist,dinyatakan bahwa penarikan bunga adalah tindakan pemerasan dan tidak adil sehingga tidak sesuai dengan gagasan islam tentang keadilan dan hak-hak milik. Kelemahan dari sistem bunga dalam islam, sendiri antara lain (tanya jawab ekonomi syariah, pkes publisshing) :
2.6
Tabungan yang direncanakan tidak selalau sama dengan investasi yang direncanakan. Suku bunga bukan faktor utama yang menjamin untuk menyamakan tingkat tabungan dengan investasi, melainkan tingkat pendapatan. Suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi turunnya investasi, tingkat produksi, dan kesempatan bekerja. Suku bunga kecil pengaruhnya terhadap investasi dan tabungan. Bukan suku bunga yang menjamin kesimbangan antara tabungan dan investasi, malainkan tingkat investasi. Perilaku spekulasi akan mempengaruhi ketidakstabilan mekanisme ekonomi dan berdampak pada terpuruknya ekonomi.
Tinjuan tentang Tabungan dan Investasi Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh islam, karena dengan
menabung kita setiap muslim telah mempersiapkan diri untuk pelaksanaan dan 21
perencanaan dimasa yang akan datang sekaligus mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan (Antonio, 2001:153). Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang secara
tidak langsung memerintahkan kaum muslim untuk memepersiapkan hari esok secara lebih baik, seperti dalam al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 226 yang
menyatakan bahwa “Allah memerintahkan manusia untuk mengatisipasi dan mempersiapkan masa depan untuk keturunannya baik secara rohani atau iman maupun secara ekonomi”.
Menurut Monzer Kahf dan Umar Chapra bahwa pengeluaran yang
berlebihan dilarang, penimbunan simpanan juga dikecam tegas oleh Al-Quran dan
As-Sunnah.
Sumber-sumber daya yang telah disediakan Allah harus
dipergunakan untuk digunakan oleh pemiliknya (dalam batasan-batasan yang ditetapkan Allah) atau diperuntukan bagi orang lain sehingga memenuhi tujuan dasar penciptaannya. Membiarkannya menganggur dan tidak memanfaatkannya bagi tujuan-tujuan konsumsi yang benar dan bukan untuk pengembangan barangbarang umum lewat kontribusi kesejahteraan (zakat, sedekah atau pembayaran semacamnya) atau untuk investasi produktif telah dikecam oleh islam. Dalam hadist Nabi saw. Banyak disebutkan tentang sikap hemat. Nabi memuji sikap hemat sebagai sesuatu sikap yang diwariskan oleh para nabi sebelumnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa bersikap hemat tidak berartiharus kikir dan bakhil. Dengan demikian, Tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau respon dari prinsip ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang menyebutkan bahwa manusia haruslah hidup hemat dan tidak bermewah-mewah karena Allah sangat mengutuk perbuatan israf (pemborosan) dan tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna), serta mereka (diri sendiri dan keturunannya) dianjurkan ada dalam kondisi yang tidak fakir. Jadi dapat dikatakan bahwa motifasi utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana (hidup hemat) dan keutamaan tidak fakir. Serta efek zakat terhadap tabungan akan mendorong umat muslim untuk lebih sering melakukan investasi sehingga akan mengurangi kesenjangan sosial yang ada.dalam Dalam perhitungan pendapatan nasional dan statistic, investasi meliputi hal yang lebih luas lagi. Dalam perhitungan pendapatan nasional, investasi 22
meliputi hal-hal: “seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industry-industri, pengeluaran masyarakat
untuk mendirikan rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan
barang jadi” (Sukirno,1994:91).
2.7
Penelitian Terdahulu
Kegiatan penelitian selalu bertitik tolak dari pengetahuan yang sudah ada.
Ada umumnya semua ilmuan akan memulai penelitiannya dengan cara menggali
apa yang sudah dikemukakan atau ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Pemanfaatan terhadap apa yang dikemukan atau ditemukan oleh ahli tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari, mendalami, mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi hal-hal yang sudah ada, untuk mengetahui apa yang sudah ada dan apa yang belum ada melalui laporan. Berikut adalah beberapa penelitian yang menjadi dasar penelitain ini. Muhammad Ghafur (2003) dalam penelitiannya Pengaruh Tingkat Bagi Hasil, Suku Bunga, dan Pendapatan Terhadap Simpanan Mudharabah: Studi Kasus bank Muamalat Indonesia (BMI). Dalam penelitiannya itu digunakan data kuartalan dari bulan Maret 1994 – Desember 2001. Variabel dependen yang digunakan adalah tingkat bagi hasil, tingkat suku bunga konvensional, dan pendapatan nasional, dengan variabel independennya total simpanan mudharabah di Bank Muamalat Indonesia (BMI).
Penelitian ini menggunakan model
Autoregressive Distributed Lag (ADL) untuk mengetahui efek variabel dependennya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga variabel bebas, hanya variabel pendapatan yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap simpanan mudharabah, sedangkan variabel tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil yang signifikan dari variabel pedapatan nasional menunjukkan bahwa pola menabung masyarakat di Bank Muamalat Indonesia dalam jangka pendek masih sangat dipengaruhi oleh pendapatan, artinya, ketika pendapatan meningkat maka simpanan meningkat dan demikian
23
pula sebaliknya. Akan tetapi dalam jangka panjang variabel GDP berpengaruh negatif terhadap simpanan mudharabah. Hal ini bisa terjadi barangkali karena
masyarakat lebih memilih menabung di tempat lain atau berinvestasi dalam bentuk lain ketika penghasilannya meningkat. Hal ini bisa terjadi karena dalam
jangka panjang masyarakat lebih menginginkan return yang lebih besar dari yang diberikan Bank Muamalat Indonesia. Variabel tingkat bagi hasil tidak signifikan berpengaruh terhadap variabel simpanan mudharabah menunjukkan bahwa motif
masyarakat menabung di Bank Muamalat Indonesia bukan dipengaruhi return ditawarkan, namun karena alasan lain. Seperti hasil penelitian Khairunnisa yang
(2001), kecenderungan masyarakat menabung di bank syariah adalah karena sistemnya yang lebih islami, maka penelitian tersebut mendukung kesimpulan bahwa besar kecilnya bagi hasil yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kehendak masyarakat untuk menabung, demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat suku bunga di bank konvensional juga tidak mempengaruhi simpanan mudharabah di Bank Muammalat Indonesia. Penelitian yang dilakukan Rahcmawati dan Syarmsulhakim (2004) ini berjudul “Factors Affecting Mudaraba Deposits in Indonesia”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi deposito mudharabah di Indonesia dengan menggunakan metode ekonometrik kointegrasi. Data yang digunakan adalah waktu menggunakan waktu seri triwulan pada sejak tahun 1993-2003. Empat variabel PDB, jumlah kantor cabang bank islam di Indonesia, tingkat bagi hasil, dan tingkat suku bunga yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap deposito mudharabah. Uji Kointegrasi menunjukan bahwa jumlah kantor cabang Bank Syariah di Indonesia dan tingkat bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap deposito mudharabah di Indonesia dalam jangka panjang. Sedangkan untuk suku bunga dan PDB berpengaruh negatif. Hal ini membuktikan bahwa simpanan deposito mudharabah di Indonesia tidak dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat ataupun suku bunga, tetapi bergantung pada tingkat bagi hasil dan jumlah kantor cabang bank syariah.
24
Berdasarkan hasil penemuan ini mendukung bahwa deposan tertarik untuk menempatkan dananya di bank islam untuk memaksimalkan kesejahteraan
mereka, bukan hanya karena pertimbangan agama saja. Salain itu, dalam rangka meningkatkan simpanan deposito mudharabah di Indonesia, maka pembangunan
kantor-kantor cabang bank syariah harus ditingkatkan. Terakhir bank syariah di indonesia harus meningkatkan tingkat bagi hasil untuk menarik lebih banyak deposan.
Sembiring (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Tingkat Bagi Hasil dan Inflasi Terhadap Besarnya Jumlah Tabungan Pada PT.
BPR Syraiah Puduarta Insani Medan”.
Penelitian ini dilakukan dengan
melakukan beberapa prosedur untuk menganalisis data yaitu syarat-syarat uji regresi liniear berganda dan hipotesis dengan menggunakan SPSS Versi 12.00 yang merupakan metode yang digunakan untuk melihat analisis pengaruh tingkat bagi hasil dan inflasi terhadap besarnya jumlah tabungan pada PT. BPR Syraiah Puduarta Insani Medan. Hasil analisis yang dilakukan diperoleh bahwa variabel bagi hasil dan inflasi mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan 0,05. Sedangkan secara parsial menunjukan bahwa tingkat bagi hasil mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tabungan dengan nilai 0,000 terhadap jumlah tabungan.
Sedangkan variabel inflasi secara parsial tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan dengan nilai 0,266 dengan tingkat kesalahan 0,05. Haron dalam penelitiannya berjudul The Effect of Conventional Interest Rates and Rate of Profit of Funds Deposited with islamic Banking System in Malaysia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh dari suku bunga konvensional dan jumlah deposito perbankan konvensional terhadap Tingkat bagi hasil dan jumlah deposito mudharabah perbankan syariah di Malaysia. Penelitian dilakukan menggunakan data bulanan dari tahun 1984 sampai 1998. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi konsep Adaptive Expectation Mode.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsumen yang
menempatkan simpanannya dalam bentuk tabungan dan deposito dipengaruhi oleh 25
profit motive. Keberadaan teori maksimisasi utilitas diantara konsumen muslim ditandai dengan hubungan negatif antar tingkat suku bunga bank konvensional
dengan jumlah deposito di bank syariah.
Cahyono (2004) dalam Penelitian yang berjudul “Pengaruh Indikator
Makroekonomi Terhadap Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh indikator
makroekonmi (suku bunga SBI, kurs, inflasi, IHSG dan PDB) terhadap dana
pihak ketiga dan pembiayaan Bank Syariah Mandiri. Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
hasil penelitian diharapkan bahwa indikator
makroekonomi (suku bunga SBI, kurs, inflasi, IHSG dan PDB) tidak mempengaruhi dana pihak ketiga pada Bank Syariah Mandiri. Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator makroekonomi memberikan pengaruh terhadap DPK dan pembiayaan Bank Syariah Mandiri, dimana suku bunga SBI memberikan pengaruh negatif, sedangkan inflasi, kurs, IHSG, dan PDB memberikan pengaruh yang positif. Berdasarkan penelitian dengan metode yang sama menunjukan bahwa PDB memberikan pengaruh positif yang paling besar terhadap DPK dan Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri
2.8
Kerangka Pemikiran Polling dana, penyaluran dana dan kegiatan operasional bank syariah
Perhitungan distribusi bagi hasil
26
Ket :
Ruang lingkup penelitian Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu fungsi perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat. Dalam perbankan syariah sudah dikenal dengan namanya sistem bagi hasil yang biasanya presentasenya ditentukan diawal, namun nominalnya ditentukan diakhir. Tingkat bagi hasil merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan nasabah dalam memilih bank syariah. Karim (2005) menyatakan bahwa potensi terbesar bank syariah terdapat pada segmen floating market yang mempunyai ciri lebih menunjukan aspek financial benefit dibandingkan aspek syariah. Bagi aspek floating market, ketertarikan dan kemauan bertransksi dengan bank syariah sangat ditentukan oleh layanan dan keuntungan yang ditawarkan. Segmen pasar ini akan berinteraksi 27
dengan bank syariah jika bank syariah memberikan layanan dan keuntungan minimal sama atau bahkan lebih dengan bank konvensional. Dan dari penjelasan
tersebut dapat kita ketahui bahwa tingkat bagi hasil dan motif mencari keuntungan menjadi pertimbangan oleh nasabah dalam menyimpan dananya dalam masih
produk deposito mudharabah ini. Jika tingkat bagi hasil yang diperoleh nasabah besar, maka permintaan akan deposito mudharabah akan meningkat pula. Dan jika tingkat bagi hasil yang diperoleh nasabah kecil, maka permintaan akan
deposito mudharabah akan menurun.
Penghimpunan dana dari masyarakat berhubungan dengan dengan kondisi
perekonomian masyarakat. Kondisi perekonomian akan memperngaruhi inflasi dan sebaliknya.
Keynes
menyatakan bahwa
perubahan moneter dapat
meningkatkan aktifitas ekonomi dan sekaligus tingkat harga melalui tingkat bunga dan inflasi. Keynes berpendapat bahwa perubahan variabel moneter, berupa perubahan jumlah uang yang beredar, akan berpengaruh terhadap tingkat bunga. Selanjutnya perubahan tingkat bunga akan berpengaruh terhadap investasi, dan melalui mekanisme perubahan harga, akan mempengaruhi pendapatan nasional, sebagai wujud perekonomian sektor riil. Dimana pada beberapa keadaan laju inflasi yang tinggi akan meningkatkan penghimpunan dana dari masyarakat dalam benuk deposito, karena masyarakat berusaha untuk menyimpan dananya daripada dibelanjakan dengan harga yang mahal. Ataupun sebaliknya dimana laju inflasi itu tinggi masyarakat cenderung untuk membelanjakan dananya. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan harga nominal barang dan jasa. Pendapatan yang semula untuk savings (deposito) akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk dibelanjakan. Selain itu, faktor besarnya penghimpunan dana dalam bentuk deposito dari masyarakat dipengaruhi juga oleh tingkat suku bunga yang merupakan faktor pembanding dari bagi hasil. Karena seperti yang kita ketahui masyarakat menyimpan dananya di bank bukan hanya untuk jaminan keamanan, tetapi juga untuk memperoleh keuntungan atau pendapatan, yaitu diperoleh dari suku bunga. Menurut Teori Klasik, semakin tinggi tingkat suku bunga maka makin tinggi pula keinginan seseorang untuk menyimpan uangnya di bank. Artinya pada saat tingkat 28
bunga yang tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi atau mengorbankan pengeluaran untuk konsumsi guna menambah savings di bank. Hal
ini juga dapat juga mengindikasikan jika suku bunga pada bank umum meningkat atau mengalami kenaikan maka permintaan akan deposito mudharabah akan
mengalami penurunan, sedangkan jika suku bunga di bank umum menurun maka permintaan akan deposito mudharabah akan meningkat. 2.9 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian
yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Diduga bagi hasil berpengaruh positif dan signifikan terhadap simpanan deposito mudharabah.
Diduga suku bunga konvensional sebagai pembanding nisbah bagi hasil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap deposito mudharabah.
Diduga inflasi berpengaruh terhadap deposito mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia
29