BAB II LANDASAN TEORI A. Pengendalian Internal 1. Definisi Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Demikian pula dunia usaha mempunyai perhatian yang makin meningkat terhadap pengendalian internal. Pengendalian internal adalah sistem pengendalian intern, sistem pengawasan intern, dan struktur pengendalian intern. (Sukrisno Agoes, 2011 : 100) IAPI (2011 : 319) mendefinisakn pengendalian internal sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian 3 golongan tujuan berikut ini: a. Kehandalan pelaporan keuangan b. Efektivitas dan efisiensi operasi c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Menurut Hery (2011:87) sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen, bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian intern yang efektif, yaitu
1
keandalan pelaporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas operasi serta ketaatan pada hukum dan peraturan. Sistem pengendalian internal menurut Mulyadi (2006:167) meliputi struktur organisasi, dikordinasikan
untuk
metode dan ukuran-ukuran yang
menjaga
kekayaan
organisasi,
mengecek
ketelitian dan kehandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sistem pengendalian internal pada hakikatnya adalah suatu mekanisme yang didesain untuk menjaga (preventif), mendeteksi (detektif), dan memberikan mekanisme pembetulan
(korektif)
terhadap
potensi
terjadinya
kesalahan
(kekeliruan, kelalaian, error) maupun penyalahgunaan (kecurangan, fraud). Menurut Mc Leod dan George (2008:67) yang diterjemahkan oleh Ali akbar dan Afia Fitriani, pengendalian internal dapat dibedakan dalam berbagai sudut pandang, yaitu : a. Preventif controls, yaitu pengendalian internal yang dirancang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan dan penyalahgunaan. Contoh jenis pengendalian ini ialah desain formulir yang baik, itemnya lengkap, mudah diisi, serta user training atau pelatihan kepada orang-orang yang berkaitan dengan input sistem, sehingga mereka tidak melakukan kesalahan. b. Detection control, adalah pengendalian yang didesain dengan tujuan agar apabila data direkam/dikonversi dari media sumber untuk 2
ditransfer ke sistem computer dideteksi bila terjadi kesalahan (maksudnya tidak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan). Contoh jenis pengendalian ini adalah misalnya jika seseorang mengambil uang di atm, maka seharusnya program computer mendeteksi jika dana tidak cukup, atau saldo minimum tidak mencukupi, atau melebihi jumlah maksimal yang diijinkan untuk pengambilan tiap harinya. c. Corrective control, ialah pengendalian yang sifatnya jika terdapat data yang sebenarnya error tetapi tidak terdeteksi oleh detection control , atau data yang error yang terdeteksi oleh program validasi, harus ada prosedur yang jelas tentang bagaimana melakukan pembetulan terhadap data yang salah dengan maksud untuk mengurangi
kemungkinan
kerugian
kalau
kesalahan
atau
penyalahgunaan tersebut sudah benar-benar terjadi. pengendalian internal menurut AICPA (America Institute of Certified Public Accountant ) yaitu : “Sistem pengendalian internal yaitu meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan.” (Sanyoto Gondodiyoto, 2007:247) 3
Menurut model COSO (The Committee of Sponsoring Organization) : “Pengendalian internal adalah suatu proses yang melibatkan seluruh anggota organisasi, dan memliki tiga tujuan utama, yaitu : efektivitas dan efisiensi operasi, mendorong kehandalan laporan keuangan, dan dipatuhinya hukum dan peraturan yang ada”(Ibid, 2007 :267) 2. Tujuan Sistem Pengendalian Internal Alasan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian internal adalah untuk membantu pimpinan agar perusahaan dapat mencapai tujuan dengan efisien. Tujuan dari sistem pengendalian internal yang efektif menurut Hall dan Singleton (2007:19) adalah : a. Mengamankan aktiva perusahaan b. Memastikan akurasi dan keandalan berbagai catatan dan informasi akuntansi c. Menyebarluaskan efisiensi dalam operasi perusahaan d. Mengukur ketaatan dengan berbagai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pihak manajemen. Tujuan pertama dirancangnya pengendalian internal dari segi pandang manajemen ialah untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu data yang lengkap, akurat, unik, reasonable, dan kesalahan-kesalahan
data
dideteksi.
Tujuan
berikutnya
adalah
dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data diolah 4
tepat waktu, penilaian, klasifikasi dan pisah batas waktu transaksi akuntansi tepat. Tujuan selanjutnya ialah pengamanan asset, yaitu dengan adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah serta disimpan secara aman. Tujuan dirancangnya sistem pengendalian internal dari cara pandang terkini dan yang sudah mencakup lingkup yang lebih luas pada hakekatnya adalah untuk
melindungi
harta
milik perusahaan,
mendorong kecermatan dan kehandalan data dan pelaporan akuntansi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, serta mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan aturanaturan yang ada. a. Pencatatan Pengolahan data dan penyajian informasi yang dapat dipercaya pimpinan hendaklah memiliki informasi yang benar atau tepat dalam rangka melaksanakan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi digunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting artinya, karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan. b. Mengamankan aktiva perusahaan Pengamanan atas berbagai harta benda termasuk catatan pembukuan atau file atau database semakin penting dengan adanya computer. Data atau informasi yang begitu
5
banyaknya yang disimpan di dalam media computer seperti disket dan USB dapat dirusak apabila tidak diperhatikan pengamanannya. c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasional Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah penyimpangan tujuan atau rencana organisasi, menghindari pemborosan dalam setiap segi perusahaan dan mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak efisien. d. Mendorong pelaksanaan kebijakan dan peraturan Manajemen menyusun kebijakan dan peraturan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian intern berarti memberikan jaminan yang layak bahwa kesemuanya itu telah dilaksanakan oleh karyawan perusahaan. Tujuan pengendalian
internal harus dilihat hubungannya
dengan orang atau individu yang menjalankan sistem pengendalian tersebut. Sistem harus dirancang sedemikian rupa sehingga para pegawai dapat merasakannya sendiri dan yakin bahwa pengendalian internal bertujuan mengurangi kesulitan-kesulitan dalam operasi organisasi, melindungi organisasi, merupakan persyaratan dalam upaya tercapainya tujuan, dan dengan demikian mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan. Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan akan memberikan keuntungan yang sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri, karena :
6
a. Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi, sehingga akan menghasilkan laporan yang benar. b. Melindungi atau membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan-penggelapan c. Kegiatan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan efisien. d. Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan. e. Tidak memerlukan detail audit dalam bentuk pengujian subtantif atas bahan bukti/data perusahaan yang cukup besar oleh akuntan publik. 3. Karakteristik Pengendalian Internal
Sistem
pengendalian
internal
dapat
dievaluasi
dengan
menentukan kesesuaiannya dengan kriteria yang ditetapkan. Sebuah sistem yang dapat diterima memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Tepat Waktu Pengendalian seharusnya mendeteksi penyimpangan aktual atau potensi sejak awal untuk menghindari tindakan perbaikan yang memakan biaya b. Ekonomis Pengendalian harus memberikan keyakinan yang wajar dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan biaya minimum dan dengan efek samping yang paling rendah.
7
c. Akuntabilitas Pengendalian harus membantu karyawan mempertanggungjawabkan tugas yang diberikan dan mambantu pihak manajer untuk memenuhi tanggung jawabnya. d. Fleksibilitas Kondisi perusahaan pasti akan mengalami perubahan yang berakibat pada
perubahan
rencana
dan
prosedur
pada
perusahaan.
Pengendalian yang akan mengakomodasi perubahan seperti ini tanpa harus berubah lebih disukai untuk menghindari kebutuhan akan adanya perubahan. e. Menentukan Penyebab Tindakan korektif yang diambil segera bisa dilakukan jika pengendalian tidak hanya mengidentifikasi masalah tapi juga menemukan penyebab dari masalah tersebut. f. Kelayakan Pengendalian harus mampu memenuhi kebutuhan manajemen. Pengendalian harus membantu dalam pencapaian tujuan dan rencana manajemen dan juga harus sesuai dengan karyawan dan struktur organisasi dari operasi. 4. Keterbatasan Pengendalian Internal
Untuk mencapai suatu tujuan dari struktur pengendalian internal
tidaklah
mudah
dilaksanakan.
Bagaimanapun
baiknya
pengendalian internal dalam suatu perusahaan, tidaklah menjamin 8
sepenuhnya apa yang menjadi tujuan perusahaan dapat dicapai. Hal ini disebabkan karena pengendalian internal memiliki keterbatasanketerbatasan yang dapat melemahkan pengendalian internal tersebut. Oleh karena itu Cbukan suatu hal yang mungkin, apabila dalam perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang memadai masih juga terjadi kesalahan atau penyelewengan. Keterbatasan pengendalian internal seperti yang dikemukakan oleh sanyoto dan henny hendarti (2007:129) sebagai berikut : a. Kolusi Pengendalian internal yang mengusahakan agar persekongkolan dapat dihindari sejauh mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran bertugas, larangan dalam menjalankan tugas- tugas yang bertentangan
oleh
mereka
yang
mempunyai
hubungan
kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian tidak dapat menjamin bahwa persekongkolan tidak terjadi. b. Perubahan Struktur pengendalian internal pada suatu organisasi harus selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi. c. Kelemahan manusia Banyak kebobolan terjadi pada sistem pengendalian internal yang secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang 9
bersangkutan. Oleh karena itu personil yang paham dan kompeten untuk menjalankannya merupakan salah satu unsur terpenting dalam pengendalian internal. d. Azas biaya – manfaat Pengendalian
juga
harus
mempertimbangkan
biaya
dan
kegunannya. Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi kegunannya, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (cost-benefit analysis). Mengenai pengendalian internal, seringkali dihadapi dilemma antara menyususn sistem pengendalian yang komprehensif sedemikian rupa dengan biaya yang relative menjadi makin mahal, atau seoptimal mungkin dengan resiko, biaya dan waktu yang memadai. 5. Model Pengendalian Internal COSO Committee Of Sponsoring Organizations of The Tretway Comission (COSO) memperkenalkan adanya 5 Komponen internal control yang meliputi : a.
Lingkungan pengendalian control (control Environment) Mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada diorganisasi tersebut. Salah satu
faktor
yang
berpengaruh
terhadap
lingkungan
pengendalian adalah filosofi manajemen ( manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen ( manajemen yang progresif atau 10
konservatif),
struktur
organisasi
(terpusat
arau
terdesentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian
ini amat
penting karena
menjadi dasar
keefektifan unsur-unsur pengendalian yang lain. b.
Penilaian Resiko(Risk Assesment) Semua Organisasi memiliki resiko dalam kondisi apapun yang namanya resiko pasti ada dalam suatu aktivitas baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis maupun non bisnis. Suatu resiko yang telah diidentifikasi dapat dianalisis dan evaluasi sehingga dapat diperkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.
Resiko
dapat
mincul
dan
berubah
berdasarkan berbagai kondisi, seperti : 1. Perubahan
dalam
lingkungan
operasional
yang
membebankan tekanan baru atau perubahan tekanan atas perusahaan. 2. Personel baru yang memiliki pemahaman yang berbeda atau tidak memadai atas penegendalian internal. 3. Sistem informasi baru atau yang baru direkayasa ulang yang mempengaruhi pemrosesan transaksi. 4. Pertumbuhan signifikan dan cepat yang yang menghambat penegendalian internal yang ada.
11
5. Implementasi teknologi baru kedalam proses produksi atau sistem informasi yang berdampak pada pemrosesan transaksi. 6. Pengenalan lini produk atau aktivitas baru hingga pihak manajemen hanya memiliki sedikit pengalaman tentangnya. 7. Restrukturisasi
organisional
yang
menghasilkan
pengurangan dan atau realokasi personel sedemikian rupa hingga
operasi
bisnis
dan
pemrosesan
transaksi
terpengaruh. 8. Memasuki pasar asing yang berdampak pada operasional (contohnya, risiko yang berhubungan dengan transaksi mata uang asing) 9. Adopsi suatu prinsip akuntansi baru yang berdampak pada pembuatan laporan keuangan. c. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication) Merupakan elemen-elemen penting dari pengendalian internal perusahaan. penilaian
Informasi resiko,
tentang
prosedur
lingkungan
pengendalian
pengendalian,
dan
monitoring
diperlukan oleh manajemen sebagain pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hokum dan peraturanperaturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis untuk mmenilai standar eksternal. 12
Hokum,
peristiwa
dan
kondisi
yang
berpengaruh
pada
pengambilan kepututusan dan pelaporan eksternal. d. Pemantauan (Monitoring) Pihak manajemen harus memastikan bahwa pengendalian internal berfungsi seperti yang dimaksud. Pemantauan (Monitoring) adalah proses yang memungkinkan kualitas desain pengendalian internal serta operasinya berjalan. Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal serta operasinya berjalan. Pemantauan terhadap
sistem
kekurangan
serta
pengendalian
internal
meningkatkan
akan
efektifitas
menemukan pengendalian.
Pengendalian internal dapat dimonitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan
yang terakhir
dapat
dilakukan dengan cara
mengamati prilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi. e. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian (Control Activities) adalah berbagai kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah diambil untuk mengatasi risiko perusahaan yang telah diidentifikasi. Aktivitas pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. 13
Menurut Hall dan Singleton (2007 : 191) Aktivitas pengendalian dapat dikelompokan menjadi 2 kategori yaitu : 1. Pengendalian computer Pengendalian
ini
secara
khusus
berhubungan
dengan
lingkungan IT dan Audit IT terbagi dalam 2 kelompok umum yaitu : a. Pengendalian umum (general control) Berkaitan dengan perhatian pada keseluruhan perusahaan, seperti pengendalian atas pusat data, basis data perusahaan, pengembangan sistem dan pemeliharaan program. b. Pengendalian aplikasi (application control) Memastikan
integritas
sistem
tertentu
seperti
aplikasi
pemrosesan pesanan penjualan, utang usaha dan aplikasi penggajian. 2. Pengendalian fisik Terutama berhubungan dengan aktivitas manusia yang digunakan dalam sistem akuntansi. Aktivitas ini dapat benarbenar manual seperti penjaga aktiva secara fisik atau dapat melibatkan penggunaan computer untuk mencatat berbagai transaksi atau pembaruan akun. Pengendalian
fisik
terdapat
enam kategori aktivitas
pengendalian, yaitu :
14
a.
Otorisasi Transaksi (Transaction Authorization)
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua transaksi yang diproses oleh sistem informasivalid dan sesuai dengan tujuan pihak manajemen. Otorisasi dapat bersifat umum atau khusus. Otorisasi umum diberikan kepada para personel operasional untuk melakukan operasi rutin. Contoh dari otorisasi
umum
adalah
prosedur
untuk
mengesahkan
pembelian persediaan dari pemasok yang ditunjuk hanya ketika tingkat persediaan jatuh pada titik pemesanan ulang yang dutetapkan. Otorisasi khusus berkaitan dengan keputusan situasional yang berhubungan dengan transaksi non rutin contohnya adalah keputusan untuk memperbesar pelanggan diatas jumlah normal. Biasanya adalah tanggng jawab pihak manajemen. b. Pemisahan Tugas ( Segregation of Duties) Salah satu aktivitas pengendalian yang paling penting adalah pemisahan tugas karyawan untuk meminimalkan fungsi yang tidak boleh disatukan. Pemisahan tugas ini dapat berupa berbagai bentuk tergantung pada berbagai kewajiban tertentu yang akan dikendalikan. c. Mengimplementasikan pemisahan tugas secara memadai mensyaratkan agar perusahaan memperkerjakan karyawan dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga seringkali 15
menimbulkan kesulitan bagi perusahaan kecil. Oleh karenanya dalam perusahaan kecil atau dalam berbagai area fungsional yang kekurangannya personel pihak
manajemen perlu
menyeimbanhkan ketidakberadaan pengendalian pemisahan melalui supervise yang ketat. Jadi perusahaan dapat membuat ruang pengendalian manajerial dengan seorang manjer mengawasi beberapa karyawan. mempertahankan
ruang
Dalam sistem manual
pengendalian
cendrung
berarti
langsung karena baik manajer maupun karyawan berada dala lokasi fisik yang sama. d. Catatan Akuntansi (Accounting Records) Catatan Akuntansi Perusahaan terdiri atas dokumen sumber, jurnal dan buku besar. Berbagai catatan ini menangkap esensi ekonomi dari berbagai transaksi dan menyediakan jejak audit berbagai peristiwa ekonomi. Perusahaan harus sealalu menjaga jejak audit untuk dua alas an. Pertama, informasi ini dibutuhkan untuk melakukan operasi harian. Membantu para karyawan merespon pertanyaan pelanggan dengan menunjukan status saat ini transaksi yang diproses. Kedua, jejak audit ini memainkan peranan penting dalam audit keuangan perusahaan, untuk memverifikasi berbagai transaksi terpilih melalui penelusuran dari laporan keuangan.
16
e. Pengendalian akses bertujuan untuk memastikan bahwa hanya personel yang sah saja yang memiliki akses ke aktiva perusahaan. Akses yang tidak sah akan mengekpos aktiva ke penyalahgunaan, kerusakan dan pencurian. f. Veifikasi independen Adalah
pemeriksaan
untuk
mengidentifikasi
kesalahan.
Melalui verifikasi independen pihak manajemen dapat mengakses kinerja individu, integritas sistem pemrosesan transaksi dan kebenaran data yang terdapat dalam catatan akuntansi. Contoh verifikasi indipenden meliputi : 1. Rekonsiliasi total batch pada titik-titik tertentu dalam transaksi 2. Membandingkan aktiva fisik dengan cattan akuntansi 3. Rekonsiliasi berbagai akun buku pembantu dengan akun pengendalinya 4. Mengkaji laporan manajemen (baik yang dihasilkan oleh computer maupun secara manual) yang meringkas berbagai aktivitas bisnis.
17
6. Struktur Pengendalian Internal atas Siklus Penjualan 1. Struktur Pengendalian Intern Penjualan Tunai Dalam merancang organisasi yang berkaitan dengan sistem penjualan tunai, unsur
pokok pengendalian intern dijabarkan
(Mulyadi, 2006 : 470) adalah sebagai berikut: Organisasi 1.
Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas.
2.
Fungsi penerimaan kas terpisah dari fungsi akuntansi.
3.
Transaksi penjualan tunai dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman, dan fungsi aku ntansi.
Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 4.
Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai.
5.
Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi penerimaan kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada faktur tersebut.
6.
Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit.
6.
Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjuala tunai.
7.
Pencatatan ke dalam buku jurnal diotortisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai.
Praktik yang Sehat 18
8.
Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya Dipertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan
9.
Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama atau hari kerja berikutnya.
11. Penghitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secar periodik dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern. 2. Struktur Pengendalian Intern Penjualan Kredit Unsur pengendalian intern yang ada dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi (2006:221) adalah sebagai berikut: Organisasi 1.
Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.
2.
Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.
3.
Fungsi akuntansiharus terpisah dari fungsi kas.
4.
Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut.
Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 5.
Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir serta order pengiriman.
6.
Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy. 19
7.
Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap ”sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.
8.
Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.
9.
Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.
10. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara membubuhkan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk dan memo kredit). 11. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yangSehat 12. Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 13. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 14. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
20
15. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar. 7.
Pemahaman dan Evaluasi atas Pengendalian Internal Menurut Sukrisno Agoes (2011 : 79) Pemahaman dan evaluasi atas pengendalian internal merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pemeriksaan. Karena baik buruknya pengendalian internal akan memberikan pengaruh yang besar terhadap : a. Keamanan harta perusahaan b. Dapat dipercayai atau tidaknya laporan keuangan perusahaan c. Lama atau cepatnya proses pemeriksaan akuntan d. Tinggi rendahnya audit fee e. Jenis opini yang akan diberikan akuntan public Pemahaman dan evaluasi atas pengendalian internal dilakukan berdasarkan asasasas pendukung seperti : a. Teori Going Concern Menurut Sofyan Syafri Harahap (2007 :12) Teori ini menganggap bahwa perusahaan akan terus beroperasi di masa-masa yang akan datang dan tidak ada asumsi sama sekali bahwa perusahaan berhenti beroperasi. Prinsip ini menjadi pedoman bagi kewajaran nilai yang dicantumkan dalam informasi keuangan. Nilai kekayaan dari suatu perusahaan yang dianggap hidup terus atau going concern tidak akan sama dengan nilai atau harga kekayaan atau kewajiban dari suatu perusahaan atau lembaga yang akan dilikuidasi. Biasanya 21
harga atau nilai asset dari perusahaan yang sudah dinyatakan bubar atau likuidasi akan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga atau nilai asset yang masih berjalan. Dengan demikian pengendalian perlu diterapkan untuk mencegah hal-hal yang dapat menyebabkan berhentinya kegiatan operasional perusahaan. b. Teori Pengisyaratan ( Signalling ) “Suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberi
suatu
petunjuk
bagi
investor
tentang
bagaimana
manajemen memandang prospek perusahaan”(Brigham et al. 2007). Teori ini mengasumsikan bahwa investor memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan seperti yang dimiliki para manajer atau disebut
juga kesamaan informasi (symmetric
information).Akan tetapi dalam kenyataannya manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada investor luar atau disebut juga ketidaksamaan informasi (asymmetric information) dan ini sangat berpengaruh terhadap keputusan struktur modal yang optimal. Atas dasar hal tersebut manajer perusahaan harus memberikan suatu petunjuk atau signal kepada para investor bahwa manajemen memandang baik terhadap perusahaan. Ada tiga cara yang biasa digunakaan dalam melakukan evaluasi atas pengendalian internal yaitu :
22
a. Internal Control Questionaire Internal Control Questionaire merupakan suatu cara yang digunakan untuk memahami dan mengevaluasi pengendalian internal di berbagai jenis perusahaan. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008:72) : “Internal Control Questionaire ( ICQ ) merupakan serangkaian pertanyaan tentang pengendalian dalam setiap area audit yang digunakan sebagai alat untuk memberi petunjuk kepada auditor mengenai aspek-aspek pengendalian internal yang tidak memadai”. b. Flow Chart ( Bagan Arus ) “Flow Chart merupakan gambaran arus dokumen dalam sistem dan prosedur di suatu unit usaha.”(Sukrisno Agoes , 2011 : 106) Penggunaan flow chart lebih disukai karena dapat terlihat lebih cepat apa saja kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikan dari suatu sistem dan prosedur. Setelah flow chart dibuat maka harus dilakukan walk through, yaitu mengambil dua atau tiga dokumen untuk diuji apakah prosedur yang dijalankan sesuai dengan apa yang digambarkan dalam flow chart. c. Narrative “Dalam hal ini diceritakan ( narasi ) tentang sistem dan prosedur yang berlaku di perusahaan. Cara ini biasa digunakan untuk perusahaan yang pembukuannya sederhana.”(Sukrisno Agoes, 2011 : 106) 23
Gambar 2.1 Contoh Flow Chart Penjualan Penjualan
Kredit
Penagihan
Pelanggan
1
Pesanan Pelanggan
Faktur Siapkan Pesanan Penjualan
Salinan Kredit
Periksa Kredit
Salinan Buku Besar
Buku Besar
Salinan File Jurnal Penjual Salinan Pelanggan
Voucher Jurnal
Pengeluaran Barang
Rekonsiliasita mbahan harga dan tagih pelanggan
Salinan File
Pengeluaran Barang
Slip Pengepakan
2
Dokumen Pengiriman
Dokumen Pengiriman
Salinan Buku Besar
Salinan File
Salinan Kredit
Salinan File
Faktur Fatur
Salinan Buku besar
Piutang Dagang
File
Salinan File
Pelanggan
Pesanan Pelanggan
File
Salinan Kredit
Pengeluaran Barang Dokumen Pengiriman
24 File
Pengendalian Persediaan
File Pesanan Sumber :Hall, A.James, Sistem Informasi Akuntansi, 2011:226
Tabel 2.1 Contoh ICQ Piutang Dagang NO Pertanyaan 1 2 3 4 5
6
7
8
9
10
11
Ya/Tidak
Tidak Relevan
Apakah batas kredit ditetapkan berdasarkan criteria yang ditetapkan perusahaan? Apakah dilakukan pengamatan atau peninjauan langsung ke konsumen untuk pemberian batas kredit? Untuk piutang yang sudah melewati batas kredit, dilakukan penghentian penjualan sementara? Aapakah atas saldo piutang dagang dilakukan investigasi dan konfirmasi? Dalam hal adanya perubahan rute salesman, apakah sudah dilakukan prosedur konfirmasi semua sisa kredit ke konsumen yang dilakukan oleh salesman yang bertanggung jawab dengan disaksikan oleh manajer penjualan atau penyelia penjualan. Dan salesman yang akan memegang area ersebut? Apakah atas seluruh penjualan kredit diterbitkan faktur kredit? Apakah perubahan terhadap nomor urut diperebolehkan? Apakah pada Faktur kredit dapat diketahui : a. Nama dan alamat konsumen? b.Nomor kode pelanggan? c. Jumlah dan nilai barang? d.Tanda tangan yang jelas dari pejabat berwenang? Apakah Faktur Kredit didistribusikan sebagai berikut: a. Asli diserahkan kepada kolektor dan diserahkan kepada konsumen pada saat pelunasan? b. Copy untuk Konsumen? Apakah diadakan Pengecekan fisik bulanan untuk Faktur kredit yang belum terselesaikan? Apakah jika terjadi kehilangan atas faktur-faktur kredit yang tidak ditemukan dilaporkan kepada atasan yang berwenang sebagai pemberitahuan? Apakah pemeriksaan terhadap faktur dilakukan oleh pejabat yang berwenang menyangkut penggunaan nomor yang terakhir atau untuk nomor pertama faktur yang belum terpakai? Apakah diadakan review terhadap informasi data konsumen yang mengalami perubahan data file yang selalu dimaintain? Sumber : Amin Widjaja Tunggal, Internal Audit , hal 7 25
B. Penjualan 1. Pengertian Penjualan Dalam suatu perusahaan, penjualan merupakan aktivitas yang sangat penting karena penjualan merupakan salah satu sumber pendapatan utama setiap perusahaan. Penjualan adalah penghasilan dari penyerahan barang atau jasa dari perusahaan ke konsumen sehingga penjualan merupakan unsur penting dalam masuknya arus kas dana yang besar dalam perusahaan. Arus kas ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Penjualan secara umum dapat diartikan sebagai penyerahan atau perpindahan hak atas barang dan jasa dari pihak penjual ke pihak pembeli pada waktu yang telah ditentukan dimana pembeli akan menyerahkan sejumlah uang seharga barang atau jasa tersebut baik secara tunai ataupun secara kredit.
2. Jenis-jenis Penjualan Ditinjau dari segi penerimaan uang, penjualan dibedakan menjadi penjualan tunai dan penjualan kredit. a. Penjualan tunai adalah : Sistem penjualan dimana hak atas barang dan jasa baru diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli apabila perusahaan telah menerima uang dari pembeli. Dalam penjualan tunai biasanya harga yang diberikan kepada konsumen lebih murah daripada penjualan kredit
26
karena harga yang telah dibayarkan tersebut tidak termasuk biaya bunga yang dibebankan oleh produsen kepada konsumen.
Menurut Mulyadi (2006 : 455) dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi penjualan tunai adalah: “Penjualan tunai dilaksanakan oleh perusahaaan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum barang diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli, setelah uang diterima oleh perusahaan, barang kemudian diserahkan kepada pembeli dan transaksi penjualan tunai kemudian dicatat oleh perusahaan”. b. Penjualan Kredit adalah : Sistem penjualan dimana hak atas barang atau jasa baru diserahkan oleh produsen kepada konsumen setelah konsumen melunasi kreditnya. Sebelum melakukan penjualan kredit sebaiknya bagian penjualan melakukan suatu penelitian atau analisa terhadap kemampuan pelanggan untuk memastikan kelancaran pembayaran yang akan dilakukan pelanggan. Bagian analisa kredit mempunyai peran yang sangat penting untuk menjamin kelancaran pembayaran oleh pelanggan yang akan mempengaruhi likuiditas keuangan perusahaan. Dalam penjualan kredit harga barang dan jasa yang dibebankan kepada konsumen pasti akan lebih mahal daripada barang dijual secara tunai.
27
Hal ini terjadi karena harga yang diterima oleh konsumen telah dibebani biaya bunga atas nilai piutang tersebut. 3.
Pengertian Pendapatan Seluruh aktivitas penjualan yang dilakukan oleh perusahaan,
baik penjualan tunai ataupun penjualan kredit pada akhirnya akan menghasilkan pendapatan sebagai sumber laba bagi perusahaan. pengertian dari pendapatan adalah“Kenaikan kekayaan perusahaan akibat penjualan produk perusahaandalam rangka menjalankan kegiatan usaha normal.”(Rudianto, 2009 : 15) Sedangkan pendapatan adalah“Pendapatan merupakan angka yang menunjukkan nilai penjualan total kepada pelanggan dalam suatu periode dikurangi retur dan potongan penjualan atau diskon penjualan.”(Stice et al. 2004) Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya jumlah penjualan merupakan suatu indikator yang menggambarkan prospek perusahaan. Jumlah penjualan yang besar menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tersebut baik sehingga memberi keyakinan pada para investor bahwa perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan laba yang besar. Akan tetapi bukan hanya besarnya jumlah penjualan saja yang harus diperhatikan perusahaan. Perusahaan harus memperhatikan juga pengendalian atas penjualan dan pengelolaan atas piutang yang timbul. Nilai penjualan yang besar akan menjadi sia-sia jika perusahaan tidak mampu 28
mengelola piutangnya menjadi kas sebagai sumber pembiayaan bagi perusahaan. 4. Prosedur Penjualan Piutang usaha muncul dari penjualan secara kredit. Karna penjualan kredit mengandung resiko yang tidak terdapat pada penjualan tunai berupa kemungkinan tidak tertagihnya piutang. Maka diperlukan prosedur yang lengkap dalam penjualan kredit. Yang dimaksud dengan prosedur yaitu suatu urutan kegiatan yang biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi perusahaan yang terjadi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mulyadi ( Mulyadi, 2006: 202) “ dalam penjualan kredit terdapat beberapa prosedur yang dilakukan antara lain prosedur order penjualan, prosedur persetujuan kredit, prosedur pencatan piutang dan prosedur distribusi penjualan.
C. Piutang 1. Pengertian Piutang Usaha Piutang ( Account Receivable ) timbul akibat adanya penjualan kredit. Sebagian besar perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual lebih banyak produk atau jasa. Istilah piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Dalam kegiatan perusahaan yang
29
normal, biasanya piutang akan dilunasi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sehingga digolongkan dalam aktiva lancar. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 1 (IAI:2007) suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut : a.
Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan.
b.
Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca atau
c.
Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi. Piutang usaha menurut Iwan Setiawan (2010:199) adalah “segala bentuk tagihan atau klaim perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya dapat dilakukan dalam bentuk uang, barang, maupun jasa”. .“Piutang merupakan klaim perusahaan atas uang, barang, atau
jasa
kepadapihak
lain
akibat
transaksi
di
masa
lalu.”(Rudianto, 2009 : 224) “Piutang merupakan hak klaim atau tagihan berupa uang atau lainnya kepada seseorang atau perusahaan.” (Hardi Mulya, 2008 : 198)
30
”Jumlah yang terhutang oleh pembeli yang timbul karena penjualan kepadanya barang dagangan atau jasa atau aktiva lainnya yang dilakukan secara kredit.”(Ahmad Syafi’i, 2009 : 93) Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang adalah klaim atas uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya. Piutang usaha pada umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang dan merupakan hasil dari aktivitas normal perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usaha dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Piutang usaha umumnya merupakan jumlah yang material di neraca bila dibandingkan dengan piutang non usaha. Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar, seperti misalnya piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang dividen dan bunga. Piutang non usaha biasanya disajikan secara terpisah. Jika piutang non usaha tersebut diharapkan akan tertagih dalam jangka waktu satu tahun,
maka piutang
ini
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan di bawah judul investasi.
31
2. Jenis-Jenis Piutang Usaha Menurut (Kieso et al. 2004), Weygandt dan Warfield piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Piutang Dagang ( Trade Receivables ) Adalah jumlah yang terhutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai bagian dari operasi bisnis normal. Dalam suatu perusahaan piutang dagang sering pula disebut sebagai piutang usaha ( tradereceivables ). Piutang usaha diperkirakan akan tertagih dalam periode yang relatif pendek, misalnya 14, 30, atau 60 hari. Oleh karena itu piutang usaha diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. b. Wesel Tagih ( Notes Receivables ) Adalah janji tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu pada suatu tanggal di masa depan. Walaupun wesel berisi unsur bunga karena nilai waktu dari uang, tetapi wesel dibedakan menjadi dua jenis yaitu wesel berbunga (interest bearing notes ) dan wesel tanpa bunga ( zero interest bearing notes ). Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. c. Piutang Nondagang ( Non Trade Receivables ) Adalah piutang yang muncul dari berbagai transaksi selain kegiatan utama perusahaan, dan dapat berupa janji tertulis untuk
32
membayar atau mengirimkan sesuatu. Sejumlah contoh piutang non dagang misalnya : 1. Uang muka kepada karyawan atau staff 2. Uang muka kepada anak perusahaan 3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerugian dan kerusakan 4. Piutang deviden dan bunga 5. Penjualan surat berharga atau properti lainnya selain persediaan, dll. Piutang non dagang harus diikhtisarkan dalam akun-akun dengan nama yang sesuai dan dilaporkan secara terpisah dalam laporan keuangan 3. Penagihan Piutang Ada
beberapa
teknik
yang
dapat
digunakan
untuk
meningkatkan penagihan terhadap piutang yang jatuh tempo. Penagihan yang paling murah yaitu melalui telepon dan surat (Maya, 2005). Teknik-teknik penagihan diantaranya : a. Dikirimi surat b. Ditelepon c. Didatangi d. Menggunakan agen/orang lain (debt collector) Perusahaan dapat menggunakan orang atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN).
33
e. Tindakan secara hukum atau tuntutan secara perdata Asuransi kredit dibentuk dengan maksud untuk melindungi manufacture, pengecer, perusahaan jasa, dan perusahaan lain terhadap kerugian kredit yang tidak diharapkan. Dalam penagihan piutang manajer keuangan harus menetapkan waktu penagihan rata-rata yang dapat diterima atau tingkat hari penjualan yang beredar juga rasio total piutang tak tertagih terhadap total pendapatan operasi yang dilakukan. 4.
Metode Pencatatan Piutang Tak Tertagih Piutang termasuk aktiva lancar dan dalam laporan keuangan
piutang akan muncul di laporan neraca. Untuk tujuan pelaporan, piutang dinilai sebesar jumlah yang diharapkan diterima dengan mengurangkan jumlah piutang dengan jumlah penyisihan piutang yang tidak tertagih. Dasar pengukuran dalam menampilkan nilai piutang dalam
neraca
disebut
dengan
nilai
realisasi
/
penyelesaian
(realizable/settelement value). Dasar pengukuran ini mengatur bahwa piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. Dari prinsip di atas diketahui bahwa untuk melaporkan nilai realisasi piutang maka sebelumnya kita harus menentukan nilai perkiraan yang tidak dapat ditagih pada setiap periode laporan. Kerugian piutang ini dibebankan pada periode yang bersangkutan sehingga dapat dihubungkan antara kerugian piutang dengan penjualan 34
yang mengakibatkan piutang tersebut. Pencatatan beban kerugian piutang sebelah debet akan dikreditkan ke rekening cadangan kerugian piutang sehingga tidak diperlukan untuk melakukan perubahan dalam buku pembantu piutang. Apabila jelas bahwa piutang sudah tidak dapat ditagih, maka rekening cadangan kerugian piutang didebet dan piutang dihapuskan, pada saat ini buku pembantu piutang baru dikredit. Penghapusan piutang baru bias dilakukan jika terdapat bukti yang jelas seperti customer bangkrut, meninggal, dan lain-lain. Ada dua metode pencatatan piutang tak tertagih yaitu : a. Metode Penghapusan Langsung ( direct write-of method ) Berdasarkan metode ini beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai piutang tersebut diputuskan tidak dapat ditagih lagi. Metode ini biasanya dipakai oleh perusahaan kecil karena kemudahannya. Jurnal yang dibuat untuk mencatat untuk mengakui kerugian dari akun yang tidak tertagih ini adalah : Beban piutang tak tertagih xxx Piutang usaha xxx Walaupun pengakuan piutang tak tertagih pada periode setelah ditetapkannya adalah sederhana dan mudah, namun metode ini tidak sesuai dengan konsep pengaitan ( matching concept ) antara beban dangan laba saat ini dan tidak melaporkan piutang pada nilai bersih yang dapat direalisasi. Oleh sebab itu penggunaan metode
35
penghapusan langsung dianggap sebagai penyimpangan dari praktik akuntansi yang berlaku umum. b. Metode Penyisihan ( allowance method ) Dengan
menggunakan
metode
ini,
perusahaan
memperkirakan jumlah piutang yang kemungkinan tidak tertagih selama satu periode akuntansi. Estimasi tersebut
kemudian
dimasukkan sebagai beban dan pengurangan tak langsung dalam piutang usaha melalui kenaikan dalam perkiraan penyisihan piutang tak tertagih dalam periode saat penjualan dicatat. Ayat jurnal yang biasanya digunakan untuk mengakui beban piutang tak tertagih, yang umumnya dibuat sebagai penyesuaian pada akhir periode adalah sebagai berikut : Beban piutang tak tertagih xxx Penyisihan piutang tak tertagih xxx Beban tersebut akan dicatat sebagai beban penjualan atau beban administrasi dan umum, sedangkan akun penyisihan akan disajikan sebagai pengurang dari akun piutang usaha, dan oleh karena itu akan melaporkan jumlah realisasi bersih dari piutang usaha tersebut. 5.
Metode Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada dasarnya terdapat tiga cara untuk menaksir jumlah penyisihan
untuk piutang tak tertagih (Keiso et al. 2008), yaitu :
36
a. Perkiraan Piutang Tak Tertagih Berdasarkan Presentase Penjualan Piutang muncul karena adanya penjualan kredit. Oleh karena itu jumlah penjualan kredit selama satu tahun bisa digunakan untuk menetapkan jumlah taksiran piutang yang mungkin tidak dapat ditagih. Perhitungan penyisihan piutang ditentukan dengan menetapkan suatu presentase tertentu dari besarnya penjualan kredit. Presentase ini dapat dirubah oleh perkiraan berdasarkan pengalaman perusahaan. Sebagai ilustrasi, berdasarkan pengalaman diketahui bahwa kira-kira 2% dari penjualan kredit tidak akan tertagih. Jika penjualan kredit tahun ini mencapai nilai Rp. 3.000.000, maka ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat estimasi piutang tak tertagih pada periode ini adalah : Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 600.000.00 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Rp. 600.000.00 b. Perkiraan Piutang Tak Tertagih Berdasarkan Saldo Piutang Usaha Sebagai ganti menggunakan presentase penjualan untuk mengestimasi piutang tak tertagih, perusahaan dapat mendasarkan estimasi mereka pada presentase jumlah total piutang usaha yang belum tertagih pada akhir periode tertentu. Sebagai contoh, total piutang usaha adalah Rp.5.000.000.00 dan diperkirakan bahwa 3% dari piutang tersebut akan menjadi tak tertagih. Apabila akun penyisihan telah memiliki saldo kredit sebesar Rp. 50.000 dari periode selanjutnya maka ayat jurnal penyesuaian untuk periode ini akan menjadi sebagai berikut : 37
Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 100.000.00 Penyisihan Piutang Tak Tertagih Rp. 100.000.00 c. Perkiraan Piutang Tak Tertagih Berdasarkan Analisa Umur Piutang Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan penyisihan berdasarkan piutang yang belum dibayar melibatkan analisa umur piutang (aging schedule). Piutang-piutang yang telah jatuh tempo dievaluasi untuk memperkirakan tingkat ketertagihannya masing-masing, sebagai cara untuk menetapkan besarnya piutang tak tertagih. Sama seperti metode sebelumnya, ayat jurnal yang dibuat akan mendebet beban piutang tak tertagih dan mengkredit penyisihan piutang tak tertagih sebesar jumlah yang diperlukan untuk membawa akun penyisihan ke saldo yang diinginkan. Untuk mendapatkan laporan piutang yang akurat maka diperlukan kerjasama yang baik antara fungsi-fungsi yang terlibat mulai dari terjadinya penjualan hingga diterimanya kas atau pembayaran. Fungsi-fungsi tersebut menurut (Mulyadi, 2006 : 40) meliputi : 1. Fungsi Penjualan Dalam sistem penjualan fungsi ini bertanggung jawab menerima surat order dari customer, mengedit order dari customer untuk menambah informasi yang belum ada pada surat order seperti rute pengiriman, dan meminta otorisasi kredit.
38
2. Fungsi Kredit Fungsi ini berada di bawah Departemen Keuangan yang bertanggung jawab untuk meneliti status kredit customer dan memberikan otorisasi pemberian kredit pada customer. 3. Fungsi Gudang Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh customer serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman. 4. Fungsi Pengiriman Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan. 5. Fungsi Penagihan Fungsi ini bertanggung jawab membuat dan mengirimkan faktur penjualan (invoice) kepada customer serta menyediakan copy invoice untuk kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi pencatatan piutang, fungsi akuntansi. 6. Fungsi Pencatatan Piutang Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit, mencatat berkurangnya piutang karena adanya retur atau klaim dari customer, penerimaan kas dari piutang, penghapusan piutang tak tertagih serta pengiriman pernyataan piutang kepada para debitur.
39
7. Fungsi Akuntansi Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat transaksi penjualan
kredit,
penjualan
tunai
dalam
jurnal
penjualan,
pencadangan kerugian piutang dan penghapusan piutang dalam jurnal umum. 6. Prosedur Pengelolaan Piutang Usaha Prosedur Pengelolaan Piutang Usaha menurut Warren Reeve dan Fess (2005:404) adalah sebagai berikut : Kegiatan atau tahapan-tahapah penagihan yang timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan penjualan kredit, sehingga piutang tersebut dapat tertagih.
D. Hasil Penelitian Terdahulu Sulaiman (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Prosedur Pengendalian Intern Piutang Usaha pada Astra Credit Companies cabang Makasar”, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gambaran pengendalian internal piutang usahasudah berjalan dengan baik. Sedangkan penelitian yang dibuat oleh Lasmini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Pengendalian Internal atas Penjualan
Kredit
dan
Piutang
Usaha
pada
PT.
Henkel
Dongsung”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah sistem Pengendalian internal yang dimiliki telah disesuaikan dengan standar
40
yang baik, untuk mengetahui adanya fungsi pengendalian internal atas penjualan kredit dan piutang yang telah diterapkan. Lisha (2009) dalam Penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengendalian Internal atas Penjualan Kredit dan Pengaruhnya terhadap Laporan laba Rugi pada CV. Jaya Makmur Diesel”. Menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pengendalian internal Berpengaruh ter hadap penjualan kredit dan Laporan Laba Rugi. “Peran Pengendalian Intern Piutang dalam
meminimalkan
kerugian pada PT. Federal International Finance Cabang Medan” Penelitian yang ditulis oleh Olla Auryana (2009)
bertujuan untuk
mengetahui dan meliahat sejauh mana pengendalian atas Piutang pada PT. Federal International Finance dan
untuk menganalisis peran
pengendalian internal piutang dalam hubungannya meminimalisasi pengendalian. Sedangkan Ellok Izza Afrianiswara (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Peranan Audit Internal dalam Pengendalian Internal Kredit Investasi
Menunjang Efektifitas
pada PT. Bank X. bertujuan
untuk mengetahui dan menilai peran audit internal didalam menunjang efektifitas pengendalian internal terhadap masalah pemberian
kredit
investasi pada PT. Bank X.
41
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
1
2
3
Nama dan Tahun Peneliti
Judul
Sulaiman (2012)
Analisis Prosedur Pengendalian Intern Piutang Usaha pada Astra Credit Companies cabang Makassar
Lasmini (2011)
Evaluasi Pengendalian Internal atas Penjualan Kredit dan Piutang Usaha pada PT. Henkel Dongsung
Lisha (2009)
Analisis Pengendalian Internal atas Penjualan Kredit dan Pengaruhnya terhadap Laporan Laba Rugi pada CV. Jaya Makmur Diesel
4
Olla Auryana (2009)
Peran Pengendalian Intern Piutang dalam Meminimalkan Kerugian pada PT.Federal International Finance Cabang Medan
5
Ellok Izza Afrianiswara (2010)
Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektifitas Pengendalian Internal Kredit Investasi pada PT. Bank X
Hasil Penelitian Hasil ini menunjukan bahwa secara keseluruhan, prosedur pengendalian intern terhadap piutang usaha sudah cukup berjalan efektif, dimana manajemen perusahaan sudah menerapkan konsep dasar dan prinsip pengendalian intern. Hasil penelitian ini menunjukan Prosedur pengelolaan penjualan kredit dan piutang usaha yang diterapkan menentukan secara tepat tugas dan kegiatan pada bagian customer service dan bagian penagihan yang disesuaikan dengan standar teori yang baik. Hasil penelitian ini menunjukan pengaruh pengendalian internal atas penjualan kredit terhadap laporan laba rugi. Pengaruh tersebut adalah dengan adanya pengendalian internal yang baik untuk penjualan kredit maka saldo atas penjualan dilaporan laba rugi terhindar dari kesalahan pencatatan sehingga merupakan saldo yang sebenarnya. Hasil Penelitian ini menunjukan pengendalian intern yang efektif dilihat dari prosedur penjualan kredit dan kebijaksanaanya. Adanya komite kredit yang menilai kelayakan calon konsumen berdasarkan hasil survey dari surveyor menunjukan bahwa PT. Federal tidak sembarangan dalam melakukan penjualan kredit. Hasil Penelitian ini Menunjukan Audit Internal pada bank X tersebut telah sesuai dengan pedoman pelaksanaan audit internal yang ditetapkan oleh kantor pusat.yang fungsinya adalah memeriksa, mengevaluasi, dan memberi solusi atas sistem pengendalian internal kredit investasi. 42
Gambar 2.2 A. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Pacific
Teori
Pengelolaan Penjualan
Pengendalian Internal Prosedur dan Pemgelolaan yang Baik dengan Model COSO
Pengelolaan Piutang
Prosedur Pengendalian Internal
Internal Control Question
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
43