BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Pembiayaan Musyarakah 1. Pengertian Musyarakah Secara etimologi, al-syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut terminologi atau istilah, syirkah adalah keikut sertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersamasama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian ke dalam bagian yang ditentukan. Atau bisa dikatakan suatu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.19 2. Dasar Hukum Musyarakah Musyarakah merupakan suatu kesepakatan antara lembaga keuanga dengan nasabah untuk membiayai suatu usaha di mana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab atas
19
Sofiniyah Gufron, dkk, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah, (Jakarta: Renaissan ITC Cempaka Mas, 2005), Cet. 1, hlm. 43
19
20
kerugian. Hal ini sesuai dengan ketentuan dasar hukum syari’ah, yaitu sebagai berikut: a. Al-Qur’an 1) Firman Allah QS. An-Nisa’ ayat 12
... ... “...Tetapi mempunyai saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta, tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang. Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat...” 2) Firman Allah QS. Shaad ayat 24
... ... “...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan megerjakan amal yang saleh...”20 b. Al-Hadits Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dasar akad transaksi musyarakah, adalah:
َّ َّعَنْ أبي هُ َر ْي َرةَ َرفَ َعهُ قَا َل إِن ُ ِ أَنَا ثَال: َّللاَ يَقُو ُل ْش ِري َك ْي ِن َما لَ ْم يَ ُخن َّ ث ال صا ِحبَهُ خانه خرجت من بينهما (رواه أبوا داود والحاكم عن َ أَ َح ُدهُ َما )أبي هريرة 20
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, hlm. 117.
21
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman : Aku pihak ketigadan dua orang yang bertransaksi selama salah satunya tidak menghianatinya yang lainnya.” (HR. Abu Dawud No.3383 dalam Kitab al-Buyu dan Hakim).21 c. Ijma’ Ulama Ibnu Qudamah dalam bukunya Al-mughni 5/109 telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsus akan keabsahan musyarakah secara umum walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari padanya.22 3. Rukun dan Syarat Musyarakah a. Rukun Musyarakah Dalam melakukan usaha maka rukun dan syarat harus dipenuhi. Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak pernah terpisah dari suatu perbuatan. Adapun rukun musyarakah sebagai berikut: 1) Sighat (ucapan) Berupa Ijab dan Qobul (Penawaran dan Penerimaan) persetujuan kedua pihak merupakan konsekuensi dari prinsip sama-sama rela, disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikat dari dalam akad.
21
Al-Imam Al-Hafidz Sulaiman Ibnu Al-Asyast at Sajistani, Sahih Sunan Abi Dawud III, Edisi 2, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 2000), hlm.256. 22 Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Cet. 3, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), hlm. 24.
22
2) Pelaku atau pihak yang berkontrak Bahwa rekan dalam musyarakah harus ada nominal dua pelaku, pihak pertama sebagai pemilik modal (Shohibul Maal), sedangkan pihak kedua sebagai pelaksana usaha (Mudharib). 3) Objek kesepakatan berupa modal dan kerja. Merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek musyarakah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek musyarakah. b. Syarat-syarat Pembiayaan Musyarakah 1) Ucapan Tidak ada bentuk khusus dari kontrak musyarakah, dapat berbentuk pengucapan yang menunjukkan tujuan. Akad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau tertulis. Kontrak musyarakah di catat dan disaksikan oleh kedua belah pihak. 2) Pihak yang Berkontrak Disyaratkan
bahwa
mitra
harus
kompeten
dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwalian. 3) Objek Kontrak Dana atau modal yang diberikan harus berupa uang tunai, emas, perak atau yang bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini. Beberapa ulama memberi kemungkinan pula bila modal berwujud asset perdagangan seperti barang-barang properti,
23
perlengkapan dan sebagainya bahkan dalam bentuk hak yang tidak terlihat seperti lisensi, hak paten dan sebagainya. Bila itu dilakukan, menurut kalangan ulama, seluruh modal tersebut harus di nilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh mitranya.23 b. Jenis-jenis Musyarakah Musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan dari asset tersebut. Sedangkan akad musyarakah tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal pembiayaan musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah terbagi menjadi al-‘inan, al-mufawadhah, al-a’amaal dan al-wujuh.24 1) Syirkah Al-‘inan Merupakan kontrak antara 2 (dua) orang atau lebih dengan keuntungan dan kerugian dibagi bersama tetapi sesuai porsi masingmasing pihak sesuai kesepakatan. 2) Syirkah Mufawadhah 23
Sofniyah Gufron, dkk, Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syari’ah,…. hlm. 48 Habibi Ramli, SE.MM.MBA, Teori Dasar Akuntansi Syari’ah, (Jakarta: Renaisan, 2005), Cet. I, hlm. 35 24
24
Merupakan kontrak antara 2 (dua) orang atau lebih semua baik dana, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masingmasing pihak. Keuntungan dan kerugian juga dibagi sama. 3) Syirkah A’mal/Abdan Merupakan
kontrak
kerjasama
2
(dua)
orang
seprofesi
bekerjasama secara bersama dan berbagi keuntungan dan kerugian sama. Misalnya, kerjasama 2 (dua) orang arsitek menggarap sebuah proyek, atau kerjasama 2 (dua) orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam kantor. 4) Syirkah Wujuh Merupakan kontrak 2 (dua) orang atau lebih yang memiliki reputasi atau prestasi yang baik serta ahli dalam bisnis. Membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan, dan menjual barang tersebut secara tunai mereka berbagai keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminanpada menyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut.25 4. Perbedaan Musyarakah dengan Mudharabah dan Qard Perbedaan musyarakah dengan mudharabah dan qard antara lain : 1) Mudharabah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shaibul maal) meyediakan (100%) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. 25
M.Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 92
25
Dalam semua bentuk syirkah tersebut, kecuali syirkah mudharabah, berlaku bila ketentuan bisnis mengalami keuntungan, maka keuntungan dibagi berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berakad. Bila bisnis merugi, maka pembagian kerugiannya didasarkan menurut porsi modal masingmasing pihak yang berakad. Untuk syirkah mudharabah apabila mengalami keuntungan, maka keuntungan itu bukan di akibatkan oleh kelalaian pengelolah. Namun apabila kerugian disebabkan oleh kelalaian pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab terhadap kerugiaan tersebut.26 2) Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Biaya administrsi dibebankan kepada nasabah. Lembaga keuangan syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. Nasabah al-qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada lembaga keuagan syariah selama tidak diperjanjikan dalam akad. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan lembaga keuangan syariah telah memastikan ketidak mampuannya, lembaga
26
M.Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, …hlm. 92.
26
keuangan syariah dapat memperpanjang waktu pengembalian, atau menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.27 5.
Fatwa Dewan Syaria’ah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa
DSN
No.
08/DSN-MUI/IV/2000
mengatur
tentang
ketentuan pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: 1. Ijab dan Qabul Ijab dan qabul yang dinyatakan oleh para pihak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad). b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak. c. Akad dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2. Subjek Hukum Para pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut ini: a.
Kompeten
dalam
memberikan
atau
diberikan
kekuasaan
perwakilan. b.
Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c.
Setiap mitra mempunyai hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
27
Ismanto Kuat, Asuransi Syari’ah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm.293.
27
d.
Setiap mitra memberikan wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah dberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
3. Objek Akad Objek akad pada musyarakah, teridiri dari modal, kerja, keuntungan dan kerugian. Masing-masing ditentukan hal-hal berikut ini: a. Modal 1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat teridri dari aset perdagangan seperti barang-barang properti dan sebagainnya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. 2) Para
pihak
tidak
boleh
meminjam,
meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. b. Kerja 1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah
merupakan
syarat.
Seorang
mitra
boleh
melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya, dan dalam hal
28
ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. 2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. c. Keuntungan 1) Keuntungan
harus
dikuantifikasi
dengan
jelas
untuk
menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah. 2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seoran mitra. 3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, maka kelebihan atas presentasi itu diberikan kepadanya. 4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.28 d. Kerugian Kerugian harus dibagikan di antara para mitra secara proposional menurut saham masing-masing modal.29
e. Biaya Oprasional dan Persengketaan 28
Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI Edisi Revisi Ketiga, (Jakarta: Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia-Bank Indonesia, 2006), hlm.48-54 29 Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI Edisi Revisi Ketiga, …hlm.149-159
29
1) Biaya oprasional di bebankan pada modal bersama. 2) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tecapai kesepakatan melalui musyawarah.30 6. Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syari’ah Dalam wacana fiqh, musyarakah (kerjasama) adalah bentuk dari penerapan prinsip bagi hasil yang diraktekan dalam sistem perbankan Islam. Konsep musyarakah digunakan dalam perbankan Islam.31 Musyarakah dalam sistem Perbankan Islam, menurut International Islamic Bank for Investment and Development (IIBID) menjelaskan bahwa musyarakah merupakan salah satu cara pembiayaan yang terbaik yang dimiliki bank-bank Islam. Prinsip ini dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya (partner) untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil, baik dalam keuntungan (profit) maupun dalam kerugian (loss). Syarat-syarat
yang
berkenaan
degan
kontrak
musyarakah
didasarkan kesepakatan yang dibicarakan antara kedua belah pihak (bank dan partner). Umumnya, pihak bank menyerahkan modal usaha dan menyerahkan manajemen usaha tersebut kepada partner.32
30
Sofyan S. Harahap, “Akuntansi Perbankan Syariah”, (Jakarta: LPFE Usakti, 2006), hlm.
314-316. 31
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 107 Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, …hlm. 112.
32
30
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah meliputi antara lain : a. Pembiayaan proyek Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. b.
Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.33
c. Manfaat Musyarakah Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya ssebagai berikut: 1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat. 2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
33
Kotler Philip, Manajemen Pemasaran, (Jakarta : Indek, 2005) hlm 176.
31
pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3) Pengembalian
pokok
pembiayaan
disesuaikan
dengan
cashflow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberikan nasabah. 4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menggantungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5) Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih perima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.34 d. Resiko Musyarakah Risiko
yang
terdapat
dalam
musyarakah,
terutama
pada
penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi yaitu sebagai berikut: 1) Side Streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak 2) Lalai dan kesalahan yang disengaja 3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur. 34
Abdullah Said, Bank Islam dan Bunga Studi krisi 1 Larangan Riba (Yogykarta; Pustaka Pelajar, 2004), hlm.105.
32
e. Skema Musyarakah Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :35 Skema Pembiayaan Musyarakah
BANK Syariah Musyarik
1. Negoisasi, Kesepakatan Awal, Asas Konsensualisme Nasabah Financing
Modal
Musyarik 2.
Transaksi Akad, Asas formalisme
4. Money
PROYEK
3. Manajemen
5. Nisah Bagi Hasil 6. Akhir akad, pengembalian modal
Keterangan: 1. Nasabah mengajukan pembiayaan kepada bank syariah atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan pihak bank. Pada tahap negoisasi jika tercapai kesepakatan berarti sudah terjadi asas konsensualisme.
35
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, hlm 93-94.
33
2. Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Transaksi atau perjanjian dilaksanakan, masing-masing pihak sepakat untuk menyediakan modal dan menggabungkan modal masing-masing
dalam
proyeksi/bisnis
yang
telah
disepakati.
Penggabungan modal atas beberapa pihak inilah yang kemudian menjadi landasan akad ini disebut dengan (persekutuan atau percampuran). Pada tahap ini dapat diartikan sebagai asas formalisme akad musyarakah. Dimana akad akan terjadi jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Nasabah sebagai pihak yang lebih potensial untuk menjalankan proyek tersebut. 4. Bank syariah, dengan keterbatasan waktunya hanya dapat melakukan monitoring dan evaluasi (monev) atas proyek bersama yang sedang dijalankan oleh nasabah. Bank mempunyai hak kebijakan manajemen jika dibutuhkan . 5. Keuntungan akan dibagi kepada nasabah dan bank syariah sesuai dengan proporsi modal dan peran dalam kelangsungan proyek. Perjanjian pembiayaan akad musyarakah selesai sesuai dengan nota perjanjian atau satu pihak mengakhiri dengan beberapa alasan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Pada akhir perjanjian, modal bank dan nasabah akan dikembalikan. Penyusutan atas nilai modal atau aset barang akan ditanggung bersama, kelebihan atas nilai modal dan asset barang akan dibagi bersama.
34
f. Konsep dasar Prinsip Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah 1) Pengertian Bagi Hasil Bagi hasil merupakan sistem dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syari;ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penetuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.36 2) Pengertian Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembiayaan syari’ah yang berdasarkan prinsip bagi hasil salah satunya pembiayaan musyarakah. Bentuk umum dari usaha bagi hasiladalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan 36
Slamet Wiyono, Cara Mudah Memahami Akutansi Perbankan Syariah, ( Jakarta: PT Grasindo, 2005), hlm.62
35
dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memaduhkan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.37 Semua modal usaha di satukan untuk di jadikan modal proyek musyarakah dan di kelola secara bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menetukan kebijakan usaha yang di jalankan oleh proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan seperti: a) Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi b) Menjalankan proyek musyarkah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya. c) Memberi pinjaman dari pihak lain. d) Setiap pemilik modal dapat menalihkan pernyertaan atau diganti oleh pihak lain. e) Setiap pemilik modal di anggap mengakhiri kerjasamanya apabila: 1) Menarik diri dari perserikatan 2) Meninggal dunia 3) Menjadi tidak cacat hukum f) Biaya yang di timbulkan dalam pelaksanaan proyek dan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan
37
Buku Saku Perbankan Syariah Jakarta 2005
36
di bagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian di bagi sesuai dengan porsi kontribusi modal. g) Proyek yang akan di jalankan harus di sebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengambil dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. 3) Landasan Hukum Syria’ah Prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) pembagian keuntungan bagi tiap partner harus dilakukan berdasarkan perbandingan presentase tertentu, bukan ditentukan dalam jumlah yang asli melainkan menerapkan QS. Al-Baqarah (2) :275 dan surat Annisa’(4): 29 yang intinya Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka. Setiap transaksi kelembagaan ekonomi islam harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perbandingan atau transaksinya didasari atas adanya pertukaran antara uang dengan barang atau jasa dulu baru ada sehingga akan mendorong produksi barang atau jasa, mendorong arus barang atau jasa, mendorong kelancaran arus barang atau jasa dapat menghindari adanya penyalah gunaan kredit atau pembiayaan.38 Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan 38
hlm.160.
Widyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta; Kencana, 2005),
37
modal mereka untuk membentuk sebuah perusahan (syirkah al inan) sebagai badan hukum (legal enity). Setiap pihak memiliki bagian secara proposional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunayi hak mengawasi (voting right) perusahan sesuai dengan proposionalnya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagianke untungan secara proposional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan merugi, maka kerugian itu juga dibebankan secara proposional kepada masing-masing pemberi modal.