perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidup, dapat berlangsung di mana saja, kapan saja dan tidak dalam batas usia tertentu. Pendidikan sebagai pengalaman belajar tidak hanya terjadi dalam lingkungan sekolah. Pendidikan mempunyai bentuk, suasana dan pola yang beraneka ragam, bisa terjadi dengan sendirinya, kehadirannya tidak disengaja, bahkan bisa terjadi secara misterius sampai pada bentuk-bentuk yang direkayasa secara terprogram. Bisa berupa pengalaman belajar individual, kelompok maupun massal (Siswanto, 2010). Pendidikan secara formal dilakukan melalui lembaga pendidikan atau sekolah. Pendidikan ini tidak berlangsung seumur hidup tetapi dalam waktu yang terbatas, di tempat tertentu, dengan program tertentu dan terstruktur. Pendidikan formal diciptakan untuk menyelenggarakan kegiatan tertentu yang harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan memiliki tujuan untuk penguasaan pengetahuan, ketrampilan dan sikap tertentu yang sesuai tujuan pendidikan, jenis dan peranan profesi dan sosial tertentu demi pelaksanaan tugastugas profesional dan hidup dalam masyarakat (Siswanto, 2010). Menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah seperti SD, MI, SMP, dan MTS atau bentuk lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejurusan seperti SMA, MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat. commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup progam pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi ( Kartono, 1992 dikutip Marliana, 2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan yaitu a) Faktor umur yang merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan, penampilan atau perilaku. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya. b) Faktor tingkat sosial ekonomi yang sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang diinginkan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu, dan c) Faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh besar dalam pendidikan seseorang, seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolah (Effendy, 1998 dikutip Marliana, 2011).
2. Pola asuh Pola asuh orang tua adalah segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Mariani dan Andriani, 2005). Menurut Tarmuji (2004) pola asuh adalah bentukbentuk yang diterapkan dalam rangka merawat, memelihara, membimbing, melatih dan memberikan pengaruh kepada anak. Pola asuh merupakan suatu kecenderungan cara-cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan (seperti rasa aman, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
kasih sayang, dan lain-lain), tetapi juga mengajarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan (Taganing, 2008). Tipe pola asuh antar keluarga dapat saling berbeda karena dapat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan kehidupan sosial serta budaya orang tua. Secara umum, tipe pola asuh pada orang tua terdiri dari dua perilaku, yaitu perilaku direktif dan perilaku supportif. Pada perilaku direktif, orang tua menggunakan komunikasi satu arah untuk memberitahukan peran anak dan apa saja yang seharusnya anak lakukan. Sedangkan pada perilaku supportif, orang tua menggunakan komunikasi dua arah dimana orang tua mendengarkan anak, memberi teguran positif kepada anak, serta membantu mengarahkan perilaku anak (Indra, 2014). Ada beberapa gaya atau cara orang tua dalam mendidik anak-anaknya, meliputi tingkat kontrol orang tua terhadap anak, kejelasan komunikasi orang tua dan anak serta tuntutan orang tua kepada anak untuk menjadi matang. Cara mendidik anak tersebut yaitu: pertama, pola asuh otoriter, dimana lebih menekankan kepada pengawasan dan kontrol dari orang tua terhadap anak untuk mendapatkan kepatuhan anak. Sifat pola asuh ini cenderung kaku, tegas, dan mengekang anak dalam melakukan segala tindakan. Kedua, pola asuh demokratis, yang mampu menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban orang tua maupun anak, sehingga anak dapat bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Ketiga, pola asuh permisif, atau disebut juga dengan pola asuh pemanja, dimana pegawasan yang diberikan sangat longgar, orang tua memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan tindakan tanpa pengawasan yang cukup. Keempat, univolved parenting (pola asuh penelantar), orang tua memberikan waktu, biaya, dan kasih sayang yang sangat sedikit kepada anak karena orang tua lebih sering melakukan kepentingan pribadi mereka sendiri (Baumrind, 1983 dikutip Wuryani, 2006). Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak dapat berbeda-beda dan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tua, usia orang tua, jenis kelamin orang tua dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, karakter anak dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. commit to user Sedangkan yang termasuk faktor
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
eksternal, misalnya tradisi yang berlaku dalam lingkungan sosial, ekonomi dan semua hal yang berasal dari luar keluarga tersebut yang bisa mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pola asuhnya (Aisyah, 2010). Faktor-faktor tersebut dijabarkan ke dalam beberapa poin yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan dan pengetahuan, sosial ekonomi, kondisi psikologis dan pengasuh pendamping. Pertama, usia orang tua yang merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah usia semakin bertambah pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki mengenai perilaku yang sesuai untuk mendidik anak. Anak-anak dengan orang tua usia muda akan mendapatkan pengawasan yang lebih longgar karena dalam diri orang tua usia muda cenderung memiliki sifat toleransi yang tinggi dan memaklumi terhadap anak. Usia ibu muda juga dapat mempengaruhi sumber daya yang tersedia untuk anak (Wallman, 2012). Kedua, jenis kelamin/ perbedaan gender diantara orang tua akan ikut berpengaruh dalam cara mereka mengasuh anak, hal ini mungkin disebabkan karena realisasi perbedaan dalam bagaimana mereka berpikir dan berperilaku. Diantara ayah dan ibu, keduanya memiliki keinginan untuk melakukan apa yang menurut mereka benar untuk memaksimalkan potensi anak-anak mereka. Misalnya seorang ibu ingin putrinya menjadi lebih tegas dan mahir dalam bersosialisasi dan seorang ayah ingin anaknya menjadi lebih fleksibel, tumbuh dengan tegas dan berkepribadian kuat (Pruett dan Pruett, 2009). Ketiga, pendidikan dan pengetahuan akan memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan dan wawasan yang tinggi akan memperhatikan dan merawat anak sesuai dengan usia perkembangannya dan akan menunjukkan penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik yang akan membuat anak memiliki pandangan positif terhdap orang lain dan masyarakat. Orang tua yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi terhadap perkembangan anak, mereka menunjukkan tingkat keterampilan pengasuhan yang lebih tinggi, anak-anak mereka memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dan sedikit masalah perilaku (Sanders dan Morawska, 2008). Keempat, masyarakat atau rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih pola commit asuh yang sesuai dengan perkembangan anak. to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk anak-anak yang hidup dalam kemiskinan, watak yang terbentuk akan lebih keras karena faktor-faktor lain dalam lingkungan sosial anak dan orang tua memiliki dampak pada perkembangan anak (Bornstein dan Bornstein, 2007). Kelima, kondisi psikologis orang tua juga mempengaruhi cara orang tua dalam mengasuh anak, orang tua yang rentan terhadap emosi negatif, baik itu depresi, lekas marah, cenderung berperilaku kurang peka dan lebih keras dari orang tua lainnya. Karakteristik kepribadian orang tua juga berperan dalam mempengaruhi emosi yang mereka alami, kognitif dan atribusi yang berdampak pada perkembangan kepribadian anak (Belsky, 2008). Keenam, orang tua, terutama ibu yang bekerja di luar rumah, seringkali mempercayakan pengasuhan anak kepada nenek, tante atau keluarga dekat lain. Bila tidak ada keluarga tersebut maka biasanya anak dipercayakan pada pembantu (babysitter). Dalam tipe keluarga seperti ini, anak memperoleh jenis pengasuhan yang kompleks sehingga pembentukan kepribadian anak tidak sepenuhnya berasal dari pola asuh orang tua (Liegm dkk, 2007). Ada beberapa syarat agar pola asuh menjadi lebih efektif, antara lain: a) Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, Pola asuh batita berbeda dengan pola asuh anak usia sekolah. Kemampuan berfikir batita masih sederhana, jadi pola asuh harus disertai komunikasi tidak bertele – tele dan dengan bahasa yang mudah dimengerti. b) Sesuai kebutuhan dan kemampuan anak, karena setiap anak memiliki minat dan bakat berbeda. Jika orang tua memiliki gambaran potensi anak, maka perlu diarahkan dan difasilitasi. c) Selain pemenuhan kebutuhan fisik, orang tua pun harus memenuhi kebutuhan psikis anak. Sentuhan-sentuhan fisik seperti merangkul, mencium pipi, mendekap dengan penuh kasih sayang, akan membuat anak bahagia sehingga dapat membuat pribadinya berkembang dengan matang. Kebanyakan anak yang tumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan matang, karena sewaktu kecil ia mendapatkan kasih sayang dan cinta yang utuh dari orang tuanya. d) Ayah dan ibu sebaiknya juga menerapkan pola asuh yang sama, mereka sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai – nilai yang boleh dan tidak boleh. Jangan sampai orang tua saling bersebrangan karena hanya akan membuat anak bingung. e) Penerapan pola commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
asuh juga membutuhkan sikap – sikap yang positif dari orang tua sehingga bisa menjadi contoh atau panutan bagi anaknya. Menanamkan nilai – nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami. Diharapkan kelak anak bisa menjadi manusia yang memiliki aturan dan norma yang baik dan berbakti. f) Komunikasi yang efektif dengan cara meluangkan waktu untuk berbincang – bincang dengan anak, menjadi pendengar yang baik dan tidak meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi orang tua dapat memberikan saran atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah dan dapat mengembangkan potensi yang maksimal. g) Menerapan disiplin dimulai dari hal – hal yang kecil dan sederhana, misalnya menyikat gigi. Anak perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak. h) Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya menyikat gigi setiap habis makan dan sebelum tidur. Anak akan belajar untuk konsisten terhadap sesuatu. Setiap aturan mesti disertai penjelasan yang bisa dipahami anak, mengapa hal itu harus dilakukan. Orang tua juga sebaiknya konsisten, dengan memberi contoh yang baik sehingga anak akan meniru perbuatannya (Shanti, 2007).
3. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Soekanto, 2003 dikutip Mubarak dkk, 2007). Pengetahuan merupakan hasil mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap objek tertentu (Mubarak dkk, 2007). Pendapat lain mengatakan bahwa pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya) (Taufik, 2007). Ada beberapa sumber pengetahuan yaitu: kepercayaan, pengetahuan, pengalaman indriawi, akal pikiran dan intuisi (Suparlan, 2008). Sumber pertama, kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek commit moyang.toSumber user ini biasanya berbentuk norma-
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif. Sumber kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orangorang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri. Sumber ketiga, pengalaman indriawi
yang merupakan alat vital
penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup. Sumber keempat, akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, satu persatu dan berubah-ubah, sedangkan akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, seragam dan bersifat tetap. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan, cenderung memberikan pengetahuan yangtolebih commit user umum, obyektif dan pasti.
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Sumber kelima, intuisi yang merupakan sumber gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun akal pikiran. Ketika seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal (Suparlan, 2008) Ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu: Pertama, pendidikan atau bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Kedua, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Ketiga, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa. Keempat, minat yang merupakan kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam. Kelima, pengalaman atau kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam commit emosi tosehingga menimbulkan sikap positif. user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keenam, kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan. Ketujuh, kemudahan memperoleh informasi
dapat
membantu
mempercepat
seseorang untuk
memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak dkk, 2007).
4. Pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut Pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut didefinisikan sebagai informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut yang diyakini kebenarannya. Perasaan yakin berpengaruh pada saat seseorang secara subyektif telah dapat menerima suatu obyek atau tindakan tertentu dan akibat dari tindakan tersebut. Pengetahuan merupakan salah satu faktor individu yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang di samping faktor lainnya yaitu keyakinan dan kemauan (Hollund, 1990 dikutip Farlina, 2009). Pengetahuan meliputi beberapa langkah pencegahan yaitu memelihara kebersihan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi setiap hari setelah makan dan sebelum tidur dengan cara yang baik dan benar, menggunakan pasta gigi yang mengandung flour. Mengatur pola makan dan melakukan pemeriksaan berkala minimal 6 bulan sekali ke dokter gigi (Renasari, 2014). a. Menyikat gigi Membersihkan permukaan gigi dari sisa-sisa makanan dan penumpukan plak agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung lama, sehingga kerusakan gigi dapat dihindari. Apabila menyikat gigi dengan benar permukaan gigi akan bersih dari plak. Plak dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan. Jika tidak dibersihkan akan mengakibatkan penyakit gigi yaitu gigi berlubang dan karang gigi (Mangoenprasodjo, 2004). Peralatan menyikat gigi yaitu sikat gigi dan pasta gigi. Sikat gigi yang baik adalah bertangkai lurus dan mudah dipegang, kepala sikat gigi harus kecil agar dapat menjangkau gigi di bagian paling ujung, bulu sikat lembut agar tidak merusak gigi dan gusi. Pasta gigi yang digunakan adalah pasta gigi yang commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengandung fluor. Fluor adalah salah satu zat yang dapat menambah kekuatan pada gigi (Pratiwi, 2009). Waktu menyikat gigi minimal 2 kali sehari yaitu setelah makan pagi dan sebelum tidur. Idealnya makan pagi dilakukan sebelum melakukan aktivitas dan dilanjutkan dengan menyikat gigi, sehingga kondisi mulut tetap bersih sampai makan siang, dan menyikat gigi sebelum tidur karena pada waktu tidur air ludah berkurang sehingga asam yang dihasilkan oleh plak akan menjadi lebih pekat dan kemampuannya untuk merusak gigi akan menjadi lebih besar. Oleh karena itu, untuk mengurangi kepekatan dari asam maka plak harus dihilangkan (Rahmadhan, 2010) b. Mengatur pola makan Makanan yang tidak dianjurkan adalah makanan dari jenis tepungtepungan seperti roti, ubi, jagung karena makanan tersebut digolongkan dalam zat tepung atau zat gula/glukosa.Makanan jenis ini bila terselip atau menempel di permukaan gigi oleh kuman di dalam mulut akan diubah menjadi asam. Asam yang sudah terbentuk ini adalah bahan yang yang tajam dan mampu membuat email gigi menjadi lunak. Di atas permukaan email yang lunak tersebut bakteri akan merusak email sehingga mengakibatkan gigi berlubang (Machfoedz, 2008) British
Dental
Association
menganjurkan
agar
masyarakat
mengkonsumsi beragam makanan, terutama buah-buahan dan sayur-sayuran, susu yang kaya kalsium, jus tanpa pemanis. Beberapa hal yang penting adalah memilih makanan yang tidak manis dan melekat, menghindari makanan manis diantara waktu makan utama, mengkonsumsi makanan rendah lemak dan segera meyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung flour setelah makan atau mengkudap (Mangoenprasodjo, 2004). c. Pemeriksaan berkala Tindakan memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan memeriksakan gigi ke dokter gigi/ Puskesmas secara teratur 4-6 bulan sekali, untuk mengetahui kelainan pada gigi secara dini (Sriyono, 2007) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
5. Tingkat kebersihan gigi dan mulut Kebersihan gigi dan mulut adalah keadaan atau kondisi tingkat kebersihan gigi dan mulut yang terdapat pada seseorang/individu pada saat itu. Kondisi tersebut akan berbeda-beda pada setiap orang (Caldwell dan Stallard, 1997 dikutip Suharja, 2006). Kebersihan gigi dan mulut merupakan faktor yang penting bagi kesehatan gigi dan mulut agar bebas dari penyakit, oleh karena itu kebersihan gigi dan mulut harus dijaga dan dipelihara supaya tercipta kesehatan gigi dan mulut yang optimal. Kesehatan gigi dan mulut yang sudah baik harus dipertahankan, untuk itu perlu suatu prosedur yang rutin dan terkontrol, baik pada saat pembersihan maupun pemeriksaan. Kebersihan gigi dan mulut tidak lepas dari penilaian adanya sisa makanan pada mulut pada umumnya dan kalkulus pada khususnya (Susilo, 1996 dikutip Azahra, 2012). Kesehatan rongga mulut merupakan penentu awal kesehatan tubuh secara keseluruhan, hal penting yang dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :1) Rutin ke dokter gigi; 2) Penambalan, gigi ditambal jika pada pemeriksaan ditemukan adanya lubang pada gigi; 3) Pencabutan, perawatan ini dilakukan pada kasus-kasus tertentu; dan 4) Membersihkan karang gigi, perawatan ini dilakukan jika ada karang gigi yang tumbuh akibat penumpukan makanan dalam air ludah serta cara menyikat gigi yang tidak tepat. Karang gigi tersebut dapat dihilangkan oleh dokter dengan bantuan alat yang disebut scaller, karang gigi tidak dapat dibersihkan secara manual dengan sikat gigi sehingga dibutuhkan bantuan alat, pembersihan karang gigi sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan sekali. Karang gigi terdiri atas kalsium, fosfat dan mineral yang membantu sisa makanan menjadi mengeras dan sukar dibersihkan (Djamil, 2011). Mulut merupakan suatu tempat yang sangat ideal untuk perkembangan bakteri. Apabila gigi tidak dibersihkan dengan sempurna sisa makanaan yang terselip bersama bakteri akan tetap melekat pada gigi dan akan bertambah banyak yang dapat memproduksi asam. Jika tidak disingkirkan dengan melakukan penyikatan gigi, asam tersebut akan menghancurkan email gigi dan akhirnya menyebabkan gigi berlubang (Yuliana, 2010). Gigi berlubang dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan mulut dengan menghilangkan penyebabcommit utamanya yaitu plak, rutinitas menyikat gigi to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
sangat diperlukan untuk mengendalikan pembentukan plak yang ada dalam rongga mulut, selain itu menjaga kebersihan mulut juga bisa dilakukan dengan pemakaian obat kumur, mengurangi frekuensi ngemil di antara jam makan, atau dengan mengunyah permen karet yang mengandung xylitol (Rahmadhan, 2010). Mulut bersih jika gigi-gigi bebas dari plak dan karang gigi, plak yang dibiarkan dapat memicu terjadinya kelainan gigi (lubang gigi) dan membentuk karang gigi yang bersifat lebih keras. Karang gigi dan plak bisa mengakibatkan radang gusi dan penyakit jaringan periodontal. Karang gigi, terutama di sekitar leher gigi, bisa mengiritasi gusi dan jaringan penyangga gigi dan jika terus diabaikan bisa membuat gigi goyang dan lepas secara spontan (Sariningsih, 2012). a. Status Kebersihan Gigi dan Mulut Untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang dilihat adalah adanya debris (plak) dan kalkulus (karang gigi) pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis ini dilakukan untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan permukaan tertentu dari gigi tersebut (Herijulianti dkk, 2002). 1) Debris Debris adalah bahan lunak di permukaan gigi yang dapat berupa plak dan debris makanan. Kebanyakan debris makanan akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit setelah makan, tetapi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada permukaan gigi. Debris dapat dihilangkan dengan cara menyikat gigi (Putri dkk, 2011). 2) Karang Gigi / Kalkulus Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi dan obyek lain di dalam mulut, misalnya tambalan dan gigi tiruan. Kalkulus adalah plak yang terkalsifikasi. Kalkulus banyak terdapat pada bagian gigi geraham atas dan bagian dalam gigi depan rahang bawah, juga pada gigi yang sering tidak digunakan (Putri dkk, 2011). b. Index kebersihan gigi dan mulut Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oral Higiene Index commit to user Simplified (OHI-S) Greene dan Vermilion yang dicatat pada format
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut. Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) terdiri atas dua komponen yaitu skor debris dan skor kalkulus dengan skala masing-masing komponen 0-3. Enam permukaan gigi yang diperiksa untuk rahang atas yaitu: Gigi geraham pertama kanan atas permukaan yang diperiksa sebelah
bukal/bagian yang menghadap pipi, gigi seri pertama kanan atas
permukaan yang diperiksa sebelah labial/bagian yang menghadap bibir, gigi geraham pertama kiri atas permukaan yang diperiksa sebelah bukal/bagian yang menghadap pipi. Sedang untuk rahang bawah, gigi geraham pertama kiri bawah permukaan yang diperiksa sebelah lingual/bagian dalam, gigi seri pertama kiri bawah permukaan yang diperiksa sebelah labial/bagian yang menhadap bibir, gigi geraham pertama kanan bawah permukaan yang diperiksa sebelah lingual/bagian dalam. Cara pengukuran debris adalah masing-masing permukaan gigi yang diperiksa dibagi tiga bagian secara horizontal yaitu bagian gingival/gusi, bagian tengah (midline) dan bagian incisal/oclusal/pengunyahan (Putri dkk, 2011). Penilaian skor debris :
Gambar 2.1 Kriteria Untuk Skor Debris (DI-S)
Komponen OHI-S (Greene dan Vermillion, 1964 dikutip Putri dkk, 2011) Skor penilaian debris: Nilai 0 : tidak ada debris Nilai 1
: debris lunak atau terdapat ekstrinsik stain menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
Nilai 2 : debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi Nilai 3 : debris lunak menutupicommit lebih dari 2/3 permukaan gigi to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cara penilaian untuk kalkulus sama dengan debris, untuk skor penilaian kalkulus :
Gambar 2.2 Kriteria Untuk Skor Calculus (CI-S)
Komponen OHI-S (Greene dan Vermillion, 1964 dikutip Putri dkk, 2011) Skor penilaian kalkulus: Nilai 0 : tidak ada kalkulus Nilai 1 : kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Nilai 2 : kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi atau adanya bercak kalkulus subgingiva sekeliling bagian servikal gigi Nilai 3 : kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa atau adanya pita tebal yang tidak terputus dari kalkulus subgingiva sekeliling servikal gigi Rumus Perhitungan (OHI-S) Oral Hygiene Index Simplifield (Greene dan Vermillion, 1964 dikutip Putri dkk, 2011):
OHI-S = Debris Index + Calculus Index Atau OHI-S = DI + CI Kriteria Penilaian OHI-S (tingkat kebersihan gigi dan mulut): 1. Baik
: skor 0,0 – 1,2
2. Sedang
: skor 1,3 – 3,0
3. Buruk
: skor 3,1 – 6,0 commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Anak Sekolah Anak usia sekolah 6-12 tahun merupakan masa belajar di dalam dan di luar sekolah, dimana anak harus menjalani tugas-tugas perkembangan yakni : belajar ketrampilan fisik, sikap sehat, bergaul dengan teman sebaya, membentuk ketrampilan
dasar,
membentuk
konsep-konsep
untuk
hidup
sehari-hari,
memperoleh kebebasan pribadi dan membentuk hati nurani, nilai moral dan nilai sosial (Gunarsa, 2004). Anak usia 6-12 tahun belajar untuk menjalankan kehidupan sehari-harinya secara mandiri. Jika orang tua dapat membimbing anak dengan baik, maka anak akan belajar lebih rajin dan bersemangat melakukan kegiatan-kegiatan yang produktif bagi kemajuan dirinya sendiri (Lie dan Prasasti, 2004). Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada usia 6 atau 7 tahun biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada masa ini secara relative anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini ada dua fase yaitu masa kelas rendah antara usia 6 atau 7 tahun sampai usia 9 atau 10 tahun dan masa kelas tinggi antara usia 9 atau 10 tahun sampai usia 12 atau 13 tahun (Yusuf, 2012). Kozier dkk (2010), berpendapat bahwa usia anak sekolah adalah periode sekolah dimana saat anak berusia lebih kurang 6 tahun, yakni ketika gigi susu tanggal dan diganti dengan gigi permanen, periode praremaja (prapubertas) dan berakhir periode ini saat anak berusia lebih 12 tahun. Menurut WHO, anak sekolah dasar atau anak usia sekolah pada umumnya berusia antara 6-12 tahun. Anak usia sekolah bertugas untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial, yang berimplikasi pada membangun rasa percaya diri, dan mengakui pencapaian yang diperolehnya atau anak berkembang tidak realistis pada pengharapan atau berlebihan terhadap kritik kasar sebagai petunjuk perhatian yang tidak adekuat (Hitchcock dkk, 1999 dikutip Herlina, 2013). Pada usia 6 tahun pertumbuhan anak mulai melambat, pada anak laki-laki dan anak perempuan berbeda. Setelah usia 9 tahun anak akan lebih terlihat cepat pertumbuhannya (Kozier dkk, 2010). Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas yang menuntut kemampuan intelektual commit atau kemampuan to user kognitifnya (Yusuf, 2012).
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor genetik yang terjadi saat konsepsi dan tidak akan berubah sepanjang kehidupan dan menentukan berbagai karakteristik seperti gender, fisik (misal warna mata, potensial tinggi badan) dan temperamen (misal respon terhadap stimulus). Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak sekolah terbagi 2 yaitu masa anak usia 6-9 tahun dan periode praremaja/ masa anak tanggung yaitu usia 10-12 tahun. Pada masa ini kelompok teman sebaya (peer group) mempengaruhi perilaku anak, perkembangan fisik, kognitif, sosial dan ketrampilan komunikasi akan semakin baik (Kozier dkk, 2010).
B. Penelitian Yang Relevan 1. Kasih (2013), judul: ”Pengaruh peran orang tua terhadap status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada anak retardasi mentaldi SLB C Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Besar peran orang tua dengan kategori tinggi 26,8%, kategori sedang 70,7% dan kategori rendah 2,4%. 2) Status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada anak retardasi mental di SLB Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta dengan kategori baik 24,4%, kategori sedang 63,4% dan kategori buruk 12,2% dengan nilai pearson Chi-Square 0,000 (p<0,05). 3) Terdapat pengaruh peran orang tua terhadap status kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) pada anak retardasi mental di SLB C Dharma Rena Ring Putra II Yogyakarta. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel, tempat, waktu, subyek penelitian dan analisis data. 2. Halim (2011), judul: “ Peran orangtua terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak dan status kesehatan gigi dan mulut anak kelas II SD St. Yoseph 1 Medan”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Ibu masih kurang berperan dalam mengajari anak cara menyikat gigi sejak usia 2 tahun, memberitahukan waktu menyikat gigi, membawa anak ke dokter gigi dan memeriksa kesehatan gigi dan mulut anak, namun sudah baik dalam mengawasi anak menyikat gigi sampai sekarang, menyediakan sikat gigi dan pasta gigi yang sesuai untuk anak dan dalam memelihara kebiasaan makan anak. 2) Rata-rata deft anak adalah 4,20 ± 3,25, OHIS 0,39 ± 0,55 dan gingivitis 0,03 ± 0,06. 3) Ada hubungan antara peran orangtua dengan rata-rata deft, OHIS commit to dan usergingivitis anak. 4) Peran orangtua
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut anak dapat mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut anak. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel, tempat, waktu, subyek penelitian dan analisis data. 3. Apriastuti (2009), judul: “Analisis tingkat pendidikan dan pola asuh urang tua dengan perkembangan anak usia 48-60 bulan de desa Mudal Boyolali”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan anak usia 48 – 60 bulan dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka perkembangan anak akan semakin baik. 2) Terdapat perbedaan perkembangan anak usia 48 – 60 bulan antara kelompok yang diasuh dengan pola anak otoriter, demokrasi, dan liberal dan pola asuh yang baik adalah pola asuh demokrasi. 3) Terdapat perbedaan perkembangan anak usia 48 – 60 bulan yang disebabkan oleh perbedaan pola asuh ibu otoriter, demokrasi, dan liberal jika dikontrol oleh tingkat pendidikan ibu. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel, tempat, waktu, subyek penelitian dan analisis data. 4. Hidayati (2004), judul: ”Tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa”. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa: 1) Terdapat korelasi positif dan signifikan antara tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua secara bersama (ganda) dengan prestasi belajar siswa, 2) Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka semakin tinggi prestasi belajar siswa, 3) Tingkat pendidikan formal yang diraih oleh orang tua dan pola asuh yang dilaksanakan oleh orang tua masing-masing mempunyai kontribusi yang sangat berarti terhadap pencapaian prestasi belajar siswa, 4) Tingkat pendidikan orang tua mempunyai kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan pola asuh orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel, tempat, waktu, dan subyek penelitian.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Kerangka Berpikir
Tingkat Pendidikan Orang Tua Tinggi
Pola Pikir
Informasi
Tingkat Pengetahuan Anak Baik
Pandangan
Menyikat Gigi
Pola Asuh Orang Tua Baik
Bimbingan
Panutan
Disiplin
Pola Makan
Pemeriksaan Berkala
Fasilitas
Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Anak Meningkat
Gambar 2.3 Kerangka berpikir
D. Hipotesis Ada pengaruh tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua serta tingkat pengetahuan anak terhadap tingkat kebersihan gigi dan mulut anak sekolah dasar commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Alur Penelitian
IBU
ANAK
Kuesioner Pemeriksaan Kuesioner
Tingkat Pendidikan Skala pengukuran
Kategorikal
Tingkat Pengetahuan
Pola Asuh
Skala pengukuran
Kontinu
Skala pengukuran
Kontinu
Analisis
Regresi Linier Berganda
Gambar 2.4 Alur Penelitian
commit to user
Gigi
OHI-S
Skala pengukuran
Kontinu