BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Kereta Api Kereta api merupakan alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari
lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan kendaraan lainnya). Kereta api di Indonesia sudah ada sejak 138 tahun yang lalu. Jaringan kereta api di Indonesia sebagian besar merupakan peninggalan jaman Belanda meliputi lintasan sepanjang 6.482 km yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Di Sumatera terdapat tiga sub-jaringan KA yang terpisah satu sama lain yakni: sub jaringan Sumatera bagian Utara, sub jaringan Sumatera bagian Barat, dan sub jaringan Sumatera bagian Selatan. Sebagai perusahaan yang mengelola perkeretaapian di Indonesia, PT.Kereta Api Indonesia (Persero) telah banyak mengoperasikan KA penumpang, baik KA Utama (komersil dan non komersil) 2.2.
Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu
2.2.1. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu berdasarkan Standar Pelayanan Minimum Terdapat beberapa kriteria mengenai kondisi fasilitas ruang tunggu stasiun kereta api berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan no:9 Tanggal 8 Febuari 2011 yaitu: http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
1. Ruang tunggu Ruang tunggu merupakan ruangan/tempat yang disediakan untuk menunggu kedatangan kereta api (bisa ruangan tertutup dan atau ruangan terbuka). Luasan ruang tunggu minimum seharusnya 0,6 m2/1 orang penumpang. Terdapat beberapa fasilitas pada bagian ruang tunggu meliputi: a. Toilet Tersedia toilet pria dengan jumlah 6 untuk penumpang normal dan 2 untuk penyandang cacat dan toilet wanita dengan jumlah 6 untuk penumpang normal dan 2 untuk penyandang cacat. b. Tempat ibadah Tersedianya fasilitas untuk melakukan ibadah dengan luasan minimum untuk 4 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. 2.2.2. Kriteria Fasilitas Ruang Tunggu di Stasiun Kereta Api berdasarkan Indian Railway Station Standard Area ruang tunggu seharusnya tersedia dengan fasilitas yang memadai. Hal ini dikarenakan terdapat gap waktu menunggu antara kereta api yang datang (kondisi aktual) dengan jadwal keberangkatan kereta api yang sangat lama. Oleh sebab itu penumpang seharusnya difasilitasi dengan fasilitas seperti televisi, musik, rak buku yang berisikan koran dan majalah serta fasilitas vending machines (mesin penjual makanan dan minuman automatis). Kapasitas luasan ruang tunggu pada stasiun kereta api menurut Indian Railways Standard dibedakan atas 2 kelas yaitu: penumpang yang belum reservasi dengan luasan 1,8m2/orang dan penumpang yang telah reservasi dengan luasan area 2,25m2/orang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Fasilitas-fasilitas yang harus ada pada sebuah ruang tunggu meliputi: 1. Ruang tunggu untuk penumpang yang belum reservasi Fasilitas yang ada yaitu: kursi, toilet, kafe, dan minimarket. 2. Ruang tunggu untuk penumpang yang telah reservasi Fasilitas yang ada yaitu: kursi, toilet, kafe, cyber cafe, Wi-Fi, free charging point (untuk komputer dan handphone). Public restroom yang tersedia di stasiun kereta api harus dalam kondisi yang bersih dan higienis selain itu terdapat beberapa kriteria khusus antara lain: a. Men’s Restroom Terdiri dari satu toilet untuk penyandang cacat dan 3 toilet untuk penumpang normal, serta dua wastafel yang dilengkapi dengan kaca. b. Woman’s Restroom Terdiri dari satu toilet untuk penyandang cacat dan 3 toilet untuk penumpang normal, serta dua wastafel yang dilengkapi dengan kaca, dan 1 meja untuk mempermudah ibu-ibu mengganti popok anak bayi (infant one set table). Ruang tunggu yang baik sehasusnya bisa membuat penumpang merasa nyaman dan aman, berikut ini terdapat beberapa kriteria yang spesifik mengenai kondisi fasilitas yang baik pada bagian ruang tunggu stasiun kereta api: 1. Kursi a. Kursi seharusnya disusun secara teratur di bagian ruang tunggu b. Jumlah kursi yang tersedia harus berdasarkan pada volume penumpang pada stasiun kereta api. c. Disetiap akhir beberapa baris kursi dilengkapi dengan satu set meja. d. Kursi seharusnya diletakkan diposisi luar yang mendapat sirkulasi udara yang baik dan posisi kursi tidak mengganggu barisan antrian serta
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
menggangu pergerakan penumpang lain. e. Kursi harus diletakkan berdekatan dengan akses elevator ataupun tangga masuk. 2. Station Information Centre (SIC) SIC dilengkapi dengan peta rute perjalanan, peta stasiun dan melayani kebutuhan informasi penumpang lainnya. Ada beberapa kriteria mengenai desain dan posisi dari SIC: a. Petunjuk dengan lebar minimum 3,5 m. b. Petunjuk harus 0,5 m dari lantai dan paling tinggi 1,5 m ke atas. c. Petunjuk SIC dengan dua sisi harus dilengkapi dengan informasi yang sama. d. Posisi peletakan SIC harus disekitar area masuk stasiun, dibagian platform dengan jarak akses tidak lebih dari 300 meter dari jalur keberangkatan dan disetiap titik keluar untuk penumpang transit. 3. Telepon Umum Posisi telepon umum seharusnya berdekatan dengan display informasi ataupun kios untuk kemudahan akses bagi penumpang. 4. Internet Stasiun kereta api menyediakan fasilitas akses internet (Wi-Fi) secara gratis. Jaringan transmisi dapat diakses melalui media telekomunikasi seperti Hp dan laptop. Stasiun juga menyediakan tempat yang dilengkapi dengan fasilitas komputer dengan akses internet. 5. Mobile/Laptops Charging Points Mobile/Laptops Charging Points berada disekitar area ruang tunggu stasiun kereta api dan dilengkapi dengan tempat duduk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
6. Walk-in Scanning Machine Stasiun kereta api dilengkapi dengan walk-in scanning machine dengan ukuran minimal tinggi 2,3 m, panjang 0,9 m, dan lebar 0,17 m. Alat ini berfungsi untuk melakukan sensor secara otomatis kepada penumpang sebelum masuk ke bagian ruang tunggu stasiun kereta api. 7. Baggage Scanning Machine Baggage scanning machine berfungsi untuk melakukan pengecekan dan sensor terhadap barang bawaan penumpang kereta api. Pengecekan barang bawaan penumpang bertujuan untuk mencegah adanya benda keras dan berbahaya yang dibawa selama perjalanan demi menjaga keamanan dan kelancaran selama perjalanan. 8. TVM’s (Ticket Vending Machines) Ticket vending machines dilengkapi dengan mesin penjual tiket automatis dan informasi pemesanan tiket. Posisi TVM haruslah mudah diakses oleh penumpang dan berdekatan dengan bagian ruang tunggu.
2.3.
Pembuatan Kuisioner Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Pada penelitian, penggunaan kuesioner merupakan hal yang sangat pokok dalam pengumpulan data. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevann dengan tujuan dengan cara mengisi pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terhadap responden yang dipilih. Syarat pengisian kuesioner adalah pertanyaan harus jelas dan mengarah ketujuan penelitian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Ada empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu : 1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara aktif dan objektif pertanyaan maupun pernyataan yang tersedia. 3. Adanya petunjuk pengisisan kuesioner, dimana petunu yang tersedia harus mudah dimengerti. 4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat mengisi jawaban baik secara terbuka, semi tertutup, ataupun tertutup. Dalam membuat pertayaan ini juga disertakan dengan isian untuk identitas responden. Kuesioner dapat dibedakan berdasarkan : 1. Berdasarkan cara menjawab a. Kuesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri tanpa dibatasi oleh apapun. b. Kuesioner tertutup, yang telah disediakan jawabannya sehingga responden hanya tinggal memilih sesuai pilihan yang ada. 2. Berdasarkan jawaban yang diberikan a. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya atau memberikan informasi mengenai perihal pribadi. b. Kuesioner tidak langsung, yaitu jika responden memberikan respon tentang perihal orang lain. 3. Berdasarkan bentuknya a. Kuesioner pilihan ganda, yaitu sama seperti kuesioner tertutup, dimana terdapat pilihan jawaban. b. Kuesioner isian, yaitu sama seperti kuesioner terbuka, berbentuk essay. c. Check List, yaitu sebah daftar dimana responden tinggal membubuhkan tanda Check List pada klom yang sesuai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
d. Rating Scale, yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya, mulai dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju. Keuntungan menggunakan kuesioner : 1. Tidak memerlukan hadirnya peneliti 2. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden 3. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing menurut waktu senggang responden 4. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yag benar dan sama.
Kelemahan menggunakan kuesioner : 1. Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga adanya pertanyaan yang terlewati tidak dijawab 2. Validitas sulit diperleh 3. Terkadang responden menjawab secara tidak jujur. 4. Sering tidak dikembalikan 5. Waktu pengabilan tidak sama, bahakan kadang-kadang ada yang teralu lama, sehingga menghambat proses pengolahan data lebih lanjut.
2.3.1. Skala Penilaian Tujuan dari skala penilaian adalah untuk mengetahui karakteristik sesuatu hal
berdasarkan
suatu
ukuran
tertentu,
sehingga
menggolongkan, bahkan mengurutkan karakteristik tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dapat
membedakan,
Skala pengukuran ini diklasifikasikan berdasarkan empat karakteristik sistem bilangan, yaitu: 1. Skala nominal, skala ini hanya sekedar membedakan suatu kategori dengan kategori lainnya dari suatu variabel. Angka-angka yang diberikan kepada objek merupakan label yang tidak diasumsikan adanya tingkatan antara satu kategori lainnya dari satu variabel. 2. Skala ordinal, skala yang bertujuan untuk membedakan antara kategorikategori dalam suatu variabel dengan asumsi bahwa ada urutan atau tingkatan skala. Angka-angka ordinal lebih menunjukkan urutan peringkatan. 3. Skala interval adalah skala suatu variabel yang selain dibedakan, dan mempunyai tingkatan, juga diasumsikan mempunyai jarak yang pasti antara satu kategori yang lain dalam satu variabel. 4. Skala rasio adalah skala suatu variabel yang mempunyai tingkat serta jarak antara satu nilai dengan nilai yang lain, juga diasumsikan baha setiap nilai variabel diukur dari suatu keadaan atau titik yang sama. Angka-angka pada skala menunjukkan besaran sesungguhnya dari sifat yang kita ukur. 5. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau penyataan. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif dampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain : a. Sangat Setuju (SS) = 5 b. Setuju (S) = 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
c. Netral (N) = 3 d. Tidak Setuju (TS) = 2 e. Sangat Tidak Setuju (STS) = 1
Instrumen penelitian yang menggunkan skala likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Keuntungan skala likert adalah 1. Mudah dibuat dan diterapkan. 2. Terdapat kebebasan dalam memasukan pertanyaan-pertanyaan, asalkan masih sesuai dengan konteks permasalahan. 3. Jawaban suatu item dapat berupa alternatif, sehingga informasi mengenai item tersebut diperjelas. 4. Reliabilitas pengukuran bisa diperoleh dengan jumlah item tersebut diperjelas.
2.4.
Teknik Sampling Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena
manfaatnya dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Secara garis besar terdapat dua metode teknik sampling yang umum digunakan dalam suatu penelitian yaitu metode probabilistik dan metode non-probabilistik. Sebuah sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga setiap satuan elementer mempunyai kesempatan dan peluang itu tidak boleh sama dengan nol. Disamping itu, pengambilan sampel yang secara acak (random) haruslah menggunakan metode yang tepat sesuai dengan ciri-ciri populasi dan tujuan penelitian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Teknik-teknik pengambilan sampel dapat dibedakan menjadi dua, yakni: 1. Sampel acak (random sampling/ probability sampling) 2. Sampel tidak acak (non-random sampling/nonprobability sampling Teknik-teknik
sampling
ini
harus
disesuaikan
dengan
tujuan
penggunaannya, situasi yang berbeda membutuhkan teknik sampling yang berbeda pula.
2.4.1.Probability Sampling Probability Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara acak yang hanya dapat dilaksanakan apabila elemen populasi bersifat homogen, maksudnya semua elemen tersebut memiliki kesempatan terpilih yang sama dalam populasi. Misalnya besar populasi adalah N, sedang unsur dalam sampel (sample size) adalah n, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih dalam sampel adalah n . N Terdapat beberapa teknik Probability Sampling, antara lain: 1. Simple Random Sampling Teknik pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling sangatlah sederhana. Pertama, setiap anggota sampel diberi nomor, kemudian dilakukan pemilihan sampel secara acak, dapat dengan menggunakan tabel random, program Excel, calipers atau dengan alat lainnya. 2. Systematic Random Sampling Teknik ini hampir sama seperti Simple Random Sampling, khususnya pada saat pengambilan sampel pertama yang dipilih secara acak. Namun, sampel
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
selanjutnya dipilih secara sistematis sesuai dengan interval k, di mana: k Oleh karena itu, teknik ini disebut sebagai Systematic Random Sampling. 3. Stratified Random Sampling Dalam teknik ini, sampel yang akan dipelajari mula-mula dibagi-bagi ke dalam lapisan-lapisan atau strata yang relatif homogen, sehingga keragaman dalam lapisan atau stratum lebih kecil daripada keragaman antar lapisan atau antar stratum. Dengan kata lain Stratified Random Sampling adalah suatu sampel yang diperoleh melalui pemisahan unit-unit populasi ke dalam kelompok yang tidak bersifat tumpang-tindih, di mana kelompok-kelompok ini disebut sebagai strata atau lapisan-lapisan, dan kemudian dipilih sampel acak sederhana dari setiap stratum atau lapisan. 4. Cluster Sampling Secara garis besar dapat dikemukakan langkah-langkah untuk menggunakan teknik penarikan sampel berkelompok, antara lain : a. Menetapkan
kelompok-kelompok
(cluster)
yang
sesuai
dengan
permasalahan yang dihadapi. b. Apabila semua cluster yang tepat telah ditentukan, maka kerangka penarikan sampel dapat berupa daftar semua cluster dalam populasi harus disusun. c. Lakukan pemilihan sampel cluster dengan menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana. d. Setelah sample cluster telah dipilih, maka dilakukan sensus (pencacahan secara menyeluruh) terhadap seluruh elemen yang terdapat di dalam cluster tersebut. Hal inilah yang membedakan Cluster Sampling dengan Stratified Sampling.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
5. Multi Stage Sampling Sesuai
dengan
namanya,
Multi
Stage
Sampling
merupakan
teknik
pengambilan sampel yang menggabungkan dua teknik sampling yang dilakukan secara bertahap, bisa saja pertama dilakukan Stratified Sampling kemudian diikuti dengan Cluster Sampling, ataupun sebaliknya.
2.4.2. Non-Probability Sampling Non-Random Sampling berbeda dengan Random Sampling dalam hal sampel dipilih bukan berdasarkan sistem acak. Pengambilan sampel secara tidak acak terdiri atas: 1.
Accidental Sampling Teknik penarikan sampel yang memilih sampel secara kebetulan. Misalnya, akan dilakukan penelitian terhadap dampak meningkatnya harga sembako, maka peneliti pergi ke pasar untuk meneliti, dan langsung mengambil pengunjung yang secara kebetulan ditemui sebagai sampel.
2.
Purposive Sampling Dalam sampling tipe ini pemilihan satuan sampling dilakukan atas dasar pertimbangan sekelompok pakar di bidang yang sedang diteliti. Misalnya, peneliti akan menyusun IBH (Indeks Biaya Hidup), untuk mengetahui hubungan antara biaya yang dikeluarkan untuk hidup sehari-hari (mobil, kulkas, garam dan lain-lain), maka diperlukan pakar ekonomi.
3.
Quota Sampling Tipe sampling ini sangat banyak digunakan dalam penelitian pemasaran dan dalam penelitian pengumpulan pendapat (opinion poll). Langkah kerjanya sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
a. Ditentukan sebuah Quota-1, yaitu berapa besarnya ukuran sampel berdasarkan keadaan waktu, biaya dan tenaga. Misalnya, Quota-1 adalah akan diteliti 500 orang ibu rumah tangga. b. Ditentukan Quota-2, yaitu bahwa dalam 500 ibu rumah tanga itu haruslah terdiri dari 250 orang ibu rumah tangga yang berumur di atas 50 tahun dan 250 orang kurang atau sama dengan 50 tahun. c. Ditentukan Quota-3, yaitu bahwa dari 250 orang ibu rumah tangga berumur di atas 50 tahun harus ada yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT), SLTA dan SLTP. Demikian juga untuk ibu rumah tangga di bawah atau sama dengan 50 tahun. 4.
Accidental Sampling Teknik penarikan sampel yang memilih sampel secara kebetulan. Misalnya, akan dilakukan penelitian terhadap dampak meningkatnya harga sembako, maka peneliti pergi ke pasar untuk meneliti, dan langsung mengambil pengunjung yang secara kebetulan ditemui sebagai sampel.
5.
Snowball Sampling Teknik pengambilan sampel yang memilih sampel secara berantai, dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar.
2.5.
Ukuran Sampel Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang
penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992)
memberikan pedoman
penentuan jumlah sampel sebagai berikut : 1. Pendapat Slovin Menurut Slovin jumlah sampel yang dapat diambil yaitu: n
N 1 Ne2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Ket: n = ukuran sampel N = ukuran populasi E = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan misalnya 2%. 2. Pendapat Gay Ukuran minimum sampel yang dapat diterima bedasarkan pada desain penelitian yang digunakan, yaitu : a. Metode deskriptif, minimal 10% populasi. Untuk populasi yang relatif kecil min 20%. b. Metode deskriptif-korelasional, minimal 30 subyek. c. Metode ex post facto, minimal 15 subyek per kelompok. d. Metode eksperimental, minimal 15 subyek per kelompok. 3. Pendapat Kracjie Sama dengan Slovin, hanya untuk α sebesar 5% dan jumlah populasi N mulai dari sebesar 10 sampai 100.000. Prinsipnya sama dengan Slovin dan besar sampel yang dihasilkan hampir sama besar. 4. Pendapat Harry King Harry king menghitung jumlah sampel menggunakan nomogram dan jumlah populasi maksimum 2000 dengan α bervariasi sampai dengan 15%.
Sehubungan dengan penentuan ukuran sampel (Roscoe,1975), berdasarkan rule of thumb menyarankan hal-hal sebagai berikut: a. Ukuran sampel yang layak untuk sebagian besar penelitian adalah antara 30 hingga 500 b. Jika sampel terbagi dalam kategori misalnya laki-laki, perempuan, senior, dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
lain-lain maka jumlah elemen dalam sampel untuk setiap kategori sebaiknya minimum 30 c. Untuk penelitian eksperimen sederhana yang menggunakan experimental group dan control group besar sampel masing-masing grup antara 10-20
2.6.
Validitas dan Reliabilitas
2.6.1. Validitas Validitas data adalah suatu ukuran yang mengacu kepada derajad kesesuaian antara data yang dikumpulkan dengan data sebenarnya dalam sumber data. Data yang valid akan dapat diperoleh apabila instrumen pengumpulan data juga valid. Oleh karena itu, untuk menguji validitas data maka pengujian dilakukan terhadap instrumen pengumpulan data. Terdapat beberapa ragam pengujian validitas data yaitu : 1. Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan kinerja. 2. Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran. 3. Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur. 4. Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
5. Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran. 6. Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. 7. Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat ukur dengan kinerja seseorang di masa mendatang. 8. Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari suatu populasi. 9. Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional. Cara-cara yang umum digunakan untuk menguji validitas instrumen yaitu melalui analisis korelasi, análisis faktor dan multirait. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi ptoduct moment yang dikembangkan oleh Pearson yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
dimana : X
: Jumlah jawaban seluruh responden per pertanyaan
Y
: Jumlah jawaban seluruh pertanyaan per responden
N
: Jumlah seluruh responden
rxy
: Koefisien Product Moment
2.6.2. Reliabilitas Reabilitas sebuah alat ukur berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas data yang dihasilkan dari proses pengumpulan data dengan menggunakan instrument tersebut. Jenis-jenis pengujian reliabilitas adalah sebagai berikut: a. Uji reabilitas dengan rumus Alpha Cronbach Koefisien alpha cronbach merupakan model internal consistency score berdasarkan korelasi antara butir-butir yang ekuivalen. Skala pengukuran yang reliabel sebaiknya memiliki nilai alfa cronbach minimal 0,5. Beberapa karakteristik alfa cronbach yaitu : 1. Perhatikan bahwa nilai alpha cronbach akan bertambah besar sejalan dengan bertambahnya butir-butir pertanyaan. 2. Nilai alfa cronbach berkisar antara 0-1. 3. Apabila nilai alpha cronbach negatif menunjukkan pengkodean data yang tidak konsisten atau akibat pencampuran butir dengan dimensi pengukuran yang berbeda. Rumus korelasi alpha cronbach : k
Cronbach
k 1 1
k
2
i 1
p
s
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
si
dimana, k = jumlah butir dalam skala pengukuran Si2 = ragam atau varian dari butir ke-i Sp2 = ragam atau varian dari skor total 2.7.
Lingkungan Kerja
2.7.1. Temperatur Udara Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi diluar tubuhnya. Tubuh manusia menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan juka terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal ± 24 °C. Temperatur udara lebih rendah dari 37°C berati temparatur udara ini dibawah kemampuan tubuh unutk menyesuaikan diri (35% dibawah normal), maka tubuh manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi
yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya malalui sistem penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan tingginya temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur udara yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan menimbulkan ketidaknyamanan pada seseorang. Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas di lingkungan kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh manusia yang bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37° C, mungkin mudah dilampaui dengan akumulasi panas dan konveksi, konduksi, radiasi dan panas metabolisme. Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja >38° C, diduga terdapat pemaparan suhu lingkungan panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya harus dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja. Menurut Sutalaksana, dkk (1979) berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda sebagai berikut: a. 49 °C: Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. b. ± 30 °C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik. c. ± 24 °C: Kondisi optimum. d. ± 10 °C: Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul. Harga-harga diatas tidak mutlak berlaku untuk setiap orang karena sebenarnya kemampuan beradaptasi tiap orang berbeda-beda, tergantung di daerah bagaimana dia biasa hidup. Orang yang biasa hidup di daerah panas berbeda kemampuan beradaptasinya dibandingkan dengan mereka yang hidup di daerah dingin atau sedang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
2.7.2. Kebisingan di Tempat Kerja Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersifat mengganggu pendengaran yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Terdapat standar kebisingan menurut Peraturan Menteri Kesehatan mengenai
Republik
Indonesia
No.718/Men/Kes/Per/XI/1987
kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan, berikut ini pembagian zona tingkat intensitas bunyi dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Zona Pembagian Tingkat Intensitas Bunyi (dB)
No: 1. 2. 3. 4.
Zona A (Tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan, dsb) B (Perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya) C (Perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya) D (Industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya)
Maksimum dianjurkan (dB)
Maksimum diperbolehkan (dB)
35
45
45
55
50
60
60
70
2.7.3. Tingkat Pencahayaan di Tempat Kerja Tingkat pencahayaan (iluminasi) adalah banyaknya arus cahaya yang datang pada satu unit bidang yang dinyatakan dalam satuan lux atau lumen/m2. Pencahayaan yang baik memungkinkan manusia untuk dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas. Iluminasi yang diperlukan sangat bervariasi tergantung pada rumit tidaknya pekerjaan visual yang dilakukan. Semakin rumit kerja visual, maka dibutuhkan iluminasi yang semakin besar. Kebutuhan iluminasi untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kebutuhan Iluminasi untuk Pekerjaan
No:
Kerja Visual
Iluminan (lux)
1.
Penglihatan biasa
100
2.
Kerja kasar dengan detail besar (membaca ringan)
200
3.
Kerja umum dengan detail wajar
400
4.
Kerja yang lumayan keras dengan detail kecil (studio gambar,
600
menjahit) 5.
Kerja keras, lama, detail kecil (perakitan barang halus)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
900
2.8.
Pengertian Makro Ergonomi Makroergonomi adalah suatu subdisiplin ergonomi yang fokus mengkaji
mengenai perancangan sistem kerja (Hendrick & Kleiner, 2002). Suatu sistem pekerjaan terdiri atas personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras dan lunak. Suatu sistem pekerjaan melibatkan dua atau lebih individu yang bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan umum dalam suatu organisasi. Subdisiplin ergonomi juga berkaitan dengan teknologi yang lain. Makroergonomi telah dikenal sebagai subdisiplin ergonomi yang terkait dengan hubungan manusia, organisasi dan teknologi. Makroergonomi merupakan sesuatu yang terintegrasi karena mencakup pengetahuan, metode, dan peralatan dari sistem sosio-teknik, psikologi industri, rancang-bangun sistem, ergonomi fisik, dan ergonomi teori. Dalam pelaksanaannya, makroergonomi menghadirkan suatu relung berharga yang tidak satupun dari area ini yang terabaikan. Sebagai ilmu pengetahuan, makro-ergonomi mengarahkan untuk mengembangkan suatu pemahaman sistem pekerjaan, perilaku, atau personil yang saling berinteraksi dengan perangkat keras atau lunak di dalam lingkungan fisik internal, lingkungan eksternal, dan struktur organisasi serta proses agar menjadi lebih baik. Pendekatan makroergonomi merupakan suatu proses pemecahan yang sistemik yang selanjutnya dilakukan pengkajian secara holistik dan melalui lintas disiplin ilmu serta melakukan pelibatan komponen atau pihak terkait dengan lebih jelasnya sistemik diartikan semua faktor yang diasumsikan mempengaruhi proses perancangan sistem kerja dan diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus diperhitungkan dengan cara memasukkan kaidah ergonomi dalam setiap tahap perancangan desain. Pemecahan masalah dilakukan secara holistik yang menekankan bahwa semua faktor yang terkait atau yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
diperkirakan terkait dengan masalah yang ada harus dipecahkan secara proaktif dan menyeluruh. Pendekatan holistik dalam intervensi ergonomi menekankan cara berpikir dan bertindak dalam melakukan perbaikan dengan menggunakan teknologi tepat guna.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30