BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Jasa 2.1.1 Pengertian Jasa
Menurut Kotler (2009), jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Menurut Rambat Lupiyoadi (2001), jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen. Dari definisi di atas, secara umum dijelaskan bahwa jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain di mana konsumen bertindak sebagai co-produsen dan produk yang ditawarkan dapat berupa produk fisik maupun tidak, dimana jika produk tersebut merupakan produk fisik akan mengalami beberapa perubahan
14
15
sehingga nantinya selain dapat memuaskan keinginan pelanggan, dapat memberikan nilai tambah dan tidak berakibat kepemilikan apapun. Membeli jasa, sama artinya dengan menukarkan uang dengan sesuatu yang tidak berwujud. Oleh karena itu, fokus utama dalam rangka pelayanan jasa adalah kualitas layanan yang dirasakan oleh konsumen yang telah diterimanya dari badan usaha yang memberikan layanan. Wujud konkritnya adalah bagaimana satu perusahaan dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pemakai jasa. Suatu hal yang sangat penting adalah menanamkan kepercayaan sekaligus mengembangkan loyalitas pemakai layanan. Tidak mudah menentukan kualitas tertentu hanya berdasarkan tujuan atau selera produsennya, karena masih banyak faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan seperti selera konsumen, barang-barang apa yang dihasilkan dan keterbatasan yang terdapat di dalam badan usaha itu sendiri dalam menjalankan aktivitasnya. Menurut Tjiptono (2007), peningkatan kualitas produk atau layanan harus berorientasi pada konsumen. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kegagalan yang dialami oleh badan usaha karena pengukuran kualitasnya hanya berdasarkan pada penyesuaian standar badan usaha saja. Setiap badan usaha selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dari produk atau layanannya. Apabila badan usaha kurang memperhatikan hal ini sedangkan pesaingnya memperhatikan, maka ada kemungkinan besar konsumen-
16
konsumennya akan pindah pada produk atau layanan yang dapat lebih memuaskan dirinya.
2.1.2 Karakteristik Jasa
Menurut
Kotler
dan
Amstrong
(2010),
perusahaan
harus
mempertimbangkan empat karakteristik jasa tertentu ketika merancang program pemasaran, antara lain: a. Tidak berwujud jasa (Intangibility) Jasa tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar, atau dibaui sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari kualitas dari tempat, orang, harga, peralatan, dan komunikasi yang dapat mereka lihat; oleh karena itu, tugas penyedia jasa adalah membuat jasa dapat berwujud dalam satu atau berbagai cara. b. Ketidakterpisahan jasa (Inseparability) Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, apakah penyedia tersebut adalah orang atau mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan tersebut merupakan bagian dari jasa karena pelanggan turut hadir saat jasa tersebut diproduksi sebagai coprodusen, interaksi penyedia jasa pelanggan adalah sifat khusus dari pemasaran
jasa.
Baik
mempengaruhi hasil jasa.
penyedia
maupun
pelanggan
akan
17
c. Keragaman jasa (Service Variability) Kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakan jasa, waktu, tempat, dan bagaimana cara mereka disediakan. Menurut Boves, Housten dan Thill (Tjiptono,2007) ada 3 faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu: -
Kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa
-
Motivasi karyawan dalam melayani pelanggan
-
Beban kerja perusahaan
d. Tidak tahan lamanya jasa (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan datang. Tidak tahan lamanya jasa bukanlah masalah apabila permintaan selalu ada, tetapi ketika permintaan berfluktuasi, perusahaan seringkali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan jasa seringkali merancang strategi agar lebih baik lagi menyesuaikan permintaan dengan penawaran. Menurut Kotler (2009), penawaran suatu badan usaha terdiri dari: a. Barang berwujud murni Penawaran hanya terdiri dari barang berwujud, tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut. Contoh: sabun, buku tulis. b. Barang berwujud yang disertai jasa Penawaran terdiri dari barang berwujud yang disertai satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumennya. Contoh: komputer, mobil.
18
c. Campuran (hybrid) Penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contoh: restoran. d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan Penawaran terdiri dari satu jasa utama disertai jasa tambahan dan/atau barang pendukung. Contoh: Penerbangan, rumah sakit. e. Jasa murni Penawaran hanya terdiri atas jasa saja. Contoh: babysitter. Mengacu pada definisi di atas, Restoran Pare’gu termasuk dalam badan usaha yang menawarkan jenis jasa campuran, karena menawarkan produk makanan (barang) dan jasa pelayanan dengan proporsi yang sama.
Ketidakberwujudan Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dibaui sebelum dinikmati
Ketidakterpisahan Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia dan pelanggannya
Jasa / Pelayanan Keragaman Kualitas Jasa Tergantung pada siapa yang menyediakan, kapan, di mana dan bagaimana
Tidak Tahan Lama Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan datang
Gambar 2.1 Empat Karakteristik Jasa Kotler and Amstrong (2010)
19
2.2
Definisi Restoran 2.2.1 Pengertian Restoran
Menurut Sugiarto (1996), Restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja-meja yang tertata rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi-bunyian kecil karena persentuhan gelas-gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup di dalamnya. Menurut Soekresno (2000), Restoran adalah suatu usaha komersil yang menyediakan jasa pelayanan makan dan minum dan dikelola secara professional. Menurut Sulastiyono (1996), Restoran adalah ruangan atau tempat dengan segala fasilitasnya yang menyediakan makanan dan minuman serta pelayanannya yang disesuaikan dengan permintaan pelanggan atau konsumen. Apabila didefinisikan dari jenis barang dan jasa, restoran adalah suatu badan usaha yang dikategorikan hybrid atau campuran, karena produknya merupakan kombinasi antara barang(good) dan jasa(service). (Palmer, 1998) Definisi Rumah Makan dan Restoran menurut SK Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM/PVVI05/MPPT-85 adalah suatu usaha yang menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara komersial. Dalam SK tersebut juga ditegaskan bahwa setiap rumah makan harus memiliki seseorang yang bertindak sebagai pemimpin rumah makan
20
yang sehari-hari mengelola dan bertanggungjawab atas pengusahaan rumah makan tersebut. Usaha-usaha lain yang sejenis dan tidak termasuk dalam usaha rumah makan dalam definisi ini adalah Usaha Restoran, Usaha Tempat makan dan Usaha Jasa Boga (Katering). Menurut peraturan Menteri Kesehatan RI No. 304/Menkes/Per/89 tentang persyaratan rumah makan maka yang dimaksud rumah makan adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Pengusahaan restoran meliputi jasa pelayanan makan dan minum kepada tamu restoran sebagai usaha pokok dan jasa hiburan di dalam bangunan restoran sebagai usaha penunjang yang tidak terpisahkan dari usaha pokok sesuai dengan ketentuan dan persyaratan teknis yang ditetapkan. Pemimpin restoran adalah seseorang atau lebih yang sehari-hari memimpin dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan usaha restoran tersebut. Sedangkan bentuk usaha restoran ini dapat berbentuk Perorangan atau Badan Usaha (PT, CV, Fa atau Koperasi) yang tunduk kepada hukum Indonesia.
21
2.2.2 Faktor Internal Restoran
Menurut Suryanti (2002), faktor internal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penjualan. Berdasarkan pada pendapat ini, dipahami bahwa semua faktor yang bersumberkan dari internal restoran yang mempengaruhi penjualan restoran dikelompokkan sebagai faktor internal. Faktor-faktor intermal yang mempengaruhi penjualan antara lain produk, layanan yang diberikan, harga dan promosi. Kombinasi empat factor tersebut menjadi pertimbangan bagi para pengunjung untuk memilih restoran. Elemen-elemen yang menjadi bagian dari produk restoran yang juga mempengaruhi pengalaman makan (meal experience) antara lain: (Food and Beverage Management, 2002) a. Food and Drink Elemen ini meliputi makanan dan minuman, pilihan, ketersediaan, dan fleksibilitas untuk permintaan menu khusus (special request) serta kualitas dari makanan dan minuman yang ditawarkan. Makanan dan minuman ini sendiri, dalam bentuk menu atau daftar makanannya harus terfokus pada kebutuhan dan permintaan pengunjung. Banyak pengusaha rumah makan yang membedakan tipe makanan dan minuman yang disajikan untuk menawarkan sesuatu yang lain dari pesaingnya. Contoh menu tersebut antara lain masakan Italy, makanan Oriental, makanan khas Indonesia, dan lain-lain.
22
b. Atmosphere Faktor atmosfer ruangan berpengaruh pada faktor emosional/perasaan yang dapat muncul. Hal ini dibentuk dari kombinasi dari beberapa unsure seperti rancangan (design), tata ruang (setting), dekorasi, suhu, perlengkapan dan tingkat suara ruangan. Dekorasi ruangan seharusnya lain dari yang umumnya sehingga dapat menimbulkan perasaan menyenangkan dan rileks. Dekorasi dan tata ruang juga berperan penting dalam hal meal experience, sedangkan tata pencahayaan ruang berhubungan dan disesuaikan dengan dekorasi ruangan. Dengan banyaknya kemajuan saat ini, pengusaha restoran dapat menciptakan/menyesuaikan atmosfer ruangan restoran sesuai dengan konsep makanan yang dijual. c. Cleanliness Masalah kebersihan dan kehigienisan erat hubungannya dengan peralatan yang digunakan, karyawan, dan merupakan dasar dari kerapian, seragam yang sesuai dan penggunaan sarung tangan contohnya dapat memberikan nilai positif dalam hal ini. d. Level of Service Service atau pelayanan ialah bagian dari produk dan bisa dianggap sebagai hubungan langsung antar produk dengan pelanggan. Pada intinya, pelayanan melibatkan interaksi langsung antara pelanggan dengan karyawan yang melayani.
23
William Martin (1986) mengidentifikasikan 2 faktor yang membentuk pelayanan dalam usah rumah makan, yakni: 1. Faktor prosedural yang meliputi seberapa tepat waktunya, seberapa
konsisten
dan
teraturnya
pelayanan
yang
diberikan. 2. Faktor keramah-tamahan yang meliputi keramahtamahan dan sikap dari karyawan. e. Price Harga merupakan factor yang mempengaruhi meal experience yang juga berhubungan dengan nilai dan juga manfaat dan keuntungan setelah mengunjungi restoran tersebut.
2.2.3 Jenis-Jenis Restoran
Menurut Wojowarsito dan Poerwodarminto (Marsyangm, 1999:71), restoran atau rumah makan dapat antara lain: a. A’la Carte Restaurant Restoran yang mendapatkan izin penuh untuk menjual makanan lengkap dengan banyak variasi di mana tamu bebas memilih sendiri makanan yang mereka inginkan. Tiap-tiap makanan di dalam restoran ini memiliki harga sendiri-sendiri.
24
b. Table D’hote Restaurant Restoran yang khusus menjual menu table d’hote, yaitu suatu susunan menu yang lengkap (dari hidangan pembuka sampai penutup) dan tertentu dengan harga yang telah ditentukan pula c. Coffee Shop atau Brasserei Restoran yang pada umumnya berhubungan dengan hotel, suatu tempat dimana tamu bisa mendapatkan makan pagi, makan siang, dan makan malam secara cepat dengan harga yang terjangkau. Pada umumnya sistem pelayanannya adalah dengan American Service, dimana yang diutamakan adalah kecepatannya. Ready on plate service artinya makanan sudah diatur dan disiapkan di atas piring. Kadangkadang penyajiannya dilakukan dngan cara buffet atau prasmanan. d. Cafetaria atau Café Suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh. e. Canteen Restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik, dan sekolah, tempat dimana para pekerja atau pelajar biasa mendapatkan makan siang atau coffee break, yaitu acara minum kopi disertai makanan kecil atau selingan jam kerja, jam belajar ataupun dalam acara rapat-rapat dan seminar.
25
f. Continental Restaurant Suatu restoran yang menitikberatkan hidangan continental pilihan disediakan bagi tamu yang ingin makan secara santai. g. Carvery Suatu restoran yang berhubungan dengan hotel dimana para tamu dapat mengisi sendiri hidangan panggan sebanyak yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang sudah ditetapkan. h. Pizzeria Suatu restoran yang khusus menjual pizza. Kadang-kadang juga ada spaghetti atau makanan khas Italia lainnya. i. Speciality Restaurant Restoran yang suasana dan dekorasi seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau temanya. Restoran semacam ini menyediakan
makanan
Cina,
Jepang,
Italia
dan
sebagainya.
Pelanyananya sedikit banyak berdasarkan tata cara Negara tempat asal makanan tersebut. j. Gourment Restaurant Suatu restoran yang menyelenggarakan pelayanan makan dan minum untuk orang-orang yang berpengalaman luas dalam bidang rasa makanan dan minuman. Keistimewaan restoran ini adalah makanan dan minumannya yang lezat-lezat, pelayanannya megah, dan harganya cukup mahal.
26
k. Family Type Restaurant Suatu restoran sederhana yang mengidangkan makanan dan minuman dengan harga tidak mahal, terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan
2.2.4 Pemasaran Restoran
Pemasaran restoran menurut Walker dan Lundberg (2005) adalah sebuah filosofi pemasaran yang memetakan keputusan manajemen dan pemilik, kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan publik umum, mengenai kejujuran, ketulusan dan nilai moral yang dibutuhkan dalam kepentingan untuk ditempatkan dalam nilai etika dan moral berbisnis. Sesuai dengan filosofi pemasaran, teknik dan praktek pemasaran adalah termasuk usaha-usaha manajemen untuk mengetahui keinginan sekelompok orang tertentu dan target pasar tertentu dan target pasar tertentu dalam hal makanan, pelayanan, harga dan atmosfer restoran. Pemasaran menemukan apa yang konsumen inginkan dan menyediakan keinginan dalam hal menu, atmosfer dan kadang-kadang informan juga menginginkan pelayanan/servis yang baru. Dalam bisnis restoran, konsumen melihat, menyentuh, merasakan dan mendengar melalui penawaran yang disediakan. Pemasaran memecahkan masalah-masalah konsumen. Perubahan gaya hidup menyebabkan perbedaan keinginan dan kebutuhan konsumen yang
27
bervariasi dari lokasi satu dengan yang lainnya. Anggapan apakah sebuah restoran ideal atau tidak adalah apakah sebuah restoran ideal atau tidak adalah berbeda bagi setiap orang. Sebagian orang mencari kemewahan, kenyamanan atau nilai tertentu dari sebuah restoran. Tetapi, survey mengindikasikan bahwa kualitas makanan makanan tetap penting bagi konsumen ketika memilih restoran. Hal ini disebabkan kebutuhan utama konsumen mengunjungi sebuah restoran adalah rasa lapar. Akan tetapi sekarang konsumen juga menginginkan hiburan dan informan akan mencari restoran dengan suasana yang menyenangkan.
2.3
Perilaku Konsumen 2.3.1 Definisi Perilaku Konsumen
Istilah perilaku konsumen didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan
konsumen
dalam
mencari,
membeli,
menggunakan,
mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan hubungan mereka (Schiffman dan Kanuk, 2004) Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1993), perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
28
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumers do what they do.” Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal–hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. (Sumarwan, 2004:26). Secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal – hal sebagai berikut: Apa yang dibeli konsumen (what the buy?), mengapa konsumen membelinya (why the buy it?), kapan mereka membelinya (when they buy it?), di mana mereka membelinya (where they buy it?), berapa sering mereka membelinya (how often they buy it?), berapa sering mereka menggunakannya (how often they use it?). Beberapa aspek dari pernyataan di atas perlu mendapatkan perhatian dan penjelasan agar pemahaman terhadap istilah perilaku konsumen dapat dimengerti dengan baik. Istilah pelanggan biasanya digunakan kepada seseorang yang secara teratur melakukan pembelian dari sebuah toko atau perusahaan. Sedangkan istilah konsumen biasanya lebih digunakan kepada siapapun yang melakukan salah satu aktivitas yang termasuk dalam pengertian perilaku konsumen di atas (Loudon dan Bitta, 1993). Agar kita dapat memahami pelanggan dengan baik, kita harus memperhatikan bahwa, selain aktivitas fisik, perilaku pembelian mereka juga melibatkan proses mental pengambilan keputusan yang berlangsung dalam
29
jangka waktu tertentu. Pada beberapa kasus, jangka waktu ini sangat pendek, sedangkan pada kasus yang lain, cukup lama –satu tahun atau lebih (Loudon dan Bitta, 1993). Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa. Masalah yang menyangkut pengambilan keputusan lebih banyak dalam hal keputusan seseorang dalam melakukan pembelian. Pemasar meneliti keputusan membeli konsumen secara rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli oleh konsumen, di mana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli. Pemasar dapat mempelajari apa yang dibeli konsumen untuk mencari jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang mereka beli, di mana dan berapa banyak. Mempelajari alasan tingkah laku konsumen bukanlah hal yang mudah, jawabannya seringkali jauh tersembunyi dalam benak konsumen. Pengertian perilaku konsumen seperti diungkapkan oleh Mowen “Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide” (2002:6). Pengertian perilaku konsumen yang diungkapkan Swastha dan Handoko “Kegiatan–kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan menentukan kegiatan-kegiatan tertentu” (2000:10).
30
Dari beberapa definisi di atas, perilaku konsumen dapat diartikan sebagai tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh konsumen
perorangan,
kelompok
maupun
organisasi,
untuk
menilai,memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut.
2.3.2 Tujuan Mempelajari Perilaku Konsumen
Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan dari para konsumen. Tetapi, memahami konsumen bukanlah hal yang mudah. Konsumen dapat menyebutkan kebutuhan dan keinginan mereka pada suatu waktu, namun pada akhirnya memutuskan atau bertindak sebaliknya. Pihak pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan perilaku pembelian dari konsumen yang menjadi targetnya. Studi ini akan memberi masukan atau ide – ide dalam mengembangkan produk baru, fitur, harga, distribusi, dan elemen–elemen pemasaran yang lainnya (Kotler, 2000). Tanggapan dari konsumen merupakan sebuah ujian terhadap strategi pemasaran. Pengetahuan akan konsumen menjadi aspek penting dalam penyusunan strategi pemasaran, Data mengenai konsumen akan membantu perusahaan dalam menentukan pasar serta mengidentifikasi ancaman dan
31
peluang terhadap sebuah produk. Pengetahuan tersebut juga dapat membantu meyakinkan perusahaan apakah sebuah produk masih menarik di mata konsumen (Solomon, 2004). Keputusan yang didasarkan kepada asumsi eksplisit, teori dan riset yang baik akan lebih baik dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada intuisi semata. Pengetahuan mengenai perilaku konsumen dapat menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage), dan mengurangi pengambilan keputusan yang keliru (Hawkins, Best, dan Coney, 2001).
2.3.3 Customer Value
Menurut Woodruff (1997), Customer Value adalah pilihan yang dirasakan pelanggan dan evaluasi terhadap atribut produk, kinerja atribut dan konsekuensi yang timbul dari penggunaan produk untuk mencapai tujuan dan maksud konsumen ketika menggunakan produk. Selanjutnya Woodruff juga mendefinisikan customer value sebagai persepsi pelanggan terhadap konsekuensi yang diinginkan dari penggunaan sebuah produk. Hierarki customer value terdiri dari 3 tingkatan, yaitu: atribut produk dan jasa, konsekuensi produk dan jasa, dan tujuan pelanggan. Definisi masing-masing tingkatan pada hierarki tersebut adalah: (Woodruff,1997)
32
a. Atribut produk atau jasa (product attribute) Dasar hierarki, yaitu pelanggan belajar berpikir mengenai produk atau jasa sebagai rangkaian dari atribut dan kinerja atribut. b. Konsekuensi produk atau jasa (product consequence) Konsekuensi yang diinginkan oleh pelanggan ketika informan membeli dan menggunakan produk. c. Maksud dan tujuan pelanggan (customer’s goals and purposes) Maksud dan tujuan pelanggan yang dicapai melalui konsekuensi tertentu dari pengggunaan produk dan jasa tersebut.
Desired Customer Value Customer’s goals and
Customer Satisfaction with Received Value Goal-based satisfaction
purposes
Desired consequences in
Consequences-based satisfaction
use situation
Desired product attributes
Attribute-based satisfaction
and attribute performances Gambar 2.2 Hierarki Customer Value Woodruff (1997:142)
Pada gambar di atas, customer value dijelaskan dengan anak panah yang bertimbal balik. Hal ini menandakan bahwa masing-masing tingkatan saling berhubungan dan saling mendukung, tidak terpisahkan atau berdiri
33
sendiri dalam pemenuhannya. Hal ini menandakan bahwa customer value harus dinilai secara keseluruhan dan bersama-sama, karena masing-masing dimensi saling berhubungan. Dan pada sisi customer satisfaction, tidak digambarkan anak panah yang bertimbal balik antar bagian. Hal ini menandakan bahwa penilaian tentang kepuasan konsumen akan suatu produk adalah terpisah pada masing-masing dimensi. Sementara itu, Peter dan Olson (2010) melengkapi masing-masing tingkatan yang dikemukakan Woodruff dengan mengungkapkan mengenai Means-End Chain, yaitu struktur pengetahuan sederhana yang memuat hubungan atribut konsekuensi dan nilai mengenai kegunaan produk. Pembagian Means-End Chain yang terperinci menurut Peter dan Olson adalah:
Attribute
Concrete Attribute
Absud Attribute
Value
Consequences
Functional Consequences
Psychological Consequences
Instrumental Value
Teminal Value
Gambar 2.3 Meands-End Chain Peter & Olson (2010)
Konsumen memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Pengetahuan tentang abstract attribute menyatakan karakteristik yang tidak tampak, sedangkan concrete attribute lebih menunjukkan pada karakteristik produk yang tampak. Consequence adalah hasil yang spesifik yang terjadi ketika
34
produk dibeli dan digunakan atau dikonsumsi. Hasil yang nampak dan langsung dialami oleh konsumen ditunjukkan oleh functional consequences sedangkan konsekuensi yang merupakan perasaan dan hasil yang dialami konsumen
dan
bersifat
pribadi
adalah
psychological
consequences.
Instrumenal dan terminal value adalah perwujudan mental yang merupakan tujuan mendasar, kebutuhan dan keadaan akhir yang ingin dicapai dalam kehidupan.
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
Menurut Kotler (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi dan psikologis. Sebagian dari faktor-faktor tersebut kurang diperhatikan oleh pemasar, walaupun sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahuii seberapa jauh faktorfaktor perilaku konsumen mempengaruhi pembelian. a. Faktor Kebudayaan Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku dari lembaga-lembaga penting lainnya. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh:
35
1. Budaya Budaya adalah kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya 2. Sub Budaya Sub budaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai terpisah berdasarkan pengalaman. Sub budaya termasuk nasionalitas, agama, kelompok ras dan wilayah geografis. 3. Kelas Sosial Kelas sosial adalah divisi masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang serupa. b. Faktor Sosial Kelas sosial merupakan pembagian masyarakat yang relatif homogen yang tersusun secara hierarkis dan anggota menganut nilainilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan, dan variabel lain. Dalam beberapa sistem sosial, anggota dari kelas yang berbeda memelihara peran tertentu dan tidak dapat mengubah posisi sosial mereka.
36
Tingkah laku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti: 1. Kelompok Kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa di antaranya merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tetapi informal, seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja. Kelompok lai merupakan kelompok sekunder, yang memiliki interaksi lebih formal dan kurang reguler. Kelompok ini mencakup kelompok keagamaan, asosiasi profesional dan serikat pekerja. 2. Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan telah diteliti secara mendalam, di antaranya bagaimana pengaruh suami, istri dan anak-anak terhadap pembelian berbagai produk dan jasa. 3. Peran dan Status Peran terdiri dari aktivitas yang diharapkan dilakukan seseorang menurut orang-orang yang ada di sekitarnya. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Orang seringkali memilih produk yang menunjukan statusnya dalam masyarakat.
37
c. Faktor Pribadi Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. (Kotler, 2001) Karakteristik pribadi yang bisa mempengaruhi keputusan membeli, yaitu: 1. Umur dan Tahap daur hidup Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi seringkali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahaptahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap. 2. Pekerjaan Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka.
Sebuah
perusahaan
bahkan
dapat
melakukan
spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu.
38
3. Situasi Ekonomi Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukan resesi, pemasar dapaat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya. 4. Gaya hidup Pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia. 5. Kepribadian dan konsep diri Kepribadian setiap orang jelas mempengaruhi perilaku membelinya.
Kepribadian
mengacu
pada
karakteristik
psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertaan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri. Kepribadian biasanya diuraiakan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk
39
menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu. d. Faktor Psikologis Faktor-faktor
psikologis
sebagai
bagian
dari
pengaruh
lingkungan di mana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh di masa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang.
Menurut Hendarto (2001), terdapat hubungan yang erat antara kualitas layanan dengan keinginan membeli konsumen terhadap suatu produk, selain menyajikan menu yang sesuai dengan selera konsumen, maka sebuah restoran juga mutlak untuk memberikan pelayanan yang menarik bagi konsumen. Pelayanan dianggap menarik jika melalui pelayanan tersebut, konsumen merasa diperhatikan dan bisa mendapat kesenangan. Sehingga dengan adanya layanan yang semakin berkualitas semakin senang konsumen mengunjungi sebuah restoran.
2.3.5 Proses Keputusan Membeli
Menurut Kotler (2009) keputusan membeli melewati lima tahapan, yaitu:
40
a. Pengenalan masalah Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan. b. Pencarian informasi Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak informasi atau mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan produk yang dapat memuaskan ada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan akan membelinya. Bila tidak membeli, konsumen dapat menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan tersebut.Pengaruh relatif dari sumber informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya, konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi bahkan tampaknya lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter pada umumnya belajar mengenai obat baru dari sumber komersial, tetapi bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.
41
c. Evaluasi alternatif Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif dalam perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan memberikan tingkat arti berbeda terhadap atribut berbeda menurut kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai di mana posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk total konsumen akan bervariasi pada tingkat atribut yang berbeda. Kelima, konsumen sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda lewat beberapa prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian. Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik. Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya pada teman,
42
petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga. Pemasar harus mempelajari pembeli
untuk
mengetahui
bagaimana
sebenarnnya
mereka
mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat membuat langkahlangkah untuk mempengaruhi keputusan membeli. d. Keputusan membeli Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli konsumen adalah membeli merek yang paling disuka, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli. Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain mengenai harga, merek yang akan dipiilih konsumen. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan bisa jadi menambah niat pembelian. e. Perilaku pasca pembelian Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan, konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen akan merasa puas. Konsumen merasakan harapan
43
mereka pada informasi yang mereka terima dari penjual, teman dan sumber-sumber
yang
lain.
Bila
penjual
melebih-lebihkan
prestasiproduknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur mengenai prestasi produknya, sehingga pembeli akan puas.
Kelima tahapan di atas tidak selalu terjadi, karena ada perilaku pembeli yang tanpa melewati tahapan-tahapan tersebut. Konsumen yang melewati kelima tahapan dalam proses pengambilan keputusan secara lengkap, biasanya adalah konsumen yang belum mempunyai pengalaman membeli atau menggunakan, atau dengan kata lain merupakan first time buyer.
2.4
Preferensi Pelanggan
Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan setiap perusahaan harus menempatkan orientasi pada preferensi pelanggan sebagai acuaan untuk meningkatkan daya tarik bagi konsumen. Dewasa ini, semakin diyakini bahwa kunci utama untuk memenangkan persaingan preferensi pelanggan melalui
44
penyampaian produk yang berkualitas dengan harga bersaing., penampilan produk yang menarik, dan kemudahan dalam memperolehnya (Supranto, 1997).
2.4.1 Definisi Preferensi Pelanggan
Preferensi
pelanggan
adalah
nilai-nilai
bagi
pelanggan
yang
diperhatikan dalam menentukan sebuah pilihan. Dalam kaitan dengan preferensi ini, maka konsumen akan menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks preferensi konsumen, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya.
Gambar 2.4 Skema Konsep Pengambilan Keputusan dalam Konteks Preferensi Pelanggan dan Kepuasan Pelanggan Sumber: www.techneau.org
45
Simamora
(2003:87)
memberikan
ilustrasi
tentang
preferensi
pelanggan seperti berikut: “Saya lebih menyukai merek ini,” kata Susan sambil menunjuk the siap minum merek terkenal. Preferensi merek tercermin dari kata : Saya lebih menyukai merek ini, sebenarnya merupakan hasil evaluasi. Bermula dari preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. “Saya lebih menyukai merek in” adalah preferensi. “Saya putuskan untuk membeinya,” inilah keputusan sebelum pembelian (pre-purchase decision). Apakah pembelian ini benar-benar dilakukan? Belum tentu. Masih ada factor situasi dan pengaruh orang lain yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya (purchase decision) berbeda dari keputusan sebelumnya (pre-purchase decision). Sudibyo (2002) menyatakan bahwa preferensi pelanggan merupakan nilai-nilai yang dianut konsumen didalam menghadapi berbagai bentuk konflik dalam lingkungannya. Konflik ini tidak harus konflik dalam bentuk fisik, namun pengertian konflik yang dimaksudkan meliputi konflik dalam arti perbedaan antara harapan dengan realisasi yang dirasakan dari permasalahan yang dihadapi. Sanduan dalam bukunya menyatakan “..perusahaan pemasok daging olahan dituntut untuk dapat memahami perilaku pelanggannya sebagai salah satu cara agar dapat memanfaatkan peluang pasar yang ada secara optimal. Untuk itu perusahaan perlu untuk melakukan analisis preferensi pelanggan
46
industri pokok daging olahan” (2003:1). Berdasarkan pendapat ini, dipahami bahwa preferensi pelanggan adalah pertimbangan-pertimbangan atau tuntutantuntutan konsumen dalam kaitan dengan pembentukan perilaku pembelian. Perilaku konsumen tidak timbul dengan sendirinya, namun terdapat berbagai faktor yang berpengaruh, dan salah satunya adalah preferensi pelanggan. Petamis dalam bukunya menyebutkan bahwa “Kemampuan untuk menjual produk semurah mungkin, tidak pula menjamin mampu bersaing kalau atribut dari produk itu tidak sesuai dengan preferensi pelanggan (tuntutan pelanggan). Oleh karena itu kemampuan bersaing ditunjukkan oleh kemampuan memasok produk sesuai dengan preferensi konsumen dan ini merupakan kondisi yang diharuskan (necessary condition). Mengetahui preferensi pelanggan dari pasar yang dituju sangat mendukung dalam keunggulan kompetitif, dan preferensi konsumen ini terus berkembang dan secara fundamental mengalami perubahan” (2004:1). Pendapat tersebut lebih melihat preferensi konsumen dari perspektif tuntutan. Dalam kondisi ini, konsumen selalu dihadapkan pada pilihan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan yang disandang. Preferensi pelanggan merupakan harapan atau keinginan atas sebuah produk. Dalam kajian ini, maka dapat dipahami bahwa preferensi konsumen dianggap sebagai pandangan ideal atas keberadaaan sebuah produk dilihat dari perspektif keinginan dan tuntutan konsumen. Muharam menyatakan “..usaha memiliki permintaan pasar yang terbukti memadai untuk produk dan jasa yang dikembangkan oleh franchisor.
47
Produk dan jasa franchisor harus memiliki pasar yang mampu menjamin pertumbuhan penjualan yang berkesinambungan bukan merupakan trend atau model sesaat, mampu menyesuaikan terhadap rencana dari saingan langsung maupun tidak langsung, dan pada pergeseran preferensi pelanggan” (2003). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa preferensi konsumen merupakan nilai-nilai yang dianut dan dipertahankan oleh konsumen. Berdasarkan pendapat-pendapat yang diungkapkan tersebut, dipahami bahwa preferensi pelanggan adalah gambaran-gambaran dari nilai-nilai terbaik yang dipertimbangkan konsumen dalam menentukan sebuah pilihan. Selain itu, preferensi pelanggan juga mampu membentuk sebuah perilaku yang lebih mengarah pada sikap atau respon atas sebuah produk.
2.4.2 Pentingnya Pengukuran Preferensi Konsumen
Supranto menyatakan bahwa “pelanggan memang harus dipuaskan, sebab kalau pelanggan tidak puas akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pesaing. Hal ini akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya akan menurunkan laba dan bahkan kerugian” (1997:2). Oleh sebab itu sebuah produk harus mengetahui preferensi pelanggan agar setiap bentuk kebijakan
yang
pelanggannya.
ditetapkan
sesuai
dengan
tuntutan
dan
keinginan
48
Dalam pengukuran tingkat preferensi pelanggan, data yang diperoleh bersifat subyektif, sesuai dengan jawaban para responden menurut pengalaman dalam menggunakan suatu jenis produk tertentu. Sudibyo (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan preferensi konsumen terbagi menjadi dua, yaitu: bersifat ekonomis dan bersifat non-ekonomis. Preferensi pelanggan yang bersifat ekonomis meliputi: a. Nilai dari pengorbanan b. Manfaat yang dapat diraih, sedangkan preferensi pelanggan yang bersifat non-ekonomis meliputi: a. Kebutuhan aktualisasi diri b. Penghargaan dari lingkungan Sudibyo juga menyatakan bahwa pengukuran terhadap preferensi pelanggan sangat penting, karena: a. Sebagai dasar untuk menarik minat membeli konsumen pada suatu produk b. Sebagai acuan bagi perusahaan untuk menerapkan programprogram pembangunan loyalitas pelanggan c. Untuk menjaga interaksi yang terus berkelanjutan antara konsumen dan perusahaan. Pengukuran
tingkat
preferensi
pelanggan
berkaitan
dengan
pengukuran faktor-faktor yang membentuk sebuah preferensi konsumen. Pengukuran preferensi konsumen bermanfaat bagi pimpinan bisnis, yaitu mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis,
49
mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus menerus, terutama untuk hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggannya, dan menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan (improvement).
2.5
Strategi Pemasaran dan Perilaku Konsumen
Strategi pemasaran dimulai dengan analisis pasar, di mana perusahaan– perusahaan berkompetisi. Hal ini membutuhkan analisis yang mendalam mengenai kekuatan dan kelemahan pesaing, kekuatan ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi industri, target konsumen yang ada, dan adanya peluang masuknya konsumen potensial yang baru (Kotler, 2010). Berdasarkan analisis tersebut, perusahaan mengidentifikasikan sekelompok individu, rumah tangga, atau perusahaan yang memiliki kebutuhan yang sama.Konsumen dapat dibagi – bagi menjadi beberapa segmen, berdasarkan faktor geografis, demografi, dan sebagainya. Satu atau lebih dari segmen tersebut akan dipilih sebagai target pasar berdasarkan kemampuan perusahan dibandingkan dengan pesaing. Strategi pemasaran meliputi penentuan fitur produk, harga, komunikasi, distribusi dan jasa yang memberikan pelanggan sebuah superior value. Keseluruhan karakteristik ini sering disebut sebagai total product (Hawkins, Best, dan Coney, 2001).
50
2.5.1 Bauran Pemasaran Restoran
Bauran pemasaran jasa pada produk barang berbeda dengan bauran pemasaran jasa pada produk jasa. Bauran pemasaran produk barang mencakup 4P yaitu produk (product), harga (price), lokasi (place), promosi (promotion), ditambah tiga indicator lagi untuk produk jasa, yaitu orang (people), proses (process) dan lingkungan fisik (physical evidence) (Lupiyaodi, 2001). Ketiga indikator terakhir yang terkait dengan sifat jasa dimana produksi atau operasi hingga konsumen merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dan mengikutsertakan konsumen dan pemberi jasa secara langsung. Dengan kata lain, terjadi interaksi langsung antara keduanya, sehingga apabila salah satu tidak tepat pengorganisasiannya akan mempengaruhi strategi pemasaran secara keseluruhan.
2.5.2 Promosi Perusahaan
Promosi adalah aktivitas yang dilakukan restoran untuk mencari konsumen, bukan hanya untuk sekali datang, tetapi juga konsumen yang akan melakukan pembelian berulang. Tujuan dari promosi adalah meningkatkan awareness, meningkatkan persepsi konsumen, menarik pembeli pertama, mencapai persentase yang lebih tinggi untuk konsumen yang berulang, menciptakan loyalitas merek, meningkatkan average check, meningkatkan
51
penjualan pada makanan tertentu atau waktu-waktu khusus, dan mengenalkan menu baru. Menurut Kotler (2008) sebuah perusahaan harus melakukan lebih dari hanya membuat produk yang baik, mereka harus menyampaikan informasi kepada pelanggan mengenai keuntungan suatu produk dan menempatkan produk dalam benak pelanggan. Terdapat hal penting yang membuat pelanggan dapat mengingatnya meskipun konsumen juga dapat menemukan produk lain yang sejenis di pasaran. Unsur promosi dalam bauran jasa membentuk peranan penting dalam membantu mengkomunikasikan positioning jasa kepada para konsumen dan pasar-pasar relationship. Payne (2000) mendefinisikan promosi sebagai program komunikasi yang berhubungan dengan pemasaran produk atau jasa. Menurut Kotler (2009) yang termasuk dalam bauran promosi antara lain: periklanan, promosi penjualan, penjualan perorangan (personal selling), hubungan masyarakat (public relation), pemasaran langusng (direct marketing, dan pemasaran lewat internet (internet marketing). 1. Periklanan (Advertising) Iklan merupakan media promosi yang paling banyak digunakan oleh
pemasar,
sebab
memiliki
keunggulan
cepat
dalam
menyebarkan informasi dan kemampuan iklan untuk dingat dalam waktu singkat. Bentuk iklan yang biasa digunakan antara lain, media cetak, elektronik, film, brosur, poster, selebaran, billboard, dan sebagainya.
52
2. Promosi Penjualan (Sales Promotion) Bentuk persuasif secara langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli konsumen. Contohnya dengan adanya undian berhadiah, diskon, sampel produk, coba gratis, hadiah bagi pelanggan, pengembalian uang, dan sebagainya. 3. Penjualan Perorangan (Personal Selling) Komunikasi langsung antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalka suatu produk. Contohnya penjualan dengan jasa sales, penjualan melalui toko, pasar malam, presentasi penjualan, dan lain-lain. 4. Hubungan Masyarakat (Public Relation) Bentuk penyajian,promosi, penyebaran ide, barang dan jasa yang dilakukan oleh pihak atau organisasi lain yang bukan produsen dari produk tersebut (promosi secara cuma-cuma). Contohnya bisns atau produk yang diiklankan oleh majalah atau televisi karena kelebihannya (misalnya wisata kuliner), acara seminar, pidato dan lain sebagainya.
53
5. Pemasaran Langsung (Direct Marketing) Sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur atau transaksi di sembarang lokasi. Contohnya dengan datang langsung ke konsumen, lewat telepon, pos, dan sebagainya. 6. Pemasaran Lewat Internet (Internet Marketing) Terdapat diversifikasi dengan adanya fungsi-fungsi seperti penerima, adanya informasi dan gambar, berbagai pertanyaan, respon terhadap pertanyaan atau keluhan, dan terakhir mampu melaksanakan transaksi pembelian. Banyak perusahaan mempunyai website pribadi, yang dapat berfungsi sebagai media promosi dan menjual produk secara online.
Pemilihan bauran promosi untuk jasa meliputi keputusan-keputusan mengenai persoalan-persoalan seperti: apakah dengan cara mengiklankan, menggunakan penjualan personal atau menggunakan sarana publikasi yang berkaitan dengan kesadaran masyarakat (Payne, 2000). Menurut Lamb, Hair & McDaniel (2001), promosi penjualan adalah kegiatan kamunikasi pemasaran, di mana insentif jangka pendek memotivasi konsumen untuk membeli barang & jasa dengan segera, baik dengan harga rendah atau dengan menaikkan nilai tambah. Bauran promosi yang dipilih
54
oleh suatu perusahaan bagi suatu produk atau jasa tergantung pada beberapa faktor, antara lain: sifat produk, tahapan dalam daur hidup produk, karakteristik target pasar, jenis keputusan pembelian, tersedianya dana untuk promosi, dan menggunakan baik strategi mendorong (push) maupun menarik (pull).
2.5.3 Langkah dalam Menetapkan Kebijakan Promosi
Terdapat langkah-langkah yang harus diperhatikan perusahaan dalam menetapkan kebijakan promosi. Menurut Kotler (2008), langkah dasar dalam menetapkan promosi antara lain: a. Menetapkan target konsumen Setiap kelompok konsumen mempunyai perilaku yang berbeda, termasuk perilakunya dalam menyikapi sebuah promosi produk. Sebagai langkah awal, perusahaan harus mampu mengidentifikasikan konsumen yang dituju dan karakteristik konsumen bersangkutan agar promosi yang ditetapkan bisa direspon positif oleh konsumen. b. Memilih media promosi Setiap media promosi mempunyai jangkauan pasar yang berbeda. Akses yang semakin besar kepada konsumen mempengaruhi terserapnya informasi dari media tersebut kepada konsumen sehingga
55
perusaahaan perlu memilih media yang sesuai dengan target konsumen yang dituju. c. Mengukur keberhasilan promosi Dalam melakukan sebuah kebijakan promosi, maka perusahaan seharusnya mengukur seberapa tinggi keberhasilan promosi yang telah dilakukan. Melalui pengukuran tingkat keberhasilan promosi, maka perusahaan dapat menetapkan kebijakan yang tepat agar informasi mengenai produk perusahaan tetap bisa diterima konsumen
2.5.4 Pengaruh Promosi Terhadap Keinginan Membeli
Promosi mengandung unsur mempengaruhi konsumen, sehingga konsumen berperilaku seperti yang diinginkan perusahaan yaitu melakukan pembelian terhadap sebuah produk. Keputusan membeli konsumen timbul ketika konsumen mempunyai keinginan atas produk tersebut. Untuk menumbuhkan keinginan konsumen, maka diperlukan informasi yang bisa mempengaruhi konsumen. Berdasarkan pemahaman tersebut, diketahui bahwa promosi berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. (Tjiptono, 2007)
56
2.6
Loyalitas pelanggan
2.6.1 Definisi Loyalitas Pelanggan Loyalitas pelanggan jarang dan sulit dicapai. Pilihan kenyamanan dan harga yang murah menunjukkan bahwa sekarang ini benar-benar mudah untuk tidak loyal. Loyalitas pelanggan diasosiasikan dengan kartu, poin, dan penghargaan. Jadi, membuat orang loyal sehingga mereka menghabiskan waktu ekstra 10 menit di supermarket, atau membayar harga premium, atau membeli sesuatu dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan label yang sama,
atau
memaafkan
perusahaan
ketika
berbuat
salah
sehingga
membutuhkan keterlibatan yang lebih dan menciptakan tantangan jangka panjang (Fisk, 2006) Loyalitas adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk/jasa yang disukai secara konsisten di masa mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama secara berulang, meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perilaku beralih merek (Tjiptono, 2007) Menurut Wulf, Gaby dan Lacobucci (2001) loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan, dan mereka berhasil menemukan bahwa kualitas keterhubungan yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas.
57
Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas konsumen lebih luas cakupannya daripada loyalitas merek, karena loyalitas konsumen mencakup loyalitas terhadap merek (Dharmmesta, 1999). Loyalitas adalah tentang presentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Menurut Griffin (2002), loyalitas pelanggan adalah komitmen untuk bertahan secara mendalam untuk melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali produk atau jasa terpilih secara konsisten di mansa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Konsep lain mengenai loyalitas pelanggan menyebutkan bahwa konsep loyalitas lebih mengarah kepada perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang pelanggan yang loyal akan memperlihatkan perilaku pembelian yang dapat diartikan sebagai pola pembelian yang teratur dan dalam waktu yang lama, yang dilakukan oleh unit-unit pembuat atau pengambil keputusan. Buku Loyalty Effect karangan Reicheld mendefinisikan logika finansial untuk membangun loyalitas pelanggan, berargumen bahwa pelanggan yang loyal akan: a. Menjadi pelanggan lebih lama - memperbaharui pembelian mereka setiap waktu
58
b. Membeli lebih banyak - menambah produk atau jasa lain c. Membayar lebih – mentolerir premium dan bersedia tidak memperoleh diskon d. Biaya rendah – berbiaya rendah dalam hal layanan, dan membutuhkan upaya penjualan dan dukungan yang lebih sedikit e. Mengatakan kepada orang lain – menjadi penasihat dengan menceritakan kepada teman baik mereka juga. Dalam mengukur kesetiaan, Zeithaml (1996) menyatakan dengan beberapa atribut, yaitu: a. Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain b. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran c. Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama dalam melakukan pembelian jasa d. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan beberapa tahun mendatang. Adapun pendapat dari Oliver, yang mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Untuk itu terdapat konsep loyalitas yang ditawarkan Oliver (1999:35-37) mengenai tingkat loyalitas konsumen terdiri dari empat tahap, yakni:
59
1. Loyalitas Kognitif Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen. 2. Loyalitas Afektif Sikap favorable konsumen terhadap merek yang merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyalty berlangsung. Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen konsumen terhadap produk dan jasa. 3. Loyalitas Konatif Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi. 4. Loyalitas Tindakan Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan. Tjiptono (2001) mengemukakan indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu: 1) Pembelian ulang 2) Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut
60
3) Selalu menyukai merek tersebut 4) Tetap memilih merek tersebut 5) Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik 6) Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain. Karakteristik pelanggan yang loyal adalah: a. Melakukan pembelian berulang (repeat purchase) b. Tidak mudah terpengaruh atau tertarik dengan penawaran produk/jasa (refuse) c. Menarik pelanggan baru untuk perusahaan (penciptaan prospek bagi perusahaan) dengan merekomendasikan kepada orang lain (recommendation) d. Membeli diluar lini produk atau jasa (reward) Menurut Griffin, orang tumbuh menjadi pelanggan yang loyal secara bertahap. Proses tersebut dilalui dalam jangka waktu tertentu, dengan perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan. Tahap tersebut meliputi: (2003:387) 1. Suspect, meliputi orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan 2. Prospect, orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk/jasa tertentu dan mempunyai keyakinan untuk membelinya 3. Disqualified Prospect, yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan
barang/jasa
tertentu
tetapi
tidak
kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut
mempunyai
61
4. First Time Custtomers, yaiitu konsumeen yang membeli m unttuk ma kalinya. Mereka massih menjadi konsumen k y yang baru pertam 5. Repeaat Customeers, yaitu konsumen yang telaah melakukkan pembbelian suatu produk p sebanyak dua kaali atau lebihh 6. Cliennts, yaitu pembeli semuua barang/jassa yang merreka butuhkkan dan ditawarkan d oleh perusaahaan, serta mereka membeli m secaara teratuur 7. Advoccates, seperrti layaknyaa clients, addvocates meembeli selurruh baranng/jasa yangg ditawarkann yang ia buutuhkan, serrta melakukkan pembbelian secaraa teratur. Seebagai tambahan, merekka mendorong temann-teman merreka yang laiin agar mem mbeli barang//jasa tersebuut.
Advocate Client Repeat F First Time Disqu ualified Prosp pect Prospect Suspect Gaambar 2.5 Tahap-Tahap Men njadi Pelanggaan yang Loyall Griffin, 2002
62
2.6.2 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kepuasan
Pelanggan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan antara lain: a. Kualitas Produk Pelanggan merasa puas apabila setelah membeli dan menggunakan produk ternyata kualitas produk baik b. Harga Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan nilai uang yang tinggi. Komponen harga ini relatif tidak penting bagi mereka yang tidak sensitif terhadap harga. Untuk industry ritel, komponen harga ini sungguh penting dan kontribusinya terhadap kepuasan relatif besar. c. Service Quality Service Quality sangat bergantung pada 3 hal, yaitu system, teknologi dan manusia. Faktor manusia ini memegang kontribusi sekitar 70%. Tidak mengherankan, kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru. Pembentukan attitude dan perilaku yang seiring dengan keinginan perusahaan menciptakan, bukanlah pekerjaan yang mudah. Pembenahan harus dilakukan melalui proses rekrutmen, training, budaya kerja, dan hasilnya akan terlihat setelah tiga bulan.
63
d. Faktor emosional Kepuasan pelanggan dapat timbul pada saat menggunakan produkproduk dengan brand image yang baik. Rasa bangga, percaya diri, symbol sukses, bagian dari kelompok orang penting dan sebagainya adalah contoh-contoh faktor emosional yang mendasari kepuasan pelanggan. e. Kemudahan Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
2.6.3 Alat Pengukur Kepuasan Pelanggan
Alat-alat yang dapat digunakan untuk melacak dan
mengukur
kepuasan pelanggan antara lain (F.Tjiptono,2001) : a. Sistem Keluhan dan saran Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. b. Survei Kepuasan Pelanggan Penelitian menunjukan bahwa apabila para pelanggan tidak puas dengan satu dari setiap empat pembelian, maka kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas akan mengeluh.
64
c. Belanja Siluman Perusahaan-perusahaan dapat membayar beberapa orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial untuk melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing. d. Analisis Kehilangan Pelanggan Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya.