BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Tekanan Panas a.
Definisi Iklim kerja adalah suatu bentuk kombinasi dari suhu di tempat kerja, kelembaban pada udara, kecepatan gerakan udara, serta suhu radiasi di suatu tempat kerja (Subaris dkk, 2007) Tekanan
panas
adalah
kombinasi
kelembaban udara, kecepatan gerakan dan
suhu
udara,
suhu radiasi pada
lingkungan. Selama tubuh beraktivitas maka tubuh secara otomatis akan memelihara dan menyeimbangkan antara panas lingkungan yang diterima dengan panas dari dalam tubuh melalui kehilangan panas dalam tubuh (Suma’mur, 2014). Suhu lingkungan tempat kerja dapat mempunyai suhu tinggi dan suhu rendah. Suhu di tempat kerja dapat dipengaruhi dari mesin dan faktor lingkungan di tempat kerja (Sulistioningsih, 2013). Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan tubuh manusia mempunyai pengaturan suhu yang disentralisir pada dasar otak yang disebut hyphotalamus dengan bagian utama
6
7
anterior yang mengatur pengeluaran suhu panas dari dalam tubuh (Mukono, 2008). b.
Sumber Panas Lingkungan Kerja Menurut Suma’mur (2014) pada dasarnya ada 3 sumber panas yang penting, yaitu : 1) Iklim kerja adalah keadaan suhu panas udara di lingkungan tempat kerja yang ditentukan oleh faktor-faktor keadaan antara lain, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara, suhu radiasi yang berada di lingkungan sekitar. 2) Proses
produksi
dan
mesin
yang
digunakan
akan
mengeluarkan panas secara nyata sehingga lingkungan kerja menjadi lebih panas. 3) Kerja otot tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya memerlukan energi yang diperoleh dari bahan nutrisi yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen yang diperlukan dalam proses oksidasi untuk menghasilkan energi yang merupakan panas yang disebut metabolisme. c.
Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi 1) Menurut Harrianto (2010) yang menyebabkan pertukaran panas dalam tubuh dengan lingkungan sekitar sebagai berikut : a)
Konduksi Pertukaran panas yang terjadi antara tubuh dengan benda-benda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau
8
kontak langsung. Panas dari dalam tubuh akan menghilang apabila suhu benda-benda lebih rendah dan dapat meningkatkan panas dalam tubuh apabila suhunya lebih tinggi dari dalam tubuh. b)
Konveksi Pertukaran panas dari tubuh dan lingkungan kerja melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang baik tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh.
c)
Radiasi Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tubuh menerima atau kehilangan panas melalui radiasi tergantung dari subu benda-benda di sekitar.
d)
Evaporasi Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan kulit untuk menghilangkan panas. Kehilangan panas dengan proses evaporasi sekitar 25% dari total kehilangan panas tubuh.
e)
Respirasi Pertukaran panas melalui respirasi atau sistem pernapasan dapat menghangatkan udara yang diinhalasi.
9
Sehingga,
panas
tubuh
dikeluarkan
bersama
udara
ekspirasi. Dalam keadaan normal, kehilangan panas dengan proses ini hanya sedikit mengurangi beban panas pada tubuh manusia. 2) Menurut Tarwaka, dkk (2004) faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh tenaga kerja yaitu : a) Usia Pada usia yang lebih tua daya tahan badan terhadap panas akan menurun dan lambat dalam mengeluarkan keringat daripada usia yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas karena denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur. b) Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan kecil dalam kapasitas untuk berkeringat secara cukup. Lakilaki tidak dapat beraklimatisasi secara baik dalam iklim panas. Seorang wanita lebih tahan terhadap suhu dingin dari pada suhu panas. Penyebabnya karena tubuh wanita mempunyai jaringan dengan daya konduksi yang lebih
10
tinggi terhadap panas bila di bandingkan dengan lakilaki. c) Masa kerja Lamanya bekerja seseorang di bagian tertentu dari pertama bekerja hingga dilakukannya penelitian pada sampel penelitian. d) Aklimatisasi Aklimatisasi adalah penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan dengan ditandai penurunan detak nadi dan suhu mulut atau suhu badan sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi terhadap panas akan tercapai sesudah 2 minggu sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu badan. d.
Dampak Tekanan Panas 1) Dehidrasi Terpapar suhu tinggi dapat menyebabkan seseorang menjadi
dehidrasi
karena
kekurangan
cairan
akibat
mengeluarkan keringat. Dehidrasi menyebabkan tubuh menjadi letih, lesu, tubuh lemas, menjadi kantuk dan menyebabkan muntah (Subaris dkk, 2007).
11
2) Heat Stroke Temperatur suhu tubuh pada 40 - 410C dapat menybabkan kerusakan pada jaringan-jaringan dalam tubuh seperti pada organ liver, ginjal, serta otak. Ciri-ciri seperti merasakan sakit kepala, fatigue, merasakan pening, denyut nadi meningkat, disorientasi, dan lebih cepat tidak sadarkan diri (Subaris dkk, 2007). 3) Heat Cramps Lingkungan yang bersuhu tinggi menyebabkan kejang pada otot yang disebabkan karena kehilangan cairan serta garam pada tubuh akibat keluarnya keringat yang berlebihan dan cenderung menyebabkan sirkulasi jantung kurang adequate (Subaris dkk, 2007). 4) Heat Exhaustian Cuaca kerja yang sangat panas menyebabkan perubahan aliran darah dalam tubuh menjadi lebih rendah dari suhu tubuh sehingga tubuh membutuhkan volume darah lebih banyak. biasanya terjadi bersamaan pada waktu kehilangan cairan akibat keluarnya keringat yang berlebihan dan
menyebabkan
cenderung
lebih
tinggi
kolapsnya sirkulasi darah (Subaris dkk, 2007). 5) Kelelahan
terjadinya
12
Bekerja pada temperatur tinggi dan tingkat kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada tenaga kerja. Dapat menyebabkan kejang/kram pada tenaga kerja. Tenaga kerja dengan terpapar suhu tinggi dapat mengalami kelelahan (Simarmata, 2006). e.
Pengukuran dan Interpretasi 1) Menurut Suma’mur (2014) terdapat beberapa cara untuk menempatkan besarnya tekanan panas, yaitu : a) Suhu efektif Seseorang tanpa
mengenakan
pakaian dan
bekerja mengalami indeks sensoris dari tingkat panas dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif
adalah
metabolisme
tidak
memperhitungkan
tubuh sendiri.
panas
Untuk penyempurnaan
pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Evectife Temperature Scale). b) Indeks
kecepatan
keluar
keringat
selama
4
jam
(Predicted-4 Hour Sweetrate) Mengeluarkan keringat selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran
13
udara serta panas radiasi, dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan. c) Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) Pentingnya efek pendinginan dari penguapan keringat untuk menjaga keseimbangan termis, maka Belding dan
Heatch mendasarkan indeksnya atas
perbandingan banyaknya keringat yang dikeluarkan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. d) ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) Cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus : (1) ISBB Outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 suhu kering). (2) ISBB Indoor = (0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi). 2) Interpretasi Pengukuran Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 nilai
14
ambang batas untuk Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) tekanan panas lingkungan kerja adalah sebagai berikut : Tabel 1. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) Variasi
ISBB ºC
Kerja terus menerus Kerja 75% istirahat
Ringan 30,0 30,6 Kerja
Sedang 26,7 28,0
25,0 25,9 Kerja Berat
25% Kerja 50% istirahat
31,4
29,4
27,9
32,2
31,1
30,0
Berat
50% Kerja 25% istirahat 75%
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011 Peralatan modern yang digunakan untuk mengukur ISBB adalah Area Heat Stress Monitor. Dimana alat tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB atau WBGT in dan WBGT out yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan °C atau °F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan sekitar sumber panas dimana tenaga kerja melakukan pekerjaan
(Tarwaka dkk,
2004). Selain alat tersebut, terdapat alat ukur ISBB yang lebih modern seperti Questtemp Heat Stress Monitor. Alat
15
tersebut dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, suhu radiasi dan ISBB yang hasilnya tinggal membaca pada alat dengan menekan tombol operasional dalam satuan °C dan °F. Pada waktu pengukuran alat ditempatkan disekitar sumber panas dimana tenaga kerja melakukan
pekerjaan.
Dari
hasil pengukuran ISBB
tersebut, selanjutnya disesuaikan dengan beban kerja yang diterima pekerja dan kriteria waktu kerja serta istirahat, dalam pengaturan dapat menggunakan aturan menurut Peraturan Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Per.13/MEN/X/2011 tahun 2011
Transmigrasi
No.
tentang Nilai Ambang
Batas Iklim Kerja ISBB (Tarwaka dkk, 2004). f.
Pencegahan Menurut Harrianto (2010) tekanan panas dalam tempat kerja dapat dikendalikan dengan beberapa cara, yaitu : a) Pengendalian teknik Merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, dengan cara : a) Mengurangi produksi panas metabolik dalam tubuh. b) Automatisasi
dan
mekanisasi
beban
tugas
akan
meminimalisasi kebutuhan kerja fisik para tenaga kerja c) Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan benda-benda yang panas, dengan cara sebagai berikut :
16
(1) Isolasi/penyekat Melapisi
permukaan
benda-benda
yang
panas
dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah, seperti alumunium/cat. (2) Perisai Dua
jenis
perisai
panas
radiasi baja
digunakan,
yaitu
dengan
alumunium,
atau
benda
logam
yang
dapat
tahan
karat,
lainnya
yang
berwarna putih, sehingga akan memantulkan panas kembali ke sumbernya, atau perisai absorben, misalnya jas pendingin yang dibuat dari alumunium yang
permukaannya
berwarna
hitam
dapat
mengabsorbsi dan membuang panas. d) Mengurangi bertambahnya panas konveksi. Kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja yang panas. e) Mengurangi
kelembaban.
AC,
peralatan
penarik
kelembaban, dan upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembapan di lingkungan kerja. b) Pengendalian administratif a) Periode aklimitisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh.
17
b) Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi tenaga kerja yang memadai. c) Ruangan dengan penyejuk udara (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendinginan pada para tenaga kerja waktu istirahat. d) Penyediaan air minum yang cukup. 2.
Beban Kerja a.
Definisi Beban kerja adalah keadaan tenaga kerja dihadapkan pada tugas individu atau kelompok yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing (Suma’mur, 2014). Berat ringan suatu beban kerja dapat diketahui dengan beberapa indikator. Indikatornya yaitu melalui konsumsi oksigen, jumlah kebutuhan kalori, dan hitungan denyut jantung, suhu rektal serta kecepatan penguapan lewat keringat (Tarwaka dkk, 2004).
b.
Jenis Beban Kerja Menurut Notoatmodjo (2003) beban kerja yang diterima seseorang yaitu :
18
1) Beban kerja fisik Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan kekuatan otot untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya. 2) Beban kerja mental dan sosial Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan pemikiran-pemikiran
untuk
dapat
menyelesaikan
tugas
tanggungjawabnya. c.
Pengukuran Beban Kerja Penilaian beban kerja melalui pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (EGC). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut. Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut: Denyut Nadi (Denyut/Menit) =
10 Denyut Waktu Penghitungan
x 60
Sumber : Tarwaka, 2010 Selain metode 10 denyut tersebut, data juga dilakukan perhitungan denyut nadi dengan metode 15 detik atau 30 detik. Adapun cara pengukuran denyut nadi dengan palpasi dapat dilakukan dengan cara meletakkan ujung-ujung jari tangan yaitu jari
19
ke-2, ke-3, dan ke-4 di atas permukaan kulit di bagian radial pergelangan tangan. Saat pengukuran dimulai stopwatch dihidupkan selama 10 detik, kemudian dikalikan 6 untuk mendapatkan hasil satu menit dan setelah 10 detik stopwatch dimatikan, kemudian dicatat bunyi denyutan yang diperoleh (Nurmianto, 2004). Tabel 2. Nadi Kerja Menurut Tingkat Beban kerja (denyut/menit) Kategori Beban Kerja
Nadi Kerja (denyut/menit)
Sangat Ringan
< 75
Ringan
75 - 100
Agak Berat
100 - 125
Berat
125 - 150
Sangat Berat
150 - 175
Sangat Berat Sekali
> 175
Sumber : Suma’mur, 2014 Klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kadiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut : % CVL =
100 𝑥 (𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎−𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐼𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡) 𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚−𝐷𝑒𝑛𝑦𝑢𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑖 𝐼𝑠𝑡𝑖𝑟𝑎ℎ𝑎𝑡
Denyut nadi maksimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari hasil penghitungan % CVL
20
tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut: Tabel 3. Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan %CVL CVL
Klasifikasi
< 30%
Tidak terjadi kelelahan
30 s.d. < 60%
Diperlukan perbaikan
60 s.d. < 80%
Kerja daalam waktu singkat
80 s.d. < 100%
Diperlukan tindakan segera
> 100%
Tidak diperbolehkan beraktivitas
Sumber: Tarwaka, 2010 d.
Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Menurut Tarwaka dkk (2004) faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi beban kerja seseorang yaitu : 1) Usia Usia
seseorang
menentukan
perilaku
seseorang
individu. Usia juga menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja. Pada usia muda individu akan lebih relatif mempunyai kemampuan dalam memikul beban kerja. 2) Jenis kelamin Laki-laki dan wanita diciptakan berbeda secara fisik. Demikian juga kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaan. Wanita lebih sering tidak masuk kerja karena sakit, hamil, serta melahirkan, akan tetapi wanita memiliki sejumlah kelebihan
21
dibandingkan dengan laki-laki, seperti lebih rajin, disiplin, teliti, serta sabar. 3) Tugas-tugas Seseorang menerima beban kerja dibedakan atas dasar tugas masing-masing individu. Tugas yang diterima dapat berupa beban fisik dan beban mental. Tugas dengan beban fisik seperti sikap kerja, cara angkat-angkut, kondisi tempat kerja, dll. 4) Organisasi Kerja Pengaturan waktu dalam kerja, waktu istirahat, rotasi kerja, sistem pengupahan, sistem kerja, musik kerja, model struktur organisasi, pelimpahan tugas, tanggung jawab dan wewenang dapat mempengaruhi beban kerja. 5) Lingkungan kerja Faktor-faktor di lingkungan kerja seperti fisik, kimia, biologis, fisiologis, serta psikologis dapat menjadi beban tambahan akibat kerja kepada tenaga kerja. 3.
Kelelahan Kerja a.
Definisi Kelelahan Kerja Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi tubuh fisik dan mental setiap individu yang tidak sama, tetapi semua kondisi akan berakibat terhadap penurunan daya kerja, motivasi kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja di tempat kerja (Suma’mur, 2014).
22
Kelelahan kerja adalah penurunan performansi kondisi seseorang akibat dari akumulasi waktu kerja yang dilakukan (Nurmianto, 2004). b.
Jenis Kelelahan Kerja 1) Berdasarkan proses dalam otot Menurut Suma’mur (2014) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a) Kelelahan otot, yaitu merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot yang mucul akibat dari pekerjaan yang dilakukan. b) Kelelahan umum, menurunnya keinginan dalam melakukan pekerjaan yang penyebabnya adalah keadaan persyarafan sentral atau kondisi sosio psikologis seseorang yang tidak seimbang. 2) Berdasarkan waktu terjadinya Menurut Setyawati (2010) kelelahan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : a) Kelelahan akut biasanya disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan atau melebihi batas normal kerja organ tubuh tersebut. b) Kelelahan kronis yaitu bila kelelahan berlangsung setiap hari dan berkepanjangan selama terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
23
c.
Gejala Kelelahan Kerja Menurut Setyawati (2010) gejala-gejala kelelahan kerja sebagai berikut : 1) Penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif. 2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas seperti sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan dan pencernaan. Di samping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur.
d.
Penyebab dan Faktor Yang Mempengaruhi 1) Penyebab terjadinya kelelahan menurut Sutalaksana, dkk (1995) yaitu : a) Faktor fisiologis yaitu akumulasi dasi substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi. b) Faktor psikologi yaitu konflik yang mengakibatkan stress yang berkepanjangan ditandai dengan menurunnya prestasi kerja dan rasa lelah. Kontraksi otot-otot yang lama dan kuat maka proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang
24
dibutuhkan serta membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Asam laktat akan terkumpul dan kemampuan otot akan menghilang. Otot berkontraksi dan membatasi aliran darah pada otot kemudian otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010). 2) Faktor yang Mempengaruhi a) Dari dalam individu (faktor internal) (1) Usia Semakin usia seseorang bertambah maka kekuatan otot yang dimiliki semakin menurun. Usia akan mempengaruhi kekuatan otot yang akan berakibat pada kemampuan fisik tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan. Laki-laki dan wanita berusia sekitar 20 tahun merupakan puncak dari kekuatan otot seseorang. Pada usia sekitar 50 - 60 tahun kekuatan otot mulai menurun 15 - 25% (Setyowati dkk, 2014). (2) Jenis kelamin Secara fisik laki-laki dan wanita mempunyai perbedaan pada ukuran tubuh serta kekuatan otot. Wanita mempunyai kekuatan otot relatif kurang dibandingkan dengan kekuatan otot laki-laki. Kekuatan otot akan mempengaruhi kemampuan kerja seseorang
25
dan penentu terjadinya kelelahan. Wanita mempunyai masalah yang lebih kompleks daripada laki-laki, salah satunya adalah haid. Wanita yang sedang haid cenderung cepat lelah daripada wanita yang tidak haid (Suma’mur, 2014). (3) Status gizi Seorang tenaga kerja dengan keadaan status gizi yang baik akan mempunyai ketahanan tubuh dan kapasitas kerja yang lebih baik daripada seorang tenaga kerja dengan status gizi yang tidak baik maka ketahanan tunuh dan kapasitas kerja yang dimiliki tidak sebaik dengan status gizi baik (Budiono, 2003). b) Dari luar individu (faktor eksternal) (1) Keadaan fisik lingkungan kerja (Setyowati dkk, 2014) (a) Tekanan panas dengan suhu > 26,70C dapat mempengaruhi kelelahan seseorang (b) Kebisingan dengan intensitas > 85 dB (2) Beban kerja Setiap individu menanggung beban kerja yang berbeda. Beban kerja yang ditanggung semakin tinggi maka konsumsi oksigen akan meningkat sesuai kebutuhan tubuhnya. Beban kerja yang lebih tinggi tidak dapat dilaksanakan dalam keadaan aerobik karena
26
kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk proses aerobik. Dampaknya adalah keluhan rasa lelah yang ditandai dengan meningkatnya kandungan asam laktat (Nurmianto, 2004). e.
Dampak Kelelahan Kerja Kelelahan
kerja
yang
terjadi
dapat
menyebabkan
munculnya keadaan yang merugikan seperti menurunnya prestasi kerja, fungsi fisiologis motorik dan neural, badan kurang enak di samping menurunnya semangat kerja. Perasaan
yang lelah
cenderung meningkatkan kecelakaan kerja, sehingga merugikan diri sendiri dan perusahaan karena produktivitas kerjanya menjadi menurun (Setyawati, 2010). f.
Mekanisme Kelelahan Menurut Setyawati (2010) secara fisiologi, kelelahan disebabkan oleh penumpukan asam laktat pada otot-otot dan dalam aliran darah. Penumpukan asam laktat yang terjadi dapat menurunkan kerja otot-otot dan faktor saraf tepi serta sentral mempengaruhi proses munculnya kelelahan. Saat otot berkontraksi, glikogen dalam tubuh diubah menjadi asam laktat dan asam laktat merupakan bahan yang menghambat kerja otot sehingga kelelahan dapat terjadi. Pemulihan keadaan ini dapat dengan mengubah asam laktat yang ada kembali menjadi glikogen yang memungkinkan kerja otot dapat kembali berfungsi normal.
27
g.
Pengukuran dan Interpretasi 1) Menurut Setyawati (2010) parameter untuk mengukur kelelahan kerja antara lain adalah : a) Pengukuran waktu reaksi Waktu reaksi adalah waktu yang terjadi setelah pemberian rangsang tunggal kepada responden sampai timbulnya respon terhadap pemberian rangsang tersebut. Reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi. b) Uji Finger-tapping (Uji ketuk jari) Mengukur
kecepatan
maksimal
dengan
mengetukkan jari tangan responden dalam suatu periode waktu tertentu. c) Uji Flicker-Fusion Pengukuran
terhadap
kecepatan
berkelipnya
cahaya (lampu) yang diberikan kepada responden secara bertahap sampai kecepatan tertentu sehingga cahaya tampak berbaur sebagai cahaya yang kontinyu. d) Skala Kelelahan Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Skala IFRC yang didesain untuk tenaga kerja dengan budaya Jepang ini merupakan angket yang mengandung tiga puluh macam perasaan kelelahan.
28
2) Interpretasi Pengukuran Dari hasil penelitian Setyawati pada tahun 1994 tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan range waktu reaksi yang diukur dengan Reaction Timer yaitu : Tabel 4. Kategori Kelelahan Kategori Kelelahan
Hasil (milidetik)
Normal
150,0 - 240,0
Kelelahan ringan
240,0 < x < 410,0
Kelelahan sedang
410,0 ≤ x < 580,0
Kelelahan
≥ 580,0
berat
Keterangan : x adalah hasil pengukuran dengan Reaction Timer h.
Pencegahan Menurut Setyawati (2010) kelelahan dapat dikurangi melalui program penanggulangan kelelahan kerja dengan kegiatan promosi kesehatan, pencegahan kelelahan kerja, pengobatan kelelahan kerja dan rehabilitasi kelelahan kerja. 1) Primer Pencegahan
primer
dengan
melakukan
promosi
kesehatan melalui kerjasama dengan instansi yang terkait misalnya dinas kesehatan maupun pihak-pihak yang mempunyai kewenangan. Program promosi kesehatan penanggulangan kelelahan melalui penyuluhan kepada tenaga kerja dengan
29
materi kelelahan kerja, faktor-faktor penyebabnya, dampak dan cara pencegahan terjadinya kelelahan (Setyawati, 2010). 2) Sekunder Pencegahan sekunder dengan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman bagi tenaga kerja. Mengendalikan
lingkungan
kerja
seperti
pencahayaan,
kebisingan, tekanan panas, dan getaran agar tetap dalam keadaan standar (Budiono, 2003). 3) Tersier Pencegahan tersier dengan memberikan suplemen tambahan seperti vitamin dan obat-obatan yang berfungsi untuk memulihkan tenaga seseorang. Memperbaiki supaya lingkungan kerja dan sikap kerja serta penggunaan alat kerja yang ergonomis (Setyawati, 2010). 4.
Hubungan Tekanan Panas dan Beban Kerja dengan Kelelahan Kerja Tekanan panas adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan dan suhu radiasi di lingkungan. Selama aktivitas pada lingkungan panas, tubuh secara otomatis akan memberikan reaksi untuk memelihara suatu kisaran panas lingkungan yang konstan dengan menyeimbangkan antara panas yang diterima dari luar tubuh dengan kehilangan panas dari dalam tubuh. Dengan adanya suhu yang tinggi dalam suatu ruangan maka merangsang tubuh untuk mengeluarkan keringat. Maka tubuh akan mengalami
30
dehidrasi dan menghambat transportasi glukosa sebagai sumber energi dan terjadi penumpukan asam laktat serta kontraksi otot menjadi turun. Maka tubuh akan mengalami kelelahan akibat suhu lingkungan yang tinggi. Kerja fisik mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan kebutuhan atau konsumsi energi. Gangguan kesehatan dan daya kerja dapat timbul akibat tidak adanya keseimbangan antara beban kerja dengan kapasitas tenaga kerja. Beban keja berat yang tidak dilaksanakan dalam kondisi aerobik berakibat pada meningkatnya kandungan asam laktat yang merupakan manifestasi dari kelelahan.
B. Kerangka Pemikiran Faktor-faktor : Usia Jenis Kelamin Masa Kerja Aklimatisasi
Beban Kerja
Tekanan Panas
Kondisi Fisik dan Psikis
Suhu tubuh naik
Kekurangan Cadangan Energi dan Oksigen
Kehilangan cairan tubuh dan garam Penumpukan Asam Laktat
Penumpukan Asam Laktat Penurunan kontraksi otot
Kelelahan Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Faktor-faktor : Usia Jenis Kelamin Tugas-tugas Organisasi Kerja Lingkungan Kerja
31
C. Hipotesis Ada hubungan tekanan panas dan beban kerja dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja weaving PT. Iskandar Indah Printing Textile.