BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Teori Tentang Keagamaan 1. Pengertian keagamaan Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan ketaatannya pada agama yang dianutnya. 1 Pengertian keagamaan sebagaimana ditulis oleh Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso adalah istilah keberagamaan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, baik itu menyangkut perilaku atau ritual atau beribadan maupun aktivitas lain dalam kehidupan yang diwarnai oleh nuansa agama, baik yang tampak dan dapat dilihat oleh mata atau yang tidak tampak atau terjadi di dalam hati manusia. 2 Konsep keberadaan sebagaimana penge rtian di atas dapat disimpulkan sebagai komitmen religius individu yang dapat dilihat melalui aktivitas atau peristiwa dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama atau iman kepercayaan yang dianutnya. 2. Dimensi-dimensi keberagamaan Perilaku keagamaan atau keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Aktivitas beragama bukan hanya yang berkeyakinan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi 1
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), 14 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam : Solusi Islam atas problem Psikologi (Jakarta : Pustaka Pelajar, 1995), 76 2
22
23
juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Perilaku keagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Karena itu perilaku keagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Menurut Glock & Stark (Robertson, 1998) ada lima macam dimensi perilaku beragama atau keberagamaan yaitu dimensi keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualistic), penghayatan atau pengalaman
(eksperiensial),
pengetahuan
agama
(intelektual)
dan
pengamalan (konsekuensial). Kelima macam dimensi tersebut akan diuraikan sebagai berikut: 1) Keyakinan Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan kebenaran doktrin-doktrin tersebut. setiap agama memperta hankan seperangkat kepercayaan di mana para penganut diharapkan akan taat. Dalam Islam dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan akidah Islam yakni menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan muslim terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatis. 3 Di dalam keberIslaman, isi dimensi ini menyangkut perilaku beragama untuk meyakini adanya Allah, para malaikat, para Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah, surga dan neraka serta qadha dan qadar yang tertuang dalam rukun iman.
3
Ibid., 80
24
Firman Allah SWT surat al-A'raaf : 158
? ? ??? ?????E?? ?E?E??? ?E? ? ?E???E ? ? ?E?? ? ?E???? ??ƒ?? ? ?E???? ?E?E??? ?? ?E????E ? ????E??? ? ??? ?? ? Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitabkitab -Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Dalam tahap ini agar keyakinan terjaga, maka orang harus melengkapinya dengan pengetahuan (dimensi pengetahuan) tentang akidah. 2) Peribadatan atau praktik agama Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci semua mengharapkan para pemeluk melaksanakannya. b. Ketaatan, ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air. Meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik , semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relative spontan, informal dan khas pribadi.
25
c. Dalam Islam peribadatan atau praktik agama disejajarkan dengan syari’ah
yaitu
seberapa
tingkat
kepatuhan
muslim
dalam
mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya.4 3) Penghayatan atau pengalaman Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir (bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan super natural). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok
keagamaan
(atau
suatu
masyarakat)
yang
melihat
komunikasi, walaupun kecil dalam suatu esensi ketuhanan. Dimensi penghayatan atau pengalaman adalah dimensi yang menyertai keyakinan, pengalaman dan peribadatan. Dalam Islam penghayatan menunjuk kepada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Dalam keber Islaman dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab (taqarrub ) dengan Allah, perasaan do'a-do'anya sering terkabul, perasaan tentram bahagia karena menuhankan Allah,
4
Ibid., 77
26
perasaan bertawakkal atau pasrah diri secara positif kepada Allah, perasaan khusu' ketika melaksanakan shalat atau berdo'a, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat al-Qur'an, perasaan bersyukur
kepada
Allah,
perasaan
mendapat
peringatan
atau
pertolongan dari Allah. 5 Firman Allah surat al-Anfal ayat 2 :
???????E ? ??E??? ? ??E? ????E? ?? ???? ? ??E? ???? ??E? ???E ? ? ?E ? ???????E?? ƒ?? ??? ?E ? ? ???? ? ? ? ?E?? ????? ??????E ?? ?????? Sesungguhnya orang -orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,6 4) Pengetahuan Agama Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisitradisi. 7 Dimensi pengetahuan atau ilmu dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaranajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya sebagaimana termuat dalam kitab suci al-Qur'an.
5
Ibid., 82 Depag RI, Al-Qur'an, Terjemahannya, 260 7 Djamaluddin, Psikologi Islam…, 78 6
27
Menurut Jalaluddin Rakhmat dimensi pengetahuan agama atau intelektual menunjukkan tingkat pemaha man orang terhadap doktrindoktrin agamanya. Kedalamannya tentang ajaran-ajaran agama yang dipeluknya. 8 Dalam Islam dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang isi al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan harus dilaksanakan (rukun Islam dan rukun iman), hukum-hukum Islam, sejarah Islam dan sebagainya. 9 Firman Allah surat Al-Mujadilah ayat 11: Æìsùö•tƒ (#qãZtB#uä
ª!$# öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$# tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_u‘yŠ 4
ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès? ׎•Î7yz
“…niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.10 5) Pengalaman atau konsekuensi Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Pengamalan ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dalam Islam pengamalan disejajarkan dengan akhlak yakni menunjuk pada beberapa tingkatan muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu 8
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternative, (Bandung: Mizan, 1998), 38. Djamaluddin Ancok, Psikologi Islam..., 81. 10 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 910-911. 9
28
bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. 11 Dalam keber Islaman dimensi ini meliputi perilaku suka menolong,
bekerja
menumbuhkembangkan
sama, orang
berderma, lain,
menyejahterakan
menegakkan
keadilan
dan dan
kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanah, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum-minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku social, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya.12 Firman Allah surat Al-Mulk ayat 2: “Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4qu‹ptø:$#ur öNä.uqè=ö7u‹Ï9 ö/ä3•ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã 4 uqèdur Ⓝ͕yèø9$# â‘qàÿtóø9$# ÇËÈ “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.13 Uraian di atas merupakan amal-amal perbuatan seseorang dalam kehidupan sehari-harinya yang tidak hanya dilihat dari satu dimensi
saja
tetapi
mencakup
keseluruhan
yakni
keyakinan,
peribadatan, penghayatan, pengetahuan agama dan pengamalan. Dimana semuanya itu harus berhubungan satu dengan yang lain, karena setiap muslimin baik dalam berpikir, bersikap maupun
11
Djamaluddin, Psikolog i Islam…, 80-81. Ibid., 81. 13 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 955. 12
29
bertindak, diperintahkan sesuai ajaran Islam. Dalam melakukan aktivitas ekonomi, social, politik atau aktivitas apapun umat muslim untuk melakukannya da lam rangka beribadah kepada Allah sehingga mereka ber-Islam secara sempurna. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keagamaan Keagamaan atau keberagaman pada diri seseorang bersifat individual, subyektif dan kompleks, yang selalu berkaitan dengan aspek lahiriyah dan bathiniyah, sehingga sulit diketahui dan diukur oleh orang lain. Dalam perjalanan hidup manusia kesadaran dan ketaatan beragama tidak statis melainkan selalu dinamis dan serta mengalami proses evolusi, yakni bisa berkembang secara berkelanjutan mula i dari adanya fitrah keagamaan (instink religius) sebagai potensi dasar dalam polah hidup dan kehidupan sehari-hari. 14 Ketaatan beragama dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Faktor Intern
: faktor hereditas, faktor tingkat usia, kepribadian,
dan kondisi kejiwaan. b. Faktor eksterni: lingkungan keluarga, lingkungan institusional, lingkungan masyarakat. 15 Tercapainya
kematangan
kesadaran
beragama
seseorang
tergantung pada kecerdasan, kematangan alam perasaan, kehidupan
18.
14
Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama, (Jakarta: Kanisius, 1994),
15
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 213-222.
30
motivasi, pengalaman hidup dan keadaan lingkungan social budaya. 16 Dalam menyorot kedewasaan atau kematangan iman, H. Carrier menyatakan bahwa: a. sikap agama bertalian erat dengan ikatan solidaritas seseorang dengan kelompok primer (keluarga, teman-teman, tradisi kebudayaan). b. Sikap
religius
yang
lengkap
merangkum
semua
sikap
lain,
mempersatukan dan mensentralisir nilai-nilai pribadi tersebut dalam satu sintesis pribadi yang khas. c. Sikap religius yang dilembagakan mendorong seorang warga kepada identifikasi (penyamaan diri) dengan kelompok (institusi) yang melahirkan kepercayaannya. 17 Bertitik tolak dari beberapa pendapat para ahli di atas jelaslah bahwa tongkat keagamaan seseorang disamping dipengaruhi faktor pembawaan dan kondisi fisik biologis maupun psikologis, juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan upaya pendidikan. Pendidikan dinilai memiliki peran sangat penting dalam upaya menanamkan nilai-nilai ajaran agama untuk mempengaruhi, membimbing dan membentuk tingkat keberagaman atau keagamaan pada diri seseorang. Melalui pendidikan ini pulalah dilakukan pembentukan sikap keberagaman dan ketaatan perilaku agama.
16
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama: Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Bari Algesindo, 1995), 37. 17 D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: Kanisius, 2002), 103.
31
Sebagaimana halnya dengan proses pendidikan pada umumnya, pendidikan agama juga dilaksanakan pada tiga lingkungan pendidikan yang menurut Ki Hajar Dewantara disebut tri pusat pendidikan,
18
yaitu:
a. Pendidikan Keluarga Keluarga adalah lingkungan yang pertama bagi anak dalam mengenal dunia luar. Kehidupan anak sulit dan tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan keluarga, sehingga peran keluarga sangat besar dalam proses pendidikan agama bagi anak. Anak sejak usia bayi hingga usia sekolah masih memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. 19 Bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga sejak dari bangun hingga saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga. Menurut tinjauan pendidikan, keluarga adalah merupakan lingkungan dan lapangan pendidikan yang pertama bagi anak dan pendidikannya adalah kedua orang tuanya. Orang tua adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan ayah diberikan anugerah oleh Tuhan Pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri inilah timbul adanya rasa kasih sayang para orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya terbebani
47.
18
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
19
Jalaluddin, Psikologi Agama, 201.
32
tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka. 20 Selain itu pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. 21 Perkembangan agama terjalin dengan unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diidentifikasi secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat sederhana tersebut agama terjalin dan terlibat di dalamnya. Melalui jalinan-jalinan unsur dan kejiwaan ini pulalah agama itu berkembang. b. Pendidikan Kelembagaan Sekolah sebagai kelembagaan pendidikan adalah lingkungan pendidikan yang kedua atau kelanjutan dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, maka orang tua menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah. Sejalan dengan kepentingan dan masa depan anak-anak, para orang tua seringkali
sangat
selektif
dalam
menentukan
tempat
untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Para orang tua yang berasal dari keluarga yang taat beragama mungkin saja akan memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah
agama.
Sebaliknya
orang
tua
lain
lebih
mengarahkan anak-anak mereka untuk masuk ke sekolah-sekolah umum. Ada kemungkinan juga bagi para orang tua yang sulit 20 21
Ibid., 204. Ibid,
33
mengendalikan tingkah laku anaknya akan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah agama dan harapan secara kelembagaan sekolah tersebut dapat memberi pangaruh dalam membentuk kepribadian anakanak mereka. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain adalah sebagai pelanjut pendidikan agama dilingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan agama yang diberikan. 22 Proses perubahan sikap dari sikap tidak menerima ke sikap menerima berlangsung melalui tiga tahap perubahan sikap. Proses pertama adalah adanya perhatian, kedua adanya pemahaman, dan ketiga adanya penerimaan. Dengan demikian pengaruh kelembagaan pendidikan dalam pembentukan jiwa keagamaan pada anak sangat tergantung dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan ketiga proses
tersebut.
Pendidikan
agama
di
lembaga
pendidikan
bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan jiwa keagamaan pada anak-anak, walaupun besar kecilnya pengaruh sangat tergantung dari berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami
nilai- nilai agama. Karena pendidikan agama pada
hakekatnya merupakan pendidikan nilai. Maka pendidikan agama lebih
22
Ibid, 207
34
dititikberatkan pada bagaima na membentuk kebiasaan atau perilaku agama yang selaras dengan tuntutan agama. 23 c. Pendidikan di Masyarakat Para pendidik pada umumnya sependapat bahwa lingkungan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah keluarga, kelembagaan pendidikan dan lingkungan masyarakat. Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Keserasian antara ketiga lingkungan pendidikan ini akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan anak termasuk dalam membentuk jiwa keagamaan mereka, sehingga pertumbuhan seseorang akan menjadi sosok yang memiliki kepribadian yang terintegrasi dalam berbagai aspek, mencakup fisik, psikis, moral dan spiritual. Lingkungan
masyarakat
memiliki
dampak
yang
besar
pembentukan pertumbuhan anak. Jika pertumbuhan fisik akan berhenti saat anak mencapai usia dewasa, namun pertumbuhan-pertumbuhan psikis akan berlangsung seumur hidup. Dalam proses pendidikan asuhan di kelembagaan pendidikan (sekolah) hanya berlangsung selama waktu tertentun saja, tetapi asuhan di masyarakat akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitannya inilah besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang terintegrasi dalam pertumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat
23
Ibid, 206
35
dikuasai dengan hanya mengenal saja. Norma-norma kesopanan menghendaki adanya perwujudan dalam perilaku kesopanan kepada orang lain. Dilihat dari segi hubungan antara lingkungan dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai agama, lingkungan masyarakat santri akan memberi pengaruh lebih tinggi terhadap pembentukan jiwa keagamaan dibandingkan dengan masyarakat lain yang memiliki ikatan longgar terhadap norma-norma keagamaan. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan sangat tergantung dari seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan itu sendiri. 24 4. Perkembangan Keagamaan Keberagaman
seseorang
mengalami
perkembangan
dengan
kebutuhan manusia dan selaras dengan tingkat usia. Lingkungan juga turut membantuk perkembangan keberagamaan seseorang. Perkembangan keberagamaan seseorang sebagai berikut:25 a. Masa kanak-kanak Pada mulanya anak-anak beragama karena meniru orang tuanya, anak hanya menirukan apa yang diakui dan dilakukan orang tuanya. Misalnya pergi ke Masjid, gereja dan sebagainya. Disini pengalaman dan penghayatan secara mendalam tentang ajaran agama masih belum ada. Kesadaran untuk melaksanakan ibadah sebagai 24 25
Ibid, 209. Jalaluddin, Psikologi Agama, 63-101.
36
wujud pengabdian kepada Tuhan tampaknya masih jauh dari jangkauan mereka. Anak-anak menerima ajaran agama apa adanya tanpa memikirkan lebih jauh tentang kebenarannya, tetapi hal ini bukan berarti anak-anak tidak pernah mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang masalah agama. Diantara pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan oleh anak-anak adalah, apakah Tuhan itu seperti manusia? Bagaimana Tuhan membuat dirinya sendiri? Bagaimana Tuhan membuat dunia? Berapa umurnya? Dan lain sebagainya. Anak-anak memahami konsep abstrak dalam sebagai suatu bentuk yang kongkret dalam dunia nyata, misalnya menggambarkan surga dan neraka seperti bentuk yang ada bagaimana yang ada dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain
itu
anak-anak
senang
sekali
mendengarkan cerita-cerita keagamaan yang mengandung unsur-unsur supranatural, misalnya cerita tentang bidadari dan taman surga yang penuh kenikmatan, cerita tentang kehidupan Nabi Musa yang tongkatnya bisa menjadi ular dan dapat membelah lautan. b. Masa Remaja Kehidupan
beragama
pada
masa
remaja
juga
banyak
dipengaruhi oleh perkembangan kognitif berfikir abstrak dan kritis yang menyebabkan remaja banyak mempertanyakan ajaran-ajaran agama dan ilmu pengetahuan, tidak hanya menimbulkan konflik pada diri remaja, misalnya teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia
37
berasal dari kera, sedangkan di sisi lain agama mengajarkan bahwa Adam adalah manusia yang pertama dan merupakan nenek moyang manusia bukan berasal dari kera. Selain itu pergaulan sosial yang senantiasa luas menyebabkan remaja mendapatkan informasi dari agama-agama lain cukup banyak. Adanya perbedaan, bahkan pertentangan antara agama yang satu dengan yang lain, dapat juga menimbulkan keraguan dan konflik keagamaan sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi perpindahan agama. Walaupun demikian, tidak jarang pula ditemukan pula adanya peningkatan intensitas penghayatan kehidupan beragama pada masa remaja seperti yang terjadi dewasa ini. Misalnya beberapa dianta ra remaja aktif dalam kegiatan remaja masjid, kegiatan beragama di sekolah-sekolah dan lain sebagainya. c. Masa Dewasa Di usia dewasa, seseorang biasanya sudah memiliki sifat kepribadian yang stabil. Stabilitas sifat-sifat kepribadian ini antara lain terlihat pada cara bertindak dan bertingkahlaku yang agak bersifat tetap (tidak mudah berubah). Orang dewasa sudah memiliki tanggung jawab sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber pada agama maupun bersumber dari norma-norma lain dalam kaitannya. Pemilihan tersebut didasarkan atas pertumbuhan pemikiran yang matang. Oleh karena itu, sikap keberagamaan di usia dewasa sulit untuk dirubah, jika terjadi
38
perubahan,
yang
proses
itu
terjadi
setelah
didasarkan
atas
pertimbangan yang matang. Jika nilai-nilai agama yang dipilih seseorang untuk dijadikan pandangan hidup, sikap keberagamaan akan terlihat pula pada pola kehidupan mereka, selain itu keberagamaan di usia dewasa pada umumnya juga dilandasi oleh dalamnya pengertian dan luasnya penalaran tingkat ajaran agama yang dianut sehingga mereka untuk mantap dalam menjalankan agama yang mereka anut. d. Masa Usia Lanjut Kehidupan beragama pada usia lanjut meningkat, banyak diantara mereka mempergunakan waktu luang untuk berusaha lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta, mereka cenderung menerima pendapat-pendapat keagamaan dan mulai muncul pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat dengan sungguh-sungguh. Selain itu penyebabnya perilaku keagamaan pada usia lanjut adalah adanya perasaan takut terhadap kematian. 5. Pentingnya Keagamaan Dorongan beragama (mengakui adanya dzat yang kodrati atau supranatural) sudah ada sejak zaman dahulu. Manusia dimanapun berada dan bagaimanapun mereka hidup, baik secara kelompok atau sendirisendiri terdorong untuk berbuat dengan memperagakan diri dalam bentuk pengabdian kepada Dzat Yang Maha Tinggi. Suku bangsa primitif dengan
39
sistem primitifnya dan bangsa yang telah maju dengan cara penyembahan yang telah diatur atau mereka atur sendiri. Dorongan beragama merupa kan salah satu dorongan yang bekerja dalam diri manusia sebagaimana dorongan-dorongan lainnya, seperti makan, minum dan sebagainya. Sejalan dengan hal ini, dorongan beragamapun menuntut untuk dipenuhi sehingga mendapat kepuasan dan ketenangan. Terhadap empat motivasi yang menjadi penyebab kelakuan keagamaan pada individu, yaitu:26 a. Sarana untuk mengatasi Frustasi Orang yang mengalami frustasi tak jarang berperilaku religius karena dengan jalan itulah ia berusaha mengatasi frustasinya. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan pada dasarnya akan mengarahkan kebutuhannya itu pada obyek-obyek duniawi, lalu apabila orang tersebut gagal memperoleh kepuasan dari kebutuhannya ia akan mengarahkan keinginannya kepada Tuhan, lalu mengharapkan penentuan keinginan dari Tuhan. b. Menjaga Kesusilaan dan Tata Tertib Masyarakat Manusia termotivasi untuk hidup religius karena menganggap bahwa keyakinan religius yang diwujudkan dalam kehidupan beragama akan berperan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Akan tetapi, agama tidak boleh disandarkan dengan etika karena etika adalah
26
Nico Syukur Dister, Pengalaman…, 74.
40
norma-norma yang muncul dan berlaku di kalangan masyarakat, sedangkan agama menyangkut nilai- nilai norma yang berasal dari Yang Maha Kuasa. c. Mewariskan Daya Pikir yang ingin Tahu Maksudnya bahwa kebanyakan orang yang tidak dapat menerima bahwa akhir hidupnya tidak mempunyai atau tidak berarti masih banyak pertanyaan dalam diri manusia yang berorientasi pada kehidupan yang tidak dapat terjawab. Keyakinan religius dapat memberikan jawaban yang jelas mengenai hal ini lebih tegas daripada filsafat dan ilmu pengetahuan. d. Mengatasi Ketakutan Ketakutan dalam hal ini lebih mengarah pada ketakutan yang tidak memiliki obyek atau alasan. Sejauh ketakutan itu menyertai frustasi, seperti takut mati, takut kesepian. Secara tidak langsung ketakutan itu mempengaruhi timbulnya ketakutan religius.27 Orang yang berperilaku religius adalah untuk menghindari hukuman yang terdapat dalam ajaran agamanya (misalnya siksa neraka), bila ia tidak berbuat yang baik serta memperoleh pahala apabila berbuat kebaikan (misalnya mengharapkan surga). Seseorang berkelakuan religius disebabkan kecintaannya kepada Tuhan, dengan kata lain dalam beribadah untuk mengamalkan ajaran agamanya bukan karena menghindari ancaman atau ingin
27
Ibid., 111.
41
mendapat imbalan, tetapi sebagai bentuk pengabdian dan kecintaannya kepada Tuhan. Dari penjabaran di atas, maka diketahui bahwa indikator dari variabel keagamaan adalah: keyakinan, peribadatan atau praktek agama, penghayatan atau pengamalan, pengetahuan agama dan pengalaman atau konsekuensi.
B. Tinjauan Teori Tentang Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Sebelum mengetahui lebih jauh tentang kecerdasan emosional, kita ketahui terlebih dahulu definisi kecerdasan dan emosi. Menurut W. Stein, kecerdasan ialah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dalam situasi yang baru. 28 Menurut Abu Ahmadi, kecerdasan ialah kesanggupan bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru. 29 Sedangkan emosi berasal dari kata movere, kata kerja dari bahasa latin yang berarti ”menggerakkan, bergerak” ditambah awalan ”e-” untuk memberi arti ”bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. 30
28
A gus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 66. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 182. 30 Daniel Goleman, Emotional Entelligence, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 29
2004), 7
42
Dalam Oxford English Dictionary, secara harfiah makna emosi didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. 31 Sedangkan menurut Ekman emosi diartikan sebagai adanya rasa marah, takut, sedih, bahagia, cinta, malu dan sebagainya.32 Adapun menurut Yulia Singgih dan Gunarsa, emosi dipandang sebagai bentuk komunikasi yang memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan keterangan mengenai dirinya, perasaan, kebutuhan dan keinginannya.33 Setelah mengetahui definisi kecerdasan dan emosi, berikut akan diuraikan tantang kecerdasan emosional. Istilah ”kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikologi Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire. 34 Mereka mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya dan mengendalikan secara mendalam sehingga membantuk perkembangan emosi dan intelektual. 35 Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
31
untuk
memotivasi
diri
sendiri
dan
bertahan
dalam
Ibid., 411. Ibid., 413. 33 Yulia Singgih dan Gunarsa, Asas-Asas Psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta: PT. BPK, Pustaka Utama, 2002), 58. 34 Lawrence. E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligence, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), 5. 35 Steven. J, Stein, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses (Bandung: Kaifa, 2002), 15 32
43
menghadapi frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihlebihkan kesengangan; mengatur suasana hati dan menjaga beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir; berempati dan berdo’a. 36 Dengan kata lain kecerdasan emosional adalah kecakapan mengatasi suasan hati terhadap diri sendiri dan lingkugan serta mampu mengungkapkannya dengan tepat. Hal ini terkait dengan kemampuan membaca lingkungan dan mengaturnya kembali, kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh tekanan dan kemampuan untuk menjadi orang yang menyenangkan. 2. Berbagai Reaksi Emosional di bawah ini akan ditunjukkan reaksi emosional yang merupakan gejala jiwa yang kompleks, yang mempunyai bentuk dan variasi bermacam-macam. Diantaranya adalah: a. Takut, ialah perasaan yang sangat mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. b. Khawatir atau was -was, ialah rasa takut yang tidak mempunyai obyek yang jelas atau tidak ada obyeknya sama sekali. c. Cemburu, ialah bentuk khusus dari kekhawatiran yang didasari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang. d. Gembira, ialah ekspresi dari kelegaan, yaitu perasaan terbebas dari kelegaan. 37
36
Daniel Goleman, Emotional Entelligence, 45
44
Gejala-gejala emosi tersebut muncul tergantung pada: a. Keadaan jasmani, misalnya ketika badan kita dalam keadaan sakit, perasaan atau emosi kita lebih mudah tersinggung daripada kalau sehat. b. Pembawaan, ada orang yang mempunyai pembawaan berperasaan halus dan sebaliknya ada juga tebal perasaannya. c. Perasaan seseorang berkembang sejak ia mengalami sesuatu. Karena itu mudah dimengerti bahwa keadaan yang pernah mempengaruhinya dapat memberi corak dalam perkembangan perasaannya. 38 3. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukan merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ, namun keduanya berinteraksi sosial secara dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk menca pai kesuksesan di sekolah, tempat kerja dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Kecerdasan emosional yang akan dijelaskan di bawah ini berangkat dari pemikiran Gardner tentang kecerdasan pribadi yang diringkas menjadi:
37
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Wahab, Psikologi Suatu Pengantar: Dalam Perspektif Islam , (Jakarta: Prenada Media, 2004), 175-177. 38 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 102
45
Kecerdasan antara pribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja dan bagaimana berkerja bahu membahu dengan mereka. Kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan model tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan yang efektif. 39 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2001:320) menyatakan bahwa kecerdasan emosi semula diperkenalkan oleh Peter Salovey dari Universitas Harvard dan John Mayer dari Universitas New Hampshire. Kecerdasan emosioanal yang dicetuskan Salovey dan Mayer dibagi menjadi lima wilayah kemampuan utama dan dikembangkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, yaitu: a. Mengenali Emosi Diri Yaitu kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi, kemampuan untuk memilah-milah perasaan, memahami hal- hal yang sedang dirasakan dan mengapa hal itu dirasakan serta mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut. 40 Keuntungan individu yang memiliki kemampuan mengenal emosi adalah individu tersebut memiliki kepekaan lebih tinggi akan perasaannya yang sesungguhnya, terutama dalam hal pengambilan 39 40
Daniel Goleman, Emotional Entelligence,52. A gus Nggermanto, Quantum Quotient, (Bandung: Nuansa, 2005), 166
46
keputusan-keputusan masalah pribadi mulai masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke pekerjaan apa yang akan diambil.41 Para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri ini sebagai Meta Mood, yaitu keadaan seseorang akan emosinya sendiri. Kecerdasan emosi akan berarti bila seseorang dapat mengenali kapan suatu emosi itu terjadi, mengidentifikasi perasaan dan peka terhadap hadirnya emosi dalam diri. 42 Sasaran kecerdasan emosi bukanlah berarti mengungkapkan atau menganalisis emosi saja. Tetapi berusaha dengan sebaik-baiknya dalam memilih sikap yang tepat dan mengungkapkan perasaan yang muncul, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi dan menamai emosi atau perasaan tersebut. Misalnya dalam keadaan marah diharapkan seseorang dapat mengekspresikan kekesalan itu secara proporsional seperti yang pernah diungkapkan oleh Aristoteles ”setiap orang bisa marah, dan itu mudah. Akan tetapi, untuk marah pada orang yang benar, dalam waktu yang benar, dengan tujuan yang benar, dan dengan cara yang benar, adalah tidak mudah dan tidak semua orang dapat melakukannya.”43 Kemudian bagaimana cara mengenali diri? Mengenali diri berkaitan dengan berfikir dan menjadi. Biasanya jika memahami diri kita sendiri dan mengatur emosi kita, maka tingkah laku kita secara
41
Daniel Goleman, Emotional Entelligence,58. Ibid. 43 Martin, Wijongko, Keajaiban dan Kekuatan Emosi, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), 46. 42
47
nalurilah akan mengikuti. Dengan kata lain, tingkah laku akan mengikuti persepsi atau pemikiran. 44 Dalam proses kehidupan, mengenali diri atau kesadaran diri emosional dapat dilihat dari berfikir positif terhadap diri dan orang lain, diantaranya adalah: 1) Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri. 2) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul. 3) Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan. 45 b. Mengelola Emosi Setelah dapat mengenali dan memahami emosi atau perasaan yang dialami, selanjutnya harus dapat mengelolanya. Kemampuan ini bukanlah hal yang mudah, karena berkaitan dengan kemampuan menghibur diri sendiri, melepaskan kekecewaan, kemurungan atau ketersinggungan.
Orang
yang
mempunyai
kemampuan
dalam
mengelola emosi akan dapat bangkit dari dalam hidupnya.46 Diane Tice berpendapat bahwa untuk meredakan amarah yaitu dengan menggoyahkan keyakinan-keyakinan yang menjadi ”bahan bakar” amarah itu terlebih dahulu. Salah satunya yaitu dengan cara berfikir positif dalam berbagai emosi,47 yang mungkin pada awalnya menyakitkan. Jadi seseorang tidak perlu menghindar atau memendam emosi, karena dengan mengerti emosi dan menggunakannya secara
44
Harry Alder, Boost Your Intelligence, (Jakarta: Erlangga, 2001), 82 Daniel Goleman, Emotional Entelligence,...403-404. 46 Ibid,…58 47 Ibid,…82 45
48
positif untuk mengambil tindakan efektif, merupakan strategi yang tepat dalam mengendalikan diri. 48 Namun penge ndalian diri disini bukan berarti penekanan, dengan menggunakan makna kontrol, konsep pengendalian diri berarti mengarahkan energi dan emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Seseorang yang mempunyai ketrampilan dalam me ngelola emosi akan menumbuhkan sikap asertif dan mandiri, yang akan dijelaskan di bawah ini: 1) Sikap asertif, ditandai dengan satu pertanyaan yang jelas tentang keyakinan seseorang dengan tetap mempertimbangkan pendapat dan perasaan orang lain. Sikap asertif membuka banyak kemungkinan baru dan mendapat banyak teman serta dalam keadaan tidak menyenangkanpun orang lain akan merasa dihargai. 49 2) Kemandirian, yaitu bertanggung jawab atas kehidupan pribadi dan menjadi diri sendiri dan menentukan arah sendiri.50 Di bawah ini akan diuraikan beberapa sifat orang yang mandiri (tidak tergantung), antara lain: a) Mengarahkan dan mengendalikan diri b) Memiliki inisiatif c) Tidak bergantung secara emosional
48
Martin, Wijongko, Keajaiban ..., 19 Steve J. Stein dan Howard E, Book, Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, (Bandung: Kaifa, 2002), 89 -106 50 Ibid,…106 49
49
d) Bersikap dewasa e) Tahu bagaimana mengurus diri sendiri f) Percaya diri dalam membuat rencana. 51 Sedangkan indikator dari pengelolaan emosi diri itu sendiri, antara lain: 1) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah. 2) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang kelas. 3) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi. 4) Berkurangnya berperilaku agresif atau merusak diri sendiri. 5) Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga. 6) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa. 7) Bekurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan. 52 c. Memotivasi Diri Motivasi
didefinisikan
kompleks, dorongan-dorongan,
sebagai
kekuatan-kekuatan
yang
kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-
pernyataan ketegangan (tension states), atau mekanisme -mekanisme
51 52
Harry Alder, Boost….86 Daniel Goleman, Emotional Entelligence,... 404
50
lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan personal. 53 Memotivasi mempunyai hubungan yang erat dengan emosi, yaitu: 1) Emosi dapat memperkuat atau memperlemah seseorang. 2) Emosi dapat mengarahkan tingkah laku. 3) Emosi dapat menyertai tingkah laku bermotivasi. Menurut
Daniel
Goleman,
dalam
bukunya
Emotional
Intelligence, bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah harapan dan optimis. Karena dengan harapan dan optimis, seseorang akan mempunyai keyakinan bahwa sesuatu itu akan beres. C. R. Synder merumuskannya dengan lebih spesifik tentang kalimat ”yakin” bahwa anda mempunyai kemampuan maupun cara untuk mencapai sasaran anda, apapun sasaran anda itu. 54 Dengan mempunyai harapan, seseorang akan memotivasi dirinya untuk mencapai tujuannya, tidak terjebak dalam kecemasan, depresi dan mampu menyelesaikan tugas berat. Sedangkan optimisme membawa keuntungan-keuntungan dalam kehidupan (tentu saja asalkan optimisme itu realitas, optimisme yang terlampaui naif dapat mendatangkan malapetaka).
53 54
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), 72 Daniel Goleman, Emotional ........ 122
51
Motivasi yang bagus dapat akan membuat seseorang lebih mampu
untuk
mengaktualisasikan
diri
secara
penuh,
yaitu
mengembangkan dan menggunakan kemampuannya.55 Indikator-indikator memotivasi diri adalah sebagai berikut: 1) Lebih bertanggung jawab 2) Lebih memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian. 3) Kurang impulsif, lebih menguasai diri 4) Nilai pada tes-tes prestasi meningkat. 56 d. Empati (Mengenal Emosi Orang Lain) Empati atau mengenali emosi orang lain yaitu mengetahui bagaimana perasaan orang lain dan menyesuaikan diri terhadap apa yang diinginkan orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka seseorang pada emosi diri sendiri, maka akan semakin terampil dalam membaca perasaan. 57 Empati ialah suatu kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata dia dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati, orang menggunakannya dengan efektif di dalam situasi orang lain, didorong oleh emosinya seolah-olah dia ikut
55
Ibid,…121-122 Ibid,…404 57 Ibid,…135 56
52
mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang dilakukan orang lain. 58 Orang yang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial
yang
tersembunyi,
yang
mengisyaratkan
apa -apa
yang
dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain. Menurut steve untuk bersikap empatik, ada beberapa cara untuk melakukannya. 1) Mulailah dengan kata-kata ”anda” seperti pada ”anda merasa atau mengira (sesuatu)”. 2) Menahan emosi ketika orang lain tiba-tiba datang dengan amarah. Jika kita langsung bertindak rektif, maka semakin panas situasi, lebih baik kita tunda perasaan atau emosi kita dan menunggu sampai tahu dengan pasti apa yang terjadi. 3) Mengajukan pertanyaan yang mendalam, dalam artian membuka tabir emosi yang paling dalam dari seseorang. 4) Merumuskan perhatian pada sudut pandang orang lain. 59 e. Membina hubungan dengan orang lain Hal ini menyangkut membina dan memelihara hubungan dengan saling memuaskan yang ditandai dengan keakraban dan saling memberi serta menerima kasih sayang. Membina hubungan, termasuk di dalamnya adalah kemampuan bersosialisasi.
58 59
Kemampuan
ini
merupakan
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, 110 Steve J. Stein dan Howard E, Book, Ledakan EQ:…,142
keterampilan
yang
53
menunjang
popularitas,
kepemimpinan
dan
keberhasilan
antar
pribadi. 60 Hatch dan Gardner mengelompokkan kemampuan sosial menjadi empat macam, yaitu: 1) Mengorganisir kelompok, kemampuan ini meliputi memprakarsai dan mengkoordinasi upaya menggerakkan orang. 2) Memusyawarahkan pemecahan masalah. 3) Hubungan pribadi yang akan memudahkan seseorang untuk masuk kelingkup pergaulan. 4) Analisis sosial, yaitu kemampuan mendeteksi dan memahami tentang perasaan motif dan kepribadian orang lain. 61 Indikator-indikator membina hubungan dengan orang lain yang baik, adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan
kemampuan
menganalisis
dan
memahami
hubungan. 2) Lebih baik dalam menyelesaikan pertikaian dan merundingkan persengketaan. 3) Lebih baik dalam menyelesaikan persolaan yang timbul dalam hubungan. 4) Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi. 5) Lebih popular dan mudah bergaul, bersahabat dan terlihat dengan teman sebaya. 60 61
Ibid,…59 Ibid,…166
54
6) Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa. 7) Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dengan kelompok 8) Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong. 9) Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain. 62 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi seseorang, yaitu faktor kematangan dan faktor belajar.63 a. Faktor Kematangan Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama dan memutuskan ketengangan emosi pada satu obyek. Kemampuan mengingat dan menduga mempengaruhi reaksi emosional, sehingga anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang semula tidak dimengerti dirinya. Perkembangan kalenjar endoktrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Kelenjar edrenalin memainkan peran utama pada emosi dan pera n itu berkembang pesat sampai usia 5 tahun dan melambat pada usia 5-11 tahun. Setelah itu kelenjar ini akan membesar lagi pada usia 16 tahun. Faktor-faktor ini dapat dikendalikan dengan
62 63
Ibid,…404-405 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Anak, 213
55
memelihara kesehatan fisik dan keseimbangan tubuh, yaitu melalui pengendalian kelenjar yang sekresinya digerakkan oleh emosi. b. Faktor Belajar Faktor ini merupakan faktor yang lebih mudah dikendalikan. Dengan pengendalikan pola belajar pada lingkungan, seseorang akan dengan mudah membina pola emosi yang positif dan menghilangkan pola emosi yang negatif sebelum berkembang menjadi kebuasaan yang tertanam kuat. Ada lima (5) jenis kegiatan belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi, yaitu: 1) Belajar coba dan ralat, hal ini melibatkan aspek reaksi. Anak akan belajar coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tingkah laku ketika perumusan didapatkannya dan menolak perilaku
ketika
sedikit
atau
tidak
ada
pemuasaan
yang
didapatkannya. 2) Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, biasanya anakanak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. 3) Belajar dengan mengidentifikasi, yaitu menirukan reaksi emosional orang lain. Metode ini dilakukan mereka kekaguman kepada orang lain dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya serta motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi.
56
4) Belajar Melalui Pengkondisian, Berarti Belajar Dengan Cara Asosiasi. Dalam metode ini obyek dan situasi pada mulanya gagal memancing reaksi emosional lalu kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan. 5) Pelatihan, belajar di bawah bimbingan pengawasan. Kepada anak diajarkan cara be reaksi bagaimana menerima atau menolak jika sesuatu emosi terangsang. 64 5. Manfaat Kecerdasan Emosional Manfaat kecerdasan emosional dapat kita rasakan secara fisik maupun psikis. a. Secara Fisik Emosi yang baik adalah kekuatan terbesar bagi kesehatan kita. Hal ini berarti dengan mencerdaskan emosi kita akan dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan fisik kita. Menurut John A. Schindler sakit yang disebabkan oleh emosi negatif lebih banyak adalah penyakit fisik. Penyakit itu mengakibatkan ribuan gejala yang bervariasi, seperti sakit leher, buang angin atau radang dinding lambung. 65
64
Ibid., 214 John A. Schindler, Bagaimana Menikmati Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 17 65
57
Berikut ini disajikan daftar partial tentang ratusan gejala yang dapat diciptakan oleh emosi negatif. Persentase setelah kemunculan setiap gejala memberikan indikasi bagaimana eratnya kaitan antara gejala fisik dengan penyakit yang disebabkan oleh emosi negatif. KELUHAN
PERSENTASE
Sakit di belakang leher
75
Bengkak di tenggorokan
90
Sakit pada bisul
50
Sakit pada kantong empedu 50 “Angin”
99,44
Kepusingan
80
Sakit kepala
80
Sembelit
70
Kelelahan
90 66
Sebagai contoh, kita lihat bagaimana perwujudan kemarahan memberikan dampak biologis yang akan menimbulkan berbagai macam penyakit fisik. Pada saat kita marah, sejumlah sel darah dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak setengah juta perkubik milimeter. Dan saat menjadi marah, otot-otot di bagian luar perut menekan begitu ketat sehingga alat pencernaan menjadi sangat tegang sehingga banyak orang menderita sakit perut hebat.
66
Ibid., 8
58
Detak jantung meningkat luar biasa mencapai 180 – 220 atau lebih tinggi. Seperti orang yang terkena stroke ketika sedang marah, terjadi tekanan darah tinggi sehingga “meledakkan aliran darah di dalam otaknya”. Demikian juga di dalam kemarahan, urat nadi koroner di dalam jantung menekan cukup keras sehingga mengakibatkan kejang sehingga mengakibatkan kejang atau bahkan kemacetan koroner. Emosi negatif juga mempengaruhi sistem syaraf otomis. Dampak syaraf yang umum adalah otot yang kejang, otot yang mengetat dan sangat sakit, baik dari bagian luar kaki, pembuluh darah atau bagian perut. Dengan demikian otot yang mengetat secara emosional akan mengakibatkan rasa sakit pada bagian belakang leher, perut, usus besar, kulit kepala, pembuluh darah, sedangkan gejala “angin” terjadi karena kekejangan otot pada usus kecil. Penyakit-penyakit fisik diatas diakibatkan karena lemahnya pengendalian emosi negatif, sedangkan mengendalikan atau mengganti emosi negatif menjadi emosi positif akan memberikan manfaat dalam berbagai hal, diantaranya: 1) Menghasilkan hormone optima l. Orang-orang yang cenderung mendorong kelenjar otak dalam cara yang tepat dan optimal untuk memproduksi
suatu
keseimbangan
hormone
sehingga
59
menghasilkan ketenangan hati, tidak memperdulikan hal-hal yang merugikan, dorongan semangat hidup dan keceriaan. 2) Menghasilkan kerja yang menakjubkan. Contohnya seorang lakilaki yang menderita infeksi ginjal dan cenderung marah serta sangat agresif, kemudian oleh seorang dukun Vood, emosi orang yang menderita infeksi ginjal tersebut diubah menjadi emosi yang cerah, memberikan dia semangat hidup, harapan dan kebenaran. 3) Menghindarkan dari pengaruh stress yang diakibatkan oleh emosi negative.67 b. Secara Psikis Manfaat
psikis
dari
kecerdasan
emosi
yaitu
dapat
menghindarkan kita dari psikoneurosis atau neu rosisi yang terjadi akibat ketegangan pribadi yang terus menerus dari konflik-konflik dari diri seseorang. Jadi orang yang tidak dapat mengatasi konflikkonfliknya sehingga ketegasan tidak segera mereda akan mengalami neurosis. Psikoneurosis
disebabkan
dari
faktor
luar,
misalnya
pengalaman traumatis dan faktor dari dalam diri yaitu tidak dapat mengatasi konflik-konflik dari dalam diri. Berikut ini adalah macam psikoneurosis sesuai dengan gejalanya:
67
Ibid., 58
60
1) Neurosis kekhawatiran, gejala psikoneurosis jenis ini adalah kekhawatiran atau was-was yang terus menerus tidak beralasan. Penderita menjadi gelisah, tidak tenang dan sulit tidur. Kemudian termasuk juga takut, khawatir marah, semuanya itu membuat seseorang menjadi tegang, cemas, sehingga tidak da pat melihat kenyataan yang jelas. 2) Histeris, penderita psikoneurosis jenis ini secara tidak sadar meniadakan fungsi salah satu anggota tubuhnya sendiri, sehingga sekalipun secara organis tidak ditemui adanya kelainan, anggota tubuh itu tidak dapat menjalankan fungsinya, namun orang tersebut menjadi lumpuh, buta atau tuli, tergantung pada anggota tubuh mana yang dibuatnya tidak berfungsi. 3) Neurosis obsesif-kompulsif , jenis ini ditandai oleh pikiran-pikiran dan
dorongan
tertentu
yang
terus-menerus.
Orang
yang
bersangkutan tahu bahwa pikiran dan dorongan itu tidak benar dan tidak masuk akal, tetapi ia tidak dapat melepaskannya. Misalnya, pikiran bahwa tangan itu adalah anggota badan yang penuh dengan kuman, karena kotor harus dicuci. Maka orang bersangkutan sangat sering mencuci tangannya.68 Demikianlah salah satu penyakit psikis (neurosis). Dengan kecerdasan
emosi
kita
dapat
mengendalikan
emosi
dan
menggantikannya dengan emosi positif yang akan membuat hidup kita
68
Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), 129-130
61
lebih optimis, percaya diri sehingga semua permasalahan dapat diatasi dengan cara yang tepat dan berfikir positif dalam menjalani hidup.
6. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Cara meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan emosional banyak diusulkan oleh praktisi, salah satunya adalah usulan Claude Steiner. Berikut ini dijelaskan tentang langkah-langkah meningkatkan kecerdasan emosional gaya Claude Steiner yang dimodifikasi ole h Agus Nggermanto seorang praktisi Quantum,69 langkah-langkah tersebut adalah: a. Membuka Hati Membuka hati ini adalah langkah awal dan utama, karena hati adalah simbol pusat emosi. Hatilah yang akan merasa damai ketika bahagia dalam kasih sayang dan cinta. Sebaliknya, hati akan merasa tidak nyaman ketika sedih, marah dan patah hati. Dengan demikian, kita mulai dengan membebaskan pusat kecerdasan kita dari impuls dan pengaruh yang membatasi perasaan kita untuk menunjukkan cinta satu sama lain. b. Menjelajahi Daratan Emosi Setelah membuka hati, seseorang akan dapat melihat kenyataan dan peran emosi dalam kehidupan. Dan dapat berlatih cara mengetahui apa yang dirasakan, seberapa kuat dan alasannya, sehingga mengetahui hambatan dan aliran emosi. Tahapan menjelajahi emosi adalah
69
A gus Nggermanto, Quantum Quetient, (Bandung: Nuansa, 2005), 100-102
62
pernyataan tindakan atau perasaan, menerima tindakan atau perasaan menggapai perakan intuisi dan validasi percikan intuisi. c. Mengambil Tanggung Jawab Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, kita harus mengambil tanggung jawab ketika suatu masalah terjadi antara kita dengan orang lain. adalah sulit untuk melakukan perbaikan tanpa tindakan lebih jauh. Setiap orang harus mengerti permasalahan, mengakui kesalahan dan keteledoran yang terjadi, membuat perbaikan dan bagi anak khususnya para remaja sangat penting untuk meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan emosi, karena masa remaja adalah masa transisi menuju masa dewasa, banyak perubahan yang terjadi ketika menginjak masa remaja, baik fisik maupun psikis. Untuk itu langkah-langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan kecerdasan emosi bagi anak dan remaja menurut Maurice J. Elias, adalah:70 a. Sadari perasaan diri dan orang lain, ketika remaja tidak mampu membedakan rasa bosan, marah, maka mereka akan cenderung merasa sedih, murung dan menarik diri dari pergaulan. Maka dari itu kesadaran memahami perasaan orang lain sangat penting untuk berinteraksi, sehingga tidak akan mengalami kerugian dalam pergaulan di masyarakat dan sekolah.
70
55
Maurice J. Elias, Cara -cara efektif Mengasah EQ Remaja, (Bandung: Kaifa, 2002), 43-
63
b. Tunjukkan empati dan cobalah memahami pandangan orang lain. beberapa keterampilan untuk dapat berempati diantaranya adalah emosi non verbal orang lain, kemampuan kognitif dan keragaman pengalaman hidup. hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, sehingga akan belajar mengalami aneka perspektif. c. Menjaga ketenangan hati dan mengikuti aturan emas 24 karat. Menjaga ketenangan hati berarti mengendalikan dorongan hati, hal tersebut akan membawa seseorang lebih baik secara psikologis dan tingkah laku. Telah dibuktikan oleh Water Mischel dengan penelitia n Marsmallow pada anak-anak. anak-anak yang mampu menunggu untuk tidak makan Marsrmallow dalam beberapa menit, pada saat dewasa mereka cenderung mendapat nilai 200 point lebih tinggi pada saat (tes akademik). Kemudian mengikuti aturan emas 24 karat adalah perlakuan orang lain bagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita, artinya hormati orang lain seperti kita ingin dihormati oleh orang lain dengan sebaik-baiknya. d. Bersikap positif dan berorientasi pada tujuan dan rencana. Salah satu hal
penting
tentang manusia adalah bahwa seseorang dapat
menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan mengetahui kekuatan ampuh optimisme dan harapan serta dalam keadaan berfikir positif, akan terjadi reaksi biokimia dalam
64
tubuh kita yang membentuk semangat tinggi dan keadaan penuh harap, sehingga cita-cita atau tujuan dapat tercapai dengan baik. e. Menggunakan kecakapan sosial BEST dalam menangani hubungan: B : Body Language (bahasa tubuh) maksudnya isyarat non verbal yang ditunjukkan dengan tubuh. Misalnya orang yang marah akan
mondar-mandir
atau
tetap
berdiri
tegap
seakan
mengancam. E : Eye Contact (kontak mata) maksudnya dalam berbicara dengan seseorang jangan sampai mata tertuju pada yang lain. seperti sambil menonton TV, atau membaca koran. S : Speech (mengucapkan kata-kata yang benar dan melewatkan kata-kata yang salah) seharusnya dalam mengkritik atau menyindir lebih baik berbicara tentang diri sendiri. Seperti “saya suka berpakaian rapi” jika menyindir orang yang tidak berpakaian rapi. T : Tone of Voice (nada suara) maksudnya dalam berbicara harus menggunakan nadanya tulus dan lembut, jangan menyakitkan atau kasar. Dari penjabaran diatas, maka diketahui bahwa indikator dari variabel kecerdasan emosi adalah: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati dan membina hubungan dengan orang lain.
65
C. Pengaruh Keagamaan Santri Terhadap Kecerdasan Emosional Adapun skematisnya adalah sebagai berikut: Keagamaan santri (diberi simbol X) Keyakinan
Kecerdasan emosional (diberi simbol Yang) Mengenali emosi
Praktek agama
Mengelola emosi
Pengalaman
Memotivasi diri
Pengetahuan
Empati
Pengamalan
Membina hubungan dengan orang lain
Untuk menjelaskan skema diatas penulis uraikan sebagai berikut: 1. Pengaruh Keyakinan Terhadap Kecerdasan Emosional a. Pengaruh Keyakinan Terhadap Mengenali Emosi Diri Sebagaimana yang telah dijelaskan, pengertian keyakinan adalah tingkat sejauh mana seseorang berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Sedangkan mengenali emosi diri yaitu kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. 71 Seseorang yang dalam keadaan gelisah dan takut karena berbagai persoalan hidup perbuatannya cenderung tidak menentu, oleh karena keyakinan terhadap agama dalam hal ini sangat membantu. Biasanya jika kita memahami diri kita sendiri dan mengatur emosi kita, maka tingkah laku kita secara
71
A gus Nggermanto, Quantum …, 166
66
naluriyah akan mengikuti. Dengan kata lain, tingkah laku akan mengikuti persepsi atau pemikiran. Firman Allah dalam surat al-Ashr ayat 1-3
? ??? ?E??? ???????E? ? ???????E? ?E ? ?? ???E ? ?C? ? ? ?E?? ??? ??Eƒ??? ?E ?E? ?ƒ?? ?E?? ??E ???? ? ???? ? ? ƒ??E ???? ? ?? Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang -orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran .72 b. Pengaruh Keyakinan Terhadap Mengelola Emosi Setelah dapat mengenali dan memahami emosi atau perasaan yang dialami, selanjutnya harus dapat mengelolanya. Kemampuan ini bukanlah hal yang mudah, karena berkaitan dengan kemampuan melepaskan kekecewaan, kemurungan dan ketersinggungan. Orang yang berkeyakinan bahwa tidak ada suatu masalah yang diberikan Allah kepada manusia melebihi batas kadar kemampuannya akan dapat bangkit dari hidupnya dari berbagai hal yang menimpanya. c. Pengaruh Keyakinan Terhadap Motivasi Diri Jika orang mempunyai keyakinan terhadap agama yang kuat serta mempunyai harapan akan sesuatu, maka itu akan memotivasi dirinya untuk mencapai tujuannya, tidak terjebak dalam kecemasan, keputusan, depresi dan mampu menyelesaikan tugas berat yang diberikan padanya.
72
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, 1099
67
Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 87:
????E?E????E? ? ? ?E???? ???????
?E?E ? ?? ? ? ???? ?E???? ? ? ?? ?????ƒ??? ?E???? ? ????E??? ƒ????? ?ƒ??????E?E????E?? ? ?E? ???
Hai anak -anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".73
d. Pengaruh Keyakinan Terhadap Empati Sikap yakin bahwa sekecil apapun perbuatan kita, baik ataupun buruk pastilah me ndapatkan balasannya. Oleh karena itu sekecil apapun kebaikan atau keburukan yang kita berikan pada orang lain, yakinlah bahwa Allah pasti akan membalasnya kelak di hari pembalasan. Firman Allah dalam surat al-Zalzalah ayat 7-8
?????? ?C?? ? ???ƒ??Eƒ?? ??? ?? ??????? ?C? ? ???ƒ??Eƒ?? ??? ? ? Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula .74
73 74
Ibid., 362 Ibid., 1087
68
e. Pengaruh Keyakinan Terhadap Membina Hubungan Dengan Orang Lain Yakin kepada Allah, berarti harus yakin terhadap syariatnya. Nabi Muhammad SAW yang seorang utusan diperintahkan oleh Allah untuk menyempurnakan akhlaq, apalagi kita sebagai manusia biasa. tentu kita harus memperbaiki akhlaq, tidak hanya kepada Allah tetapi juga kepada sesama manusia.
2. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Kecerdasan Emosional a. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Mengenali Emosi Diri Bentuk pelaksanaan ibadah di dalam agama ikut berpengaruh dalam memahamkan keluhuran budi yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa pengabdian pada Tuhan, jika hal ini diikuti penyerahan pada sang pencipta, maka akan menimbulkan sikap optimis pada diri individu sehingga muncul perasaan-perasaan positif, seperti bahagia, puas merasa dicintai dan merasa aman. Dengan kata lain penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan merupakan upaya individu untuk menemukan kepuasan batin. b. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Mengelola Emosi Diantara bentuk pelaksanaan ibadah adalah sholat (ritual) merupakan salah satu bentuk kebutuhan dasar spiritual manusia (basic spiritual needs) yang penting bagi ketahanan diri dalam menghadapi stress. Pada saat seseorang sedang sholat, pikiran dan perasaannya akan terlepas dalam urusan-urusan dunia yang membuat dirinya stress,
69
tentu untuk mencapai kondisi seperti itu dalam melakukan ritual tidak hanya berupa gerak-gerik saja, namun terdapat unsur pemahaman dan penghayatan dalam individu. Sebaga imana firman Allah dalam surat al-Ankabut ayat 45
???? ? ?ƒ??E ? ? ? ? ??????? ??? ?E????? ???E?E?? ?E ????Eƒ??? ?E? ???E? ?E?????? ? ?? ? ????? ???? ? ???????? ??ƒ???E????ƒ??E?? ?E? ?? ƒ??? Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.75 c. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Memotivasi Diri Setelah seseorang melakukan sholat (ritual), maka ia akan merasakan ketenangan. Sehingga ketika ia mendapat masalah, ia dapat memanage emosi dan memotivasi diri untuk mencari solusinya. Dan andai jatuh, ia akan tetap bangkit dari keterpurukan dan tetap optimis. d. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Empati Sholat merupakan salah satu bentuk dari spiritualitas. Dalam melaksanakan sholat, kita sesama muslim sering terdapat perbedaan. Tapi yang perlu diingat perbedaan merupakan rahmat. Oleh karena itu kita harus menghormati pandangan orang lain yang berbeda dengan kita. Firman Allah dalam surat al-Kafirun ayat 5
75
Ibid., 635
70
? ?? ???? ? ??? ?E??? ? ??????? Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.76
e. Pengaruh Praktek Agama Terhadap Membina Hubungan Dengan Orang Lain Dalam kehidupan sehari-hari manusia beragama adalah manusia yang mengembangkan hubungan dengan Tuhan dalam bentuk pola perasaan dan sistem pemikiran (keyakinan, religius, ajaran agama) yang menyangkut perilaku, perasaan, penilaian dan keyakinan. Dengan kata lain dalam kehidupan manusia sehari-hari seringkali berkaitan dengan aktivitas keagamaan sepe rti pergi ke tempat ibadah dan
mengikuti
berbagai
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
kerohanian.
3. Pengaruh Penghayatan Atau Pengamalan Terhadap Kecerdasan Emosional a. Pengaruh Pengamalan Terhadap Mengenali Emosi Diri Pengamalan di sini terwujud dalam bentuk perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan do’a-do’anya sering terkabul, perasaan bertawakkal dan perasaan khusu’ ketika melaksanakan shalat atau berdoa.
76
Ibid.,. 1112
71
Sebagai contoh, ketika seseorang sedang shalat, pikiran dan perasaannya akan terlepas dalam urusan-urusan dunia yang membuat dirinya stress, tentu untuk mencapai kondisi seperti itu dalam melakukan ritual tidak hanya berupa gerak-gerik saja, namun terdapat unsur pemahaman dan penghayatan dalam diri individu. Oleh karena itu setelah shalat tentu seseorang dapat menjadi tenang dan tenteram sehingga dapat menjadikan seseorang bisa berfikir positif dan telah ikhlas terhadap diri sendiri dan orang lain serta lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul. Firman Allah dalam surat ar-Ra’d ayat 28
? ????ƒ???? ?E? ƒ???E????Eƒ??E?E?????E????Eƒ??E?E? ? ????? ? ?E? ƒ??? ???????E? ?E ? ?? (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram. b. Pengaruh Pengamalan Terhadap Mengelola Emosi Jika pengamalan berupa perasaan tawakkal kepada Allah. Dengan bertawakkal kepada Allah berarti kita berfikir positif dan telah ikhlas terhadap kehendaknya, oleh karena itu jika sikap ini sering kita terapkan maka yang kita temukan adalah lebih bisa mengelola emosi kita. Seperti lebih bisa lebih positif terhadap diri sendiri, orang lain dan Allah. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 12
72
??? ? ? ????? ? ƒ??E? ? ??? ??? ?E? ? ??? ?E??? ?E? ?????E?? ????????E? ??E?????????? ??? ?E?E ? ?? ? ?? ? ƒ??ƒ??
??? ? ? ?? ?E????? ??? ? ? ??? ??????? ? ?E ? ? ? ????????? ?E??????????? ???? ?? ?E? ?
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.77
c. Pengaruh Pengamalan Terhadap Motivasi Diri Memotivasi diri berkaitan dengan harapan dan optimis. Oleh karena jika kita berdoa dengan khusyu’, yakinlah do’a kita pasti terkabul. Karena dengan harapan dan optimis, seseorang akan mempunyai keyakinan bahwa sesuatu itu akan beres. Firman Allah dalam surat an-Najm ayat 40
? ?? ? ? ? ???? ? ?? Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
d. Pengaruh Pengamalan Terhadap Empati Perasaan bersyukur merupakan salah satu bentuk pengamalan keagamaan, jika hal ini dikembangkan maka ketika melihat orang lain
77
Ibid., 847
73
mendapat nikmat kita tidak akan iri hati, karena rizki sudah ditentukan oleh Alla h. Firman Allah dalam surat Saba ayat 39
? ?E? ?ƒ???????? ????Eƒ??? ?E?E????E ? ?E?E??? ?? ? ?E? ????? ? ??? ?? ? ?Eƒ?? ? ?E?E???????? ? ?? ???E? ??? ??C? ? Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezk i bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba -hamba -Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik -baiknya.78 e. Pengaruh Pengamalan Terhadap Membina Hubungan Dengan Orang Lain Seseorang
ketika
mendapat
masalah
persoalan
hidup
seharusnya ia ikhtiar lalu menyerahkan semuanya kepada Allah. Ikhtiar ini dapat berupa sikap berbagai, bekerja sama dan merundingkan permasala han tersebut kepada orang lain.
4. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kecerdasan Emosional a. Pengaruh pengetahuan terhadap mengenali emosi diri Menurut Jalaludin Rahmat dimensi pengetahuan agama menunjukkan tingkat pemahaman orang terhadap doktrin-doktrin agamanya,
kedalamannya
tentang
ajaran-ajaran
dipeluknya. 79
78 79
Ibid., 690 Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1998), 38
agama
yang
74
Dengan pengetahuan agama, seseorang yang dalam keadaan gelisah dan takut terhadap berbagai persoalan hidup akan tetapi tabah dan sabar dalam menghadapi ujian Allah. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 186
??? ?E??? ?E? ????Eƒ ?????????? ?E ? ??? ?E? ?? ? ??? ? ? ?E???? ? ? ?E? ??? ?E? ????? ???? ? ?E? ?E? ? ?E? ??????? ?? ??E? ?ƒ??E? ??? ?E? ? ?????? ?? ?? ??E??? ?E? ?E????ƒ?? Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang -orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.80 b. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Mengelola Emosi Para saat seseorang mengalami stress akan urusan duniawi, dengan pengetahuan agama berupa sejarah para Nabi, maka ia akan menyadari bahwa tidak mungkin kita hidup tanpa ada masalah. Masalah merupakan jalan pendewasaan diri dan cara untuk meningkatkan derajad kita dihadapan-Nya dan dihadapan manusia. Oleh karena itu kita perlu mengelola emosi dengan baik, agar dalam memutuskan sesuatu kita dapat berfikir jernih dan tidak salah dalam mengambil keputusan. Firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 36
80
Ibid., 199
75
? ?? ? ?E????? ? ????ƒ??? ?? ?ƒ??? ? ? ? ??? ?E? ƒ??E ?E?E? ?? ????? ? ƒ?????? ??? ?? ? ??? Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.81 c. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Memotivasi Diri Memotivasi berhubungan dengan harapan dan optimis akan sesuatu, dengan didasari pengetahuan agama yang ia harapkan akan sesuatu, maka itu akan memotivasi dirinya untuk mencapai tujuannya, tidak terjebak dalam kecemasan, keputusasaan, depresi dan mampu menyelesaikan tugas berat yang diberikan padanya. Firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 9
??? ? ? ??? ??? ???E?ƒ???? ? ???? ?E???? ? ?E??? ?E?????E?????E? ?E???? ? ? ? ?? ????? ? ????? ??E? ??? ?? ????? ?E ? ??? ? ??? ???? ??E??? ?E?? ?ƒ?? ƒ?? ?E?? ?E ???ƒ??ƒ?? (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu -waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.82
81 82
Ibid., 429 Ibid., 747
76
d. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Empati Perselisihan adalah hal yang lumrah, de ngan pengetahuan agama yang cukup manusia akan menyadari bahwa perselisihan merupakan sunnah rabbaniyah. Dan dengan pengetahuan agama tersebut ia lebih bisa menerima sudut pandang orang lain dan lebih baik dalam mendengarkan orang lain. Firman Allah dalam surat al-Hujurat ayat 13
?????????E? ?E????? ??????? ? ? ???ƒ??? ? ? ???? ?C? ? ? ?E? ? ???ƒ??? ????E? ????????????? ? ?E? ? ?E ?? ????? ?E? ? ??????E???? ??E ? ? ??ƒ??? ?E Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.83
e. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Membina Hubungan Dengan Orang Lain. Pengetahuan agama tidak saja menyangkut aturan-aturan yang berhubungan
dengan
manusia
pun
dengan
Tuhan-Nya
harus
dilaksanakan, tetapi juga berisi pedoman yang mengatur seseorang untuk bertingkah laku, berfikir dan menjalani hidup bermasyarakat, sehingga ia dapat mengontrol emosinya.
83
Ibid., 847
77
5. Pengaruh Pengamalan Terhadap Kecerdasan Emosional a. Pengaruh Pengamalan Terhadap Mengenali Emosi Diri Pengamalan disini disejajarkan dengan akhlaq. Baik akhlaq terhadap diri sendiri maupun orang lain. jika pengamalan ini dihubungkan dengan mengenali emosi diri maka menghasilkan sikap lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul, sehingga ia dapat mengontrol emosinya. b. Pengaruh Pengamalan Terhadap Mengelola Emosi Setelah dapat mengenali dan memahami emosi yang dialami, selanjutnya harus dapat mengelolanya. Kemampuan ini bukanlah hal mudah, karena berkaitan dengan kemampuan melepaskan kekecewaan, kemurungan dan ketersinggungan. Dengan pengamalan, ia dapat lebih positif terhadap Allah dan berfikir bahwa setiap masalah ya ng diberikan oleh Allah pasti mengandung hikmah. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 269
?? ?? ?E? ????? ? ?E???? ?? ?? ƒ??Eƒ??? ??? ?? ?E??? ?? ? ?? ƒ? ?Eƒ??? ?E?? ?E ???ƒ??ƒ????????????E?? ? ? Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).84
84
Ibid., 67
78
c. Pengaruh Pengamalan Terhadap Memotivasi Diri Pengamalan jika dihubungkan dengan motivasi, maka akan membuat seseorang tidak akan pantang menyerah dalam menghadapi sesuatu dan mencari solusinya. Lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Firman Allah dalam surat al-Hasyr ayat 18
??????? ?E??????????? ?C??E? ?? ? ??? ? ƒ?? ?? ??ƒ?? ?????????????????E? ??E?????????? ? ???? ????? ?E? ?E? Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.85
d. Pengaruh Pengamalan Terhadap Empati Sikap pengamalan disini dapat berupa menolong orang lain dengan ikhlas, jika hal ini dikembangkan maka membuat orang menaruh simpati kepada kita, sehingga ketika kita mendapat masalah orang tidak akan segan-segan menolong kita. Firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 90
???? ? ?ƒ???E? ? ???? ? ???ƒ??? ?E?E????E ?? ?E?? ? ?Eƒ??? ?E? ?ƒ??E ???ƒ??????? ?E ? ???? ? ?? ? ???? ? ? ?E??E??ƒ??? ?E? ?? ƒ??? Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
85
Ibid., 919
79
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
e. Pengaruh Pengamalan Terhadap Membina Hubungan Dengan Orang Lain Manusia beragama adalah manusia yang mengembangkan hubungan dengan Tuhan yang menyangkut perilaku, perasaan, penilaian dan keyakinan. Dengan kata lain dalam kehidupan manusia sehari-hari seringkali berkaitan dengan aktivitas keagamaan seperti pergi ke tempat ibadah atau mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kerohanian. Dengan melakukan ini berarti kita telah mempererat tali silaturrahmi. Setelah pembahasan secara teori tentang pengaruh religius terhadap kecerdasan emosional secara rinci dikemukakan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa benar religius itu berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional. Dimana kesimpulan tersebut, meskipun dapat dikatakan sebagai sebuah kebenaran, namun sifatnya masih sementara. Dengan kata lain kebenaran sementara tersebut masih berupa hipotesa atau teori yang masih harus diuji kebenarannya dengan data empirik, sehingga diperlukan penelitian yang berhubungan dengan masalah tersebut.