BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hakikat Pendidikan 2.1.1. Pengertian Pendidikan Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia untuk menghadapi tantangan dunia modern dan persiapan memasuki dunia kerja yang membutuhkan Sumber Daya Manusia yang baik. Ada beberapa definisi pendidikan yaitu sbb: “Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Manusia yang mempunyai pendidikan disebut manusia yang terdidik (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002: 236).” “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang RI No 20 Th 2003 pasal 1 ayat 1)” “Education is the process of teaching and learning, can be formal and informal. Formal education generally consists of specific instructional activities conducted in a class room or other institutional setting, while informal education includes all other learning experiences (The New Book of Knowledge, 2004: 74).” Berdasarkan ketiga definisi yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan
pendidikan
merupakan
usaha
sadar
manusia
untuk
mendewasakan dirinya dan mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran baik di dalam dan di luar kelas. Selain memiliki
7
kecerdasan secara intelektual, diharapkan manusia yang terdidik juga memiliki kecerdasan secara spiritual. 2.1.2. Tujuan Pendidikan Melalui pendidikan, manusia akan menjadi sebagai manusia yang dewasa sehingga dapat berdiri sendiri, sehingga ketika mengalami masa sulit tidak akan hanya pasrah dengan keadaan. Ia akan berusaha keluar dari kesulitan, dan berusaha mensejahterakan dirinya dengan modal pendidikan yang telah Ia dapat. Pendidikan akan mengubah setiap manusia menjadi pribadi yang utuh, teguh pada pendirian, mempunyai pengetahuan yang luas, cerdas, pemikiran positif serta memiliki budi pekerti yangbaik sebagaimana yang telah dibentuk melalui pendidikan. Hal tersebut merupakan wujud dari proses homanisasi dan humanisasi yang dibentuk oleh pendidikan. “Proses homanisasi dimaksudkan pengembangan manusia sebagai makhluk hidup. Makhluk manusia harus dibesarkan agar supaya dia dapat berdiri sendiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kehidupan biologis yang membutuhkan makanan bergizi, kehidupan ekonomis, termasuk mempunyai lapangan kerja sendiri. Proses humanisasi berarti manusia itu bukan hanya sekedar dapat hidup dan makan, tetapi juga bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Proses humanisasi merupakan suatu proses yang terbuka dimana manusia dapat menguasai ilmu pengetahuan serta penerapannya, penghayatan seni gerak, seni musik, seni patung dan sebagainya” (H.A.R. Tilaar, 2002: 171).
8
2.1.3. Pendidikan Merupakan Otonomi Daerah Otonomi
daerah
merupakan
penyerahan
wewenang
dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.Pemerintah daerah bisa dikatakan mandri dengan berlakunya otonomi daerah. Pemerintah pusat tidak lagi campur tangan dengan urusan yang semula menjadi urusan pemerintah pusat, karena telah diserahkan pada pemerintah daerah, seperti yang dikutip Hasbullah: “Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan penyerhan kewenangan urusan-urusan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan-urusan yang semula menjadi urusan pemerintah pusat.”(Hasbullah, 2006:11)
Penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat dalam mengelola daerah masing-masing termasuk pengelolaan pendidikan. Otonomi pendidikan tersebut meliputi kebijakan, strategi dan program seperti yang tercantum dalam UU No 32 tahun 2004: “Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerntah Daerah. Otonomi pendidikan ini perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan, srtategi dan program guna meningkatkan mutu dan keunggulan SDM serta kesejahteraan masyarakat” (UU No 32 Tahun 2004 dalam Master Plan – Pendidikan Kabupaten Semarang Tahun 2013 – 2017 halaman 99). 2.2. Jenis Pendidikan Kebanyakan orang beranggapan bahwa pendidikan hanya terjadi di lingkungan sekolah formal, jadi pendidikan identik dengan sekolah formal, padahal sebenarnya pendidikan tidak hanya terjadi disekolah formal saja. Pendidikan terdiri dari tiga jenis, yaitu pendidikan formal, non formal, dan
9
informal yang memiliki keterkaitan untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya, seperti yang tercantum dalam pasal 13 ayat 1 Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: “Jalur Pendidikan terdiri dari pendidikan formal, nonformal,dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”
2.2.1. Pendidikan Formal (Sekolah) Pendidikan formal adalah pendidikan yang terjadi di lingkungan sekolah dan dibawah pengawasan guru dan/atau karyawan sekolah yang bersangkutan. Jenjang pendidikan formal adalah pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar (SD), pendidikan menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), kemudian dilanjutkan kejenjang pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi. “Sekolah adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja dibangun dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”(Odang Muchtar dalam Dinn Wahyudin dkk, 2008:3.8) “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”(UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 14)
10
2.2.2. Pendidikan Nonformal (Masyarakat) Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang berlangsung dalam masyarakat, dimana masyarakat bisa bersosialisasi dengan yang lain melalui pendidikan nonformal. Penyelenggaraan pendidikan nonformal merupakan sebagai pelengkap dan pengganti pendidikan formal, sehingga masyarakat yang membutuhkan pendidikan seperti pendidikan formal, dapat menggunakan jalur pendidikan nonformal sebagai upaya belajar seumur hidup sehingga, pendidikan nonformal dapat berupa kursus, program paket sebagai penyetaraan dengan pendidikan formal seperti program paket A, B, dan C, serta ceramahceramah atau seminar tertentu. “Pendidikan nonformal dapat terselenggara secara tidak terstruktur dan berjenjang, dapat pula diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang. Contoh penyelenggaraan pendidikan di lingkungan pendidikan nonformal yang terstruktur dan berjenjang antara lain kelompok belajar paket A, kelompok belajar paket B, kursus komputer dan bahasa Inggris di lembaga kursus tertentu. Adapun contoh penyelenggaraan pendidikan yang tidak terstruktur dan tidak berjenjang adalah ceramah keagamaan yang ditayangkan televisi, penyampaian informasi melalui koran”(Dinn Wahyudin dkk, 2008:3.12) “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”(UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1)
11
2.2.3. Pendidikan Informal (Keluarga) Keluarga adalah sekumpulan manusia yang terdiri dari wanita dan pria yang secara hukum layak melakukan ikatan pernikahan, melalui pernikahan tersebut akan menghasilkan anak sebagai hasil dari buah cinta mereka dan tinggal bersama. “Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terhubung , melalui ikatan perkawinan atau hubungan darah yang biasanya bertempat tinggal bersama” (Nye dan Berardo dalam Farida Hanum, 2011:65) Keluarga merupakan jalur pendidikan yang pertama-tama dirasakan oleh manusia.saat manusia dilahirkan dan dibesarkan, Ia akan merasakan kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Secara tidak langsung hal tersebut akan berperan terhadap kepribadian, tingkah laku, dan etika yang dimilikinya ketika beranjak dewasa. Melalui pendidikan keluarga, seorang anak akan dibentuk sesuai dengan keinginan dan harapan orang tuanya. Jalur pendidikan yang diberikan oleh orang tua atau yang didapatkan oleh anak melalui keluarga disebut dengan pendidikan keluarga. “Keluarga mempunyai fungsi antara lain (Farida Hanum, 2011:66): 1. Fungsi biologik, yaitu tempat anak-anak lahir. Fungsi ini merupakan fungsi penting untuk meneruskan generasi suatu keluarga, komunitas maupun negara dan umat dunia. Perubahan jumlah anak yang cenderung semakin kecil dewasa ini disebabkan alasan dan kebijakan yang cukup kompleks. 2. Fungsi afeksi, yaitu tempat bersemayamnya cinta kasih, yang diawali dari dasar perkawinan dibentuk. Fungsi ini sangat penting dan hal yang sulit tergantikan oleh lembaga lain.
12
3. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi yang melekat secara universal pada sistem keluarga. Fungsi ini yang paling dekat kaitannya dengan pendidikan, bahkan sering disebut pendidikan keluarga” Pendidikan di keluarga lebih bersifat membentuk karakter anak dan disesuaikan dengan perkembangan anak, artinya mendidik anak yang masih kecil tidak sama dengan mendidik anak yang mulai beranjak dewasa, namun tidak berjenjang atau mengenal sistem kelas atau tingkatan sebagaimana pendidikan di sekolah sehingga tidak ada kurikulum yang mengatur pendidikaan keluarga. “Karakteristik pendidikan keluarga antara lain (Dinn Wahyudin dkk, 2008:3.8): a. Tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan karakter b. Peserta didiknya bersifat heterogen c. Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis d. Tidak berjenjang e. Waktu pendidikannya tidak tidak terjadwal secara ketat, relatif lama f. Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar g. Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan insidental h. Credential tidak ada dan tidak penting” 2.3. Wajib Belajar 9 Tahun Wajib belajar di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) yang pada awal mulanya datang ke Indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang. Pada masa VOC, mereka lebih banyak mengajarkan agama, namun mereka juga mnegajarkan menulis, berhitung serta menyanyi. “Sekolah-sekolah pada zaman VOC bertalian erat dengan gereja. Walaupun tidak ada kurikulum yang ditentukan, biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang
13
katekismus, agama, juga menulis dan bernyanyi. Demikian juga tidak ditentukan lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 dan anak wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Kemudian usiaitu diturunkan menjadi 12 tahun untuk anak pria dan 10 tahun untuk anak wanita. Pembagian dalam 3 kelas untuk pertama kali dilakukan tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak belajar abjad, di kelas 2 membaca, menulis, dan bernyanyi dan dikelas 1, kelas tertinggi: membaca menulis, katekismus, bernyanyi, dan berhitung” (S. Nasution, 2011:5) 2.3.1. Pengertian Wajib Belajar Pendidikan dasar sangat mendapat perhatian dari semua pihak termasuk dari pemerintah. Hal tersebut terbukti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun Tentang Wajib Belajar yang mengatur tentang wajib belajar serta usia anak-anak yang harus mengikuti wajib belajar, Pengertian wajib belajar didefinsikan dalam pasal 1. Bunyi pasal 1: 1. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. 2. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (Mts) dan bentuk lain yang sederajat.
14
Selanjutnya dalam Bab II pasal 2 mengenai Fungsi dan Tujuan berbunyi: 1. Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia 2. Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri didalam masyarakat atau melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Kemudian pasal 7 berbunyi: 1. Pemerintah menetapkan kebijakan nasional pelaksanaan program wajib belajar yang dicantumkan dalam Rencana Kerja Pemerintah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Rencana Strategis Bidang Pendidikan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. 2. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya berkewajiban menyelenggarakan program wajib belajar berdasarkan kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 3. Penyelenggaraan program wajib belajar oleh pemerintah daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah, AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah, Rencana Strategis Daerah Bidang Pendidikan, RencanaPembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka PanjangDaerah. 4. Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan untuk meningkatkan jenjangpendidikan wajib belajar sampai pendidikan menengah. 5. Pemerintah daerah dapat mengatur lebih lanjut pelaksanaan program wajib belajar, sesuai dengan kondisi daerah masing-masing melalui Peraturan Daerah. 6. Ketentuan mengenai pelaksanaan program wajib belajar yang diatur oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) termasuk kewenangan memberikan sanksi administratif kepada warga negara Indonesia yang memiliki anak berusia 7 (tujuh) sampai dengan 15 (lima belas) tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar.
15
2.3.2. Peran Stakeholder Dalam Wajib Belajar 9 tahun 1. Pemerintah Pemerintah berperan sangat penting dalam pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Kesuksesan wajib belajar 9 tahun merupakan tanggung jawab pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah juga menjamin penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008, pasal 9 berbunyi: (1) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan tanpa memungut biaya. (2) Warga Negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tamping satuan pendidikan masih memungkinkan. (3) Warga Negara Indonesia yang berusia diatas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya pemerintah dan/atau pemerintah daerah. (4) Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang orang tua/walinya tidak mampu mebiayai pendidikan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pemerintah juga bertanggung jawab atas terciptanya fasilitas pendidikan wajib belajar seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan. Pasal 7 berbunyi: (1) Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan
16
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran daerah. Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah. Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atas inisiatif Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah dan dialokasikan dalam anggaran Pemerintah. Pendanaan biaya investasi lahan satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atas usulan pemerintah daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan dialokasikan dalam anggaran pemerintah daerah. Tanggung jawab pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sampai dengan terpenuhinya Standar Nasional Pendidikan.
Kesimpulannya adalah Pemerintah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dengan memberi bantuan biaya terhadap peserta didik yang dianggap tidak mampu. Pemerintah juga menjamin fasilitas pendidikan sampai terpenuhinya standar nasional pendidikan.
17
2. Orang Tua Orang tua berperan sangat besar dalam pembentukan mental dan pendidikan anak. Dukungan dari norang tua sangat diperlukan oleh anak, oleh sebab itu partisifasi orang tua terhadap pendidikan anak sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam pendidikan anak. Pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua. „‟Pendidikan adalah karena dorongan orang tua yaitu hati nuraninya yang terdalam yang mempunyai sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dari segi phisik, sosial, emosi maupun inteligensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian agar mendapatkan kebahagiaan hidup seperti yang mereka idam-idamkan sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnaya anak tersebut yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat dipelihara dan dididik dengan sebaikbaiknya‟‟ (Ahmadi, Abu, H. dan Nur Uhbiyanti, 2007:74)
Bisa dikatakan orang tua adalah lembaga pendidikan tertua karena disinilah pertama-tama seorang anak mendapat pendidikan. “Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya” (http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xi d=135) 3. Tokoh Adat Tokoh adat merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam suatu kemasyaraktan tertentu yang menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku di wilayah adat tertentu. Pengaruh tersebut
18
dapat berupa pendidikan. Sosialisasi mengenai wajib belajar oleh Pemerintah mungkin saja belum berhasil karena setiap masyarakat mempunyai
pendekatan
berbeda-beda
dalam
penyampaian
tersebut. Saat itulah tokoh adat sangat diperlukan karena merekalah yang mengetahui karakter masyarakatnya. “Sosialisasi wajib belajar dilakukan dengan memanfaatkan budaya yang berkembang di daerah tersebut; misalnya daerah yang masyarakatnya senang dengan seni, maka pesan-pesan wajib belajar dapat disisipkan pada gelar seni. Masyarakat yang sangat menghormati adat, maka tokoh adat dilibatkan dalam pemikiran dan pelaksanaan sosialisasi Wajar Dikdas sembilan tahun yang bermutu. Sanksi adat biasanya lebih disegani daripada sanksi hukum” (Asroni Paslah dalam edukasi.kompasiana.com) 2.5. Kebudayaan 2.5.1. Pengertian Kebudayaan Kebudayaan (Koentjaraningrat dalam Tri Widiarto, 2007:4) adalah seluruh gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia melalui belajar. Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditemukan pengertian yang lebih luas, yaitu (Tri Widiarto, 2007: 11 – 12): a. Bahwa manusia hidup dalam masyarakat karena manusia adalah makhluk bermasyarakat. Didalam masyarakat inilah kebudayaan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. b. Kebudayaan ini diperoleh melalui proses belajar. Sedangkan naluri atau instink yang uga dimiliki oleh manusia sebagaimana binatang, tidak termasuk proses belajar, jadi bukan hasil kebudayaan.
19
Misalnya kebutuhan akan makanan menyebabkan manusia secara naluri akan menggerakkan tangannya untuk mengambil makanan dan menyuapkannya kedalam mulutnya atau mulut anaknya. Tindakan naluri tersebut bukan tindakan kebudayaan, karena tidak diperoleh melalui proses belajar. Tetapi semua pikiran, tindakan dan hasil kerja manusia yang berkaitan dengan perolehan makanan seperti
mengolah
sawah,
merencanakan
upacara
panen,
menyimpan padi di gudang, membuat sendok, garpu dan piring, serta tata karma makan dan sebagainya adalah kebudayaan. Hasil kebudayaan mesti berupa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dengan sendirinya. c. Kebudayaan pada hakekatnya berupa gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Sehingga dalam kebudayaan dapat ditemukan tiga wujud umum yatu, kebudayaan berupa ide-ide, kebudayaan berupa tingkah laku (aktivitas manusia), dan kebudayaan berupa fisik/materi/kebendaan. Berdasarkan kedua pendapat diatas, penulis mengartikan kebudayaan merupakan suatu tindakan manusia yang diperoleh melalui belajar sehingga menjadi sebuah karya manusia sebagai pedoman hidup manusia didalam masyarakat.
20
2.5.2. Kebudayaan atau adat istiadat Dayak Jalai Setiap suku bangsa mempunyai kebudayaan atau adat istiadat tersendiri, tak terkecuali suku Dayak Jalai. Adat istiadat yang berlaku didapatkan secara lisan yang diajarkan secara turun temurun oleh nenek moyang Dayak Jalai. Adat istiadat mempunyai peran penting dalam mengatur kehidupan bermasyarakat karena didalamnya terdapat aturan-aturan tertentu dan sanksi tertentu bagi yang melanggar.Sanksi tersebut dinamakan hukum adat yang dapat berupa cemoohan dari masyarakat maupun denda secara adat tergantung tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pelanggar atau orang yang dianggap bersalah. “Tiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama.karena ketidaksamaanya tersebut, maka dapat dikatakan bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting yang memberikan identitas kepada suku bangsa yang bersangkutan. Demikian juga halnya bagi suku Dayak, sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Kalimantan. Bagi suku Dayak, adat istiadat dan hukum adat adalah inti atau pusat dari tata cara hidup dan kehidupan masyarakat. Masyarakat Dayak sejak turun temurun sudah terikat dalam kemasyarakatan adat sebagai persekutuan hukum adat. Seluruh tatanan kehidupan, baik yang berhubungan denganj hukum adat, adat istiadat maupun kepercayaan datur oleh lembaga adat. Begitu juga dengan sub suku Dayak Jalai di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat”(Elisabeth Lilis, 2008:2) “Dayak Jalai adalah salah satu subsuku Dayak yang terdapatdi Kabupaten Ketapang (Kalbar). Penutur bahasa Jalai bermukim di sepanjang aliran sungai Jalai Kiri dan anak-anaknya, yang melingkupi kecamatan Jelai HuluMarau dan Manis Mata. Karena bermukim di sepanjang daerah aliran sungai Jalai Kiri tersebutlah
21
maka mereka menyebut dirinya Urang Jalai (Urang Dayak Jalai). Sungai Jelai Kiri masuk wilayah Kalimantan Barat dan merupakan anak sungai Jelai. Sungai Jelai masuk dalam wilayah Kalimantan Tengah”(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jalai)
22