BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar a. Pengertian Belajar Belajar mempunyai pengertian yang sangat luas, dari sejumlah pengertian belajar terdapat arti yang sangat penting yaitu change atau perubahan. Dengan aktivitas belajar, seseorang akan mendapatkan berbagai ilmu pengetahuan dan dengan belajar akan membentuk pola pikir seseorang dalam berperilaku. Menurut
Burton
dalam
Aunurrahman,
belajar
merupakan
perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya (2009: 35). Sedangkan menurut Kingskey dalam Djamarah mengatakan bahwa, learning is the process by which behavior (in the brocder sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan. Djamarah berpendapat bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik (2002: 13). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses seseorang dalam mencari berbagai informasi melalui berbagai sumber dan kegiatan guna mengasah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai proses pendewasaan seseorang.
8
9 b. Prinsip-Prinsip Belajar Prinsip-prinsip belajar merupakan prinsip yang berkaitan dan mendukung dalam kegiatan belajar mengajar supaya kegiatan belajar lebih optimal. Prinsip-prinsip belajar tersebut adalah sebagai berikut (Slameto, 2003: 27) : 1) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar a) Dalam belajar setiap peserta didik harus berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan pengajaran. b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan. c) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan aktif. d) Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungan. 2) Sesuai Hakikat Belajar a) Belajar itu kontinyu, maka harus thap demi tahap menurut perkembangannya. b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. c) Belajar adalah prose kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. 3) Sesuai Materi/ Bahan yang Harus Dipelajari a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajiannya sederhana, sehingga peserta didik mudah menangkap. b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4) Syarat Keberhasilan Belajar a) Belajar memerlukan saran yang cukup, sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang. b) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ ketrampilan/ sikap itu mendalam pada peserta didik.
10 2. Aktivitas Belajar Siswa Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Sehingga untuk mendukung hal tersebut maka perlu diciptakannya aktivitas belajar yang kompleks dan bervariasi. ”Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Jadi orang yang belajar harus aktif, karena tanpa aktivitas kegiatan pembelajaran tidak mungkin dapat terjadi (Sardiman, 2001: 93). Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto yang mengatakan bahwa dalam proses mengajar belajar, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat (2003: 36). Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. aktivitas tesebut meliputi: mendengarkan, memandang (memperhatikan), membaca, menulis (mencatat), membuat ringkasan, mengingat, mengamati tabel-tabel; diagram atau bagan, menyusun paper atau kertas kerja, latihan (praktek), dan meraba; mencium; membau (Djamarah, 2002: 38). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah serangkaian upaya mencari berbagai informasi dari berbagai sumber dengan memberikan beberapa stimulus atau latihan praktek yang telah direncanakan oleh guru kemudian siswa berusaha untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Diedrich yang dikutip oleh Sardiman membuat suatu daftar yang berisi macam-macam aktivitas peserta didik yang digolongkan menjadi 8 aktivitas diantaranya: a. Visual activities meliputi kegiatan membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, atau pekerjaan orang lain. b. Oral Activities termasuk menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
11 c. Listening activities termasuk kegiatan mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. d. Writing activities meliputi menulis cerita, karangan laporan, angket, menyalin. e. Drawing activities meliputi kegiatan menggambar, membuat grafik, peta, diagram, f. Motor activities contohnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, mereparasi, bermain, berkebun, beternak, g. Mental activities, misalnya
menanggapi, mengingat memecahkan soal,
menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan dan aktivitas, h. Emosional activities, termasuk menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tegang, gugup merasa bosan. Dengan klasifikasi di atas menunjukkan bahwa aktivitas peserta didik dalam belajar cukup kompleks dan bervariasi. Berbagai macam kegiatan tersebut harus berusaha diciptakan di dalam kelas agar peserta didik tidak merasa bosan dalam belajar (2001: 99). 3. Kemampuan Kognitif Kemampuan
kognitif
mengacu
pada
kegiatan
mental
(otak)
kemampuan seseorang untuk memproses suatu informasi, dimana proses dalam hal ini menyangkut tentang pemahaman seseorang terhadap informasi yang didapatnya yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Tujuan dari aspek kognitif ditekankan pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat untuk kemudian diolah menjadi kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Sehingga aspek kognitif mempunyai beberapa jenjang, yaitu pengetahuan/ hafalan/ ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian/ penghargaan (Yunikowati, 2014: 58).
12 Berikut merupakan prinsip belajar kognitif yang sangat penting diperhatikan dalam proses pembelajaran kognitif (Aunurrahman, 2009: 134135), yaitu: a. Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum prose belajar kognitif terjadi. b. Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedan individual yang ada. c. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca, kecakapan, dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif. d. Pengalaman belajar harus di organisasikan kedalam satuan-satuan atau unitunit yang sesuai. e. Bila menyajikan konsep, kebermaknaan dalam konsep amatlah penting. Perilaku mencari, pendefinisian, resmi dan penilaian sangat diperlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna. f. Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi linkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berpikir yang multi dimensional (divergent thinking). 4. Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu proses/ aktivitas yang dilakukan untuk mentransfer informasi secara langsung baik berlangsung secara formal ataupun nonformal. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal (Aunurrahman, 2009: 34). Pembelajaran
ialah
membelajarkan
siswa
menggunakan
asas
pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid (Sagala, 2011: 61).
13 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran merupakan pengembangan kemampuan oleh pendidik atau guru kepada siswa yang dilakukan dan dikembangkan secara terus menerus dengan tujuan membantu proses belajar siswa. 5. Model Pembelajaran Untuk menciptakan suatu kondisi belajar yang efektif dan kondusif dalam suatu pembelajaran, seorang pendidik harus mampu memilih, menciptakan dan merancang suatu strategi atau model pembelajaran yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce (1992), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dll (Suyadi, 2013: 14). Menurut Soekamto dalam Hamruni, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam aktivitas belajar mengajar. Hal senada dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak, yang menyatakan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (2012: 6). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu panduan bagi guru dalam merencanakan aktivitas belajar dalam upaya mencari inovasi dan alternatif cara mengajar sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik guna meningkatkan hasil belajar. 6. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
14 mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Hamruni, 2012: 119). Roger, dkk (1992) menyatakan cooperative learning is group learning activity organized in such way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increased the learning of other (Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prnsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara social diantara kelompok-kelompok siswa yang di dalamnya setiap peserta didik bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain) ( Huda, 2014: 29). Adapun empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu: adanya peserta didik dalam kelompok, aturan kelompok, upaya belajar setiap anggota kelompok, dan tujuan yang harus dicapai (Suyadi, 2013: 61). Slavin (1995) mengemukakan bahwa dengan pembelajaran kooperatif prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan, disamping itu dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan peserta didik dalam
belajar berpikir,
memecahkan masalah,
dan
mengintregasikan pengetahuan dengan ketrampilannya (Hamruni, 2012: 120). Sadker dan Sadker (1997) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, 2) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar,
15 3) Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada temantemannya dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses belajar mereka nanti, 4) Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda (Huda, 2014: 66). b. Aspek Pembelajaran Kooperatif 1) Semua siswa di tempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (ability grouping atau heterogenous group) dan diminta untuk mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut, 2) Kerjasama dapat diterapkan dalam level kelas (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di ruang kelas benar-benar mempelajari materi yang ditugaskan) dan level sekolah (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di sekolah benar-benar mengalami kemajuan secara akademik), 3) Setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain, 4) Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap individu, bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa ataupun sekolah (Huda, 2014: 78). Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar untuk mencapai tujuan bersama. 7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) Two Stay-Two Stray (TS-TS) adalah salah satu jenis model pembelajaran kooperatif. Perbedaan dengan model lain dari tipe pembelajaran kooperatif, struktur TS-TS memberikan kesempatan setiap kelompok untuk mengumpulkan informasi dari kelompok lain. Kegiatan berbagi membiasakan siswa untuk menghormati setiap pendapat orang lain. Siswa juga dapat belajar untuk mengekspresikan pendapat mereka kepada orang lain. Pengakuan
16 pendapat siswa lain dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memotivasi siswa untuk mengekspresikan ide-ide atau pendapat mereka. Siswa merasa keberadaan mereka dipercaya dan dihargai karena setiap anggota memiliki peran yang sangat penting. Selain
itu,
kehadiran
teman-teman
dalam
kelompok
dapat
menyebabkan saling motivasi dalam belajar; mereka dapat saling membantu untuk mengatasi kesulitan, saling menghormati ide atau pendapat, ditambah lagi karena menuntut siswa mempersiapkan dengan baik untuk tugas tersebut, maka siswa akan menjadi lebih memperhatikan selama pembelajaran. Menggunakan model pembelajaran ini, siswa tidak hanya menjadi lebih mandiri, tidak bergantung pada guru, tetapi juga model ini memberikan dorongan untuk berpikir dan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran ini mempromosikan siswa untuk berani bertanya dan berdebat, jadi diharapkan proses pembelajaran fisika menjadi lebih bermakna dan mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Implementasi model pembelajaran Two Stay-Two Stray (TS-TS) yakni, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdidri dari 4 siswa, guru memberikan soal atau permasalahan kepada masing-masing kelompok untuk dipecahkan bersama. Masing-masing kelompok mengirimkan 2 anggotanya untuk mencari dan bertukar informasi dari kelompok lain, sedangkan 2 anggota kelompok yang tinggal melayani tamu dari anggota lain untuk memberikan informasi. Dua anggota yang dikirim keluar kemudian kembali lagi ke kelompok asal untuk menyampaikan informasi yang didapatnya dari kelompok lain guna memecahkan soal (Sulisworo & Suryani, 2014: 59-60). Secara terperinci prosedur pelaksanaan model pembelajaran Two Stay-Two Stray (TS-TS) dikemukakan oleh Huda (2013: 141), sebagai berikut: a. Siswa bekerjasama dengan kelompok berempat sebagaimana biasa. b. Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan bersama.
17 c. Setelah selesai, 2 anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua anggoat dari kelompok lain. d. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka. e. “Tamu” mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain. f. Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan mereka semua. 8. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Meskipun model pembelajaran ini sederhana, namun sangat besar manfaatnya jika diterapkan dalam proses pembelajaran karena dapat memberikan dampak yang positif bagi siswa khususnya guna meningkatkan prestasi belajarnya. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) disebut juga dengan model pembelajaran pikir bareng dan berbagi. Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran ini, (Saminanto, 2011: 35) sebagai berikut: a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/ permasalahan yang disampaikan guru. c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. f. Guru memberikan kesimpulan. g. Penutup.
18 Ada banyak manfaat model pembelajaran Think Pair Share. Model pembelajaran semacam ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikatif mereka dengan berdiskusi dengan teman sekelas mereka. Selain itu, mereka dapat berbagi pengetahuan satu sama lain, dan itu membuat
aspek
afektif
mereka
meningkatkan
cepat.
Kagan
(2009)
menyebutkan beberapa manfaat model pembelajaran Think Pair Share, (Sugiarto & Sumarsono, 2014: 209, 210) yaitu: 1. Ketika siswa memiliki waktu untuk berfikir, kualitas respon mereka membaik. 2. Siswa secara aktif terlibat dalam proses berfikir. 3. Berpikir menjadi lebih fokus ketika didiskusikan dengan pasangan (teman sebangku). 4. Pemikiran yang kritis akan bertahan setelah pelajaran selesai di mana siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan dan merefleksikan topik. 5. Banyak siswa merasa lebih mudah untuk berdiskusi dengan sedikit teman, bukan dengan kelompok besar. 6. Tidak ada bahan khusus yang diperlukan untuk strategi ini, sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam pelajaran. 7. Membangun gagasan lain merupakan keterampilan penting bagi siswa dalam belajar. Manfaat dari diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah dapat melatih siswa untuk berfikir secara mandiri dan percaya diri untuk mengemukakan ide-idenya. Dengan berpikir bersama teman dapat memberikan ruang kepada siswa untuk menggali potensinya karena bertukar pendapat dengan teman sebaya dirasa lebih efektif, kemudian dengan menshare dengan kelompok lain dapat memfasilitasi siswa untuk berbicara di depan umum untuk melatih rasa percaya diri sekaligus memperoleh informasi secara langsung melalui masukan dari kelompok lain sehingga model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat memberikan pengaruh positif meningkatkan prestasi siswa.
19 9. Materi a. Pemuaian Semua zat, baik padat, cair, maupun gas, tersusun atas partikelpartikel atau molekul-molekul yang senantiasa bergerak tarik-menarik. Bila suhu zat semakin tinggi, molekul-molekulnya akan bergerak semakin cepat. Dalam geraknya yang terus bertambah cepat itu, molekul-molekul akan terdorong semakin menjauhi, sehingga ukuran zat semakin membesar. Dengan kata lain, zat itu memuai. Jadi, pemuaian zat adalah bertambahnya ukuran zat akibat dipanaskan. 1) Pemuaian Pada Zat Padat Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat padat disebut Musschenbroek. Alat ini bertujuan untuk menyelidiki pemuaian pada berbagai jenis logam dengan ukuran mula-mula dan pertambahan suhu yang sama. Dari hasil percobaan tersebut diperoleh bahwa, pemuaian dipengaruhi oleh jenis zat, dan pertambahan suhu.
Gambar 2.1 Musschenbroek (Winarsih dkk, 2008: 94) Untuk batang sejenis namun berbeda ukuran awalnya, kemudian dipanaskan dengan kenaikan suhu yang sama, ternyata menghasilkan pemuaian yang berbeda. Batang yang mempunyai ukuran awal lebih besar akan mengalami pertambahan ukuran yang lebih besar pula, begitu pun sebaliknya. Maka selain dua faktor di atas, pemuaian juga dipengaruhi oleh faktor ketiga yakni, ukuran awal zat.
20 Pemuaian zat padat terbagi menjadi tiga, yaitu: a) Pemuaian Panjang Pemuaian panjang adalah penambahan ukuran panjang suatu benda yang dipanaskan. Pada umumnya pemuaian panjang terjadi pada benda yang penampangnya kecil dan memanjang. Pertambahan panjang suatu benda ketika dipanaskan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: − ∆ =
=
(
−
) atau
∆
(2.1) (2.2)
Jadi panjang benda setelah dipanaskan adalah: =
+ ∆ atau
(2.3)
=
(1 + . ∆ )
(2.4)
Keterangan: ∆ = pertambahan panjang (m) = panjang mula-mula (m) = panjang benda setelah dipanaskan (m) = koefisien muai panjang (/℃) = suhu awal ( ) = suhu akhir ( ) ∆ = kenaikan suhu ( ) Koefisien muai panjang α adalah angka yang menunjukkan besarnya pertambahan panjang suatu zat padat untuk setiap kenaikan suhu 1
.
b) Pemuaian Luas Jika yang dipanaskan adalah suatu lempeng atau plat tipis, maka plat tersebut akan mengalami pemuaian pada panjang dan lebarnya. Dengan demikian lempeng akan mengalami pemuaian luas atau bidang.
21 Pertambahan luas suatu lempeng ketika dipanaskan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: −
=
∆ =
. (
) atau
−
(2.5)
. .∆
(2.6)
Jadi panjang benda setelah dipanaskan adalah: =
+ ∆ atau
(2.7)
=
(1 + . ∆ )
(2.8)
Keterangan: ∆A = pertambahan luas (m ) A = luas mula-mula (m ) A = luas benda setelah dipanaskan (m ) = 2 = koefisien muai luas (/℃) Koefisien muai luas
adalah angka yang menunjukkan besarnya
pertambahan luas suatu zat padat untuk setiap kenaikan suhu 1
.
c) Pemuaian Volume (berlaku untuk semua zat) Jika zat yang dipanaskan berbentuk bangun ruang, maka bangun ruang tersebut akan mengalami pemuaian yang disebut dengan muai volume. Pada muai volume, pemuaiannya dianggap ke segala arah. Koefisien muai volume
adalah angka yang menunjukkan
besarnya pertambahan volume suatu zat padat untuk setiap kenaikan suhu 1
. Untuk mengetahui pemuaian volume pada zat padat,
koefisien muainya adalah 3 kali koefisien muai panjang, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: =3
(2.9)
Pertambahan volume ketika dipanaskan dapat ditentukan dengan persamaan berikut: − ∆ =
= ∆
(
−
) atau
(2.10) (2.11)
22 Jadi panjang benda setelah dipanaskan adalah: =
+ ∆ atau
(2.12)
=
(1 + . ∆ )
(2.13)
Keterangan: ∆V = pertambahan volume (m ) V = volume mula-mula (m ) V = volume benda setelah dipanaskan (m ) = koefisien muai volume (/℃) 2) Pemuaian Pada Zat Cair Seperti zat padat, zat cair juga mengalami pemuaian jika dipanaskan. Namun karena zat cair selalu menempati dan mengikuti bentuk wadah/ ruangnya, maka zat cair hanya mengalami muai volume saja. Koefisien muai volume zat cair lebih besar dibandingkan dengan zat padat, hal ini dikarenakan susunan partikel zat cair yang lebih renggang, serta gaya tarik antar partikel yang lemah. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian zat cair disebut labu didih. Pada masing-masing labu didih dimasukkan beberapa jenis zat cair, kemudian diapanaskan. Setelah dipanaskan Nampak bahwa tinggi permukaan zat cair dalam labu didih berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien zat cair berbeda-beda.
sebelum dipanaskan
setelah dipanaskan
Gambar 2.2 Labu Didih (Winarsih dkk, 2008: 100)
23 Khusus untuk air pada kenaikan suhu dari 0 C sampai 4 C volumennya tidak bertambah akan tetapi justru menyusut, keanehan sifat air ini disebut dengan anomali air sehingga pada suhu 4 C air mempunyai volume terendah. Pada suhu 4 C air menenpati posisi volume terkecil sehingga pada suhu itu air memiliki massa jenis terbesar. Hubungan suhu dan volume air dapat digambarkan pada grafik di bawah ini.
Gambar 2.3 Grafik hubungan antara Volume dan Suhu Air (Winarsih dkk, 2008: 99) 3) Pemuaian Gas Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian gas disebut dilatometer. Dilatometer dipanaskan dengan nyala lilin, ternyata muncul gelembung-gelembung air keluar dari ujung pipa kapiler pada dilatometer. Hal ini menunjukkan bahwa gas memuai jika dipanaskan.
Gambar 2.4 Dilatometer (Sulistyana, 2010: 5)
24 Seperti halnya zat cair, gas juga hanya mengalami muai volume saja. Namun, koefisien muai volume gas lebih besar dibanding koefisien muai volume zat cair. Hal ini disebabkan susunan partikel gas yang berjauhan, dan gaya tarik antar partikel yang sangat lemah. Dari hasil eksperimen yang dilakukan ternyata kofisien muai untuk semua jenis gas adalah sama yaitu
atau 0,00367. Maka persamaan perubahan volume
terhadap suhu pada tekanan tetap dapat ditulis: =
(1 + . ∆ ) atau
=
(1 +
∆
)
(2.14)
Keterangan: ∆T = pertambahan suhu gas ( ) V = volume gas mula-mula (m ) V = volume gas setelah dipanaskan (m ) = koefisien muai volume (/℃) b. Masalah yang ditimbulkan oleh pemuaian dalam kehidupan sehari-hari 1. Pemasangan kaca jendela Tukang kayu merancang ukuran bingkai jendela yang sedikit lebih besar daripada ukuran sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk memberi ruang kaca saat terjadi pemuaian. Apabila desain jendela tidak diberiruangan pemuaian, maka saat kaca memuai akan mengakibatkan retaknya kaca tersebut. 2. Celah pemuaian pada sambungan jembatan Sering dijumpai sambungan antara dua jembatan beton terdapat celah di antaranya. Hal ini bertujuan agar jembatan tersebut tidak melengkung saat terjadi pemuaian. 3. Kawat telepon atau kawat listrik Pemasangan kawat telepon atau kawat listrik dibiarkan kendor saat pemasangannya pada siang hari. Hal ini dilakukan dengan maksud, pada malam hari kawat telepon atau listrik mengalami penyusutan sehingga kawat tersebut tidak putus.
25 4. Sambungan rel kereta api Sambungan rel kereta api dibuat ada celah diantara dua batangrel tersebut. Hal ini bertujuan agar saat terjadi pemuaian tidak menyebabkan rel melengkung. Rancangan yang sering digunakan sekarang ini sambungan rel kereta api dibuat bertautan dengan ujung rel tersebut dibuat runcing. Penyambungan seperti ini memungkinkan rel memuai tanpa menyebabkan kerusakan. c. Penerapan Pemuaian dalam Kehidupan Sehari-hari Beberapa manfaat pemuaian yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, antara lain: 1. Pengelingan Menyambung dua pelat dengan menggunakan paku khusus dengan proses khusus disebut mengeling. Pengelingan dilakukan dengan cara paku keling yang dipakai untuk mengeling plat dipanaskan sampai berpijar dan dimasukkan ke dalam lubang plat yang hendak kita keling. Kemudian paku bagian atas dipukul-pukul sampai rata. Setelah dingin paku keling tersebut akan menyusut dan menekan kuat plat tersebut. Pengelingan dapat dijumpai pada pembuatan badan kapal laut. 2. Keping bimetal Salah satu produk pengelingan adalah keping bimetal. Keping bimetal merupakan dua keping logam tidak sejenis yang digabung menjadi satu dengan pengelingan. Keping bimetal peka terhadap perubahan suhu. Jika keping bimetal dipanaskan, maka akan melengkung ke arah logam yang angka koefisien muai panjangnya kecil. Bila didinginkan, keping bimetal akan melengkung ke arah logam yang angka koefisien muai panjangnya besar. Produk dari keeping bimetal anatara lain: alarm pemadam kebakaran, thermostat, dan termometer bimetal. Thermostat adalah alat yang berfungsi ganda sebagai saklar otomatis dan sebagai pengatur suhu. Beberapa alat yang memanfaatkan keping bimetal dalam thermostat, antara lain: setrika listrik, rice cooker, oven, dll.
26 3. Pemasangan bingkai roda logam pada pedati dan kereta api Roda pedati dan roda kereta api memiliki ukuran lebih kecil daripada ukuran bingkainya. Untuk dapat memasang roda logam tersebut , maka dengan cara pemanasan. Hal ini mengakibatkan roda logam akan mengalami pemuaian. Kemudian roda logam tersebut dipasang pada bingkainya, setelah dingin roda akan menyusut dan terpasang pada bingkainya dengan kuat. B. Penelitian yang Relevan Penelitian terkait dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan TPS ditijau dalam aktivitas belajar siswa belum ada sebelumnya. Akan tetapi penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan penerapan model pembelajaran TSTS dan TPS telah banyak dilakukan, diantaranya yaitu: Penelitian Palupi (2013), Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dan Two Stay Two Stray (TSTS) Ditinjau dari Tingkat Kemandirian Belajar dalam Pembelajaran Matematika Siswa SMP di Kabupaten Wonogiri. Dengan kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan TS-TS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Zainuddin (2014), Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan Numbered Heads Together (NHT) Pada Materi Pokok Fungsi Ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Surakarta. Diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran langsung. Dalam penelitian lain, Isnaini (2014), Pembelajaran Fisika Melalui Pendekatan Kooperatif Menggunakan TPS (Think Pair and Share) dan TAI (Team Assisted Individualization) Ditinjau dari Kemampuan Berpikir dan Interaksi Sosial. Diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS mendapatkan hasil lebih
27 baik daripada siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI. Budiastuti (2013), Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share dan Team Assisted Individualization pada Materi Trigonometri Ditinjau dari Minat Belajar Matematika Siswa SMK di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2011/2012. Diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran konvensional. Dari keempat penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan model TS-TS dan TPS berpengaruh positif dalam proses pembelajaran dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil diatas maka dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti untuk menerapkan model TS-TS dan TPS dalam proses pembelajaran. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa kemampuan kognitif Fisika peserta didik dipengaruhi oleh 3 hal yaitu: penggunaan model pembelajaran, aktivitas belajar siswa dan interaksi antar keduanya. Uraian tentang kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS dan TPS dengan Metode Diskusi Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan TPS dengan metode diskusi terhadap kemampuan kognitif siswa. Untuk kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS (Two Stay-Two Stray) dengan metode diskusi, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) diterapkan di kelas kontrol dengan menggunakan diskusi kelompok. Penerapan model pembelajaran TS-TS dengan metode diskusi berjalan secara menyenangkan dan menekankan pada aktivitas kerja kelompok. Dalam penerapan model pembelajaran TS-TS siswa dilibatkan secara penuh dalam pemecahan masalah. Dalam pemecahan masalah, setiap kelompok dapat berinteraksi dengan kelompok lain dengan cara saling mengunjungi untuk
28 bertukar
informasi.
Dengan
penerapan
model
pembelajaran
TS-TS
memungkinkan setiap siswa mampu mengolah setiap informasi yang didapatnya serta menyampaikan informasi tersebut dengan baik dan sistematis, sehingga diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung kondusif sehingga memberikan dampak positif bagi peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran Fisika yang telah ditetapkan. Sedangkan penerapan model pembelajaran TPS dengan metode diskusi berjalan secara menyenangkan dan menekankan pada presentasi setiap pasangan kelompok untuk menshare hasil diskusinya. Dengan aktivitas belajar seperti ini diharapkan peserta didik mampu menyampaikan ide-ide mereka dengan penuh percaya diri serta mampu menggali potensi mereka untuk memecahkan berbagai permasalahan. Sehingga dengan penerapan model pembelajaran TPS dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan potensinya maka dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar. 2. Pengaruh Aktivitas Belajar Peserta Didik Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap Kemampuan Kognitif Fisika Peserta Didik Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Aktivitas belajar berkaitan erat dengan rangkaian kegiatan belajar mengajar yang dilakukan siswa atau seseorang dalam rangka menambah atau mencari informasi. Dalam proses belajar mengajar, guru harus dapat menciptakan berbagai aktivitas belajar yang memungkinkan siswa dapat mengeksplorasi
kemampuan
dan
pengetahuannya.
Pemahaman
serta
pendalaman materi akan lebih bermakna bagi siswa jika aktivitas belajar itu dilakukan langsung oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, akan tetapi yang mengolah dan mencerna adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan latar belakang masing-masing melalui berbagai aktivitas belajar mengajar, karena belajar adalah berbuat sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Aktivitas belajar yang dapat dilakukan guna mendukung hal
29 tersebut adalah dengan mendengarkan, menulis, mencatat, membaca, bertanya, memperhatikan, mengingat, berpikir, latihan atau praktek, dll. Dalam kaitannya pembelajaran Fisika, bagi siswa yang menyukai pelajaran Fisika maka akan banyak melakukan aktivitas belajar tersebut sehingga siswa itu dapat diklasifikasikan ke dalam aktivitas belajar yang tinggi. Sedangkan siswa yang kurang menyukai pelajaran Fisika maka aktivitas belajarnya
cenderung
rendah.
Perbedaan
aktivitas
tersebut
sangat
mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap materi yang dipelajari yang akan berdampak pada hasil belajar. Dalam penelitian ini membatasi aktivitas siswa berdasarkan angket yang diberikan guru untuk kemudian diisi oleh siswa, yaitu mengenai aktivitas belajar sebelum dilakukan tindakan, baik aktivitas belajar yang sering dilakukan siswa di sekolah ataupun di rumah. Dengan mengisi angket tersebut dapat diketahui siswa yang memiliki aktivitas belajar fisika yang tinggi dan rendah, sehingga diharapkan bagi siswa yang memiliki aktivitas belajar fisika yang tinggi dapat mencapai hasil yang lebih tinggi dari siswa yang memiliki aktivitas belajar fisika yang rendah. 3. Interaksi antara Model Pembelajaran Tipe TSTS, TPS dan Aktivitas terhadap Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Pemilihan model pembelajaran yang efektif oleh pendidik dan aktivitas belajar siswa keduanya akan menjadi faktor yang mempengaruhi hasil belajar fisika. Keberhasilan ataupun kegagalan penyerapan materi pelajaran sangat tergantung pada dua hal tersebut secara bersama-sama. Jika model pembelajaran yang digunakan baik tetapi tidak didukung dengan aktivitas belajar siswa yang tinggi maka hasilnya pun tidak akan optimal. Sebaliknya jika aktivitas belajar siswa yang tinggi itu tidak didukung dengan model pembelajaran yang baik maka hasilnya pun juga tidak akan maksimal. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan TPS melalui metode diskusi ditinjau dari aktivitas belajar siswa yang menekankan pada aktivitas belajar siswa. Dengan penerapan model pembelajaran yang baik
30 serta didukung dengan aktivitas belajar siswa yang tinggi diharapkan kemampuan kognitif Fisika siswa dapat meningkat. Untuk memperjelas kerangka berpikir, maka dapat digambarkan paradigma penelitian pada Gambar 2.5 sebagai berikut: Masalah-masalah dalam pembelajaran Fisika:
Tipe TS-TS dengan metode diskusi
1. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan 2. Kurangnya aktivitas belajar Fisika siswa 3. Kurang dikembangkan kemampuan kognitif siswa
Model Pembelajaran Kooperatif
Prestasi Belajar
Tipe TPS dengan metode diskusi
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir D. Perumusan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dapat dikemukakan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh antara pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan TPS melalui metode diskusi terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi pokok Pemuaian. 2. Ada perbedaan pengaruh antara aktivitas belajar siswa kategori tinggi dan rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi pokok Pemuaian. 3. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan model pembelajaran TS-TS dan TPS dengan aktivitas belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika pada materi pokok Pemuaian.