BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kemelekan Finansial (Financial Literacy) Kecerdasan finansial dalam kehidupan bermasyarakat lebih akrab dikenal dengan istilah kemelekan finansial, tak jarang pula kedua istilah tersebut dipertukarkan satu sama lain. Namun secara teoritis, kedua istilah tersebut memang mempunyai arti yang hampir sama satu sama lain. Seseorang yang melek secara finansial belum tentu memiliki kecerdasan finansial yang tinggi, sebagai contoh orang yang bekerja di bidang akuntan, mereka mungkin tahu detil tentang aset dan liabilitas perusahaan, tapi seringkali mereka tidak mampu menciptakan dan mengolah kekayaannya sendiri. Istilah kemelekan finansial lebih banyak ditemukan dan mempunyai definisi, menurut beberapa ahli sebagai berikut: 1. ANZ Survey of Adult Financial Literacy in Australia (May 2003, Executive Summary, pg.1), Financial Literacy is about: enabling to make informed and confident decisions regarding all aspects of their budgeting, spending and saving and their use of financial products and services, from everyday banking through borrowing, investing and planning for the future. Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut: Kemelekan finansial adalah tentang memungkinkannya seseorang untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan kepercayaan diri terhadap semua aspek
10
11
perencanaan, pengeluaran anggaran dan tabungan, menggunakan produk dan jasa keuangan, dari perbankan sehari-hari untuk peminjaman, investasi dan perencanaan di masa depan. 2. U.S Financial Literacy and Education Commission (2007), definisi kemelekan finansial adalah: “…..the ability to use knowledge and skills to manage financial resources effectively for a lifetime of financial well-being.” Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut: Suatu kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk mengelola sumber daya finansial secara efektif seumur hidup demi kesejahteraan finansial. Jadi, berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kemelekan finansial adalah kemampuan seseorang dalam memahami pengetahuan berbagai aspek mengenai keuangan, yaitu meliputi simpanan, pinjaman, investasi, perencanaan keuangan, dan mempunyai keahlian dalam mengelola sumber daya finansial yang dimilikinya untuk membuat keputusan yang efektif tentang keuangan demi kesejahteraan finansial.
12
2.2. Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence) Istilah kecerdasan finansial mempunyai definisi, menurut beberapa ahli sebagai berikut: 1. William Tanuwidjaja dalam bukunya yang berjudul 8 Intisari Kecerdasan Finansial (2009, p10-11) adalah: Kecerdasan untuk mengelola sumber daya (resources) potensial menjadi kekayaan riil, kemudian mengolah kekayaan menjadi kekayaan yang lebih banyak lagi. Kekayaan dapat berarti aset dan ketika aset itu dapat secara otomatis menghasilkan uang tanpa seseorang harus bekerja secara fisik, itulah yang dinamakan passive income. Seorang dikatakan memiliki kebebasan finansial (financial freedom) ketika seseorang mampu mendapatkan hasil investasinya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidupnya, tanpa perlu bekerja lagi. 2. Supriyono dalam artikelnya yang berjudul kecerdasan finansial dalam website The Strategic Finance Consulting (www.snfconsulting.com) tahun 2008, menyatakan “Kemampuan seseorang untuk mengelola sumber daya baik di dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya untuk menghasilkan uang.” Jadi, berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan finansial dan kemelekan finansial mempunyai kesamaan definisi, yang membedakannya adalah penekanannya. Kecerdasan finansial lebih menekankan pada aplikasi nyata dari hasil pembelajaran secara terus menerus bagaimana uang itu sebenarnya bekerja untuk membentuk kekayaan (wealth accumulation) yang akhirnya terlihat pada seberapa maksimal seseorang mampu
13
menggunakan uang yang telah diperolehnya agar terus mampu meningkatkan nilai uang berdasarkan pemahaman dan pengetahuannya terhadap prinsip-prinsip ekonomi, keuangan dan akuntansi untuk kesejahteraan dalam jangka panjang. Sedangkan kemelekan finansial cenderung lebih menekankan pada seberapa banyak pengetahuan seseorang tentang ilmu finansial itu sendiri sehingga seharusnya membentuk kecerdasan finansial setiap orang, misalnya mampu mengerti laporan keuangan, imbal hasil, risiko investasi dan sebagainya agar secara efektif diharapkan dapat digunakan dalam mengelola uang yang dimiliki dalam jangka panjang. Menurut Budi Hartono dalam artikelnya yang berjudul Cerdas Keuangan! Kesadaran Keuangan untuk Hidup Lebih Sejahtera (www.vibiznews.com) agar memperoleh kecerdasan finansial, seseorang paling mendasar harus mempunyai kesadaran finansial (financial awareness) terlebih dahulu, dalam arti seseorang menyadari pengelolaan keuangan itu sangat penting untuk mempersiapkan masa depan. Selain itu, memiliki keinginan yang kuat untuk memperbaiki kondisi finansial individu saat ini merupakan salah satu pertanda seseorang telah mempunyai kesadaran finansial. Istilah lain dari kesadaran finansial yang dipaparkan oleh Emmanuel dalam bukunya yang berjudul Bagaimana Membangun Jaminan Keuangan (2008, p50) dinamakan mentalitas investasi, yaitu pola pikir yang peduli dengan pelipatgandaan semua yang telah dimiliki seseorang. Pada intinya kecerdasan finansial akan ditujukan untuk mencapai kebebasan finansial yang merupakan salah satu unsur yang ingin dicapai dalam kesejahteraan
14
finansial. Konsep kecerdasan finansial menuju kebebasan finansial menurut Tanuwidjaja (2009, p12) sebagai berikut: Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence) Aset dan Kekayaan (Assets and Wealth) Penghasilan pasif (Passive Income) Kebebasan Finansial (Financial Freedom)
Gambar 2.1. Kecerdasan Finansial Merupakan Langkah Awal Menuju Kebebasan Finansial Untuk keperluan penyesuaian terhadap tesis ini, penulis berusaha untuk menyederhanakan konsep di atas menjadi seperti pada gambar 2.2.
Kesadaran Finansial (Financial Awareness)
1 Kemelekan Finansial (Financial Literacy) Kecerdasan Finansial (Financial Intelligence)
2
Sumber : Tanuwidjaja dan pendapat penulis Gambar 2.2. Hubungan Antara Kesadaran, Kemelekan dan Kecerdasan Finansial
15
Penjelasan gambar 2.2 di atas adalah sebagai berikut: 1. Kesadaran finansial akan membentuk seseorang menjadi melek secara finansial. Tanpa adanya kesadaran finansial, maka akan sulit seseorang mengaplikasikan secara maksimal pengetahuan finansialnya dalam kehidupan. 2. Seseorang yang melek secara finansial akan mengantarkan individu ke tingkat kecerdasan finansial tertentu. Hal ini disebabkan karena kecerdasan finansial umumnya selalu ditunjang dengan pengetahuan yang cukup mengenai aspek-aspek finansial. Individu yang cerdas secara finansial, dapat mengelola aset dan mengumpulkan kekayaan secara lebih efektif tergantung pada tingkat kecerdasan finansial yang dimiliki orang tersebut.
2.3. Karakteristik Orang Yang Cerdas Secara Finansial Tanuwidjaja (2009, p41-65) menjelaskan bahwa karakteristik orang yang cerdas secara finansial dapat dirangkum dalam 8 intisari kecerdasan finansial yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mampu Memilah Tujuan Produktif dan Konsumtif Tujuan produktif berarti melakukan kegiatan produksi yang dapat menciptakan barang dan jasa sehingga memiliki nilai guna bagi masyarakat. Sedangkan Tujuan Konsumtif berarti melakukan kegiatan konsumsi atau tindakan menghabiskan nilai guna suatu barang sehingga mengorbankan sejumlah uang yang tidak akan pernah kembali. Orang yang cerdas secara finansial maka akan selalu mengusahakan tercapainya tujuan produktif.
16
2. Mampu Membedakan Aset dan Liabilitas Banyak liabilitas yang tampak seolah-olah sebagai aset, sehingga seseorang merasa kaya, sebagai contoh mobil dan rumah. Secara akunting memang termasuk aset tetapi secara cashflow termasuk liabilitas karena menguras uang seseorang melalui biaya-biaya yang dikeluarkannya seperti biaya bensin dan pemeliharaan. 3. Mampu Memahami Aliran Uang Memahami aliran uang disini adalah seperti memperhatikan roda bisnis berputar. Contohnya mengapa banyak orang rela mengorbankan sejumlah uang untuk mendapatkan barang atau jasa tertentu yang belum tentu dibutuhkannya. Mengapa banyak orang yang berhutang dan menggunakan utang untuk melakukan kegiatan konsumtif. Kemudian juga hanya sedikit orang yang ingin merekstrukturisasi aset dan membudidayakan uang agar bisa mendapatkan passive income. 4. Mampu Mencari Emas Yang Tersembunyi Seseorang yang cerdas secara finansial, mampu melihat yang tidak mampu dilihat orang awam, sebagai contohnya sampah bisa diolah dan menghasilkan produk lain yang dapat digunakan oleh banyak orang. Sampah adalah sesuatu yang tidak bernilai bagi sebagian besar orang, namun bagi seseorang yang mampu melihat peluang emas dapat digunakan untuk menghasilkan uang. 5. Memiliki Daya Ungkit Daya ungkit adalah sesuatu yang membuat aset seseorang tumbuh berlipat ganda mengikuti deret waktu yang berarti aset dapat digandakan jauh lebih cepat. Sebagai contoh dengan membuka banyak cabang atas suatu usaha melalui
17
pinjaman, seseorang bisa melipatgandakan pendapatan yang diperolehnya dari keuntungan yang diperolehnya di cabang-cabang yang dibukanya. 6. Mampu Membuat Uang Bekerja Untuk Anda Seseorang yang cerdas secara finansial, seharusnya tidak hanya mengandalkan besarnya pendapatan dari bekerja sebagai karyawan atau hanya mengandalkan keuntungan menjual produk tetapi menyebarkan uang ke dalam berbagai instrumen investasi berdasarkan risiko yang dapat ditoleransi. 7. Mampu Menciptakan Aset Yang Tidak Bisa Hilang Atau Dirampok Orang Meningkatkan aset berupa ilmu seperti cara berpikir adalah yang terpenting karena dapat mempengaruhi cara bertindak. Aset fisik semata dapat saja musnah seketika, tetapi aset berupa ilmu, akan melekat selalu dalam diri seseorang dan akan menyelamatkan seseorang dari perubahan yang cepat. 8. Mampu Memahami Tanda-Tanda Makro Perekonomian Memahami tanda-tanda perekonomian sangat penting bagi orang yang cerdas finansial karena dengan mengetahui kondisi tersebut dapat muncul berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan serta potensi-potensi hambatan yang perlu diantisipasi sejak awal terhadap risiko-risiko tertentu.
2.4. Akumulasi Kekayaan (Wealth Accumulation) Menurut pengertian kamus bahasa indonesia yang terdapat dalam website artikata
(www.artikata.com),
akumulasi
berarti
pengumpulan,
penimbunan,
penghimpunan. Sedangkan arti kekayaan menurut Deadroff dalam website Deardorffs' Glossary of International Economics (www-personal.umich.edu) berarti
18
total nilai aset akumulasi yang dimiliki oleh seorang individu, rumah tangga, masyarakat, atau negara. Jadi akumulasi kekayaan dapat diartikan lebih lanjut sebagai pengumpulan terhadap nilai aset yang dilakukan oleh semua individu. Dalam mengumpulkan aset kekayaan ini, seseorang harus cerdas secara finansial sehingga dalam jangka waktu tertentu dapat mengumpulkan jumlah aset yang jauh lebih besar. Berdasarkan
artikel
dalam
website
personal
finance
money
tips
(www.kclau.com), ada tiga elemen penting dari akumulasi kekayaan (wealth accumulation), yaitu: 1. Jumlah uang yang dapat disimpan, per hari, per bulan dan per tahun (saving). 2. Waktu (time), semakin dini memulai maka hasilnya akan semakin besar dan 3. Imbal hasil (return rate), semakin tinggi imbal hasil maka risikonya juga mengikuti tinggi, tetapi jika waktunya panjang, maka akumulasi kekayaan akan jauh lebih besar
Saving
Time
Return Rate
Wealth Accumulation
Gambar 2.3. Hubungan Jumlah Uang yang Disisihkan, Imbal Hasil dan Waktu Terhadap Akumulasi Kekayaan
2.5. Perencanaan Keuangan Individu Perencanaan keuangan individu merupakan salah satu wujud nyata dari baiknya kecerdasan finansial seseorang dalam mengumpulkan aset kekayaaannya.
19
Dengan perencanaan keuangan, misalnya perencanaan keuangan jangka panjang, seseorang dapat mengumpulkan aset dalam jumlah besar dengan menaruh uangnya pada saham atau reksa dana saham sehingga dapat menghadapi masa pensiun dengan lebih tenang karena tahu bagaimana cara mengelola asetnya. Perencanaan keuangan individu mempunyai definisi menurut beberapa sumber sebagai berikut: 1. Kapoor, dalam bukunya yang berjudul Business and Personal Finance (2007, p6) menjelaskan bahwa: “personal financial planning is arranging to spend, save, and invest money to live comfortably, have financial security, and achieve goals” Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut: Perencanaan keuangan individu adalah pengaturan terhadap pengeluaran, penyimpanan dan investasi uang untuk hidup dengan nyaman, mempunyai keamanan secara finansial dan mencapai tujuan. 2. Adler Haymans Manurung dan Lutfi dalam bukunya yang berjudul Successful financial Planner (2009, p1), Perencanaan keuangan adalah suatu proses dalam merencanakan keuangan pribadi untuk dapat memberikan solusi perencanaan, pemilihan pengelolaan keuangan, kekayaan atau investasi agar tujuan keuangan jangka pendek, menengah, dan panjang dapat tercapai. Beliau menjelaskan bahwa proses perencanaan keuangan sangat membantu seseorang untuk mengendalikan situasi finansialnya saat ini dan di masa yang akan
20
datang. Melalui perencanaan keuangan, seseorang dapat mendisiplinkan dirinya terhadap gaya hidup yang menyangkut pengeluaran biaya. Jadi, berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan keuangan individu adalah suatu rencana anggaran penghasilan yang diperoleh seseorang untuk dialokasikan ke dalam bentuk pengeluaran, penyimpanan dan investasi agar dapat mencapai tujuan keuangan jangka pendek, menengah dan panjang di masa yang akan datang. Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari melakukan perencanaan keuangan individu menurut Kapoor (2007, p6), yaitu: 1. Meningkatkan efektifitas dalam memperoleh, menggunakan dan melindungi sumber daya finansial seseorang semasa hidupnya. 2. Meningkatkan pengendalian atas masalah-masalah finansial yang seringkali terjadi seperti hutang yang berlebihan, kebangkrutan dan ketergantungan dengan pihak lain atas keamanan kondisi keuangannya. 3. Meningkatkan hubungan pribadi yang dihasilkan melalui perencanaan yang matang, dan secara efektif mempunyai komunikasi pribadi terhadap keputusan finansial yang akan dilakukan. 4. Adanya rasa kebebasan dari masalah kekhawatiran mengenai finansial di masa depan, mengantisipasi biaya-biaya yang akan terjadi dan mencapai apa yang menjadi tujuan keuangan seseorang.
21
2.6. Investasi Membicarakan tentang perencanaan keuangan, erat kaitannya dengan investasi. Setiap melakukan investasi, berarti seseorang sedang mengorbankan nilai saat ini, dan mengharapkan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari hasil pengorbanan tersebut. Pengertian investasi dapat ditafsirkan bermacam-macam oleh setiap orang, tergantung pada point of view seseorang, berikut ini pengertian investasi menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: 1. Bodie, Alex dan Alan dalam bukunya berjudul Essentials of Investments (2008, p2) menyatakan bahwa: “Investment is a commitment of current resources in the expectation of deriving greater resources in the future” Apabila diterjemahkan, artinya adalah sebagai berikut: Investasi adalah suatu komitmen atas sumber daya saat ini dalam harapan memperoleh sumber daya yang lebih besar lagi di masa mendatang. 2. Website investorwords (www.investorwords.com) perihal mengenai investment, dijelaskan bahwa arti investasi dalam keuangan adalah pembelian produk finansial atau produk lain yang bernilai dengan harapan imbal hasil yang menguntungkan dimasa yang akan datang. 3. Emmanuel (2010, p50) mendefinisikan: investasi berarti ”suatu sarana, struktur, sistem, melipatgandakan uang, dari waktu ke waktu…”
22
Jadi investasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengorbanan atas penundaan penggunaan uang untuk konsumsi dan mengelolanya dalam bentuk pembelian suatu produk, sistem atau sarana investasi dengan harapan dapat memberikan keuntungan yang terus berkembang dan berlipat ganda di masa yang akan datang. Adapun berbagai instrumen yang umum dapat menjadi sarana investasi bagi individu dalam jangka pendek, menengah dan panjang adalah: 1. Investasi Jangka Pendek (Short Term Investment), berdasarkan arti dari website www.businessdictionary.com, investasi jangka pendek adalah nvestasi yang jatuh tempo atau dimiliki untuk 12 bulan atau kurang. Beberapa yang termasuk instrumen ini adalah: a.
Pasar Uang Menurut Manurung, et.al (2009, p122) mereka menjelaskan bahwa investasi pasar uang merupakan salah satu instrumen investasi jangka pendek yang periode waktunya tidak lebih dari dari satu tahun. Jenis-jenis investasi ini dapat berupa Commercial Papers (CPs), Promissory Notes (PNs), deposito, investasi pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), investasi pada tabungan di bank yang bisa diambil sewaktu-waktu dan termasuk juga Reksa dana Pasar Uang (RDPU). Dalam tesis ini, tidak seluruhnya akan dibahas mengenai instrumen investasi di pasar uang tersebut, melainkan beberapa saja yang bersifat umum.
23
b.
Tabungan Menurut Manurung (2008, p32) beliau menyatakan bahwa tabungan salah satu instrumen investasi umum yang digunakan masyarakat untuk berjagajaga. Tingkat bunga tabungan adalah yang paling rendah dibandingkan dengan instrumen investasi lain, yaitu hanya berkisar antara 2%-4% per tahun. Tabungan biasanya juga digunakan untuk menempatkan dana darurat karena sangat likuid.
c.
Deposito Manurung (2008, p33) menyatakan bahwa deposito merupakan produk bank untuk menarik dana dari publik. Jangka waktu deposito, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan satu tahun dengan kisaran bunga imbal hasil di Indonesia sebesar 5%-7%. Semakin lama periode deposito, maka semakin tinggi tingkat bunga yang diperoleh pemilik dana. Tingkat bunga akan dibayarkan pada akhir jatuh tempo deposito. Pencairan deposito sebelum jatuh tempo akan dikenakan penalti yang umumnya berkisar 5 persen dari nilai deposito.
d.
Negotiable Certificate Deposits (NCD) Manurung (2008, p33) mendeskripsikan produk ini sebagai produk bank yang tidak ditawarkan kepada publik, tetapi ditawarkan kepada pelanggan istimewa dan dikenal dengan penawaran pribadi. Biasanya besaran NCD dimulai dari Rp 500 juta tetapi ada pula yang menawarkannya dimulai dari Rp 1 miliar. Bunga yang ditawarkan diterima di awal, besarnya bisa melebihi tingkat bunga deposito dan periode investasinya juga tergantung kesepakatan antara
24
pemilik dana bank yang bersangkutan. Dengan demikian, NCD diperuntukkan bagi nasabah yang kaya raya. e.
Reksadana Pasar Uang Bradhitya, dalam website Indonesia Institute of Private Wealth Management (www.wealthindonesia.com) menjelaskan bahwa produk reksadana pasar uang ini merupakan kumpulan dari masyarakat pemodal yang menyerahkan dananya pada manajer investasi untuk dikelola dalam bentuk portofolio investasi jangka pendek yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, atau obligasi jangka waktu kurang dari satu tahun. Keuntungan berinvestasi pada reksadana pasar uang adalah likuiditasnya karena dapat diambil kapan saja, dapat ditentukan jumlah uang yang akan dicairkan dan tingkat suku bunga yang relatif sedikit lebih tinggi dari suku bunga deposito biasa.
2. Investasi Jangka Menengah (Mid Term Investment), berdasarkan arti dari website Government of Alberta Finance and Enterprise (www.finance.alberta.ca), investasi jangka menengah adalah investasi yang biasanya berupa investasi pendapatan tetap. Instrumen investasi ini dapat berupa obligasi dan reksadana pendapatan tetap. a.
Obligasi Menurut Manurung, et.al (2009, pp125-126) mereka mengatakan bahwa obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan sebuah badan hukum dalam bentuk obligasi pemerintah atau obligasi perusahaan. Obligasi perusahaan dibagi lagi menjadi obligasi perusahaan swasta dan obligasi perusahaan pemerintah (BUMN), sedangkan obligasi pemerintah dapat dibedakan
25
menjadi obligasi pemerintah daerah dan obligasi pemerintah pusat. Tingkat suku bunga obligasi yang ditawarkan kepada publik biasanya diatas suku bunga deposito. b.
Reksadana Pendapatan Tetap Kontan online (2008) dengan judul artikel mengenal reksadana pendapatan tetap, menjelaskan bahwa reksadana ini membiakkan sebagian besar kumpulan dana pemodal dalam bentuk portofolio yang berisi instrumen surat utang atau obligasi. Ketentuan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan adalah bahwa portfolio reksadana ini untuk porsi obligasinya tidak boleh dibawah 80%. Resikonya fluktuatif tergantung kombinasi naik turunnya harga obligasi yang terdapat dalam portfolio.
3. Investasi Jangka Panjang (Long Term Investment), berdasarkan arti dari website www.businessdictionary.com, investasi jangka panjang adalah instrumen investasi yang beruupa obligasi atau surat utang, saham biasa atau saham preferen yang jangka waktunya lebih dari 10 tahun. Reksadana saham juga termasuk instrumen jangka panjang, demikian pula dengan emas dan properti.
2.7. Risiko Jeff Madura dalam bukunya yang berjudul Personal Finance (2004, p6), mengatakan bahwa risiko adalah ketidakpastian yang selalu ada yang menyelimuti setiap hasil pengembalian potensial dari suatu investasi. Imbal hasil saham yang akan diperoleh seseorang misalnya tidaklah menentu karena pembayaran deviden di masa mendatang tidak dijamin dan harga saham dimasa mendatang juga tidak dijamin.
26
Lain halnya dengan Charles D. Ellis dalam bukunya yang berjudul Strategic Ways of Investing (2001, p107) beliau menyatakan bahwa risiko berbeda dengan ketidakpastian, risiko menggambarkan hasil yang diharapkan dengan probabilitas kejadian yang sudah diketahui. Beliau juga menjelaskan bahwa tabel aktuaria yang menggambarkan tingkat kemungkinan kematian seseorang adalah salah satu contoh risiko. Seorang aktuaris tidak tahu apa yang akan terjadi terhadap nasabahnya 14 tahun mendatang, tetapi ia dapat memperkirakan cukup tepat tentang apa yang akan terjadi terhadap satu kelompok yang terdiri atas 100 juta orang sebagai satu kesatuan dalam setiap tahun. Demikian juga investasi, ada sesuatu yang tidak dapat diduga yang mirip dengan faktor ketidakpastian. Lebih jauh lagi, Stephen Konowalow dalam bukunya yang berjudul Planning Your Future (2003, p25), menjelaskan poin-poin penting investasi yang berkaitan dengan risiko, seperti yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Secara umum dalam konteks portfolio investasi, semakin tinggi risiko, maka akan semakin tinggi hasil yang akan diperoleh dan berlaku juga sebaliknya. 2. Investasi jangka pendek dan obligasi secara umum lebih rendah risikonya daripada investasi jangka panjang, tetapi secara historis lebih menawarkan hasil yang lebih rendah daripada saham dalam jangka panjang. 3. Saham adalah investasi yang paling berisiko dalam jangka pendek, tetapi menawarkan potensi hasil yang tertinggi dalam jangka panjang. Sejarah membuktikan bahwa semakin lama berinvestasi di saham, semakin tinggi potensi keuntungan yang diperoleh.
27
4. Semakin pendek periode waktu untuk investasi, maka seharusnya semakin konservatif tipe investasinya. Sebagai contohnya orang berusia diatas 50 tahun, umumnya lebih memilih untuk menginvestasikan uangnya pada deposito, obligasi atau reksadana pasar uang.
2.7.1. Jenis-Jenis Risiko Mengenai risiko-risiko apa saja yang dapat terjadi dalam kaitannya dengan finansial, Kappor (2004, p7), menjelaskan berbagai risiko sebagai berikut yaitu : 1. Risiko Inflasi Risiko inflasi menyebabkan kenaikan harga barang-barang dan menurunkan daya beli dari suatu mata uang. Seseorang dapat memutuskan untuk membeli suatu barang saat ini atau membelinya dikemudian hari, tapi risikonya jika seseorang membeli dikemudian hari maka cenderung akan membayar lebih dengan uangnya karena adanya efek inflasi tersebut. 2. Risiko Suku Bunga Risiko suku bunga menyebabkan pengaruh terhadap kenaikan biaya bunga ketika seseorang meminjam uang pada bank dan menaikkan pendapatan bunga ketika seseorang menabung atau berinvestasi. Meminjam uang pada tingkat suku bunga yang rendah, sangatlah menguntungkan sedangkan apabila seseorang menyimpan menabung dibank dengan tingkat suku bunga yang rendah akan mengecilkan tingkat hasil pengembalian yang didapat.
28
3. Risiko Hilangnya Pendapatan Risiko hilangnya pendapatan mungkin saja yang terburuk karena seseorang tidak mempunyai pemasukan lain sehingga harus membatasi pengeluarannya.
Hal
yang dapat membantu mengurangi masalah ini adalah dengan menyisihkan sebagian pendapatan ketika bekerja dan mencari keahlian baru sehingga dapat bekerja di pada bidang pekerjaan lain. 4. Risiko Pribadi Risiko ini berkaitan dengan masalah kesehatan, keamanan, atau tambahan biaya lainnya yang harus dikeluarkan karena pembelian sesuatu dan keputusan finansial seseorang yang salah. 5. Risiko Likuiditas Risiko ini menyebabkan kurangnya kas sehingga dapat saja seseorang segera mencairkan asetnya untuk memperoleh kas karena untuk suatu keperluan. Investasi instrumen tertentu dengan tingkat imbal hasil tinggi cenderung akan mengalami kesulitan likuiditas.
2.7.2. Profil Risiko Setiap orang mempunyai profil risiko yang berbeda, semakin besar imbal hasil yang diharapkan oleh investor, maka semakin besar pula risikonya. Namun, hal yang cukup ironis adalah ada orang yang ingin melawan hukum ini, yaitu ingin memperoleh imbal hasil tinggi dengan risiko yang rendah sehingga apabila kenyataan bahwa nilai investasinya turun cukup, orang tersebut tidak mampu menanggungnya
29
secara mental. Berdasarkan tipe investor dalam mengelola investasinya, Manurung, et.al (2009, p115-116) menyatakan bahwa ada tiga tipe investor, yaitu : 1. Kelompok Pengambil Risiko (Risk Seeker) Kelompok pengambil risiko sangat agresif mengambil risiko untuk mendapatkan imbal hasil yang tinggi atas investasinya. Naik turunnya nilai investasi tidak membuat mereka takut karena mereka tahu dibalik itu akan ada keuntungan yang sangat besar. Kelompok ini akan membeli aset yang sedang jatuh nilainya sementara orang lain sedang takut dan ingin menjual asetnya dengan segera. 2. Kelompok Acuh Terhadap Risiko (Risk Neutral) Kelompok ini tidak peduli akan jenis investasi mana yang akan diambil sehingga sifatnya lebih fleksibel terhadap investasi yang akan dilakukan selama kenaikan tingkat pengembalian sama besarnya untuk setiap risiko yang dihadapi. 3. Kelompok Penghindar Risiko (Risk Averter) Kelompok penghindar risiko adalah konservatif, mereka yang cenderung menjatuhkan keputusannya pada jenis investasi yang kurang mengandung risiko misalnya deposito.
2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Finansial Tingkat kecerdasan finansial yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Karena perbedaan tingkat kecerdasan finansial itulah seringkali terjadi perbedaan yang signifikan antara individu yang satu dengan yang lain dalam mengumpulkan aset kekayaannya, terutama apabila dilihat dalam kurun waktu jangka panjang. Adapun
30
beberapa faktor penting yang turut mempengaruhi kondisi mendasar kecerdasan finansial seseorang, yaitu: 1. Jenis Kelamin (Gender) Faktor ini melibatkan psikologis dasar antara pria dan wanita. Dalam sebuah jurnal ilmiah karya Stendardi dan Judy yang berjudul The Impact of Gender on The Personal Financial Planning Process (2006, pp223-238) menyatakan bahwa ada perbedaan antara pria dan wanita dalam proses melihat keuangan. Perbedaan yang cukup terlihat yaitu, wanita cenderung bersifat sebagai penghindar risiko (risk averse) karena mereka melihat uang seperti suatu “kolam uang” yang terbatas sehingga mereka harus melindunginya, sedangkan pria cenderung tidak terlalu bersifat sebagai penghindar risiko karena mereka melihat uang sebagai suatu “aliran uang” yang dapat menghasilkan uang lagi untuk menggantikan apa yang telah hilang. Selain itu, penelitian lain dalam jurnal ilmiah karya Megan Lee Endress, Sanjib K. Chowdhury dan Intakhab Alam yang berjudul Gender Effects on Bias in Complex Financial Decision (2008, p248) menyatakan bahwa ada perbedaan kemampuan antara pria dan wanita dalam merancang tujuan keuangan pribadi dan melihat hasil performa keuangannya di masa depan. Wanita, cenderung lebih tidak percaya diri akan keberhasilan dari segi finansial di masa yang akan datang sehingga hal inilah yang membedakannya dengan pria dalam mengambil keputusan finansial. Dalam jurnal ilmiah karya Kirby Rosplock yang berjudul Gender Matters: Men’s and Womens Perceptions of Wealth are Mostly Aligned (2010, pp27-28) menyatakan bahwa wanita tidak ingin terlibat langsung dalam mengelola kekayaan, hal ini disebabkan karena mereka merasa tidak
31
mempuyai kesempatan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai, padahal para wanita cukup menyadari betapa pentingnya hal pengelolaan kekayaan tersebut dalam kehidupan. Penelitian-penelitian ini, menggambarkan bahwa jenis kelamin dapat membedakan perilaku yang menyangkut finansial antara pria dan wanita tetapi tidak dibahas lebih lanjut apakah pengaruh jenis kelamin bersifat signifikan atau tidak terhadap kecerdasan finansial seseorang. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah faktor dasar jenis kelamin signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau tidak. 2. Pekerjaan (Occupation) Faktor ini melibatkan kemampuan atau skill, dengan demikian, secara mendasar turut mempengaruhi pola pikir seseorang, khususnya dalam memandang sisi keuangan, contohnya, pemahaman finansial antara seorang wirausahawan tentu berbeda dengan karyawan baik pegawai negeri maupun swasta. Kemudian, orang yang bekerja dalam bidang perbankan mungkin akan lebih mengerti sisi keuangan, demikian juga para manajer atau staf penjualan yang lebih melihat pada aspek finansial dan keuntungan dari penjualan. Lamanya seseorang bekerja juga turut mempengaruhi pembentukan pola pikir seseorang tentang finansial. Selain itu, pekerjaan dapat ditinjau dari pekerjaan yang berada di dalam kantor dan di luar kantor. Menurut Andrew Worthington dalam jurnal ilmiah yang berjudul Predicting Financial Literacy in Australia (2006, pp66-68) menyatakan bahwa individu yang bekerja di dalam kantor atau istilahnya white collar cenderung diasumsikan memiliki kemelekan finansial yang lebih baik daripada individu yang bekerja di luar kantor atau blue collar. Hal ini mungkin saja dapat
32
terjadi dikarenakan individu yang bekerja di dalam kantor dipandang lebih terampil dan mempunyai akses pendidikan lebih baik dengan rekan-rekan kantor lainnya yang mempunyai kecerdasan finansial yang lebih baik sehingga mampu bertukar informasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Roy Morgan Research dalam jurnal yang berjudul ANZ Survey of Adult Financial Literacy in Australia – Stage 2: Telephone Survey Report (2003, p60) menyatakan bahwa pekerja dalam kantor berpendidikan lebih baik pengetahuan finansialnya. Hal ini memungkinkan mereka menjawab berbagai pertanyaan kuesioner mengenai pengetahuan finansial lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja kasar luar kantor. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Philipus Suwandi Kusuma dalam artikelnya yang berjudul memulai
perencanaan
keuangan
yang
terdapat
di
website
Vibiznews
(www.vibiznews.com) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan belum menjadi suatu hal yang dipahami oleh banyak orang, bahkan menjadi masalah bagi kebanyakan orang dan hal ini dialami juga oleh pegawai bank yang notabene seharusnya cukup paham dengan pengelolaan keuangan, namun nyatanya tidak demikian. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah faktor pekerjaan signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang, karena sejumlah penelitian membahas adanya perbedaan dalam pekerjaan tetapi tidak dibahas lebih lanjut apakah pengaruhnya signifikan atau tidak. 3. Pendapatan (Income) Faktor ini adalah faktor yang melibatkan penghasilan individu dengan gaya hidup dan jumlah pengeluaran atau konsumsinya. Kecenderungan yang terjadi berdasarkan pengamatan penulis adalah semakin besar pendapatan, maka akan
33
semakin besar juga pengeluaran. Pengeluaran yang dimaksud bisa berupa pengeluaran tetap (fixed expenses), pengeluaran karena kebutuhan (commited expenses) dan pengeluaran untuk sesuatu yang diinginkan (discretionary expenses) oleh karena itu hal ini turut mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang. Menurut Michelle Cull dan Diana Whitton dalam jurnal yang berjudul University Students’s Financial Literacy Levels: Obstacles and Aids (2009, pp99104) dalam penelitiannya menyatakan bahwa individu yang mempunyai pendapatan lebih besar mempunyai tingkat kemelekan finansial yang lebih baik khususnya mengenai investasi sedangkan individu yang mempunyai pendapatan rendah lebih mengenal tentang utang kartu kredit, artinya adalah bahwa orang yang memiliki pendapatan yang besar cenderung mengetahui untuk membuat uangnya menjadi lebih produktif daripada mereka yang mempunyai penghasilan yang lebih rendah yang cenderung menggunakan uangnya untuk kebutuhan konsumtif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Beal dan Delpachitra dalam jurnal yang berjudul Financial Literacy Among Australian University Student (2003 pp 65-78) menemukan bahwa kemelekan finansial semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah pendapatan dan pengalaman kerja, artinya adalah ada suatu fungsi linier antara pendapatan dan pengalaman kerja, semakin lama pengalaman kerja seseorang kecenderungannya adalah semakin tingginya pendapatan dan seharusnya membuat seseorang menjadi lebih mengerti tentang pengelolaan finansial. Selain itu menurut jurnal ilmiah karya Dan Yates dan Chris Ward yang berjudul Financial Literacy: Examining The Knowledge Transfer of Personal Finance from High School to College to Adulthood (2011, p67)
34
umumnya orang yang mempunyai penghasilan tinggi akan semakin baik tingkat kemelekan finansialnya dalam hal mengelola keuangannya, hal ini terjadi karena mereka dapat berinvestasi pada pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan mereka khususnya akan ilmu keuangan. Seseorang yang berinvestasi untuk dirinya sendiri melalui belajar akan menemukan ilmu yang baru, misalnya melalui buku-buku, workshop, seminar, kursus, ataupun pendidikan formal dan nonformal. Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Kusuma dalam artikelnya website Vibiznews (www.vibiznews.com) menyatakan bahwa pendapatan bukan menjadi tolak ukur bahwa pengelolaan keuangan berjalan dengan baik. Pendapatan yang tinggi belum tentu menandakan bahwa seseorang cerdas secara finansial karena seseorang dengan pendapatan yang besar belum tentu bisa mengatur pengeluarannya dengan baik. Hal umum yang terjadi, apabila seseorang bertambah pendapatannya, maka pengeluarannya ikut bertambah, terkadang melebihi
penambahan
pendapatannya.
Penelitian-penelitian
diatas,
dapat
menggambarkan bahwa pendapatan dapat membedakan pemahaman seseorang akan keuangan tetapi tidak membahas lebih lanjut mengenai apakah faktor pendapatan bersifat signifikan atau tidak terhadap kecerdasan finansial seseorang. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut apakah pendapatan signifikan mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau tidak. 4. Pendidikan Formal (Formal Education) Faktor ini diyakini banyak orang bahwa pendidikan formal secara otomatis meningkatkan kecerdasan finansial karena pengaruh indeks prestasi atau
35
tingginya IQ seseorang. Menurut jurnal ilmiah Yates, et.al (2011, p68) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Mandell menyimpulkan bahwa semakin pendidikan formal maka semakin seseorang itu melek secara finansial. Penelitian yang sama dilakukan oleh David Murphy dan Scott Yetmar dalam jurnalnya yang berjudul Personal Financial Planning Attitudes: A Preliminary Study of Graduate Students (2010 pp813-814), menyatakan bahwa lulusan MBA (Master of Business Administration) memiliki kemelekan finansial yang cukup baik terlihat dari kesadaran akan pentingnya merencanakan keuangan dan kemampuan untuk mempersiapkan perencanaan keuangan tersebut. Namun disamping itu, ada yang berpendapat lain seperti Tanuwidjaja (2009, p2) menyatakan bahwa pendidikan formal tidaklah berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan
finansial
seseorang,
beliau
menyampaikan dalam bukunya hal ini disebabkan karena pendidikan formal hanya memberikan banyak pengetahuan tentang keuangan bukan aplikasi tindakan oleh karena itu ini akan terjadi gap atau ketimpangan antara pengetahuan dan penerapan yang tidak mengarahkan seseorang untuk menjadi lebih cerdas secara finansial. Menurut Joseph W.Goetz, et.al dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul A Peer-Based Financial Planning & Education Service Program: An Innovative Pedagogic Approach (2011, 12) menyatakan bahwa kurangnya kemelekan finansial khususnya pada mahasiswa yang berpendidikan di universitas disebabkan karena “setting” atau pengaturan program edukasi yang kurang dirancang menurut kebutuhan pribadi masing-masing. Oleh karena pengaturan program edukasi ini bersifat menyampaikan informasi saja, hal ini
36
membuat kesadaran terhadap pentingnya pengelolaan finansial bagi setiap individu menjadi rendah. Penelitian-penelitian diatas tidak membahas lebih lanjut apakah faktor pendidikan formal berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan finansial seseorang, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah pendidikan formal signifikan benar mempengaruhi kecerdasan finansial seseorang atau tidak. 5. Usia (Age) Faktor ini adalah faktor yang diyakini banyak orang bahwa semakin bertambahnya usia, maka semakin banyak pengalaman termasuk semakin meningkatnya kecerdasan finansial seseorang. Menurut jurnal yang ditulis Yates, et.al (2011, p67) menyatakan bahwa seiring meningkatnya umur pengetahuan seseorang terhadap ekonomi juga akan meningkat. Apabila menelaah lebih jauh, hal ini dapat diperkirakan bahwa seiring dengan bertambahnya umur, maka akan lebih banyak hal yang dipelajari baik dari segi pengalaman maupun akses pembelajaran dari lingkungan sosial. Namun, menurut media pikiran rakyat yang didokumentasikan oleh Ajeng Kania di website-nya dalam artikel berjudul Mengasah Kecerdasan Finansial Sejak Usia Dini (www.kebunbacaanajka.blogspot.com)
hal tersebut tidak terjadi begitu saja kecakapan mengelola
keuangan itu bersifat pribadi, diperlukan latihan dan edukasi kontinyu sehingga menjadi gaya hidup (life style) seseorang. Usia yang bertambah dinilai cenderung lebih matang dalam hal berpikir untuk berjuang demi masa depan dan hal inilah yang membuat seseorang lebih kreatif mencari jalan untuk penghidupan yang lebih layak. Disamping itu, disisi lain dalam masyarakat dapat dilihat bahwa banyak orang yang sudah berusia lanjut dan terus bekerja seumur hidup bukan
37
untuk sekedar kesenangan tapi untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya akibat perilaku gaya hidup konsumtif di masa mudanya. Sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh penelitian yang dilakukan oleh Mr S Fowdar dari universitas Mauritius dalam risetnya yang berjudul Financial Literacy: Evidence from Mauritius (2007), menyatakan bahwa korelasi hubungan antara umur dengan kecerdasan finansial seseorang tidak terlalu besar. Penelitian-penelitian diatas tidak membahas lebih lanjut apakah faktor usia berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan finansial seseorang atau tidak, oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang signifikansi antar faktor usia dan kecerdasan finansial seseorang.