BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Statika rangka Dalam konstruksi rangka terdapat gaya-gaya yang bekerja pada rangka tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek tinjauan utama dan meliputi gaya luar dan gaya dalam. Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi.
Gambar 2.1. Sketsa prinsip statika kesetimbangan Sumber: Popov, 1996 Jenis bebannya dibagi menjadi: 1. Beban dinamis adalah beban sementara dan dapat dipindahkan pada konstruksi. 2. Beban statis adalah beban yang tetap dan tidak dapat dipindahkan pada konstruksi. 3. Beban terpusat adalah beban yang bekerja pada suatu titik. 4. Beban terbagi adalah beban yang terbagi merata sama pada setiap satuan luas. 5. Beban terbagi variasi adalah beban yang tidak sama besarnya tiap satuan luas.
4
5
6. Beban momen adalah hasil gaya dengan jarak antara gaya dengan titik yang ditinjau. 7. Beban torsi adalah beban akibat puntiran.
Gambar 2.2. Sketsa gaya dalam Sumber: Popov, 1996
2.1.1
Gaya Luar Adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang
pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi. Gaya luar dapat berupa gaya vertikal, horisontal dan momen puntir. 2.1.2
Gaya Dalam Gaya-gaya yang bekerja di dalam struktur atau gaya yang merambat dari
muatan kepada reaksi perletakan disebut gaya dalam. Gaya-gaya dalam dapat berupa. 1. Gaya Normal (N), yaitu gaya yang bekerja sejajar dengan sumbu memanjang batang 2. Gaya Lintang (L), yaitu gaya yang bekerja tegak lurus dengan sumbu memanjang batang. 3. Gaya Momen (M), yaitu yang hendak membengkokkan batang.
6
4. Reaksi. Reaksi adalah gaya lawan yang timbul akibat adanya beban. Reaksi sendiri terdiri dari : - Momen Momen terjadi apabila sebuah gaya bekerja mempunyai jarak tertentu dari titik yang akan menahan momen tersebut dan besarnya momen tersebut adalah besarnya yang dikalikan dengan jaraknya.
M = F x s.........................................................................................(2.1) Keterangan :
M = momen (N.mm) F = gaya (N) s = jarak (mm)
- Torsi Torsi sama dengan gaya pada gerak translasi. Torsi menunjukkan kemampuan sebuah gaya untuk membuat benda melakukan gerak rotasi.
T= F x r............................................................................................(2.2) Keterangan:
T = Torsi (N.mm) F = Gaya (N) R = Lengan gaya (mm)
- Gaya Gaya merupakan kekuatan yg dapat membuat benda dalam keadaan diam menjadi bergerak.Gaya biasa dilambangkan sebagai besaran yang mempunyai arah dan digambarkan dalam ilmu fisika seperti vector dan biasa disimbolkan dengan F.
2.1.3
Diagram Gaya Diagram gaya dalam adalah diagram yang menggambarkan besarnya gaya
dalam yang terjadi pada suatu konstruksi. Sedang macam-macam diagram gaya dalam itu sendiri adalah sebagai berikut :
7
1. Diagram gaya normal (NFD), diagram yang menggambarkan besarnya gayanormal yang terjadi pada suatu konstruksi. 2. Diagram gaya geser (SFD), diagram yang menggambarkan besarnya gayageser yang terjadi pada suatu konstruksi. 3. Diagram moment (BMD), diagram yang menggambarkan besarnya momenlentur yang terjadi pada suatu konstruksi. Sedangkan dalam ilmu statika, tumpuan terdiri dari berbagai macam jenis, antara lain sebagai berikut :
1. Tumpuan roll/penghubung.
Gambar 2.3. Sketsa reaksi tumpuan rol Sumber: Popov, 1996
Tumpuan rol hanya dapat menerima gaya tegak lurus, dan tidak mampu menahan momen. Dengan demikian tumpuan rol hanya dapat menahan satu gaya reaksi yang tegak lurus
1. Tumpuan sendi.
Gambar 2.4. Sketsa reaksi tumpuan sendi Sumber: Popov, 1996
8
Tumpuan sendi dapat menerima gaya dari segala arah tetapi tidak mampu menahan momen. Dengan demikian tumpuan sendi hanya mempunyai dua gaya reaksi yaitu reaksi vertikal dan reaksi horizontal.
2. Tumpuan jepit.
Gambar 2.5. Sketsa reaksi tumpuan jepit Sumber: Popov, 1996 Tumpuan jepit dapat menahan gaya ke segela arah dan dapat menahan momen. Dengan demikian jepit mempunyai tiga reaksi yaitu reaksi vertikal, reaksi horizontal, dan reaksi momen.
2.2 Pengelasan Sambungan las (welding joint) merupakan jenis sambungan tetap.Sambungan las menghasilkan kekuatan sambungan yang besar. Cara kerja pengelasan : a. Benda kerja yang akan disambung disiapkan terlebih dahulu mengikuti bentuk sambungan yang diinginkan. b. Pengelasan dilakukan dengan memanaskan material pengisi (penyambung) sampai melebur (mencair). c. Material pengisi berupa material tersendiri (las asitelin) atau berupa elektroda (las listrik). d. Setelah didinginkan maka material yang dilas akan tersambung oleh material pengisi.
9
Tabel 2.1 Contoh Simbol Pengelasan (Agustinus Purna Irawan, 2009)
2.2.1
Tipe Sambungan Las
a. Lap joint atau fillet joint : overlapping plat, dengan beberapa cara : 1. Single transverse fillet (las pada satu sisi) :melintang 2. Double transverse fillet (las pada dua sisi) 3. Parallel fillet joint (las paralel)
Gambar 2.6 Tipe Las Lap Joint Sumber: Agustinus Purna Irawan, 2009 b. Butt Joint -
Digunakan untuk beban tekan /kompensi Panjang leg sama dengan throat thickness sama dengan thickness of plates (t)
10
Gaya tarik maksimum : • Single V butt joint, Ft = t . L . ⎯σt • Double V butt joint, Ft = ( t1 + t2 ) L x ⎯σt
Gambar 2.7Tipe Las Butt Joint Sumber: Khurmi dan Gupta, 1980
Perhitungan kekuatan las a. Kekuatan transverse fillet welded joint
Gambar 2.8 Sambungan Las Sumber: R.S. Khurmi, 2005
11
Mencari throat area • Single fillet :
A =
√
x σt = 0.707 x t x L x σt ……………………………………...(2.6)
• Double fillet : 2A = 2
√
x σt = 1,414 x t x L x σt.......................................................(2.7)
Keterangan: A: luas area las t : tebal las L : panjang las σt: tegangan tarik ijin bahan las
Tegangan Geser
τ = P/A (N/mm2)..........................................................................................(2.8) Keterangan:
τ: tegangan geser P: beban A: Luas area
Moment bending M= P x e (N.mm) ........................................................................................(2.9) Keterangan:
M: Momen bending P: beban e: panjang las
Mencari Section Modulus Z = t x b x l (mm3) .....................................................................................(2.10) Keterangan:
Z: section modulus t: tebal las
12
b: tebal bahan l: panjang las
Tegangan bending b=
(N/mm2) ........................................................................................(2.11)
Keterangan:
b: tegangan bending M: momen bending Z: section modulus
2.3 Mur & Baut Mur dan baut merupakan pengikat yang sangat penting. Untuk mencegah kecelakaan, atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan secara teliti dan direncanakan dengan matang dilapangan. Tegangan maksimum pada baut dihitung dengan persamaan dibawah ini. (Khurmi dan Gupta, 1980): σ max =
................................................................................................(2.9)
= Bila tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan geser dan tarik bahan, maka penggunaan mur-baut aman. Baut berbentuk panjang bulat berulir, mempunyai fungsi antara lain (Khurmi dan Gupta, 2002):
- Sebagai pengikat Baut sebagai pengikat dan pemasangan yang banyak digunakan ialah ulir pofil segitiga (dengan pengencangan searah putaran jarum jam). Baut pemasangan untuk bagian-bagian yang berputar dibuat ulir berlawanan dengan arah putaran dari bagian yang berputar, sehingga tidak akan terlepas saat berputar.
13
- Sebagai pemindah tenaga Contoh ulir sebagai pemindah tenaga adalah dongkrak ulir, transporter mesin bubut, berbagai alat pengendali pada mesin-mesin. Batang ulir seperti ini disebut ulir tenaga (power screw). Tegangan geser maksimum pada baut
=
............................................................................(2.10)
Keterangan : = Tegangan geser maksimum (N/mm2) = Beban Geser ekivalen d
= Diameter mayor baut