BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pendapatan Pendapatan merupakan unsur penting bagi kelangsungan suatu perusahaan mengharapkan laba bagi kegiatan operasionalnya. Besar kecilnya laba perusahaan ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan dan beban yang terjadi di dalam perusahaan. Pendapatan harus diakui pada saat yang tepat agar posisi keuangan mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Sedangkan pendapatan usaha menurut Keown et al (2011:35) adalah : Pendapatan sebelum bunga dan pajak, tidak dipengaruhi oleh bagaimana kondisi perusahaan dibiayai, apakah dengan ekuitas atau hutang. Pendapatan usaha adalah laba dari semua aktivanya, dengan mengabaikan apakah aktiva tersebut dibiayai dari saham atau hutang. Pemahaman kenyataan ini penting, ketika kita ingin mengevaluasi kinerja manajemen dalam penciptaan laba dari aktiva perusahaan. Yang perlu diingat adalah pendapatan usaha hanya dipengaruhi oleh keputusan-keputusan investasi manajemen, bukan oleh bagaimana perusahaan dibiayai. Kegiatan bisnis atau usaha yang berkembang memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan kejadian atau transaksi yang mengakibatkan adanya arus masuk atau sumber-sumber ekonomi (revenue) dan mengukur arus masuk tersebut dalam satuan tertentu. Para akuntan dihadapkan pada suatu hal yaitu kapan suatu pendapatan diakui dan berapa nilai pendapatan yang harus diakui tersebut. Sedangkan para ekonom mendefinisikan pendapatan dengan cara yang berbeda tetapi pada dasarnya memiliki arti yang
6
sama. Berikut ini beberapa definisi pendapatan menurut ahli-ahli ekonomi tersebut, diantaranya : Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan nilai aset dari suatu entity atau penyelesaian kewajiban entity atau gabungan dari keduanya selama periode tertentu yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atas pelaksana kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan yang sedang berjalan (Kieso et al, 2008:129). Menurut Erhans (2010:32) menyatakan : Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas perusahaan selama satu periode, bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2005:23.2). Pendapatan merupakan nilai hasil kerja pelaksanaan proyek yang telah diakui oleh owner atau yang mewakili berdasarkan kontrak atau persyaratanpersyaratan lain yang dinyatakan dalam nilai uang. Dalam hal ini pendapatan bukan berarti uangnya telah diterima seluruhnya, tetapi bisa saja belum diterima sebagian atau bahkan seluruhnya namun telah menjadi haknya untuk ditagihkan pada suatu saat sesuai dengan perjanjian yang ada (Asiyanto, 2005:24). Menurut
Suwardjono
(2006:354-355)
dari
beberapa
definisi
pendapatan di atas, dapat di daftar karakteristik-karakteristik yang membentuk pengertian pendapatan. Karakteristik 1 dan 2 merupakan karakteristik utama, 7
sedangkan yang lainnya merupakan karakteristik konsekuensi, pendukung atau penjelas, sebagai berikut : 1. Aliran masuk atau kenaikan aset Untuk dapat mengatakan bahwa pendapatan ada atau timbul, harus terjadi transaksi atau kejadian yang menaikkan aset atau menimbulkan aliran masuk aset. Tidak ada batasan bahwa aset harus berupa kas atau alat likuid yang lain. Akan tetapi tidak semua kenaikan aset dapat menimbulkan pendapatan. Untuk disebut sebagai pendapatan, APB (Accounting Principles Board) menyebutkan aliran aset masuk adalah jumlah rupiah kotor (gross). Paton dan Littleton mengisyaratkan pendapatan sebagai jumlah kotor dengan menyatakan “diukur dengan jumlah rupiah aset baru yang diterima dari pelanggan”. FASB mengisyaratkan jumlah kotor dengan menyatakan bahwa pendapatan adalah jumlah rupiah yang datang dari penyerahan produk atau pelaksanaan jasa. IAI menunjuk jumlah kotor dengan menyebutkan bahwa jumlah rupiah pendapatan dapat berupa penjualan, imbalan jasa, bunga, deviden, royalty dan sewa. Oleh karena itu hanya kegiatan penyediaan dan/atau penyerahan produk (barang/jasa) yang masuk dalam kategori sumber pendapatan. Pendefinisian pendapatan sebagai kenaikan aset merupakan pendefinisian dengan konsep aliran masuk (inflow concept of revenue). Konsep ini memerlukan pernyataan tentang mana aliran masuk yang merupakan pendapatan dan mana yang bukan. Hal ini dilakukan FASB 8
dengan menyebutkan bahwa kenaikan aset berasal dari pengiriman barang atau pelaksanaan jasa. Ini berarti kenaikan aset yang berasal dari pelanggan atau pembeli. 2. Kegiatan yang merepresentasi operasi utama atau sentral yang menerus Tidak semua kenaikan aset diatas membentuk pendapatan. Kegiatan operasi utama atau sentral yang menerus atau berlanjut merupakan karakteristik yang membatasi kenaikan yang dapat disebut pendapatan (pendapatan adalah kenaikan aset yang berkaitan dengan operasi utama). Kenaikan aset harus berasal dari kegiatan operasi yang diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirim berbagai barang kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa. Pengertian operasi utama dalam hal ini lebih dikaitkan dengan tujuan utama perusahaan yaitu menghasilkan produk atau jasa untuk mendatangkan laba (profit-directed activities). 3. Pelunasan, penurunan atau pengurangan kewajiban 4. Suatu entitas 5. Produk perusahaan 6. Pertukaran produk 7. Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk (sales, fees, interest, dividens, royalties and rents) 8. Mengakibatkan kenaikan ekuitas (result in increases in equity, change owners equity) B. Sumber-sumber Pendapatan 9
Jumlah rupiah aktiva dapat bertambah melalui berbagai transaksi tetapi tidak semua transaksi mencerminkan timbulnya pendapatan. Bagian penting proses
penentuan
laba
adalah
membedakan
kenaikan
aktiva
yang
menunjukkan dan mengukur pendapatan. Menurut Suwardjono (2009:147) kenaikan jumlah rupiah aktiva dapat terjadi dari : 1. Transaksi modal atau pendanaan (financing) yang mengakibatkan adanya tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang obligasi (kreditor) dan pemegang saham. 2. Laba dari penjualan aktiva yang bukan berupa produk perusahaan seperti aktiva tetap, surat-surat berharga, atau penjualan anak atau cabang perusahaan. 3. Hadiah, sumbangan atau penemuan. 4. Evaluasi aktiva. 5. Penyerahan produk perusahaan, yaitu aliran hasil penjualan produk. Adapun sumber-sumber pendapatan menurut Anis dan Imam Ghozali (2005:115) adalah sebagai berikut: 1. Pendapatan operasional (operating revenue), yaitu perusahaan yang berasal dari kegiatan normal atau aktivitas utama perusahaan. 2. Pendapatan dari luar operasional (non-operational revenue), yaitu pendapatan yang berasal dari kegiatan diluar normal perusahaan, seperti penyewaan mesin atau gedung. 3. Pendapatan luar usaha (extra ordinary item), yaitu pendapatan yang tidak normal atau tidak sering terjadi (transaksi yang bersangkutan diharapkan 10
tidak terulang dimasa yang akan datang), misalnya keuntungan yang didapat dari penjualan aktiva tetap perusahaan. C. Proses Realisasi Pendapatan (Realization Process) Realisasi adalah konsep teknis akuntansi yang dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan pendapatan. Konfirmasi jumlah rupiah kenaikkan oleh pihak konsumen atau pelanggan (yang berarti pengukuran yang objektif) bersamaan dengan masuknya kas atau kesanggupan membayar merupakan proses realisasi pendapatan. Pendapatan itu sendiri secara konseptual sudah terbentuk bersamaan dengan berjalannya operasi perusahaan. Dengan konsep realisasi, pendapatan baru terhimpun atau terbentuk setelah produk selesai dikerjakan dan terjual langsung atau terjual atas dasar kontrak penjualan. Berdasarkan konsep
ini
rnaka
sebenarnya
dianggap
bahwa
proses
terhimpunnya pendapatan (earning process) dimulai dari fase akhir kegiatan produksi (yaitu pada saat barang atau jasa dikirimkan atau diserahkan ke pelanggan). Jadi proses pembentukan pendapatan berkaitan dengan fase kegiatan penjualan (distribusi) bukannya berkaitan dengan fase kegiatan produksi. Dengan kata lain pendapatan terhimpun atau terjadi hanya dalam fase kegiatan penjualan. Kalau pandangan ini diterima maka dengan sendirinya harus ditolak asumsi dasar bahwa semua jenis kos atau biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil pada dasarnya mempunyai arti ekonomik yang homogen (berdudukan sama) sebagai pengurang pendapatan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bila kontrak penjualan mendahului produksi barang
11
atau jasa maka pendapatan belum dapat dikatakan terjadi karena belum terjadi proses penghimpunan pendapatan. Proses realisasi pendapatan ditandai dengan dua kejadian berikut ini: 1. Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa yang lain melalui proses penjualan yang sah atau semacamnya (misalnya: kontrak penjualan). 2. Pengesahan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya aktiva lancar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses realisasi merupakan konfirmasi proses penghimpunan atau pembentukan pendapatan (Suwardjono, 2009:149). D. Pengakuan Pendapatan Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi dalam statement keuangan. Konsep penghimpunan dan realisasi pendapatan sangat penting artinya dalam kaitannya dengan pengakuan pendapatan. Saat pengakuan pendapatan merupakan penentuan yang sangat kritis mengingat kesalahan dalam penentuan ini akan berakibat pada kelayakan laba pengakuan atas dasar penjualan dapat diterima karena pendapatan dapat diukur dengan cukup teliti dan meyakinkan atas dasar tingkat penyelesaian pembuatan produk (Suwardjono, 2009:149-151). Pada perusahaan konstruksi yang membangun gedung, jalan raya, bendungan, galangan kapal dan sebagainya, pada pelaksanaannya pendapatan dapat diakui secara jelas karena produksinya berdasarkan kontrak. Yang 12
sering terjadi adalah bahwa pendapatan diakui sebesar harga kontrak dalam periode saat produk tersebut selesai dan diserahkan kepada pemesan, karena itu tidaklah mengherankan apabila praktik yang konservatif menyetujui penghimpunan dan pengakuan laba atau rugi untuk proyek-proyek konstruksi jangka panjang atas dasar persentase penyelesaian sebagai penyimpangan dari standar dengan wadah penandingan periode waktu ingin tetap dipertahankan. Persentase penyelesaian disini lebih berarti sebagai hubungan antara akumulasi kos yang telah terjadi sampai tanggal tertentu dengan taksiran total kos sampai pekerjaan selesai dan diterima oleh pemesanan dan bukan persentase waktu penyelesaian atau kemajuan fisik dikalikan dengan taksiran total kos. Kalau laporan periodik dipertahankan, kesulitan yang dihadapi adalah bahwa kos yang terjadi selama satu periode mungkin tidak sinkron dengan pendapatan yang masuk dari serah terima kontrak yang sudah selesai dalam tahun bersangkutan. Tentu saja laporan ini disertai dengan penjelasan tentang jumlah rupiah uang muka atau termin yang telah diterima oleh perusahaan. Kemudian pada waktu pekerjaan selesai dan diserahkan kepada pemesan dan harga kontrak telah diterima seluruhnya atau telah didukung dengan piutang yang sah, dapat disusun suatu laporan operasi atas dasar proyek (bukan periode waktu) yang menunjukkan pendapatan dan biaya yang dibebankan. E. Saat Pengakuan Pendapatan Pengakuan pendapatan merupakan salah satu masalah sulit yang dihadapi oleh profesi akuntansi. Meskipun akuntansi mempunyai pedoman 13
umum untuk menentukan kapan pendapatan harus diakui, adanya beberapa metode pemasaran dan penjualan produk dan jasa menimbulkan kesulitan untuk mengembangkan pedoman yang dapat diterapkan untuk semua keadaan. Menurut Kieso et al (2008:45) pendapatan diakui pada saat : 1. Telah direalisasi atau dapat direalisasi 2. Telah dihasilkan Pendekatan ini sering kali dipandang sebagai prinsip pengakuan pendapatan (Revenue Recognition Principle). Pendapatan telah direalisasi (realized) jika produk (barang dan jasa), barang dagang, atau aktiva lainnya telah dipertukarkan dengan kas atau klaim atas kas. Pendapatan dikatakan dapat direalisasi (realizable) apabila aktiva yang diterima atau dipegang dapat segera dikonversikan menjadi kas atau klaim atas kas. Aktiva dikatakan dapat dikonversi menjadi kas apabila dapat dijual atau dipertukarkan dalam pasar aktif pada harga yang dapat ditentukan dengan mudah tanpa biaya tambahan yang signifikan. Selain pengujian pertama (telah direalisasi atau dapat direalisasi), pendapatan tidak diakui sampai dihasilkan. Dan pendapatan dianggap telah dihasilkan (earned) apabila sebuah entitas telah melakukan apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan hak atas manfaat yang direpresentasikan oleh pendapatan. Secara umum suatu pengujian yang objektif, seperti penjualan, digunakan untuk menentukan titik pengakuan pendapatan. Penjualan memberikan pengukuran pendapatan yang objektif dan dapat diverifikasi--harga
jual.
Pengakuan pendapatan sebelum
penjualan
aktual akan 14
menimbulkan banyak variasi dalam praktek pengakuan, pengakuan pada saat penjualan menyediakan pengujian yang seragam dan logis. Berkaitan dengan hal diatas Suwardjono (2006:370) mengungkapkan saat pengakuan pendapatan terbagi menjadi 5 keadaan, yaitu: 1. Pada saat kontrak penjualan Dapat
terjadi
setelah
perusahaan
menandatangani
kontrak
penjualan dan bahkan sudah menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi peusahaan belum mulai memproduksi barang. Pada titik ini pendapatan sudah terealisasi tetapi belum terbentuk. Karena hanya satu kriteria yang dipenuhi, jelas pendapatan tidak dapat diakui pada saat tersebut. Pengakuan harus menunggu sampai proses penghimpunan cukup selesai yaitu ditahap penjualan. Sementara itu, pembayaran dimuka harus diakui sebagai kewajiban sampai barang atau jasa diserahkan kepada pembeli. Pada umumnya, perlakuan semacam ini berlaku untuk perusahaan yang memproduksi barang konsumsi (consumers goods) dan jarak antara penandatanganan kontrak dan penyerahan barang cukup pendek (kurang dari satu tahun). 2. Selama Proses Produksi Secara Bertahap Dalam industri tertentu pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama. Misalnya dalam industri konstruksi bangunan seperti jembatan layang, jalan raya, gedung dan bendungan serta dalam industri konstruksi alat berat seperti lokomotif, kapal, dan pabrik. Biasanya produk semacam itu diperlakukan sebagai proyek dan dilaksanakan atas dasar 15
kontrak sehingga pendapatan telah terealisasi untuk seluruh periode kontrak tetapi mungkin belum cukup terbentuk pada akhir tiap periode akuntansi dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat proyek selesai dan diserahkan. Yang pertama disebut metode persentase penyelesaian (percentage of completion method) sedangkan yang kedua disebut metode kontrak selesai (completed-contract method). 3. Pada Saat Produksi Selesai Ini berarti pendapatan diakui pada akhir tahap produksi. Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk industri ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian. Bahan dasar seperti timah, tembaga, gandum, beras, emas dan sebagainya biasanya mempunyai pasar yang luas dan harga yang sudah pasti. Kondisi ini memungkinkan untuk menafsir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat direalisasi suatu persediaan barang jadi ada pada tanggal tertentu. Jadi, kondisi ini dapat mengganti kriteria cukup pasti terealisasi (realizable) sehingga pada saat selesainya produksi, kedua kriteria pengakuan dianggap telah terpenuhi. Contoh yang menguatkan kelayakan dasar pengakuan ini adalah pertambangan emas. Produk akhir industri ini, baik dalam bentuk serbuk atau batangan, merupakan aset yang sangat likuid dengan harga jual yang pasti. Jadi layaklah untuk menganggap bahwa
16
pendapatan terealisasi pada saat produk selesai bukannya pada saat produk tersebut terjual dan diserahkan kepada konsumen. Dengan karakteristik industri semacam itu, kegiatan produksilah yang merupakan faktor penentu dalam menghasilkan pendapatan dan bukan kegiatan penjualan. Dengan demikian pendapatan dapat diakui berdasarkan banyaknya barang yang diproduksi bukan banyaknya unit barang yang benar-benar telah terjual. 4. Pada Saat Penjualan Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpun dan realisasi telah dipenuhi. Meskipun saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar tersebut. Hal pertama berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat kos purna jual atau pasca jual (after-salecost). Kedua, berkaitan dengan kemungkinan pengembalian barang. Ketiga, kemungkinan ketaktertagihan piutang bila penjualan tidak tunai. 5. Pada Saat Kas Terkumpul Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan pengakuan pendapatan berdasarkan azas kas (Cash Basis). Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau ketertagihan piutang. Dengan cara ini pendapatan diakui dengan sejumlah kas yang diterima pada saat kas diterima atau terkumpul (pada akhir periode) dan baru kemudian menentukan biaya yang berkaitan 17
dengan pendapatan atas dasar kas tersebut. Dengan kata lain, pendapatan suatu periode diakui secara proporsional atas dasar kas yang telah diterima dalam periode tersebut. F. Akuntansi Untuk Usaha Jasa Konstruksi 1. Pengertian Jasa Konstruksi Menurut Waluyo (2008 : 293) lingkup jasa usaha konstruksi ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE13/PJ.42/2002 yang menyatakan pengertian pekerjaan konstruksi dengan mengacu pada UU No. 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dan PP No. 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi, adalah : Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya. Perusahaan-perusahaan
ini
disebut
perusahaan
kontraktor.
Perusahaan kontraktor biasanya akan bekerja sesuai kontrak yang telah disepakati oleh pihak pemberi kerja dan kedua belah pihak telah menyetujuinya. Pembangunan yang terjadi di lokasi proyek telah ditentukan dalam kontrak yang sering membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga memakan waktu lebih dari satu periode akuntansi. 2. Jenis Usaha Jasa Konstruksi Jenis usaha konstruksi terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi yang masing-masing 18
dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. Dengan penjelasan sebagai berikut : a. Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. b. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. c. Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian atau keseluruhan pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. 3. Jenis-jenis Kontrak Kerja Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (UU No. 18 Tahun 1999 pasal 1 ayat 5). Dalam suatu kontrak harus diberikan keterangan yang jelas, sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai : a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak.
19
b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan dan batasan waktu pelaksanaan. c. Masa pertanggungan dan atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa. d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi, kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh
informasi dan
imbalan
jasa
serta
kewajibannya
melaksanakan pekerjaan konstruksi. f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi. g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan. h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan. i.
Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak. 20
j.
Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul diluar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan. l.
Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu aset menurut Asyanto (2005:97), jenis kontrak konstruksi ditinjau dari sisi pembayarannya menjadi 3, yaitu: a. Kontrak cost plus fee Kontrak jenis ini nilainya tidak ditentukan secara pasti namun disesuaikan realisasi biaya yang terjadi dan kemudian ditambah fee tertentu sesuai dengan kesepakatan. b. Kontrak Lumpsum Nilai kontrak jenis ini sebesar nilai kontrak yang ditandatangani. Nilai kontrak tetap tidak dapat berubah dengan alasan apapun juga. Dalam kontrak ini kontraktor harus menghitung dengan akurat biaya yang terjadi karena jika salah hitung maka kontraktor akan menanggung
21
kerugian yang sangat besar dimana pihak pemberi kerja tidak akan merubah nilai kontraknya. c. Kontrak Unit Price Kontrak jenis ini yang mengikatnya adalah unit pricenya, sedangkan kuantitasnya pada saat tender diberikan dan realisasinya pada saat pembayaran diukur bersama-sama. Kontrak jenis ini dibagi menjadi dua, yaitu fixed unit price (harga satuan tetap) dan unit price dengan eskalasi (harga satuan dengan eskalasi). Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2005), kontrak konstruksi digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Kontrak Harga Tetap Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara handal jika semua kondisi berikut ini terpenuhi: 1) Total pendapatan kontrak dapat diukur secara handal; 2) Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; 3) Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara handal; dan 4) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara handal sehingga biaya kontrak aktual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya. b. Kontrak Biaya Plus 22
Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara handal jika semua kondisi berikut ini terpenuhi: 1) Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; dan 2) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak, apakah dapat ditagih atau tidak ke pelanggan, dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara handal. 4. Metode Pengakuan Pendapatan Pada Perusahaan Konstruksi PSAK No. 34 adalah untuk mengambarkan perlakuan akuntansi pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan kontrak konstruksi. Oleh karena sifat dari aktivitas yang dilakukan pada kontrak konstruksi, tanggal saat aktivitas kontrak mulai dilakukan dan tanggal saat aktivitas tersebut diselesaikan biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan. Oleh karena itu, persoalan utama dalam akuntansi kontrak konstruksi adalah alokasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak pada periode di mana pekerjaan konstruksi tersebut dilaksanakan. Pernyataan ini menggunakan kriteria pengakuan yang diatur dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan untuk menentukan kapan pendapatan dan biaya suatu kontrak konstruksi diakui sebagai pendapatan dan beban dalam laporan laba rugi komparatif. Ruang lingkup PSAK No.34 diterapkan pada akuntansi untuk kontrak konstruksi dalam laporan keuangan kontraktor. Menurut ED PSAK 34 (Rev. 2010) Akuntansi Kontrak Konstruksi diklasifikasikan : 23
a. Kontrak biaya-plus adalah kontrak konstruksi yang mana kontraktor mendapatkan penggantian untuk biaya-biaya yang telah diizinkan atau telah ditentukan, ditambah imbalan dengan persentase terhadap biaya atau imbalan tetap. Hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara handal jika semua kondisi berikut ini terpenuhi: 1) Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; dan 2) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak, apakah dapat ditagih atau tidak ke pelanggan, dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara handal. b. Kontrak harga tetap adalah kontrak konstruksi dengan syarat bahwa kontraktor telah menyetujui nilai kontrak yang telah ditentukan, atau tarif tetap yang telah ditentukan per unit output, yang dalam beberapa hal tunduk pada ketentuan-ketentuan kenaikan biaya. Dalam hal kontrak harga tetap, hasil kontrak konstruksi dapat diestimasi secara andal jika semua kondisi berikut ini dapat terpenuhi: 1) Total pendapatan kontrak dapat diukur secara andal; 2) Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas; 3) Baik biaya kontrak untuk menyelesaikan kontrak maupun tahap penyelesaian kontrak pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal; dan
24
4) Biaya kontrak yang dapat diatribusi pada kontrak dapat diidentifikasi dengan jelas dan diukur secara andal sehingga biaya kontrak aktual dapat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya. c. Kontrak konstruksi adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan pokok penggunaan. Pendapatan kontrak menurut ED PSAK No.34 (Rev. 2010) terdiri atas : a. Nilai pendapatan semula yang disetujui dengan kontrak, dan b. Penyimpangan dalam pekerjaan kontrak, klaim dan pembayaran insentif: 1) Sepanjang hal ini memungkinkan untuk menghasilkan pendapatan; dan 2) Dapat diukur secara andal Pendapatan kontrak diukur pada nilai wajar dari imbalan yang diterima. Pengukuran pendapatan kontrak dipengaruhi oleh beragam ketidakpastian yang bergantung pada hasil dari peristiwa di masa depan. Estimasi sering kali perlu untuk direvisi sesuai dengan realisasi dan hilangnya ketidakpastian. Oleh karena itu jumlah pendapatan kontrak dapat meningkat atau menurun dari satu periode ke periode berikutnya, misalnya:
25
a. Kontraktor dan pelanggan mungkin menyetujui penyimpangan atau klaim yang meningkatkan atau menurunkan pendapatan kontrak pada periode setelah periode dimana kontrak pertama kali disetujui. b. Nilai pendapatan yang disetujui dalam kontrak dengan nilai tetap dapat meningkat karena ketentuan-ketentuan kenaikan biaya. c. Nilai pendapatan kontrak dapat menurun karena denda yang timbul akibat keterlambatan kontraktor dalam penyelesaian kontrak tersebut, atau d. Jika dalam kontrak harga tetap terdapat harga tetap per unit output, pendapatan kontrak meningkat apabila jumlah unit meningkat. Penyimpangan adalah suatu instruksi yang diberikan pelanggan mengenai perubahan dalam lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan berdasarkan kontrak. Penyimpangan dapat menimbulkan peningkatan atau penurunan dalam pendapatan kontrak. Contoh penyimpangan adalah perubahan dalam spesifikasi atau rancangan aset atau perubahan lamanya kontrak. Penyimpangan dimasukan ke dalam pendapatan kontrak jika : 1) Kemungkinan besar pelanggan akan menyetujui penyimpangan dan jumlah pendapatan yang timbul dari penyimpangan tersebut. 2) Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal. Sedangkan klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pelanggan atau pihak lain sebagai penggantian untuk biayabiaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. Klaim dapat timbul, 26
misalnya dari keterlambatan yang disebabkan oleh pelanggan, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan, dan perselesihan penyimpangan
dalam
pengerjaan
proyek.
Pengukuran
jumlah
pendapatan yang timbul dari klaim mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi dan sering kali bergantung pada hasil negosiasi. Oleh karena itu klaim hanya dimasukkan dalam pendapatan kontrak jika : 1) Negosiasi telah mencapai tingkat akhir sehinggan kemungkinan besar pelanggan akan menerima klaim tersebut, dan 2) Nilai klaim yang kemungkinan besar akan disetujui oleh pelanggan, dapat diukur secara andal. Pembayaran insentif adalah jumlah tambahan yang dibayarkan kepada kontraktor apabila standar-standar pelaksanaan yang telah ditentukan telah terpenuhi atau dilampaui. Misalnya, suatu kontrak mungkin mengizinkan suatu pembayaran tambahan kepada kontraktor untuk suatu penyelesaian yang lebih awal dari suatu kontrak. Pembayaran insentif dimasukkan dalam pendapatan kontrak jika: 1) Kontrak tersebut cukup aman sehingga kemungkinan besar pelanggan memenuhi atau melampaui standar pelaksanaan, dan 2) Jumlah pembayaran insentif dapat diukur secara andal. Biaya kontrak adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendukung pekerjaan konstruksi, terdiri dari : a. Biaya
yang
berhubungan
langsung
dengan
kontrak
tertentu,
diantaranya: 27
1) Biaya pekerja lapangan; 2) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 3) Penyusutan sarana dan peralatan yang digunakan dalam kontrak tersebut; 4) Biaya pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan kontrak; 5) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; 6) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan kontrak; 7) Estimasi biaya pembetulan dan jaminan pekerjaan, termasuk yang mungkin timbul selama masa jaminan; dan 8) Klaim dari pihak ketiga. b. Biaya yang dapat diatribusikan pada akitivitas kontrak secara umum dan dapat dialokasikan pada kontrak tersebut, diantaranya: 1) Asuransi; 2) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan kontrak tertentu; dan 3) Overhead konstruksi. c. Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak, dapat mencakup beberapa biaya administrasi umum dan biaya pengembangan yang penggantiannya ditentukan dalam persyaratan kontrak.
28
Metode pengakuan pendapatan pada usaha jasa konstruksi terjadi karena waktu untuk menyelesaikan proyek relatif panjang yaitu tidak selalu dalam satu periode akuntansi. Menurut Kieso et al ( 2008:670) ada dua metode akuntansi yang digunakan untuk mengakui pendapatan usaha konstruksi, yaitu : a. Metode Persentase Penyelesaian Menurut metode ini suatu perusahaan akan mengakui pendapatan dan biaya dari suatu kontrak sesuai dengan kemajuan persentase proyek, tidak menunggu sampai proyek selesai. Karena pengukuran pendapatan didasarkan pada tingkat kemajuan proyek maka laba atau rugi suatu proyek dapat ditentukan walaupun proyek belum selesai. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam metode persentase penyelesaian adalah: 1) Kontrak ini secara jelas menetapkan hak-hak yang dapat dipaksakan pemberlakuannya mengenai barang dan jasa yang akan diberikan dan akan diterima oleh yang terlibat didalam kontrak, imbalan yang akan dipertukarkan, serta syarat dan cara penyelesaiannya. 2) Pembeli dapat diharapkan
untuk memenuhi kewajiban dalam
kontrak. 3) Kontraktor dapat diharapkan melaksanakan kewajiban kontraktual tersebut.
29
Mengukur tingkat kemajuan proyek ke arah penyelesaian, menurut Wibowo dan Abubakar Arif (2009:23-26), yaitu: 1) Ukuran bentuk (input measure) Pada ukuran bentuk
ini, pengukuran kemajuan pekerjaan
didasarkan pada pengukuran input yang dibutuhkan dan hasil yang diperoleh. Ukuran bentuk ini digolongkan dalam 2 bagian, yaitu: a) Metode biaya ke biaya (cost to cost method) Pada metode ini persentase tingkat penyelesaian diukur dengan membandingkan biaya yang terjadi dengan taksiran total biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Hal tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Persentase Penyelesaian = Biaya yang terjadi sampai saat ini Estimasi paling akhir total biaya selesai Pendapatan yang diakui sampai tanggal ini = Persentase penyelesaian X Estimasi total pendapatan Pendapatan periode berjalan = Pendapatan yang diakui sampai saat ini – Pendapatan yang diakui pada periode sebelumnya b) Menurut yang dicurahkan (Efford expended) Metode ini didasarkan pada beberapa pengukuran dari pekerjaan yang telah dilakukan, termasuk tenaga kerja, upah jam kerja dan biaya lainnya yang digunakan. Cara pengukuran ini hampir sama dengan metode biaya ke biaya dimana usaha 30
yang telah dikeluarkan dibandingkan dengan seluruh usaha yang akan digunakan untuk melaksanakan proyek. Sebagai contoh jika ukuran dari pekerjaan yang dilaksanakan adalah jam kerja maka rasio dari jam kerja yang sudah dilaksanakan terhadap taksiran seluruh jam kerja akan memberikan persentase yang akan digunakan dalam mengukur laba yang dihasilkan. 2) Ukuran Output (Output Measure) Pengukuran yang digunakan adalah berdasarkan pada unit yang dihasilkan secara fisik. Dalam menilai kemajuan pekerjaan didasarkan pada kemajuan fisik pekerjaan dan bukan didasarkan pada kemajuan biaya yang telah dikeluarkan seperti halnya metode biaya ke biaya. Misalnya dalam pembuatan ruko maka ukuran penyelesaian yang digunakan adalah banyaknya jumlah ruko yang sudah dibangun dan persentase penyelesaian pada setiap unit ruko yang
sedang
dalam
proses
pembangunan,
kemudian
diperbandingkan dengan total unit ruko yang tertera pada surat kontrak. Adapun metode untuk mengukur tingkat kemajuan proyek menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2005) tidak jauh berbeda dengan apa yang telah disebutan di atas, yaitu : a) Proporsi
biaya
kontrak
untuk
pekerjaan
yang
telah
dilaksanakan sampai tanggal total biaya kontrak diestimasi. 31
b) Survey atas pekerjaan yang telah dilaksanakan. c) Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak. Adapun pemilihan metode yang digunakan oleh perusahaan tergantung pada situasi yang dihadapi perusahaan, pada umumnya metode ini digunakan untuk proyek yang masa konstruksinya lebih dari 1 periode akuntansi atau melewati 1 periode akuntansi. Menurut Wibowo dan Abubakar Arif (2009:23-26) ayat jurnal pencatatan yang diperlukan dalam metode persentasi penyelesaian adalah : Untuk mencatat biaya yang terjadi : Kontrak dalam pelaksanaan…………………………………xxx Kas, persediaan, lain-lain………………………………….xxx Untuk mencatat faktur yang dikirim : Piutang-kontrak jangka panjang…………..………………...xxx Harga kontrak difakturkan………………………………..xxx Untuk mencatat penerimaan kas dari faktur yang ditagihkan : Kas dan bank………………………………………………..xxx Piutang-kontrak jangka panjang………………………….xxx Untuk mencatat pengakuan pendapatan pada setiap akhir periode akuntansi perusahaan : Harga kontrak difakturkan…………………………………xxx Pendapatan kontrak jangka panjang…………………….xxx Penyajian dalam laporan keuangan selama masa kontrak 1) Neraca 32
Apabila konstruksi dalam proses melebihi penagihan atas konstruksi dalam proses, maka dilaporkan sebagai aktiva lancar sedangkan jika penagihan atas konstruksi kurang atau lebih kecil dari konstruksi dalam proses akan dilaporkan sebagai kewajiban. Hal ini dilaporkan selama masa kontrak pada akhir periode akuntansi perusahaan. 2) Laporan Laba/Rugi Ukuran Input, persentase perbandingan biaya yang dikeluarkan dengan total estimasi biaya yang digunakan dapat langsung menentukan laba kotor. Yang harus dilaporkan adalah keseluruhan nilai kontrak dikalikan dengan nilai persentase tersebut. Sedangkan biaya yang dilaporkan adalah biaya yang terjadi sampai dengan akhir periode tersebut. Ukuran output, pendapatan yang diakui adalah nilai kontrak keseluruhan dengan persentase yang ditetapkan. Untuk biaya yang dilaporkan adalah persentase yang ditetapkan dikalikan dengan total estimasi biaya. Atau dapat juga menggunakan biaya yang terjadi sebenarnya ditambahkan laba kotor maka akan diperoleh pendapatan yang diakui. Laba kotor ini diperoleh dari persentase yang ditetapkan dikalikan dengan selisih antara total pendapatan dengan total biaya kontrak. b. Metode Kontrak Selesai
33
Metode kontrak selesai umumnya digunakan untuk proyek yang masa kontraknya relatif singkat atau selesai dalam 1 periode akuntansi. Metode kontrak selesai ini juga dapat digunakan jika syaratsyarat metode persentase penyelesaian tidak dapat dipenuhi dan jika terdapat bahaya yang melekat di dalam kontrak tersebut di luar resiko bisnis yang normal dan berulang-ulang. Menurut metode ini, pendapatan kontrak pemborongan baru diakui pada saat penjualan yaitu pada saat pekerjaan telah selesai seluruhnya. Suatu proyek dikatakan selesai apabila biaya yang masih harus dikeluarkan atau segala biaya yang tak terduga merupakan jumlah yang tidak material, untuk mengatasi hal ini sebaiknya biaya umum dan administrasi dialokasikan sebagai proyek sehingga terdapat penandingan beban dan pendapatan yang lebih baik. Namun bila perusahaan memiliki banyak kontrak dan pada setiap tahun selalu terdapat kontrak yang selesai maka biaya umum dan administrasi dapat dibebankan sebagai biaya untuk satu periode. Keunggulan utama metode kontrak selesai adalah bahwa pendapatan dilaporkan berdasarkan hasil akhir dan bukan atas dasar estimasi pekerjaan yang belum dilaksanakan. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah tidak mencerminkan kinerja masa berjalan apabila metode kontrak mencakup lebih dari satu periode akuntansi namun pendapatan baru akan dilaporkan pada tahun penyelesaian sehingga meninmbulkan distorsi laba. Adapun jurnal yang digunakan 34
dalam kontrak jangka pendek atau metode kontrak selesai menurut Wibowo dan Abubakar Arif (2009:23-26) adalah: Untuk mencatat biaya yang terjadi : Kontrak dalam pelaksaaan…………………………………..xxx Kas, persediaan, lain-lain…………………………………xxx Untuk mencatat faktur yang dikirim : Piutang – Kontrak jangka pendek…………………………..xxx Harga kontrak difakturkan……………………………….xxx Untuk mencatat penerimaan kas dari faktur yang ditagihkan : Kas dan bank………………………………………………...xxx Piutang – Kontrak jangka pendek……………..…………xxx Ayat jurnal diatas digunakan untuk kontrak jangka pendek dan jangka panjang sedangkan untuk pencatatan pengakuan pendapatan proyek metode kontrak selesai adalah pada saat proyek telah selesai pelaksanaannya: Harga kontrak difakturkan…………………………………..xxx Pendapatan kontrak jangka pendek………………………xxx Penyajian metode kontrak selesai dalam laporan keuangan 1) Neraca Sama seperti dalam metode persentase penyelesaian bila konstruksi dalam proses melebihi penagihan atas konstruksi dalam proses maka akan dilaporkan sebagai aktiva lancar sebaliknya jika konstruksi dalam proses kurang atau lebih kecil dari penagihan atas 35
konstruksi dalam proses maka akan dilaporkan selisihnya sebagai kewajiban lancar. 2) Laporan Laba/Rugi Selama masa kontrak tidak ada pendapatan dan laba yang diakui. Diakhir masa kontrak, akan diakui pendapatan dan laba berdasarkan nilai keseluruhan kontrak. Laba kotor diperoleh dari pengurangan pendapatan dengan biaya kontrak. Namun bila kemungkinan besar terjadi bahwa total biaya kontrak akan melebihi total pendapatan kontrak maka kerugian akan diakui sebagai kerugian beban, adapun dua kondisi kerugian yaitu: a) Bila kerugian terjadi untuk periode tertentu dari kontrak yang menguntungkan. Kondisi ini timbul selama masa kontrak atau dalam penyelesaian proyek, bila ada kemungkinan kenaikan estimasi total biaya kontrak tetapi kenaikan ini tidak menghabiskan keuntungan kontrak. Kerugian hanya dicatat untuk metode persentase penyelesaian, jurnalnya adalah : Biaya kontrak jangka panjang………………………xxx Pendapatan kontrak jangka panjang……………….xxx Kontrak dalam pelaksanaan………………………..xxx b) Kerugian terjadi pada keseluruhan kontrak Beban yang diperkirakan pada suatu periode akuntansi dapat mengindikasikan akan timbulnya kerugian dari keseluruhan 36
kontrak. Baik dalam metode persentase penyelesaian maupun metode kontrak selesai kerugian harus diakui pada periode terjadinya. Dilihat dari penjelasan di atas, perusahaan jasa konstruksi dapat menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi perusahaan dalam pelaksanaan proyeknya sehingga perhitungan atau pengakuan pendapatan yang dilakukan dapat menghasilkan nilai laba yang bersifat wajar dan dilaporkan dalam laporan keuangan. Tetapi
berdasarkan
ED
PSAK
No.34
(Revisi
2010)
mengungkapkan bahwa perusahaan konstruksi sebaiknya menggunakan metode persentase penyelesaian karena menurut metode ini, pendapatan kontrak dihubungkan dengan biaya kontrak yang terjadi dalam mencapai tahap penyelesaian tersebut, sehingga pendapatan, beban, dan laba yang dilaporkan dapat diatribusikan menurut penyelesaian pekerjaan secara proporsional. Metode ini memberikan informasi yang berguna mengenai cakupan aktivitas kontrak dan kinerja selama suatu periode. Dalam metode persentase penyelesaian, pendapatan kontrak diakui sebagai pendapatan dalam laba rugi pada periode akuntansi di mana pekerjaan dilakukan. Biaya kontrak biasanya diakui sebagai beban dalam laba rugi pada periode akuntansi di mana pekerjaan yang berhubungan dilakukan. Namun, setiap ekspektasi selisih lebih total biaya kontrak terhadap total pendapatan kontrak segera diakui sebagai beban. Suatu kontraktor mungkin mempunyai biaya kontrak yang berhubungan dengan 37
aktivitas masa depan pada kontrak tersebut. Biaya kontrak tersebut diakui sebagai aset jika kemungkinan besar biaya tersebut akan dipulihkan. Biaya tersebut mewakili jumlah yang dapat ditagih dari pelanggan dan sering digolongkan sebagai pekerjaan dalam proses. Hasil kontrak konstruksi hanya dapat diestimasi secara andal jika kemungkinan besar manfaat ekonomi yang berhubungan dengan kontrak tersebut akan mengalir ke entitas. Namun, jika ketidakpastian timbul mengenai kolektibilitas jumlah piutang yang telah diakui sebagai pendapatan kontrak dan telah diakui dalam laba rugi, maka jumlah yang tidak tertagih atau jumlah pemulihan dengan kemungkinan tidak akan tertagih diakui sebagai beban dan bukan sebagai penyesuaian pendapatan kontrak. Pada umumnya entitas dapat membuat estimasi yang andal sehubungan dengan hasil suatu kontrak setelah entitas tersebut menyetujui kontrak yang mengatur hal-hal berikut ini: a. Hak
legal
masing-masing
pihak
yang
dapat
dipaksakan
pemberlakuannya atas aset yang akan dibangun; b. Imbalan yang akan dipertukarkan; dan
c. Cara dan persyaratan penyelesaian. Entitas perlu memiliki suatu sistem pelaporan dan anggaran keuangan yang efektif. Entitas menelaah dan jika perlu, merevisi estimasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak sesuai dengan kemajuan kontrak.
38
Kebutuhan revisi tersebut tidak harus mengindikasikan bahwa hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal. Tahap penyelesaian suatu kontrak dapat ditentukan dalam berbagai cara. Entitas menggunakan metode yang mengukur secara andal pekerjaan yang dilakukan. Bergantung pada sifat kontrak, metode tersebut antara lain meliputi: a. Proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilaksanakan sampai tanggal perhitungan dibandingkan dengan estimasi total biaya kontrak; b. Survei atas pekerjaan yang telah dilaksanakan; dan c. Penyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak. Pembayaran berkala dan uang muka yang diterima dari para pelanggan sering kali tidak mencerminkan tahap penyelesaian. Jika tahap penyelesaian ditentukan dengan memerhatikan biaya kontrak yang terjadi pada saat ini, maka hanya biaya kontrak yang mencerminkan pekerjaan yang dilaksanakan dimasukkan dalam biaya. Biaya-biaya yang tidak termasuk misalnya: a. Biaya kontrak yang berhubungan dengan aktivitas masa depan kontrak, seperti biaya bahan yang telah dikirim ke lokasi atau dimaksudkan untuk penggunaan dalam suatu kontrak tetapi belum dipasang, digunakan atau diaplikasikan selama pelaksanaan kontrak, kecuali bahan-bahan tersebut telah dibuat secara khusus untuk keperluan kontrak tersebut; dan 39
b. Pembayaran yang dibayarkan ke subkontraktor sebagai uang muka atas pekerjaan yang dilaksanakan dalam subkontrak tersebut. Jika hasil kontrak konstruksi tidak dapat diestimasi secara andal: a. Pendapatan diakui hanya sebesar biaya yang telah terjadi sepanjang biaya tersebut diperkirakan dapat dipulihkan; dan b. Biaya kontrak diakui sebagai beban pada periode terjadinya. Taksiran rugi pada kontrak konstruksi segera diakui sebagai beban. Selama tahap awal suatu kontrak sering terjadi hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal. Walaupun demikian, dimungkinkan entitas akan memulihkan biaya kontrak yang terjadi. Oleh karena itu, pendapatan kontrak diakui hanya sepanjang biaya yang terjadi diharapkan dapat dipulihkan. Disebabkan hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, maka tidak ada laba yang diakui. Tetapi, walaupun hasil kontrak tidak dapat diestimasi secara andal, dimungkinkan total biaya kontrak melebihi total pendapatan kontrak. Dalam hal ini, setiap selisih lebih total biaya kontrak terhadap total pendapatan kontrak diakui segera sebagai beban. Metode persentase penyelesaian diterapkan secara kumulatif dalam setiap periode akuntansi terhadap estimasi pendapatan kontrak dan biaya kontrak. Oleh karena itu, pengaruh perubahan dalam estimasi pendapatan kontrak atau biaya kontrak, atau pengaruh perubahan estimasi dari hasil kontrak, dipertanggungjawabkan sebagai perubahan dalam estimasi akuntansi (lihat PSAK 25 (Rev. 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan). Perubahan estimasi digunakan 40
sebagai dasar dalam penentuan jumlah pendapatan dan beban yang diakui dalam laba rugi pada periode saat perubahan tersebut terjadi dan periode selanjutnya. Entitas mengungkapkan: a. Jumlah pendapatan kontrak yang diakui sebagai pendapatan pada periode; b. Metode yang digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui pada periode; c. Metode yang digunakan untuk menentukan tahap penyelesaian kontrak. Entitas mengungkapkan hal-hal berikut untuk pekerjaan dalam proses penyelesaian pada akhir periode pelaporan: a. Jumlah akumulasi biaya yang terjadi dan laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui) sampai tanggal pelaporan; b. Jumlah uang muka yang diterima; dan c. Jumlah retensi. Retensi adalah jumlah termin yang tidak dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut atau hingga telah diperbaiki. Termin adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak, baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pelanggan. Uang muka adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan. Entitas menyajikan: 41
a. Jumlah tagihan bruto kepada pelanggan sebagai aset; dan b. Jumlah utang bruto dari pelanggan sebagai liabilitas. Jumlah tagihan bruto kepada pelanggan untuk pekerjaan kontrak adalah selisih antara: a. Biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui; dikurangi b. Jumlah kerugian dan termin yang diakui. Untuk semua pekerjaan dalam proses di mana biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui) melebihi termin. Jumlah utang bruto kepada pelanggan adalah selisih antara: a. Biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui; dikurangi b. Jumlah kerugian yang diakui dan termin, Untuk semua kontrak di mana termin melebihi biaya yang terjadi ditambah laba yang diakui (dikurangi kerugian yang diakui). Entitas mengungkapkan setiap aset dan liabilitas kontinjen sesuai dengan PSAK 57 (Rev. 2009): Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi. Aset dan liabilitas kontinjen mungkin timbul dari pos-pos tertentu seperti biaya jaminan, klaim, denda, dan kemungkinan kerugian lain. Contoh berikut ini mengilustrasikan satu metode penentuan tahap penyelesaian suatu kontrak dan waktu pengakuan pendapatan dan beban kontrak (sesuai ED PSAK No.34 Revisi 2010). Suatu kontraktor konstruksi mempunyai kontrak harga tetap sebesar Rp. 9.000 untuk mendirikan sebuah jembatan. Jumlah pendapatan 42
semula yang disetujui dalam kontrak adalah Rp. 9.000. Biaya kontrak menurut estimasi kontraktor semula adalah Rp. 8.000. Akan memakan waktu 3 tahun untuk mendirikan jembatan tersebut. Pada akhir tahun 1, estimasi biaya kontrak meningkat menjadi Rp. 8.050. Dalam tahun 2, pelanggannya menyetujui suatu penyimpangan yang menghasilkan peningkatan dalam pendapatan kontrak sebesar Rp. 200 dan biaya kontrak tambahan yang diestimasi sebesar Rp. 150. Pada akhir tahun 2, biaya yang terjadi meliputi Rp. 100 untuk bahan standar yang disimpan pada lokasi untuk digunakan dalam tahun 3 untuk menyelesaikan proyek tersebut. Kontraktor tersebut menentukan tahap penyelesaian kontrak dengan perhitungan proporsi biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan dilakukan sampai saat ini sampai estimasi total biaya kontrak yang terakhir. Rangkuman data keuangan selama periode konstruksi sebagai berikut:
43
Tabel 2.1 Rangkuman Data Keuangan Periode Konstruksi (Tiga Tahun) Tahun 1 Jumlah semua pendapatan disetujui dalam kontrak
yang
Tahun 2
Tahun 3
9.000
9.000
9.000
-
200
200
Total pendapatan kontrak
9.000
9.200
9.200
Biaya kontrak yang terjadi saat ini
2.093
6.068
8.200
Biaya kontrak untuk menyelesaikan
5.957
2.132
-
Total estimasi biaya kontrak
8.050
8.200
8.200
950
1.000
1.000
26%
74%
100%
Penyimpangan
Estimasi laba Tahap penyelesaian Sumber : ED PSAK No.34 Revisi 2010
Tahap penyelesaian untuk tahun 2 (74%) ditentukan dengan mengeluarkan Rp. 100 bahan material yang disimpan pada lokasi untuk penggunaan dalam tahun 3 dari biaya kontrak yang terjadi untuk pekerjaan yang dilakukan sampai saat ini. Maka dari rangkuman data keuangan di atas telah dirincikan secara terpisah estimasi pembebanan biaya dan pendapatan selama tiga tahun periode konstruksi, sehingga dapat dihitung jumlah pendapatan, beban, dan laba yang diakui dalam laporan laba rugi dalam jangka waktu tiga tahun adalah sebagai berikut:
44
Tabel 2.2 Laporan Laba Rugi Periode Konstruksi (Tiga Tahun)
Saat ini
Diakui pada tahun sebelumnya
Diakui pada tahun sekarang
Tahun 1 Pendapatan (9.000 x 26%)
2.340
-
2.340
Beban (8.050 x 26%)
2.093
-
2.093
247
-
247
Pendapatan (9.200 x 74%)
6.808
2.340
4.468
Beban (8.200 x 74%)
6.068
2.093
3.975
740
247
493
Pendapatan (9.200 x 100%)
9.200
6.808
2.392
Beban (8.200 x 100%)
8.200
6.068
2.132
Laba
1.000
740
260
Laba Tahun 2
Laba Tahun 3
Sumber : ED PSAK No.34 Revisi 2010 G. Saat Pengakuan Laba Laba adalah hasil dari penandingan biaya terhadap pendapatan. Dalam hal ini biaya yang dimaksud adalah kos yang telah dinyatakan keluar dari kesatuan usaha dan dibebankan (didebit/diurungkan) terhadap pendapatan dalam rangka penandingan untuk menentukan laba yang tepat. Laba juga berarti “selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha” (Soemarso, 2005:230) 45
Sofyan (2007:241) menyatakan : Laba adalah jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi. Berbagai cara atas pengukuran laba (Ahmed, 2007:225-229), yaitu: 1. Laba sebagai dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan di antara individu-individu. Satu versi dari laba yang dikenal sebagai laba kena pajak diperhitungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh peraturan fiskal pemerintah. Namun, terdapat dua usulan dasar bagi perpajakan selain laba yang telah diajukan. Kepemilikan sumber daya mungkin dapat menjadi dasar yang lebih adil untuk pajak entitas-entitas ekonomi. Dapat pula dikemukakan bahwa individu seharusnya dikenakan pajak berdasarkan atas pengeluaran mereka daripada berdasarkan atas laba mereka. 2. Laba dipandang sebagai suatu panduan bagi kebijakan dividen dan retensi perusahaan. Laba yang diakui adalah indikator dari jumlah maksimum yang dapat didistribusikan sebagai dividen dan ditahan untuk ekspansi atau diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan. Namun, dengan adanya perbedaan di antara akuntansi berbasis akrual dan akuntansi berbasis kas, sebuah perusahaan mungkin mengakui sejumlah laba dan, pada waktu yang sama, tidak memiliki cukup dana untuk membayar dividen. Jadi, pengakuan laba per se tidak menjamin bahwa dividen akan dibayarkan. Likuiditas dan prospek investasi adalah variabel-variabel tambahan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan-kebijakan dividen. 46
3. Laba dipandang sebagai suatu panduan umum investasi dan pengambilan keputusan. Secara umum dihipostesiskan bahwa para investor akan berusaha
untuk
memaksimalkan pengembalian
dari modal
yang
diinvestasikan, yang sepadan dengan tingkat risiko yang diterima. Namun, masih diragukan apakah laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas bersih dari operasi, arus kas nonoperasi, arus kas yang berasal dari perubahan dalam tingkat investasi pemegang saham dan kreditor, arus kas dari investasi dalam aktiva, arus kas dari klaim-klaim prioritas, arus kas dari peristiwa-peristiwa acak, sikap manajemen sehubungan dengan persediaan sumber daya, dan kebijakan dividen. 4. Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan pada kenyataannya, nilai-nilai laba masa lalu, yang didasarkan pada biaya historis dan nilai saat ini, ternyata dapat bermanfaat didalam meramalkan nilai masa depan dari kedua versi laba. Laba terdiri atas hasil-hasil operasional atau laba biasa, dan hasil-hasil nonoperasional atau keuntungan dan kerugian luar biasa yang jumlah keduanya sama dengan laba bersih. 5. Laba dapat dilihat sebagai suatu alat ukur efisiensi. Laba adalah ukuran baik dari keahlian pengurusan manajemen atau sumber daya entitas maupun efisiensinya dalam menyelenggarakan urusan-urusan perusahaan. Hal ini dinyatakan dalam FASB yang memiliki pendapat bahwa “tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang bermanfaat 47
dalam menilai kemampuan manajemen memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama perusahaan” dan “proses laba terdiri atas usaha-usaha dan pelaksanaan yang diarahkan untuk mencapai sasaran utama perusahaan berupa pengembalian, dalam beberapa waktu, jumlah maksimum kas kepada para pemiliknya”. Namun, maksimalisasi kesejahteraan manajemen juga menumbuhkan adanya keraguan tentang laba sebagai satu ukuran dari efisiensi. Sebagai kesimpulannya, laba memiliki peran yang harus ia mainkan di berbagai area, akan tetapi kegunaannya mungkin dapat menjadi subjek dari sejumlah keterbatasan seperti yang ditunjukan oleh lima pembahasan diatas.
48