7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Biogas Biogas dihasilkan dari fermentasi bahan-bahan organik oleh mikroorganisme
anaerobik. Proses fermentasi ini terdiri dari dua tahap sub proses dan dibantu oleh dua jenis bakteri. Tahap pertama material-material organik yang akan digunakan sebagai bahan biogas akan didegradasi menjadi asam-asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Tahap kedua setelah material-material organik sebelumnya berubah menjadi asam, maka tahap selanjutnya adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana. Bakteri-bakteri tersebut adalah methanococus, methanosarcina, methano bacterium. Perkembangan proses anaerobik digestion telah banyak dilakukan dan berhasil pada banyak aplikasi. Proses tersebut memiliki kemampuan untuk mengolah sampah atau limbah yang sangat banyak dan keberadaanya melimpah serta tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion telah banyak berhasil pada pengolahan-pengolahan limbah pertanian, limbah industri dan limbah peternakan. Umumnya komposisi dari biogas tergantung pada asal proses anaerobik yang terjadi, namun dapat menghasilkan biogas dengan kadar CH4 rata-rata sebesar 55-75%. Selain unsur gas metana terdapat juga beberapa senyawa yang dihasilkan yang memiliki sifat dapat menurunkan kualitas dari pembakaran biogas. Komposisi dari komponen biogas dapat dilihat pada tabel 2.1 (Kusrijadi dkk., 2009). Tabel 2.1 Komposisi Biogas
Komponen
%
Methana (CH4)
55-75
Karbon dioksida (CO2)
25-45
Nitrogen (N2)
0-0.3
Hidrogen (H2)
1-5
Hidrogen sulfide (H2S)
0-3
Oksigen (O2)
01-0.5
Sumber: (Kusrijadi dkk., 2009)
8
Disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan, dan kelembaban udara, jenis bahan-bahan organik yang digunakan di dalam proses pembuatan biogas sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas. Beberapa percobaan oleh ISAT (Illinois Standards Achievement Test) menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme yang dilakukan oleh bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20. Bahan-bahan organik ini dimasukkan ke dalam digester (ruangan tertutup kedap udara) sehingga bakteri anaerob akan membusukkan bahan organik yang kemudian akan dapat menghasilkan biogas (Hastuti, 2009).
2.2
Prinsip Dasar Biogas Prinsip-prinsip dasar yang dimiliki oleh teknologi dalam proses terjadinya
pembentukan biogas adalah dimulai dari proses penguraian bahan-bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam kondisi kedap udara (anaerob) untuk mendapatkan campuran dari beberapa gas, diantaranya gas metan (CH4) dan gas karbon
dioksida
(CO2).
Bakteri
metanogenik
atau
metanogen
membantu
menghasilkan biogas. Bakteri metanogenik atau metanogen secara alami terdapat pada limbah atau sampah yang mengandung bahan-bahan organik, misalnya limbahlimbah ternak dan sampah organik. Proses pembentukan biogas ini lebih dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan secara anaerob. Pada umumnya, biogas dihasilkan dengan menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang didesain agar kedap udara (anaerob), sehingga proses penguraian limbah atau penguraian sampah oleh mikroorganisme dapat terjadi lebih optimal. Menurut Wahyuni (2011) terdapat empat keuntungan yang dihasilkan dari digester anaerob antara lain: 1. Keuntungan Pengolahan pada Limbah
Dapat digunakan untuk proses pengolahan limbah yang alami.
Tempat yang diperlukan lebih kecil dibandingkan dengan tempat untuk proses pembuatan kompos.
Memperkecil terjadinya polutan.
2. Keuntungan dalam Bidang Energi
Dapat menghasilkan energi yang bersih dan memiliki nyala api yang berwarna biru.
9
Dapat menghasilkan bahan bakar yang berkualitas tinggi serta dapat diperbaruhi kembali.
Gas yang dihasilkan tidak mudah meledak.
3. Keuntungan dalam Bidang Lingkungan
Dapat mengurangi polusi udara.
Dapat memaksimalkan proses daur ulang.
Dapat menghasilkan pupuk yang bersih dan kaya nutrisi.
Dapat menurunkan emisi gas metan dan gas CO2 secara signifikan.
Dapat
memperkecil
kontaminasi
sumber
air
karena
mampu
menghilangkan bakteri Coliform hingga 99%.
Tidak menghasilkan bau yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
4. Keuntungan dalam Bidang Ekonomi
Dilihat dari siklus ulang prosesnya, digester anaerobik lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya.
2.3
Proses Terbentuknya Biogas Proses terbentuknya biogas dimulai dari proses pencernaan anaerobic yang
merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami akan ada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, kotoran manusia, dan sampah organik rumah tangga. Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas (Haryati, 2006). Menurut Wahyuni (2011) penguraian materi organik dalam digester melalui tiga tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Hidrolis Tahap hidrolis adalah tahapan yang dimulai dengan penguraian bahanbahan organik kompleks yang mudah larut atau senyawa rantai panjang seperti karbohidarat, protein, dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap hidrolis juga memiliki arti sebagai perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa-senyawa monomer yang dihasilkan dari proses penguraian diantaranya senyawa asam glukoasa, organik, etanol, CO2, dan
10
hidrokarbon. Umumnya, senyawa-senyawa tersebut dimanfaatkan oleh bakteri yang melakukan fermentasi sebagai sumber karbon dan energi. 2. Tahap Pengasaman (Asidifikasi) Senyawa-senyawa yang sederhana (komponen monomer) yang terbentuk dari proses tahapan hidrolisis dijadikan sumber energi bagi bakteri yang membentuk asam. Bakteri tersebut dapat menghasilkan senyawa asam, seperti asam proprionat, asam asetat, asam butirat, dan asam laktat, serta produk sampingan berupa alcohol, CO2, ammonia , dan hydrogen. 3. Tahap Metanogenesis Bakteri-bakteri metanogen seperti methanosarcina, methanococus, dan methano bacterium berfungsi untuk mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi gas karbondiokasida, metan, dan air yang merupakan komponen penyusun biogas. Secara umum, jumlah energi yang terdapat dalam biogas dipengaruhi oleh konsentrasi metana yang dimiliki. Semakin kecil kandungan metana, semakin kecil nilai kalori. Sebaliknya semakin tinggi kandungan gas metana, maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) biogas. Selain itu, dengan cara menghilangkan hydrogen sulfida, kandungan air, dan karbondioksida kualitas biogas juga dapat ditingkatkan. Ini dikarenakan hydrogen sulfida mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi. Jika di dalam biogas mengandung senyawa-senyawa tersebut, maka gas yang dihasilkan menjadi sangat berbahaya. Sementara itu, kandungan air yang terdapat pada biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbulkan korosi. Kandungan hydrogen sulfida, air, dan karbondioksida dapat dihilangkan atau diturunkan dengan menggunakan alat atau bahan desulfurizer yang dibutuhkan pada proses menyalakan generator (angin) agar mesin tidak mudah terkorosi (Wahyuni, 2011). Air yang dihasilkan dari proses kondensasi yang ikut mengalir bersama biogas dapat dihilangkan dengan menggunakan alat tabung control gas (tabung penjebak). Alat ini terbuat dari sambungan pipa PVC dengan model T yang memiliki diameter 0,5 inchi. Saluran yang terdapat pada bagian atas adalah saluran input dan output, sedangkan saluran yang terdapat pada bagian bawah terendam dalam air. Tabung penjebak tersebut diletakkan dibagian terbawah dari saluran biogas agar uap
11
air yang dihasilkan dari proses kondensasi turun dan masuk ke dalam botol. Kandungan uap air yang terdapat dalam biogas dapat diketahui pada api yang dihasilkan berwarna merah (Wahyuni, 2011).
2.4
Jenis Reaktor Biogas Biodigester atau yang lebih dikenal dengan pembangkit biogas adalah suatu
konstruksi yang secara fisik biasanya lebih dikenal sebagai kilang biogas. Ini dikarenakan berbagai bahan kimia dan reaksi-reaksi mikrobiologi terjadi atau berlangsung di dalam biodigester. Biodigester ini juga yang lebih dikenal dengan sebutan reaktor biogas, bioreaktor atau reactor anaerob. Fungsi utama dari konstruksi ini adalah untuk menyediakan kondisi kedap udara (anaerob) didalamnya, sebagai suatu ruang yang tidak hanya kedap udara namun juga kedap terhadap air. Biodigester ini dapat dibuat dari berbagai bahan-bahan konstruksi dan di dalam bentuk dan ukuran yang berbeda (Subowo, 2009). Dilihat dari jenis digester yang berdasarkan cara pengisian bahan bakunya, digester dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni batch feeding dan continuous feeding. Batch feeding adalah jenis digester yang cara pengisian bahan baku organiknya dilakukan hanya sekali saja hingga penuh, kemudian ditunggu hingga biogas dihasilkan. Isian dari digester akan dibongkar setelah biogas tidak diproduksi kembali atau produksi yang dihasilkan rendah. Pada umumnya, digester ini dibuat untuk limbah-limbah padatan berupa sayur-sayuranan atau hijau-hijauan. Umumnya digester ini tidak membutuhkan pipa dikarenakan tangki dapat dibuka. Sisa-sisa buangan dapat dikeluarkan secara langsung dan digester dapat langsung diisi kembali dengan bahan baku yang baru. Karena pengisian bahan bakunya dilakukan pada awal proses pembuatan, maka biogas akan dihasilkan setelah minggu kedua hingga minggu keempat, namun tergantung oleh bahan baku dan suhu yang digunakan dalam proses pembuatan biogas. Biasanya, laju peningkatan produksi biogas akan menjadi lebih lambat setelah bulan ketiga dan keempat. Continuous feeding merupakan jenis digester yang cara pengisian bahan baku organiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah tertentu. Pada saat pengisian awal, digester diisikan bahan hingga penuh, kemudian ditunggu hingga biogas diproduksi. Pengisian bahan baku biogas selanjutnya dilakukan secara kontinu setiap hari dalam jumlah tertentu. Setiap
12
proses pengisian bahan baku yang baru akan selalu diikuti dengan pengeluaran sludge (bahan sisa) sehingga digester ini dibuat dengan lubang pengeluaran dan lubang pemasukan dengan jumlah buangan sedikit setiap harinya tergantung jumlah bahan baru yang dimasukkan. Hal yang harus diperhatikan dari model digester ini adalah tangki yang digunakan untuk menampung atau sebagai tempat reaksi harus dapat menampung semua bahan yang dimasukkan secara kontinu atau terus-menerus. Digester tipe continuous feeding dapat dibedakan menjadi dua model yaitu model tetap (fixid) model terapung (floating) yang berbeda di bagian penampung gas yang dihasilkan. Pada model kontruksi tetap kontinu, tangki dan penampung gas dibuat menjadi satu. Sementara itu, pada model terapung, penampung gas dibuat dapat bergerak naik turun. Pada saat gas terbentuk, penampung gas akan bergerak dan terangkat ke atas. Jika sudah terpakai atau habis, secara sendirinya penampung gas akan bergerak turun. Model ini dapat diproduksi sesuai dengan kapasitas tampung kotoran ternak yang ada dan jumlah biogas yang dihasilkan oleh ternak yang dimiliki (Wahyuni, 2011). Menurut bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatannya, digester dapat dibedakan menjadi empat jenis yakni, digester tipe kubah tetap (fixed dome), digester silinder (floating drum), digester balon, digester fiber glass. Dinamakan tipe kubah tetap karena bangunan digester dibuat berbentuk menyerupai kubah. Biasanya, digester dibuat di dalam tanah dengan bahan-bahan kontruksi berupa batu bata, batu, pasir, dan semen. Desain degister ini dibuat sedemikian rupa sehingga kedap udara dan kedap air. Digester tipe kubah terdiri dari dua bagian, yaitu tangki yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fermentasi oleh bakteri dan kubah tetap yang berfungsi sebagai tempat pengumpul gas yang tidak bergerak. Struktur digester ini harus didesain kuat untuk menahan gas supaya tidak terjadi kebocoran. Keuntungan menggunakan digester kubah tetap adalah perawatannya yang relatif mudah. Sementara itu, kerugiannya adalah diperlukan waktu yang cukup lama dalam proses pembangunannya, mudah mengalami keretakan, biaya kontruksinya relatif mahal, dan tidak dapat dipindah-pindahkan. Selain itu, gas yang dihasilkan oleh digester ini mudah bocor akibat pori-pori yang agak besar. Jika kebocoran itu terjadi, biasanya sulit untuk diketahui tempat terjadinya kebocoran dan susah untuk diperbaiki (Wahyuni, 2011).
13
Gambar 2.1 Penampang potongan tipe fixed dome (Sumber: Subowo 2009)
Digester silinder (floating drum) atau yang sering juga disebut dengan digester terapung. Pertama kali digester ini dikembangkan di india. Digester ini dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari sumur pencerna dan bagian penampung gas. Berbeda dengan digester jenis kubah, penampung gas terletak di dalam digester silinder menggunakan peralatan yang bisa bergerak yang terbuat dari drum. Pergerakan naik turun dari drum ini berfungsi untuk menyimpan gas hasil fermentasi dan untuk mengetahui ada tidaknya gas yang dihasilkan. Keuntungan dari digester jenis ini adalah volume gas yang tersimpan dapat dilihat secara langsung karena adanya pergerakan drum. Selain itu, tekanan gas yang dihasilkan juga konstan karena tempat penyimpanan yang terapung dan bertekanan oleh akibat adanya pergerakan. Sementara itu, kerugiannya adalah biaya kontruksi yang cukup mahal dibandingkan dengan digester kubah tetap, serta pengumpul gas yang cenderung berumur pendek (tidak tahan langsung) karena mudah terkena korosi (Wahyuni, 2011).
Gambar 2.2 Penampang potongan tipe floating dome (Sumber: Subowo 2009)
14
Digester balon atau digester plastik adalah digester yang terbuat dari plastik sehingga lebih efisien dalam penanganannya dan mudah dipindahkan dibandingkan digester yang telah dijelaskan. Digester ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu sumur pencerna yang memiliki fungsi ganda antara lain sebagai tempat fermentasi dan sebagai tempat penyimpanan gas yang masing-masing bercampur dalam satu ruang tanpa sekat. Bagian bawah dari digester terisi oleh material-material organik yang memiliki bobot lebih besar dibandingkan gas yang terkumpul di bagian atas. Digester ini sangat cocok apabila digunakan untuk skala rumah tangga. Keuntungan dari digester ini antara lain kontruksinya sederhana, harganya yang lebih murah, waktu pasang singkat, dan mudah untuk dipindahkan. Sementara itu, kelemahannya ialah mudah atau rentan mengalami kebocoran (Wahyuni, 2011).
Gambar 2.3 Penampang potongan digester balon (Sumber: LiBEC UNPAD)
Sesuai dengan namanya digester fiber glass, digester ini dibuat dari bahan fiber glass sehingga dalam penangannya lebih efisien dan mudah dipindahkan. Digester fiber glass ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu sumur pencernaan yang memiliki fungsi ganda sebagai tempat fermentasi dan sebagai tempat penyimpanan gas yang masing-masing bercampur dalam satu ruang tanpa sekat. Saat ini, digester fiber glass banyak digunakan untuk skala rumah tangga dan beberapa industri (Wahyuni, 2011).
15
Gambar 2.4 Digester fiber glass (Sumber:www.kencanaonline.com)
2.5
Hidrogen Sulfida (H2S) Gas Hidrogen sulfida (H2S) yang terkandung dalam gas hasil fermentasi
mengurangi umur pakai (lifetime) dari sitem pemipaan pada instalasi yang menggunakan biogas. Gas ini juga beracun dan sangat korosif untuk sebagian besar jenis logam yang terbuat dari besi (Deublein dan Steinhauser, 2008). Jika Hidrogen sulfida yang terkandung dalam biogas terbakar maka akan berubah menjadi sulphur oksida yang akan menyebabkan korosi pada komponen yang terbuat dari logam dan membuat asam minyak pelumas mesin jika digunakan misalnya pada mesin CHP (Combines Heat and Power Generation). Agar dapat mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh hidrogen sulfida maka gas ini harus dihilangkan minimal dikurangi kandungannya (Deublein dan Steinhauser, 2008). Pada umumnya seseorang dapat mengenali bau dari H2S dengan konsentrasi 0,0005 ppm hingga 0,3 ppm. Apabila yang tercium dalam konsentrasi yang tinggi seseorang dapat kehilangan kemampuan penciumannya. Hydrogen sulfida dapat bertahan di udara berkisaran 18 jam hingga 3 hari. Selama rentang waktu tersebut hydrogen sulfide dapat berubah menjadi sulfide dioksida (SO2) (Sianipar, 2009). Beberapa dampak negatif bagi manusia yang ditimbulkan oleh gas H2S dengan beberapa konsentrasi (ppm) dapat di lihat di Tabel 2.2
16
Tabel 2.2 Dampak negative gas H2S bagi manusia
Konsentrasi 0.03 ppm 4 ppm
Effect Bagi Manusia Bisa dicium. Aman dihirup dalam 8 Jam. Bisa menyebabkan iritasi mata. Harus menggunakan masker karena bisa merusak metabolisme.
10 ppm
Maksimum
terhirup
selama
10
menit.
Bau
membunuh dalam 3 sampai 15 menit, menyebabkan gas mata dan luka pada tenggorokan. Bereaksi secara keras dengan campuran isi raksa gigi. 20 ppm
Terhirup lebih dari 1 menit menyebabkan kerusakan pada urat saraf mata.
30 ppm
Hilang penciuman, kerusakan sampai darah keotak diteruskan dengan kerusakan organ penciuman.
100 ppm
Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit. Pingsan dalam waktu singkat (maksimal 15 menit).
200 ppm
Kerusakan mata serius dan kerusakan mata sampai pada saraf. Melukai mata dan tenggorokan.
300 ppm
Kehilangan keseimbangan dan fikiran. Kelumpuhan pernafasan dalam 30 sampai 45 menit.
500 ppm
Menimbulkan kelumpuhan dalam 3 sampai 5 menit. Dibutuhkan segera penyadar buatan.
700 ppm
Akan menimbulkan terhentinya nafas dan kematian jika tidak segera ditolong. Kerusakan otak secara permanen jika tidak ada pertolongan cepat.
Sumber : AllkenMurray.com, 2012
17
2.6
Pengertian Arang Aktif Arang adalah benda padat yang memiliki pori yang mengandung 85-95%
karbon, arang didapatkan dari proses pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan pada bahan-bahan yang mengandung karbon. Pada saat proses pemanasan dilakukan, tidak diperbolehkan terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan agar bahan yang mengandung karbon tersebut hanya mengalami proses karbonisasi dan tidak terjadi oksidasi (Sembiring dan Sinaga, 2003). Arang biasanya sering digunakan sebagai bahan bakar, namun arang juga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben (penyerap). Kemampuan serap yang dimiliki oleh arang ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat meningkat drastis apabila arang tersebut dilakukan proses aktifasi dengan menggunakan aktiffaktor dari bahan-bahan kimia ataupun dengan melakukan proses pemanasan pada temperatur yang cukup tinggi. Proses aktifasi tersebut menyebabkan arang akan mengalami proses perubahan sifat-sifat kimia dan fisika. Arang yang telah dilakukan proses aktifasi lebih dikenal dengan sebutan arang aktif (Sembiring dan Sinaga, 2003). Arang aktif adalah suatu senyawa karbon amorph yang dihasilkan dari bahanbahan yang memiliki kandungan karbon atau dari arang yang memiliki permukaan yang lebih luas setelah diberikan perlakuan khusus. Pada umumnya, arang aktif memiliki permukaan berkisar antara 300-3500 m2/gram dan hal ini sangat berhubungan dengan struktur pori internal yang dimiliki oleh arang aktif yang menyebabkan arang aktif ini memiliki sifat sebagai adsorben. Arang yang telah mengalami proses aktifasi dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu lainnya atau biasanya sering disebut adsorpsi selektif, hal ini dikarenakan kemampuan arang aktif dipengaruhi oleh luas permukaan dan besar atau volume pori-pori. Kemampuan serap yang dimiliki oleh arang aktif sangatlah besar, yaitu berkisar 25-1000% terhadap berat dari arang aktif itu sendiri (Sembiring dan Sinaga, 2003). Arang aktif dapat dibedakan atas 2 tipe, yakni arang aktif sebagai penyerap uap dan arang aktif sebagai pemucat. Arang aktif sebagai penyerap uap ini biasanya memiliki bentuk granular atau pellet yang sangat keras dan memiliki diameter pori rata-rata antara 10-200Ao, tipe porinya lebih halus, dan biasanya digunakan pada rase
18
gas, arang aktif ini digunakan untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Arang aktif ini biasanya didapatkan dari tempurung batok kelapa, tulang-tulangan, batu bata atau bahkan bahan baku yang biasanya memiliki struktur keras. Pernyataan-pernyataan yang dipaparkan di atas bukan merupakan suatu yang harus dimiliki oleh bahan yang akan digunakan sebagai arang aktif. Karena beberapa arang aktif yang biasanya digunakan sebagai pemucat didapatkan dari bahan-bahan yang memiliki densitas besar, seperti tulang. Arang tulang yang dihasilkan kemudian dibuat dalam bentuk granular dan kemdian digunakan sebagai alat pemucat larutan gula. Sama halnya dengan arang aktif yang dimanfaatkan sebagai penyerap uap dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang memiliki densitas kecil, contohnya serbuk gergaji (Sembiring dan Sinaga, 2003). Arang aktif yang digunakan sebagai pemucat biasanya berbentuk powder sangat halus yang memiliki diameter pori hingga 1000Ao, biasanya digunakan dalam fase cair, arang aktif ini dimanfaatkan untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan adanya bau dan warna yang tidak diharapkan (Sembiring dan Sinaga, 2003).
2.6.1 Penggunaan Arang Aktif Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 2.6.1 maka arang aktif dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu arang aktif sebagai penyerap uap dan arang aktif sebagai pemucat. Karena kegunaannya tersebut maka arang aktif banyak digunakan di kalangan industri. Hampir sekitar 60% produksi arang aktif di dunia ini dimanfaatkan oleh industri-industri pembersihan minyak, lemak dan industri gula, kimia serta farmasi. Beberapa penggunaan arang aktif secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Sembiring dan Sinaga, 2003). Tabel 2.3 Penggunaan arang aktif
NO
PENGGUNA
FUNGSI
1
Indutri obat dan makanan
Menyaring, menghilangkan bau dan rasa
2
Minuman keras dan ringan
Pengilangan warna, bau pada minuman
3
Kimia perminyakan
Penyulingan bahan mentah
4
Pembersih air
Penghilang warna, bau dan penghilang resin
5
Budi daya udang
Pemurnian, penghilangan ammonia, netrite
19
phenol dan logam berat 6
Industri gula
Penghilangan zat-zat warna, penyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna
7
Pelarut
yang
digunakan Penarikan kembali berbagai pelarut
kembali 8
Pemurnian gas
Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau busuk asap
9
Katalisator
Reaksi katalisator pengangkut vinil chloride, vinil acetat
10
Pengolahan pupuk
Pemurnian, penghilangan bau
Sumber: Sembiring dan Sinaga, 2003
Bahan-bahan yang mengandung karbon seperti bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewanm limbah dan mineral dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan arang aktif, seperti: sekam, kayu lunak, tulang, tongkol jagung, sabut kelapa, tempurung kelapa, ampas pembuatan kertas, ampas penggilingan tebu, batu bara, dan kayu keras (Sembiring dan Sinaga, 2003).
2.6.2 Proses Pembuatan Arang Aktif Pembuatan arang aktif dengan menggunakan drum atau dengan menggunakan lubang dalam tanah sering dijumpai di daerah trofis. Dalam proses pembuatannya biasanya memiliki tahapan sebagai berikut: bahan baku yang akan digunakan dalam proses pembuatan arang aktif ini dimasukkan kedalam ke dalam lubang atau drum yang terbuat dari plat besi. Kemudian bahan-bahan tersebut dibakar, pada saat proses pembakaran, drum atau lubang ditutup sehingga hanya ada ventilasi yang dibiarkan terbuka agar ada jalan keluarnya asap. Pada saat asap yang keluar berwarna kebirubiruan, ventilasi ditutup kembali dan dibiarkan hingga kurang lebih 8 jam atau sampai satu malam. Sesekali lubang dibuka dan dilihat apakah masih ada bara yang menyala. Apabila masih ada yang menyala lubang kembali ditutup. Jangan mematikan bara menggunakan air karena akan dapat mempengaruhi kwalitas arang aktif yang dihasilkan (Sembiring dan Sinaga, 2003).
20
Cara lain yang dapat menghasilkan arang aktif adalah dengan cara destilasi kering. Bahan baku yang akan digunakan sebagai arang aktif dipanaskan dalam ruang vakum yang akan menghasilkan residu yaitu arang dan destilan yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan tidak merupakan karbon murni, namun karbon yang masing mengandung abu (Sembiring dan Sinaga, 2003). Disamping bahan baku yang digunakan, proses aktifasi adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Proses aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang agar arang memiliki pori yang lebih besar. Caranya adalah dengan mengoksidasi molekul-molekul permukaan atau dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon sehingga arang mengalami suatu perubahan sifat, baik itu sifat kimia maupun sifat fisika. Dan hal ini menyebabkan arang memiliki permukaan yang lebih besar dan berpengaruh terhadap daya atau kemampuan adsorpsi (Sembiring dan Sinaga, 2003). Metode aktifasi yang biasa digunakan pada proses pembuatan arang aktif adalah: a. Aktifasi Fisika: adalah suatu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan menggunakan bantuan panas, CO2, dan uap. b. Aktifasi Kimia: adalah suatu proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Pada proses aktifasi fisika biasanya arang dipanaskan di dalam tungku pembakaran pada temperatur 800-900oC. Pemanasan dengan CO2 atau uap pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan dibandingkan dengan proses oksidasi dengan udara pada temperatur rendah, dan ini merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya (Sembiring dan Sinaga, 2003). Pada proses aktifasi kimia biasanya aktifator yang digunakan adalah bahanbahan kimia seperti: klorida, sulfat, hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik H2SO4 dan H4PO4 (Sembiring dan Sinaga, 2003). Penyerapan hydrogen sulfide (H2S) pada permukaan dari arang aktif dapat dilakukan jika biogas bebas dari oksigen dan konsentari hydrogen sulfide (H2S) yang terkandung menengah atau tinggi. Namun, efisiensi pembersihan awal biogas
21
dari unsur gas pengotor hydrogen sulfide (H2S) umumnya tidaklah cukup. Oleh karena itu, arang aktif perlu diresapi dengan katalis sehingga laju reaksi dari oksidasi hydrogen sulfide (H2S) menjadi belerang meningkat. Beberapa katalis yang digunakan untuk meresapi arang aktif yang tersedia seperti kalium iodida (KI), kalium karbonat (K2CO3) dan kalium permanganat (KMnO4) (Deublein dan Steinhauser, 2008).
2.7
Potassium Permanganate (KMnO4) Potassium permnanganate (KMnO4) memiliki nama lain chameleon mineral,
kristal coundy’s dan cairox. Potassium permnanganate (KMnO4) merupakan kristal yang berwarna ungu menjadi perunggu dan stabil. Apabila kontak dengan senyawa yang mudah menyala akan menyebabkan kebakaran dan dijauhkan dari senyawa pereduksi, material organik, asam kuat, peroksida, alcohol, dan senyawa kimia logam aktif lainnya. Potassium permnanganate (KMnO4) adalah oksidator kuat yang memiliki sifat fisik dari segi penampilan kristal berwarna ungu seperti kristal perunggu dan memiliki titik lebur 150o C (Damayuda, 2010).
2.8
Reaksi Karbon (C) dengan Hidrogen Sulfida (H2S) Karbon atau zat arang adalah unsur kimia yang memiliki simbol C dan nomor
atom 6 pada tabel periodik. Karbon merupakan unsur non-logam dan unsur yang sangat berlimpah kedua (sekitar 18,5%) setelah oksigen. Ketersediaan karbon ini bersamaan
dengan
keanekaragaman
senyawa
organik
dan
kemampuannya
membentuk polimer membuat karbon sebagai unsur dasar kimiawi kehidupan (Wikipedia, 2013). Apabila carbon dan hydrogen sulfide direaksikan makan akan menghasilkan carbon disulfide (CS2) dan hydrogen (H2) (Anonim, 2013). Namun, sebelum direaksikan dengan hydrogen sulfide, karbon sebelumnya bereaksi dengan air pada proses perendaman tanpa dicampur dengan potassium permanganate (KMnO4) dan reaksi kimia yang terjadi adalah: C + H2 O
H2 + CO ……………..(2.1)
Perendaman karbon dengan campuran potassium permanganate (KMnO4), maka reaksi kimianya menjadi: C + H2 O
KMnO4
H2 + CO …………….(2.2)
22
Setelah karbon diresapi dengan katalis potassium permanganate (KMnO4) kemudian direaksikan dengan hydrogen sulfide H2S, maka reaksi kimia yang terjadi:
C + 2H2S
KMnO4
CS2 + 2H2
………….(2.3)