BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kepuasan Pelanggan 2.1.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Persaingan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh para pelaku bisnis, baik yang bergerak dibidang industri barang maupun jasa. Peningkatan kepuasan konsumen akan mempengaruhi kepercayaan terhadap pemanfaatan layanan yang di tawarkan oleh penyedia jasa. Setiap perusahaan akan berusaha untuk memberikan kepuasan untuk konsumennya. Kepuasan yang dicapai oleh konsumen akan berdampak positif kepada perusahaan karena dengan adanya kepuasan tersebut diharapkan konsumen akan melakukan pembelian kembali yang nantinya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh perusahaan. Kepuasan yang tinggi atau kesenangan cenderung akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen yang tinggi. Saat ini banyak bisnis jasa yang mulai memperhatikan kualitas layanan. Dengan adanya service quality maka kualitas layanan dapat dipantau dan disesuaikan dengan yang diharapkan oleh konsumen. Selain itu, dalam usaha menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki strategi yang lebih baik dibanding pesaing yang ada.
8
9
Kepuasan menurut Kotler (2004:42) “ merupakan tingkat perasaan senang atau
kecewa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan
antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya”. Kepuasan Pelanggan menurut Kotler dalam Tjiptono (1997:24) adalah “tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya”. “Kotler (2006) states that customer satisfaction is the level of perception that is obtained after he compares the performance he has received with his expectation”. If a consumer perceives that he receives high service quality, the decision to behave of the consumer is favorable such as having more preference to the respective company rather than the other ones and he will spend more as the result. Futher implication from this behavior is strengthening the relationship or connection between customers and company. On the contrary, if the service delivered is perceived less satisfying or low satisfactory, then the consumer decision will become unfavorable sunc as complaining, switching to other company, spending less and eventually weakening the relationship between customers and company (Zeithaml, et. al, 2001). Dari berbagai pendapat yang dipaparkan oleh para ahli dapat ditarik benang merah dari definisi kepuasan pelanggan adalah sikap senang atau bahagia pelanggan yang ditunjukkan setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan atau diterima dengan harapan. Jika kinerja yang dirasakan atau diterima lebih kecil dari harapannya maka pelanggan tersebut tidak merasakan puas dan sebaliknya jika kinerja yang dirasakan atau diterima melebihi dari harapannya maka pelanggan terpuaskan.
10
2.1.2. Konsep Kepuasan Pelanggan Kepuasan konsumen sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya suatu badan usaha. Oleh karena itu perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepuasan konsumennya agar mereka memiliki loyalitas terhadap produk yang ditawarkan dan senantiasa melakukan pembelian ulang. “According to Zeithaml (2000), customer satisfaction and or perception towards service quality has positive influence toward behavioral intention to positively behave, appraise the company, choose the company among the others, raising sales volume or paying more without asking again”. Pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan menurut Kotler (1997:64) dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1. Memperkecil kesenjangan-kesenjangan antara pihak manajemen dan pelanggan 2. Perusahaan membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi dalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk di dalamnya adalah memperbaiki cara berfikir perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari semua SDM yang ada. 3. Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan. Dengan membentuk complaint and suggestion system. 4. Mengembangkan dan menerapkan: a.
Accountability, yaitu perusahaan menghubungi pelanggan setelah proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan.
11
b.
Proactive, dilakukan oleh perusahaan dengan cara menguhubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk mengetahui perkembangan pelayanannya.
c.
Partnership Marketing, merupakan pendekatan dimana perusahaan membangun kedekatan dengan pelanggan yang bermanfaat untuk meningkatakan citra dan posisi perusahaan di pasar. ” Pelayanan yang baik akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang
semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain” (Sugiarto dalam Lupiyoadi, 2006:42). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian konsep kepuasan pelanggan pada gambar 2.1. Kebutuhan dan Keinginan Konsumen
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk bagi Konsumen
Harapan Konsumen terhadap Produk
Tingkat Kepuasan Konsumen Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan (Tjiptono, 2006:58),
Berdasarkan gambar 2.1 mengenai konsep kepuasan konsumen diketahui bahwa tujuan dari perusahaan adalah memperoleh laba melalui produk atau jasa
12
yang ditawarkan. Produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan nantinya memiliki nilai bagi konsumen. Disisi lain konsumen memiliki kebutuhan dan keinginan mendatangkan harapan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Kesesuaian antara kinerja perusahaan dan hasil produk atau jasa dapat menciptakan kepuasan konsumen.
2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Pelayanan yang baik menurut Sugiarto dalam Lupiyoadi (2006: 42) “dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain”. Ikatan emosional tersebut merupakan wujud dari loyalitas yang ditunjukan konsumen kepada perusahaan sebagai bukti atas kepuasan atas kinerja produk yang diterimanya. Penjual atau produsen jasa perlu menguasai unsur-unsur : a. Kecepatan Kecepatan adalah waktu yang digunakan dalam melayani konsumen atau pelanggan minimal sama dengan batas waktu standar pelayanan yang ditentukan oleh perusahaan. b. Ketepatan Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan para pelanggan. Oleh karena itu, ketepatan sangatlah penting dalam pelayanan. c. Keamanan Dalam melayani para konsumen diharapkan perusahaan dapat memberikan perasaan aman untuk menggunakan produk atau jasa.
13
d. Keramah tamahan Dalam
melayani
pelanggan,
karyawan
perusahaan
dituntut
untuk
mempunyai sikap sopan dan ramah. Oleh karena itu, keramah tamahan sangat penting apalagi pada perusahaan yang bergerak pada nidang jasa. e. Kenyamanan Rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Dengan demikian perusahaan harus dapat memberikan rasa nyaman pada konsumen. Hal ini berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yang disampaikan oleh Kuswandi (2004:17) yang terdiri dari: a. Mutu produk atau jasa Yaitu mengenai mutu produk atau jasa yang lebih bermutu diluhat dari fisiknya. b. Mutu pelayanan Berbagai jenis pelayanan akan selalu dikritik oleh pelanggan, tetapi bila pelayanan memenuhi harapan pelanggan maka secara tidak langsung pelayanan dikatakan tidak bermutu. Contohnya pelayanan pengaduan pelanggan yang segera diatasi atau diperbaiki bila ada yang rusak. c. Harga Harga adalah hal yang paling sensitive untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pelanggan akan cenderung memilih produk atau jasa yang memberikan penawaran harga lebih rendah dari yang lain.
14
d. Waktu Penyerahan Maksudnya bahwa baik pendistribusian maupun penyerahan produk atau jasa dari perusahaan bisa tepat waktu dan seseuai dengan perjanjian yang telah disepakati. e. Keamanan Pelanggan akan merasa puas bila produk atau jasa yang digunakan ada jaminan keamanannya yang tidak membahayakan pelanggan tersebut.
2.1.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan Kepuasan konsumen merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan umpan balik yang akan dilakukan oleh konsumen pada masa yang akan dating setelah mengkonsumsi produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Selain itu pengukuran kepuasan konsumen dapat dijadikan sebagai bahan masukan perusahaan untuk mengembangkan strategi peningkatan mutu yang akan dilakukan agar sesuai dengan harapan konsumen. Kotler (1997:67) mengidentifikasikan 4 metode untuk mengukur kepuasan konsumen, yaitu sebagai berikut : 1. System keluhan dan saran Yaitu
perusahaan
member
kesempatan
kepada
konsumen
untuk
mengutamakan saran maupun keluhan yang dirasakan. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan lain-lain.
15
2. Ghost Shopping Yaitu mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pembeli. Pada perusahaan pesaing, guna mengetahui kelebihan dan kelemahan dari perusahaan pesaing tersebut. 3. Lost Customer Analysis Yaitu dengan cara menghubungi pengguna jasa-pengguna jasa yang telah berhenti membeli untuk mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi. 4. Survey Kepuasan Konsumen Pada dasarnya kepuasan konsumen dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen terpenuhi. Dengan mengetahui apa yang diinginkan
oleh
konsumen,
akan
memudahkan
perusahaan
dalam
mengkonsumsikan produknya kepada target konsumennya. Menurut Tjiptono (2003), “ada enam konsep inti yang memiliki kesamaan diantara beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan”, yaitu : 1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Customer Satisfction) Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik yang ditawarkan. Biasanya, ada dua bagian dalam proses pengukurannya yaitu mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap produk yang bersangkutan, menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan konsumen keseluruhan terhadap produk dan atau jasa para pesaing.
16
2. Dimensi Kepuasan Pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan konsumen atau pelanggan kedalam komponen-komponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri atas empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan konsumen atau pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk atau jasa berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Dan keempat, meminta para pelanggan atau konsumen untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. 3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectations) Yaitu kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini akan lebih ditekankan pada service quality yang memiliki komponen berupa harapan pelanggan akan pelayanan yang diberikan (seperti : kebersihan lokasi, kecepatan pelayanan, keramahan/ kesopanan karyawan). 4. Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent) Yaitu kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan kembali jasa yang telah diberikan. Pelayanan yang berkualitas dapat menciptakan kepuasan konsumen dimana mutu pelayanan tersebut akan masuk kebenak konsumen sehingga dipersepsikan baik.
17
5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willingness to Recommend) Yaitu kesedian untuk merekomendasi produk kepada teman atau keluarganya
menjadi
ukuran
yang
penting
untuk
dianalisis
dan
ditindaklanjuti. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, sehingga melalui kepuasan itu konsumen akan melakukan pembelian jasa atau memutuskan untuk menggunakan jasa dan pada akhirnya akan merekomendasikan hal itu kepada orang lain. 6. Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction) Yaitu menelaah aspek-asek yang digunakan untuk mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi: (a) Complain (b) Retur atau pengembalian produk (c) Biaya garansi (d) Recall (e) Word of mouth negatif (f) Defections
2.1.5 Model Konseptual Kepuasan Pelanggan Di tengah masyarakat yang semakin peduli akan kualitas, layanan prima menjadi salah satu kunci dalam keberhasilan bisnis. Apabila konsumen diberikan layanan yang baik maka konsumen akan puas dan apabila puas mereka akan menjadi konsumen yang loyal. Produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah
18
produk atau jasa yang dapat memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup. Dalam konteks teori perilaku konsumen, ”kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Jika kinerja berada di bawah harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, konsumen amat puas atau senang” (Kotler, 2006: 43). Kepuasan yang tinggi atau kesenangan cenderung akan menyebabkan konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen yang tinggi. Saat ini banyak bisnis jasa yang mulai memperhatikan kualitas layanan. Dengan adanya service quality maka kualitas layanan dapat dipantau dan disesuaikan dengan yang diharapkan oleh konsumen. Selain itu, dalam usaha menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki strategi yang lebih baik dibanding pesaing yang ada. Terdapat beberapa model Konseptual Kepuasan Pelanggan, yaitu: 1. Model dikonfirmasi harapan (Expentancy disconfirmation Model) Model ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai “evaluasi yang memberikan hasil dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan.
19
Pengalaman/Produk/Merk Sebelumnya
Harapan terhadap kinerja seharusnya merk tertentu
Evaluasi Terhadap Kinerja Aktual merk bersangkutan
Evaluasi Kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan dan kinerja Ketidakpuasan Emosional
Konfirmasi
Ketidakpuasan
Harapan
Emosional
Kinerja gagal memenuhi harapan
Kinerja tidak terlalu beda dengan Harapan
Kinerja Melampaui harapan
Gambar 2.2 Pembentukan Kepuasan / Ketidakpuasan (Tjiptono, 2005:357) 2. Model Equity Theory Pada model tradisional equity theory (keadilan distributif) setiap orang menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna mengetahui sejauhmana pertukaran tersebut adil. Pada konsep ini konsumen akan berusaha membandingan antara pengorbanan yang dilakukannya dengan hasil yang diperoleh. 3. Model Attribution Theory Attribution Theory mengidentifikasikan proses yang dilakukan seseorang dalam menentukan penyebab aksi/tindakan dirinya, orang lain, dan
20
objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang bisa sangat mempengaruhi kepuasan purna belinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. Lovelock, Peterson, dan Walker dalam Tjiptono (2005:359) menyampaikan mengenai ketiga dimensi tersebut yang terdiri dari: a) Causal Attribution Pada dimensi ini, jika terjadi kesalahan, pelanggan menilai siapa pihak yang
patut
disalahkan.
Jika
pelanggan
menyimpulkan
bahwa
perusahaanlah yang salah, maka mereka akan sangat mungkin merasa tidak puas. Sebaiknya apabila pelanggan membebankan sebagian kesalahan pada diri mereka maka ketidakpuasan mereka cenderung berkurang. b) Control Attribution Dalam tipe ini pelanggan menilai apakah insiden ketidakpuasan dalam kendali pemasar atau tidak. c) Stability Attribution Bila terjadi service ecouter yang tidak memuaskan, pelanggan akan menilai apakah kejadian itu mungkin terjadi kembali atau tidak. Jika pelanggan menilai cenderung insiden itu bisa terulang lagi, maka ketidakpuasan bisa bertambah besar. 4. Experentially-Based affective feelings Pendekatan eksperiental berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negative yang diasosiasikan
21
pelanggan dengan barang tau jasa tertentu setelah pembeliannya. Selain pemahaman melakukan diskonfirmasi harapan, kepuasan konsumen juga dipengaruhi oleh perasaan yang timbul setelah proses purna beli. 5. Assimilation-Contras Theory Pada Assimilation-Contras Theory, terdapat kemungkinan bahwa konsumen akan menerima penyimpangan (deviasi) dari ekspektasinya dalam batas tertentu jika produk yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan, oleh karena itu kinerja produk tersebut akan diterima dan produk jasa yang bersangkutan akan dievaluasi secara positif (dinilai memuaskan). 6. Oppenent Process Theory Dalam Oppenent Process Theory konsumen yang pada mulanya sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kejadian atau kesempatan berikutnya. Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa organisme akan beradaptasi dengan stimuli dilingkungannya, sehingga stimuli berkurang intensitas sepanjang waktu. 7. Model Antesenden dan Konsekuensi Pelanggan Antesenden kepuasan pelanggan meliputi ekspektasi pelanggan (sebagai antisipasi kepausan), diskonfirmasi ekspektasi (ekspektasi berperan sebagai pembanding untuk kinerja), kinerja, affect, dan equity (penilaian konsumen terhadap keadilan distributif, prosedural dan intraksional. Sedangkan konsekuensi kepuasan pelanggan diklasifikasikan menjadi tiga
22
kategori, yaitu perilaku complain, perilaku getok tular negative, dan minat pembelian ulang. Kotler (2000:42) berpendapat bahwa “konsep harapan pelanggan dan kinerja perusahaan yaitu jika kinerja dibawah harapan, pelanggan tidak puas”. Terdapat tiga level harapan pelanggan mengenai kualitas: 1. Level Pertama Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, must have, atau take it for granted. Pada tingkat ini konsumen hanya mengharapkan kebutuhan dasarnya terpenuhi 2. Level Kedua Harapan yang lebih tinggi dari level satu, dimana kepuasan dicerminkan dengan penemuan persyaratan atau spesifikasi. 3. Level Ketiga Pada level ini konsumen memiliki harapan yang lebih tinggi dengan menuntut adanya suatu kesenangan (delighfulness) atau jasa yang begitu bagusnya sehingga membuat mereka tertarik.
2.2. Kualitas Pelayanan 2.2.1. Pengertian Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan akan berdampak pada perilaku yang akan dilakukan oleh konsumen pada proses pemenuhan kebutuhan berikutnya. Kotler (2006: 83) mendefinisikan “pelayanan sebagai kegiatan atau manfaat yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak
23
berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikan sesuatu”. Pelayanan juga diartikan semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk, atau konstruksi fisik, yang secara konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama (simultan), nilai ditambah yang diberikannya dalam bentuk yang secara prinsip intangible (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) bagi pembeli pertamanya. Perspektif
kualitas
yaitu
pendekatan
yang
digunakan
untuk
mewujudkan kualitas suatu produk/jasa. David dalam Tjiptono (1996:52), mengidentifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan, yaitu: 1) Transcendental Approach Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa. Meskipun demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lainlain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
24
2) Product-based Approach Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual. 3) User-based Approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya. 4) Manufacturing-based Approach Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secar internal, yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan
25
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5) Value-based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy). Konsep kualitas dalam pemasaran menurut Lupiyoadi (2006:170) “ tidak terlepas dari penerapan manajemen kualitas ISO 9001”. Unsur konsumen tampak dengan jelas dalm interkasi semua kualitas jasa dari identifikasi keinginan konsumen sampai pada pemenuhan persyaratan konsumen.. Tujuan akhirnya adalah memenuhi harapan pelanggan sebagai konsumen perusahaan jasa. Kualitas pelayanan akan sangat bergantung pada pendekatan system manajemen kualitas yang mampu menjamin bahwa kebutuhan konsumen jasa dapat dipenuhi oleh penyedia jasa. Umpan balik dari konsumen merupakan akan menjadi dasar bagi pengembangan system manajemen kualitas jasa. Perusahaan jasa harus mampu mengembangkan system evaluasi dari pelanggan yang menggunakan jasanya, dan melaksanakan system manajemen didokumentasikan dalam panduan kualitas, prosedur, instruksi kerja, serta formulir rekaman. “Pelaksanaan dokumentasi ini menunjukan penerapan system kualitas perusahaan telah terstruktur secara efektif” (Lupiyoadi, 2006:172). Dalam membahas
26
kepuasan konsumen tidak bisa lepas dan ada kaitannya dengan kualitas pelayanan jasa. Kualitas pelayanan jasa terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan mereka. Kualitas pelayanan menurut Lovelock (1998) dalam (Tjiptono, 2004:59) adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendaliannya atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, ada dua faktor utama yang
mempengaruhi
kualitas
pelayanan
jasa
yaitu
harapan
pelanggan
(expectation) dan kinerja yang dirasakan konsumen (performance). Apabila pelayanan jasa yang diterima atau dirasakan sesuai yang diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan jasa dianggap baik dan memuaskan. Sebaliknya jika pelayanan jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik dan tidaknya kualitas pelayanan perusahaan tergantung pada kemampuan perusahaan untuk menyediakan jasanya dalam memenuhi harapan konsumen secara konsisten.
2.2.2. Konsep Kualitas Pelayanan Kepuasan konsumen tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian jasa untuk mengimbangi harapan konsumen. Kualitas jasa menurut Parassuraman, Zeithalm dan Berry (1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006:181) “dapat didefinisikan sebagai
27
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima”. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan, kualitas pelayanan menurut John Sviokla dalam Lupiyoadi dan Hamdani ( 2006:181)., “adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan”. Setiap perusahaan memberikan perhatian pada kualitas layanan karena hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam hubunganya dengan kepuasan konsumen. Kualitas layanan adalah hasil perbandingan antara harapan dan persepsi konsumen terhadap layanan yang diterima dari perusahaan. Kualitas layanan yang sempurna dapat tercapai apabila harapan-harapan konsumen dapat dipenuhi oleh layanan yang diberikan oleh perusahaan.
Kualitas
pelayanan
sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi dari konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang baik. Kualitas pelayanan merupakan dasar bagi pemasaran jasa, karena inti produk yang dipasarkan adalah suatu kinerja, dan kinerjalah yang dibeli oleh pelanggan, oleh karena itu kualitas kinerja pelayanan merupakan dasar bagi pemasaran jasa. Konsep pelayanan yang baik akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk bersaing dalam merebut konsumen. Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen / pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi.
28
2.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan Jasa Lovelock (2002:100) mengemukakan bahwa “konsumen mempunyai kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan kepuasan kepada para pelanggan”. Kriteria tersebut adalah: 1. Daya Tanggap (Responsiveness) Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. 2. Keandalan (Realibility) Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang dijanjikan. 3. Empati (Empathy) Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen. 4. Jaminan (Assurance) Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya diri. 5. Keberwujudan (Intangibelity) Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi. A ralated theory to customer satisfaction that has been adapted by Bartlett and han (2007) in customer satisfaction is the SERVQUAL model by Parasuraman, Zeithaml & Berry (1991). This model indicates that there are five demensions used in measuring customer service quality. The
29
demensions included in this model are tangible, reliability, responsiveness, empathy and assurance. Parassuraman, Zeithaml dan Berry (1998) dalam Lupiyoasi dan Hamdani (2006:182) dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL (service quality) menyimpulkan bahwa “terdapat lima karakteristik yang digunakan pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa yang nantinya akan menjadi kriteria sebagai faktor penentu kepuasan pelanggan”. Lima karakteristik SERVQUAL (service quality) tersebut adalah: 1. Daya Tanggap ( responsiveness ) Daya tanggap menurut Kotler (1994:561) “ merupakan kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Daya tanggap merupakan suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas”. “Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan” (Lupiyoadi, 2001:148). Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadika indikator untuk mengukur kepuasan pasien pada faktor daya tanggap adalah sebagai berikut : a. Kesediaan memberikan informasi b. Kesigapan pegawai dalam menangani pasien c. Pelayanan terhadap pengaduan pasien
30
2. Keandalan ( reliability ) Kehandalan menurut Kotler (1994:561) “yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya”. Kehandalan adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. “Kinerjanya harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi” (Lupiyoadi, 2001:148). Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan pasien pada faktor keandalan adalah sebagai berikut : a. Kenyamanan ruangan b. Kecepatan pelayanan c. Kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan 3. Empati ( empathy ) Empati menurut Kotler (1994:561) “adalah syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan”. Empati adalah memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. “Organisasi jasa juga dapat memposisikan dirinya berdasar empati, yang di bangun diatas kebutuhan konsumen akan perhatian. Yaitu berupa
31
perhatian individual, kemudahan akses, komunikasi yang baik dan pemahaman kepada konsumen” (Yazid, 1999:113). “Dimensi ini juga sebagai kriteria tingkat kepuasan karena menunjukan derajat tingkat perhatian yang diberikan kepada pelanggan dengan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, dan kemampuan memahami kebutuhan konsumen” (Aritonang, 2005). Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan pasien pada faktor empati adalah sebagai berikut : a. Kemampuan pegawai berkomunikasi dengan pelanggan. b. Sikap simpatik dari pegawai. c. Pemahaman kebutuhan dan keinginan pelanggan. 4. Jaminan ( assurance ) Jaminan menurut Kotler (1994:561) “yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (Assurance)”. Jaminan merupakan pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada peusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain keamanan dan kenyamanan peralatan, ketrampilan pegawai menangani gangguan peralatan dan keramahan dan sopan santun pegawai (Lupiyoadi, 2001:148). Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan pasien pada faktor jaminan adalah sebagai berikut :
32
a. Keamanan dan kenyamanan peralatan. b. Ketrampilan pegawai menangani gangguan peralatan. c. Keramahan dan kesopanan pegawai kepada pasien. 5. Bukti Langsung ( tangibles ) Bukti langsung yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana da prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi “fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang, dan lain-lain), kelengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta desain interior” (Lupiyoadi, 2001:148). Dimensi tangibles bisa juga menjadi fokus dari strategi posisi. Karena tangibilitas khususnya lingkungan fisik, merupakan salah satu aspek organisasi jasa yang dengan mudah terlihat oleh konsumen. “Maka penting kiranya lingkungan fisik ini, apapun bentuknya harus di desain dalam cara yang konsisten dengan strategi posisi. Ini harus demikian bahkan apabila tangibles bukanlah fokus dari strategi posisi” (Yazid, 1999:113). Bukti fisik Menurut Lupiyoadi (2001:148) “ adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal”. Bukti fisik menurut Aritonang (2005) adalah “aspek-aspek nyata yang bisa dilihat dan diraba mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan serta penampilan kerja pegawainya sebagai penetu tingkat kepuasan pelanggan”
33
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk mengukur kepuasan pasien pada faktor bukti langsung adalah sebagai berikut: a. Fasilitas fisik gedung b. Kelengkapan dan kualitas peralatan c. Desain interior Dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parassuraman, Zeithaml dan Berry tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika pelayanan yang mereka terima kurang dari harapan maka pelanggan kecewa, jika pelayanan sepadan dengan harapan maka pelanggan akan puas, jika pelanyanan melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas atau sangat senang. Dimensi kualitas jasa diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan keinginan pelanggan yang ditentukan oleh pengalaman pembelian sebelumnya, nasihat teman dan kolega, serta janji dan informasi pemasar dan para pesaingnya. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya. 2.2.4. Gap Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan agar dapat tercapai kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen.. Dalam jangka panjang ikatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan
34
konsumen serta kebutuhannya. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan konsumen dan pada gilirannya kepuasan tersebut dapat menciptakan kesetiaan/loyalitas konsumen. Dengan tercapainya kualitas layanan yang sempurna akan mendorong terciptanya kepuasan konsumen karena kualitas layanan merupakan sarana untuk mewujudkan kepuasan konsumen. Kualitas layanan dapat diwujudkan dengan memberikan layanan kepada konsumen dengan sebaik mungkin sesuai dengan apa yang menjadi harapan konsumen. Ketidakpuasan pada salah satu atau lebih dari dimensi layanan tersebut tentunya akan memberikan kontribusi terhadap tingkat layanan secara keseluruhan, sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas layanan untuk masing-masing dimensi layanan harus tetap menjadi perhatian. Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan (Tjiptono, 2002:80) adalah sebagai berikut : 1. Gap Pesepsi Manajemen Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen. 2. Gap Spesifikasi Kualitas Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak
35
memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya penyusunan tujuan. 3. Gap Penyampaian Pelayanan Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (service delivery). Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor: (1) Ambiguitas peran, yaitu sejauhmana pegawai dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan. (2) Konflik peran, yaitu sejauhmana pegawai meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak. (3) Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakan. (4) Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai. (5) System pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya system penilaian dan system imbalan. (6) Perceived control, yaitu sejauhmana pegawai merasakan kebebasan atau fleksibelitas untuk menentukan cara pelayanan. (7) Teamwork, yaitu sejaumana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan terpadu. 4. Gap Komunikasi Pemasaran Yaitu kesenjangan antara penyampai jasa dan komunikasi eksternal. Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
36
pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena : (1) Tidak memadainya komunikasi horizontal (2) Adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan 5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan Adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif. Namun, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
37
Komunikasi dari mulut ke mulut
Pengalaman masa lalu
Kebutuhan pribadi
Harapan konsumen terhadap pelayanan Gap 5
Persepsi konsumen terhadap pelayanan
PERUSAHAAN
Gap 3
Gap 1
Komunikasi perusahaan dengan konsumen
Cara pelayanan
Gap 2
Disain pelayanan dan Standar pelayanan
Gap 4
Persepsi perusahaan atas harapan konsumen
Gambar 2.3 Model Gap Kualitas Pelayanan Sumber : Parasuramman, Zeithaml, dan Berry dalam Yamit (2001:34).
38
2.3. Tarif Menurut Fandy Tjiptono (2001) tarif menunjukkan kualitas merek dari suatu jasa, dimana konsumen mempunyai anggapan bahwa tarif yang mahal biasanya mempunyai kualitas yang baik. Tarif atau harga merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan merek yang berkaitan dengan keputusan membeli konsumen. Ketika memilih diantara merek-merek yang ada konsumen akan mengevaluasi harga secara tidak absolut akan tetapi dengan membandingkan beberapa standar harga sebagai referensi untuk melakukan transaksi pembelian. Doyle dan Saunders (1985) menemukan bukti empiris bahwa dengan cara mengurangi harga maka akan meningkatkan ancaman ketika harganya akan dinaikkan.
Faktor
lain
yang
menunjukkan
bahwa
konsumen
juga
mempertimbangkan harga yang lalu dan bentuk pengharapan pada harga di masa yang akan datang yang mungkin tidak optimal, apabila konsumen menunda pembelian di dalam mengantisipasi harga yang lebih rendah di masa mendatang. Namun penurunan harga pada merek berkualitas menyebabkan konsumen akan berpindah pada merek lain, akan tetapi penurunan harga pada merek yang berkualitas rendah tidak akan menyebabkan konsumen berpindah pada merek yang lain dengan kualitas yang sama. Dan biasanya konsumen mempelajari informasi harga dengan dua cara, yaitu dengan disengaja atau intentional dan secara kebetulan atau insidental. Cara belajar secara disengaja berhubungan dengan pencarian yang aktif dan penghafalan harga yang ada, khususnya bagi merek-merek tertentu. Belajar secara insidental termasuk di dalamnya
39
perbandingan secara jelas akan harga sekarang dengan harga sebelumnya yang disimpan dalam ingatan. Jadi harga juga merupakan variabel penting yang digunakan oleh konsumen karena berbagai alasan, baik karena alasan ekonomis yang akan menunjukkan bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan sala satu variabel penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, juga alasan psikologis dimana harga sering dianggap sebagai indikator kualitas dan oleh karena itu penetapan harga sering dirancang sebagai salah satu instrumen penjualan sekaligus sebagai instrumen kompetisi yang menentukan. Persepsi harga merupakan proses penginderaan oleh konsumen tentang harga suatu produk dengan mencoba membandingkan harga produk sejenis serta fasilitas yang didapat dari produk tersebut. Pengaruh harga memberikan gambaran baru tentang strategi komunikasi dan pemasaran untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Rumusan harga untuk kepuasan dikemukakan secara luas, bahwa ada dua prinsip mekanisme harga, yaitu potensial menandai kualitas dari sebuah produk. Penjualan produk berkualitas tinggi kemungkinan dapat ditandai oleh tingginya kualitas produk berdasarkan harga yang tinggi pula. Jika hubungan antara biaya tinggi dan kualitas tinggi diketahui, konsumen dapat menduga dari harga yang tinggi bahwa produk itu berkualitas tinggi. Xie dan Shugan (2000) mengungkapkan bahwa konsumen yang baru lebih sensitive dalam perbandingan harga daripada konsumen yang lama dalam waktu melakukan transaksi pembelian. Hal inilah yang kadang menciptakan kesempatan untuk membedakan harga bagi pendatang baru dikaitkan dengan harga yang sangat sensitive.
40
2.4. Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian tentang kepuasan pelanggan telah banyak dilakukan, antara lain : (1) Penelitian yang dilakukan oleh Hendry (2009) dengan “Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pasien Pada Rumah Sakit Islam Nahdlatul Ulama Demak”. Variabel independent dalam penelitian ini adalah tangible (bukti fisik), realibilty (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), dan empathy (empati). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pada dimensi tangible, realibilty, responsiveness, assurance dan empathy masuk pada kriteria sangat diharapkan. Konsumen memiliki penilaian baik pada kelima dimensi kualitas layanan. Penilaian tertinggi berturut-turut terdapat pada dimensi tangible, realibilty, responsiveness, assurance dan empathy. (2) Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Guntur SW dan Bambang Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Servive Quality terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Pada PDAM Kota Surakarta)”.
Variabel
Independent
dalam
penelitian
ini
adalah
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), tangible (bukti fisik), empathy (empati), reliability (keandalan). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 pelanggan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak bertingkat (stratifiel Random Sampling). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dimensi service quality yaitu responsiveness, assurance, tangible, empathy dan realibility berpengaruh positif dan
41
signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Surakarta. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima, pengaruhnya yang paling besar adalah variabel responsiveness diikuti empathy, tangible, assurance, dan reliability terhadap kepuasan pelanggan. (3) Penelitian yang dilakukan oleh Dayang Nailul Munna Abang Abdullah dan Francine RoZario (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kualitas Layanan dan Produk Terhadap Kepuasan Pelanggan: Studi Kasus di Kafetaria Staf di Industri Hotel”. Variable independent dalam penelitian ini adalah tempat atau suasana, kualitas makanan, dan kualitas pelayanan . Variabel dependentnya adalah kepuasan konsumen. 149 responden dari salah satu hotel terkemuka di Kuala Lumpur Malaysia dipilih sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tempat atau suasana (r = 0,563, p = 0,000) dan kualitas pelayanan ( r = 0,544, p = 0,000) dengan kepuasan pelanggan. (4) Penelitian yang dilakukan oleh Budianto Subroto dan Freddy Seven Putra (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Retailing Mix dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen dan Dampak mereka untuk Intention Perilaku (Studi kasus “Hypermart” Bandung Indah Plaza, Bandung). Variable independent dalam penelitian ini adalah retailing mix dan kualitas pelayanan. Variabel dependennya adalah
kepuasan
konsumen. Populasi dan sampel dalam Penelitian ini adalah pengunjung Hypermart sejumlah 252. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
42
sebagian besar konsumen mempunyai persepsi dalam hal campuran ritel secara keseluruhan, dan ini dapat dianggap berjalan dengan baik seperti lokasi yang strategis, memiliki berbagai produk, standar yang ditetapkan tinggi, pengaturan harga yang sesuai dengan kualitas produk, dan iklan yang memberikan keuntungan kepada pelanggan. Demikian pula, kualitas pelayanan juga baik kepada pelanggan, menghasilkan kepuasan pelanggan yang akibatnya mempengaruhi niat perilaku masa depan. (5) Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti, M, dkk (2006) yang berjudul pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan mahasiswa Universitas Widyatama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan mahasiswa
2.5. Kerangka Pemikiran . Kualitas pelayanan (X1)
H1 Kepuasan mahasiswa H2
Tarif (X2)
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Kepuasan pasien akan didapatkan dengan membandingkan antara harapan mahasiswa dan kenyataan yang diterima. Jika kinerja sepadan dengan harapan
43
maka mahasiswa akan puas, jika kinerjanya melebihi harapan maka mahasiswa akan sangat puas atau sangat senang.
2.6. Hipotesis peneilitian H1
: Kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang positif terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
H2
: Tarif memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
H3
: Kualitas pelayaan dan tarif secara bersama-sama memiliki pengaruh positif
terhadap
kepuasan
mahasiswa
Program
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Studi
D3