BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Marketing Menurut Thompson & Strickland (2003:13), manajemen pemasaran adalah proses merencanakan dan menjalankan konsep, penentuan harga, promosi, dan tempat atau saluran distribusi dari ide-ide, produk, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memberikan dampak saling menguntungkan. Sedangkan menurut (Lamb Hair & McDaniel 2001:6), marketing merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan konsep harga, promosi dan distribusi sejumlah ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan organisasi. Pemasaran juga dapat diartikan sebagai proses sosial dengan mana individu-individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan bertukar produk dan jasa yang bernilai secara bebas dengan orang lain (Philip Kotler). Philip Kotler dalam bukunya Marketing Management-Eleventh Edition membedakan pengertian definisi marketing ke dalam dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih diarahkan pada aturan marketing yang digunakan dalam masyarakat, dimana seorang marketing menyebutkan hal itu sebagai sebuah aturan untuk “memberikan sebuah standard hidup yang lebih tinggi”.(Kotler ,2003, p.8). Berdasarkan aspek sosial tersebut diatas, secara lengkap marketing didefinisikan sebagai proses sosial antara individual maupun kelompok didalam mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya melalui 6
7
penciptaan (creating), penawaran (offering) dan kebebasan tukar menukar (free exchanging) produk dan jasa satu sama lain (Kotler, 2003, p.9) sedangkan secara manajerial, marketing dideskripsikan sebagai “seni menjual produk”. Namun, kita akan dikejutkan bahwa pada dasarnya bagian terpenting didalam marketing adalah bukan penjualan itu sendiri. Penjualan hanya merupakan sebagian kecil dari marketing. The American Marketing Association, marketing didefinisikan sebagai proses perencanaan dan eksekusi konsep, penentuan harga (pricing), promosi (promotion), dan pendistribusian ide (distribution ideas) barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan pelanggan dan tujuan perusahaan (Philip Kotler, 2003, p.9). Sedangkan kamus MSN Encarta, menjelaskan marketing sebagai sebuah aktivitas bisnis yang membangkitkan keinginan mereka untuk membeli. Marketing itu sendiri mencakup masalah pembentukan harga dan packaging produk serta penciptaan permintaan dengan kampanye penjualan dan iklan.
2.2 Brand “Branding is the art and cornerstone of marketing” (Kotler; p.418). Penamaan merek adalah seni dan batu penjuru bagi pemasaran, hal ini menunjukkan betapa merek merupakan suatu hal yang sangat bernilai sehingga ia dijadikan sebagai penjuru, pengarah kemana suatu produk itu akan dibawa nantinya. Apa yang diharapkan muncul dibenak konsumen saat pertama kali suatu merek itu diberikan dapat membentuk gambaran produk tersebut dalam benak pelanggannya dan jika
8
seorang konsumen sudah merasakan betapa dekatnya asosiasi mereka dengan produk yang mereka gunakan dengan bukti kualitas dan pelayanan yang memuaskan maka kemungkinan seorang konsumen untuk mengulangi kembali pembelian terhadap produk tersebut akan sangat menjanjikan. Fungsi brand sebagai pembeda suatu produk dengan produk lainnya adalah hal yang sangat penting. Semakin sering ataupun semakin unik suatu brand, maka secara tidak langsung akan mudah bagi customer untuk mengingatnya. Brand bisa menjadi mind set bagi seseorang jika seseorang itu telah mengalami komunikasi (proses pengiriman pesan) dan pengalaman terhadap brand tersebut berdasarkan pengalaman emosional ataupun telah mengalami fungsi dari produk suatu brand tersebut(Keller, K.L., 2003, p4). Semakin ketatnya persaingan antar produk yang sejenis, maka semakin penting pula brand itu ada. Tantangan yang dihadapi suatu brand sangatlah banyak, misalnya mahalnya biaya untuk menciptakan suatu brand, image dari media atas tanggapan brand, konsumen yang belum tentu bisa menerima brand tersebut. Oleh karena itulah peran marketer sangatlah penting untuk mengerti keinginan konsumen, brand yang ada, serta hubungan diantara keduanya. Jadi suatu merek membedakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh kompetitor. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan jasa kepada pembeli. Dalam disertasi yang ditulis oleh Otto (2002), terdapat definisi brand oleh Farquhar (1992) yaitu nama, simbol, design, atau tanda yang dapat meningkatkan nilai dari suatu produk melebihi nilai fungsionalnya. David Ogilvy, founder dari the
9
advertising agency Ogilvy & Mather, mendefinisikan brand sebagai simbol yang kompleks. Brand adalah sejumlah atribut-atribut produk yang intangible, mulai dari nama, kemasan, harga, sejarah, reputasi, dan cara promosinya. Brand juga didefinisikan oleh pelanggan sebagai impresi (kesan dan tanggapan) dari orang-orang yang menggunakannya sendiri. Aaker (1996,p.9) merek adalah nama dan suatu simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tersebut. Sedangkan Stanton (1996,p269), merek adalah nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan penjual. American Marketing Association (dalam Gronroos, 2000) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau beberapa ciri-ciri lainnya, yang mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual sebagai pembeda dari para penjual lainnya. Pernyataan di atas memberikan pengertian, bahwa merek merupakan identitas bagi suatu perusahaan atau produk dari suatu perusahaan. Identitas dimaksud dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, yang akan memberikan sekumpulan informasi bagi pelanggan dalam mengenali suatu perusahaan atau produknya. Informasi perusahaan atau produk yang memiliki identitas yang kuat dan jelas, akan membuat pelanggan dapat membedakan perusahaan atau produk dibanding para pesaingnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca,
10
serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Merek selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Secara garis besar merek dapat memiliki enam tingkat pengertian yaitu: a. Sifat (attribute) Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri dan mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. b. Manfaat (benefit) Merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan/atau emosional c. Nilai (value) Merek menyatakan sesuatu tentang nilai produsen d. Budaya (culture) Merek juga mewakili budaya tertentu e. Kepribadian (personality) Merek dapat juga mencerminkan kepribadian dari penguna f. Pemakai (user) Merek menunjukan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
11
Nama merek yang sudah terkenal merupakan asset yang sangat berharga bagi perusahaan. Karena itu, merek harus dapat mencerminkan: a. Keunggulan produk dan relevan dengan produk yang disandangnya. b. Mudah diucapkan, mudah dikenali, dan mudah diingat c. Sesuai dengan kategori produk d. Memberikan image positif Aaker (1996: 13) membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain: 1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan harga. Tidak ada kesetiaaan terhadap merek tersebut. 2. Konsumen puas. Konsumen tidak mempunyai alasan untuk mengganti ke merek lain. 3. Konsumen puas dan akan menimbulkan biaya dengan mengganti ke merek lain. 4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman. 5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut. Buchholz dan Wordermann (2000: 10) dalam bukunya “What Makes Winning Brands Different” mengatakan bahwa merek yang menang dalam pasaran adalah merek yang selalu melekat dalam pikiran konsumen dan akan membuat konsumen tersebut termotivasi untuk memilikinya yang kemudian lebih dikenal dengan teori Buchhloz-Wordermann (B|W Method). Dalam tujuannya agar sebuah merek dapat melekat dalam pikiran konsumen. Metode B|W terbagi atas lima hukum universal
12
yang dapat diterapkan dalam semua lini produk dan pelayanan yang ada, yaitu: 1. Keunggulan dan Janji (Benefit & Promises). Konsumen lebih memilih merek dari produk yang dapat menawarkan nilai lebih atau keunggulan dibanding dengan produk lain. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Benefit & Promises: a. Mengarahkan kepada kepentingan hidup konsumen b. Menghilangkan ancaman pada konsumen c. Memberikan semangat kepada konsumen d. Mencari nilai lebih yang terdapat dalam merek e. Membuat merek sebagai pemicu dalam pikiran konsumen 2. Norma dan Nilai (Norm & Values). Konsumen lebih memilih merek yang dapat memecahkan, mencegah masalah dan gejolak antara norma-norma dan nilainilai yang dipercaya. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Norm & Values: a. Menghilangkan rasa bersalah. b. Memberikan rasa bangga kepada konsumen. c. Memaparkan ketidak-konsistenan. d. Menghilangkan rasa tabu. 3. Persepsi dan Program (Perception & Program). Konsumen lebih memilih sebuah merek karena persepsi dan kebiasaan yang diarahkan pada merek tersebut sebagai suatu pilihan yang logis. Persepsi yang baik akan tercipta bila konsumen mempunyai penilaian yang bagus terhadap merek tersebut. Aturan-
13
aturan untuk pengembangan metode Perception & Program: a. Membuat batasan wilayah. b. Masuk ke pasar lain. c. Memposisikan merek. d. Membalikkan kekurangan. e. Menciptakan kembali suatu kebiasaan. 4. Identitas dan Ekspresi Diri (Identity & Self Expression). Konsumen lebih memilih merek yang dapat mengekspresikan karakter dan identitas yang ingin mereka miliki. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Identity & Self Expression: a. Menunjukkan karakter b. Mendukung suatu ideologi c. Menciptakan rasa kekeluargaan d. Menciptakan rasa kepahlawanan e. Ekspresi pesan pribadi 5. Cinta dan Emosi (Love & Emotion). Konsumen lebih memilih sebuah produk atau pelayanan tertentu karena mereka mencintai mereknya. Loyalitas merupakan loncatan dari rasa suka ke rasa cinta, bila konsumen hanya menyukai merek anda maka bukan tidak mungkin mereka akan pindah begitu merek lain memberikan diskon. Aturan-aturan untuk pengembangan metode Love & Emotion: a. Menjadi teman
14
b. Pencabangan ke dalam emosi c. Membina rasa rindu d. Membangkitkan rasa empati
2.3 Price Harga adalah jumlah uang yang dikenakan untuk suatu produk atau jasa (Kotler, amstrong). Harga adalah jumlah dari semua nilai yang ditawarkan untuk mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Harga adalah satu-satunya unsur dalam marketing mix yang menghasilkan pendapatan; semua unsur-unsur lain mengeluarkan biaya. Harga juga merupakan elemen paling fleksibel dalam marketing mix.
Customer perceptio Price
Other internal and external considerations Marketing strategy,objectives,and mix Nature of the market and demand
Product costs Price
Gambar 2.1 Major consideration in setting price Harga tidak hanya mewakili biaya sebuah item, tetapi juga berkonotasi pada tingkat kualitas baik bagi merek dan produk dan, tingkat kepuasan yang akan diharapkan (Erickson dan Johansson, 1985, Assael, 1995). Umumnya harga adalah isyarat penting untuk menentukan kualitas ketika ada beberapa isyarat-isyarat lain yang tersedia, jika produk tidak dapat dievaluasi sebelum dibeli dan jika ada tingkat risiko dalam membuat pilihan yang salah (Dodds dan Monroe, 1985; Zeithaml, 1988). Harga yang tinggi merupakan tanda bahwa
kualitas produk merupakan
15
kualitas unggulan. Oleh karena itu, untuk beberapa barang tertentu, pelanggan mungkin akan menolak barang-barang murah hanya untuk menghindari risiko ketidakpuasan (Kotler, 2003). Pada saat konsumen melakukan evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk sangat dipengaruhi oleh perilaku dari konsumen itu sendiri. Sementara perilaku konsumen menurut Kotler (2000) dalam Kotler and Keller (2006), dipengaruhi 4 aspek utama yaitu budaya, sosial, personal (umur, pekerjaan, kondisi ekonomi) serta psikologi (motivasi, persepsi, percaya). Sedangkan menurut Schiffman & Kanuk (2000) persepsi adalah suatu proses dari seorang individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menterjemahkan stimulus-stimulus atau informasi yang datang menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Dengan demikian penilaian terhadap harga suatu produk dikatakan mahal, murah atau biasa saja dari setiap individu tidaklah harus sama, karena tergantung dari persepsi individu yang dilatar-belakangi oleh lingkungan kehidupan dan kondisi individu. Dalam kenyataannya konsumen dalam menilai harga suatu produk, sangat tergantung bukan hanya dari nilai nominal secara absolut tetapi melalui persepsi mereka pada harga (Nagle & Holden, 1995) dalam Isman Pepadri (2002). Secara umum persepsi konsumen terhadap harga tergantung dari perception of price differences (persepi mengenai perbedaan harga) dan reference prices (referensi harga). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga. Pertama, perception of price differences, menurut hukum Weber-Fechner, dalam buku The Strategic dan Tactics of Pricing: A Guide to Growing More
16
Profitably (Nagle & Hogan, 2006), pembeli cenderung untuk selalu melakukan evaluasi terhadap perbedaan harga antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar yang diketahui. Sebagai contoh, PT. Excelcomindo Pratama Tbk menawarkan produk-produk berkualitas dengan nilai harga yang tinggi dianggap sebagai satu hal yang relevan dan rasional, sehingga konsumen dapat menerima tawaran harga pada tiap-tiap produk yang ditawarkan oleh PT. Excelcomindo Pratama Tbk. Dari hukum Weber-Fechner dapat disimpulkan bahwa persepsi konsumen terhadap perubahan harga tergantung pada prosentase dari perubahan harga tersebut, bukan terhadap perbedaan absolutnya dan besaran harga baru tersebut tetap berada pada “acceptable price”(Pepadri, 2002). Faktor lain yang mempengaruhi persepsi terhadap kewajaran suatu harga adalah price references yang dimiliki oleh pelanggan yang didapat dari pengalaman sendiri (internal price) dan informasi luar yaitu iklan dan pengalaman orang lain (external references price). Menurut Schiffman & Kanuk (2000), Informasi dari luar tersebut sangat dipengaruhi : 1. Harga kelompok produk (product line) yang dipasarkan oleh perusahaan yang sama 2. Perbandingan dengan harga produk saingan 3. Urutan produk yang ditawarkan (Top Down Selling) 4. Harga produk yang pernah ditawarkan konsumen (Recalled Price). Sedangkan Persepsi terhadap kewajaran harga dapat pula dijelaskan dengan teori acquisition transaction utility. Konsumen akan melakukan pembelian
17
(acquisition utility) apabila harga tersebut dikaitkan dengan keuntungan atau kerugian dalam perspektif fungsi produk. Sedangkan transaction utility, konsumen mempersepsikan harga dengan kenikmatan atau ketidaknyamanan dalam aspek keuangan yang didapat dari perbedaan antara internal reference prices dengan harga pembelian (Pepadri, 2002). Dalam penelitian Andreas Hermann (2007) dikemukakan bahwa konsumen menganggap penting untuk memperhatikan harga didalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk. Secara spesifik, setiap konsumen menyadari hubungan yang relatif antara harga dan tingkat harapan mereka tentang produk yang akan dibeli (Voss, et.al., 1998). Selanjutnya, kuota dari suatu harga yang ditawarkan dapat dikomparasi dengan pengalaman dan harapan konsumen, sehingga harga yang ditawarkan dapat diterima atau setidaknya sesuai dengan kualitas produk yang ditawarkan.
2.4 Country of Origin Country of origin adalah tempat dimana suatu produk di produksi. Efek country of origin di negara maju cenderung lebih kecil (Elliot and Comoron, 1994). Di negara maju, masyarakat cenderung lebih tertarik untuk membeli produk lokal daripada produk import, karena mereka mengetahui kualitas produknya. Sedangkan negara berkembang memiliki dampak country of origin lebih besar. Masyarakat Negara berkembang lebih menyukai merek dari luar negri karena percaya memiliki kualitas yang tinggi.
18
Citra suatu negara dipandang sebagai suatu senyawa kontemporer dan asosiasi sejarah, yang merupakan faktor dalam keputusan membeli baik dalam pencitraan dan dalam representasi proporsional. Reputasi suatu negara terhadap kategori produk cenderung lebih berpengaruh daripada daya tarik secara keseluruhan (O'Shaughnessy dan O'Shaughnessy, 2000). Kadang-kadang persepsi Country of Origin dapat mencakup seluruh produk suatu negara. Dalam satu studi konsumen masyarakat Cina di Hong Kong, produk Amerika dianggap sebagai produk yang prestisius, produk-produk Jepang sebagai produk yang inovatif, dan produk-produk Cina yang murah (Siu dan Chan, 1997). Namun demikian, bagi konsumen produk tertentu mungkin cenderung kurang menggunakan informasi Country of Origin. Lascu dan Babb (1995) menemukan bahwa para konsumen Polandia kurang tertarik pada produk Country of Origin jika mereka membeli barang yang lebih murah atau produk yang sudah diterima oleh keluarga dan teman-teman. Baik pengamatan empiris dan percobaan telah menemukan bahwa Country of Origin dapat memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi kualitas suatu produk (Bilkey dan Nes, 1982; Huber dan McCann (1982); Shimp dan Samiee, 1993). Wall et al. (1991) menemukan bahwa informasi Country of Origin lebih penting dalam mempengaruhi penilaian kualitas produk daripada informasi merek atau harga. Konsumen sering menggunakan persepsi citra suatu negara dalam evaluasi produk ketika mereka tidak mampu mendeteksi kualitas sejati produk suatu negara . Oleh karena itu, mereka bisa berpaling kepada citra suatu negara untuk menyimpulkan kualitas produk yang tidak diketahui (Balestrini dan Gamble, 2006).
19
Efek dari Country of Origin sering dijelaskan dalam tingkat pembangunan ekonomi negara asal (Cordell, 1991, 1992; Gaedeke, 1973; Schooler, 1971; Schooler & Wildt, 1968; Tse & Gorn, 1993; Wang & Lamb, 1983). Penelitian mengusulkan efek hierarki berdasarkan tingkat pembangunan ekonomi, yang menunjukkan bahwa evaluasi produk tertinggi cenderung kepada negara dengan tingkat pembangunan yang tinggi, diikuti oleh negara-negara industri baru, dan terendah untuk Eropa Timur / negara-negara sosialis dan negara-negara berkembang. Dari suatu segi pandangan konseptual, Country of Image membangun pendekatan literatur pada dua tingkat yang berbeda: (1) mewakili gambaran suatu negara, (2) mewakili gambaran suatu produk; sebagian besar country of image mewakili gambaran suatu produk, dan, sering kali ukuran gambaran produk dengan suatu negara membingungkan. Seringkali country of image mempunyai arti yang mirip dengan pengaruh lingkungan, persepsi negeri, stereotypical kepercayaan, sikap negeri umum, dan negeri evaluasi. Kondisi yang sama berlaku juga untuk product image yang mana sering dikenal sebagai produk kepercayaan, country of origin kepercayaan, gambaran merek, sikap produk, produk country of origin, produk persepsi, evaluasi produk, mutu produk, negeri mempengaruhi dan bahkan “country image”.
20
2.5 Consumer decision making process Ketika konsumen memutuskan akan membeli sebuah produk, baik barang maupun jasa, menurut lavidge dan steiner (1961), ada 6 proses yang konsumen lalui: Kesadaran (awareness) -> pengetahuan (knowledge) -> suka (liking) -> preference -> conviction -> pembelian (purchase). Namun ada juga model konseptual yang dapat kita gunakan untuk menganalisa proses pengambilan keputusan konsumen seperti yang dikutip dari belch & belch (advertising and promotion, p 105) yaitu : Problem recognition -> information serach -> alternative evaluation -> purchase decision -> post purchase evaluation a. Problem recognition Tahap ini adalah tahap dimana konsumen menyadari ada suatu kebutuhan, lalu mulai mencari solusi untuk memecahkan masalah kebutuhan tersebut. Beberapa sumber yang menimbulkan tahapan ini antara lain: ‐
Out of stock Ketika konsumen menggunakan produk dan perlu memperbaharui persediaan terhadap produk tersebut
‐
Dissatisfaction Ketika konsumen menyadari bahawa produk atau jasa yang digunakan tidak lagi dapat memuaskannya
‐
New needs/wants Perubahan dalam kehidupan konsumen yang dapat mendorong adanya kebutuhan/keinginan baru.
21
‐
Related products/purchases Pembelian sebuah produk mungkin saja mendorong konsumen membeli produk lain seperti akesesoris untuk produk tersebut
‐
Marketer-induced problem recognition Kegiatan yang dilakukan oleh para marketer yang menstimulus konsumen untuk tidak puas dengan keadaan atau produk yang saat ini mereka alami / gunakan dengan meluncurkan produk baru atau fitur baru yang tidak konsumen perhitungkan ketika membeli produk yang digunakan sekarang.
‐
New products Ketika produk inovasi terbaru diluncurkan dan menarik perhatian konsumen, dapat mendorong terjadinya pembelian sebuah produk atau jasa.
b. Information search Tahapan selanjutnya dalam proses penentuan keputusan, yaitu pencarian informasi. Ketika konsumen menyadari terdapatnya sebuah masalah dan masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pembelian sebuah produk atau jasa, mereka mulai melakukan pencarian informasi yang dibutuhkan untuk membeli produk atau jasa tersebut. Pencarian awal seringkali dimulai dari mencari informasi yang tersimpan di pikiran mengenai pengalaman yang mungkin dulu pernah dirasakan. Proses pencarian informasi dari diri sendiri disebut dengan internal search. Untuk beberapa pembelian produk atau jasa yang sifatnya rutin, atau pembelian berulang, pencarian internal cukup untuk
22
membandingkan beberapa alternatif pembelian dan memutuskan akan membeli apa. Namun jika pencarian internal tidak dapat memberikan cukup informasi, maka dibutuhkan pencarian external (external search). Beberapa sumber pencarian external diantaranya: ‐
Personal sources
‐
Marketer-controlled sources
‐
Public sources
‐
Personal experience
c. Alternative evaluation Pada tahapan ini, konsumen membandingkan beberapa merek atau produk atau jasa yang dirasa dapat memenuhi atau memecahkan masalah konsumsi dan memuaskan kebutuhan / keinginan yang memotivasi konsumen dalam melakukan pembelian. Beberapa merek yang jadi pertimbangan konsumen ketika akan memiliih disebut dengan evoked set. Tujuan utama sari kebanyakan strategi pemasaran dan iklan adalah meningkatkan kemungkinan sebuah merek diikutsertakan dalam evoked set konsumen pada tahapan ini. Tapi tidak Cuma itu, tenaga marketer pun sebisa mungkin membuat suatu merek yang mempunyai nilai tambah yang tidak dimiliki kumpulan merek lain. Konsumen akan punya keputusan untuk membatasi seberapa banyak merek yang akan mereka pertimbangkan dalam evoked set mereka, juga untuk masalah seberapa lama waktu yang akan mereka habiskan untuk menjalani
23
tahap purchase decision. Karena itu merek yang lebih mudah diingan akan lebih mudah masuk kedalam proses seleksi merek tersebut. Hal itu didapat bisa memlalui tampilan-tampilan iklan yang cukup sering konsumen temui dalam kehidupan sehari-hari mereka atau melalui media lain. Setelah konsumen menetapkan evoked set dan memiliki beberapa alternatif pilihan, mereka harus mengevaluasi beberapa merek. Hal ini berarti membandingkan beberapa alternatif pilihan tersebut terhadap kriteria spesifik yang dirasa penting oleh konsumen. Ada hal yang cukup penting menurut Paul Peter dan Jerry Olson (1987) harus dibedakan ditahap ini, yakni antara atribut, objek atau konsep fungsional yang dimiliki olah suatu produk, dan konsekuensi. Konsekuensi, menurut mereka, adalah hasil yang akan konsumen rasakan/nikmati ketika membeli atau mengkonsumsi sebuah barang atau jasa. Mereka membedakan 2 tipe, functional consequences, yaitu hasil yang bersifat konkrit yang dapat dirasakan secara langsung, dan psychological consequences, yaitu hasil yang sifatnya abstrak, subjektif, dan personal. Atribut dari sebuah produk atau jasa dan konsekuensi-konsekuensi yang konsumen pikir akan mereka rasakan atau nikmati ketika memilih sebuah merek sangatlah penting, karena mereka seringkali menjadi dasar dimana konsumen membentuk attitude dan keinginan membeli dan memutuskan diantara beberapa banyak pilihan. d. Purchase decision
24
Pada akhirnya, konsumen harus berhenti menimbang-nimbang beberapa pilihan tersebut dan mengambil keputusan untuk memilih sebuah merek. Mengambil keputusan untuk membeli tidak sama dengan melakukan pembelian, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan pembelian walaupun sudah memutuskan untuk membeli, diantaranya kapan harus melakukan pembelian, dimana, dan beberapa banyak yang harus dikeluarkan. Untuk beberapa produk berkategori low-involvement, waktu yang dibutuhkan anntara pengambilan keputusan dan melakukan pembelian mungkin saja sangat singkat. e. Postpurchase evaluation Tidak berakhir sampai pada pembelian saja, ketika kondumen sudah menggunakan atau mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, konsumen akan membandingkan antara ekspetasi yang diharapkan dan performa yang dihasilkan produk atau jasa tersebut. Hasilnya bisa berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan terjadi ketika ekspetasi konsumen dipenuhi atau bahkan melebihi; sementara ketidakpuasan timbul ketika performa yang dihasilkan
tidak
sesuai
atau
dibawah
ekspetasi
konsumen.
Proses
postpurchase evaluation ini penting karena feedback yang ditimbulkan akan mempengaruhi kemungkinan pembelian dimasa yang akan datang. Kelima tahapan ini tidak selalu diikuti oleh konsumen ketika akan membeli, adakalanya mereka melewati satu atau lebih tahapan yang ada, dan langsung ke tahapan purchase decision. Beberapa faktor yang dapat
25
mempengaruhi proses pembelian diantaranya bersifat alami dari sebuah produk atau jasa, jumlah pengalaman yang konsumen miliki terhadap sebuah produk atau jasa, serta seberapa penting pembelian tersebut. Akan lebih sulit ketika konsumen tidak punya atau sangat sedikit sekali memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang sebuah produk atau jasa (brand knowledge), ataupun criteria apa yang harus mereka gunakan ketika memilih beragam merek. Maka penting untuk sebuah ilkan memberikan informasi yang mendetail tentang sebuah merek dan bagaimana merek tersebut dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Apalagi ketika sebuah merek menghadapi persaingan ketat di pasar, personalitas dari sebuah merek dan reputasi merek tersebut akan membantu membedakannya dari apa yang pesaing tawarkan. Hal ini dapat menghasilkan peningkantan kesetiaan konsumen dan mendorong pertumbuhan (bhimrao, 2008). Perilaku konsumen berdasarkan Schiffman dan Kanuk (2004) sebagai suatu proses pengambilan keputusan melakukan pembelian terdiri dari berbagai tahapan sebagai berikut : mengenali kebutuhan, mencari informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan perilaku pasca membeli. Ini dapat terlihat pada Gambar yang menggambarkan tahapan perilaku konsumen. a. Mengenali Kebutuhan Proses membeli diawali saat konsumen menyadari adanya suatu kebutuhan yang diperlukannya. Kesadaran akan adanya kebutuhan ini juga dapat didorong oleh adanya pengaruh internal atau eksternal konsumen.
26
Mengenali Kebutuhan
Mencari Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Membeli
Perilaku Pasca Membeli Gambar 2.2 Tahapan Perilaku Konsumen (Setiadi 2003, p.16) b. Mencari Informasi Menyadari adanya kebutuhan yang perlu dipenuhi, konsumen mulai terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak mengenai kebutuhan tersebut. Proses pencarian informasi dilakukan dengan cara mencari berbagai sumber informasi. Sumber-sumber informasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: sumber pribadi yang terdiri dari keluarga, teman, tetangga atau kenalan; sumber komersil terdiri dari iklan, pameran, dan tenaga penjual; serta sumber pengalaman yang terdiri dari pengalaman konsumen dengan produk tertentu.
27
c. Evaluasi Alternatif Berdasarkan berbagai informasi yang ada, konsumen mulai mengevaluasi alternatif pilihan yang dapat ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Pada tahap ini konsumen mulai memiliki preferensi terhadap satu produk jasa tertentu. d. Keputusan Membeli Keputusan pembelian merupakan proses aktual pembelian kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen setelah melalui tahaptahap sebelumnya. e. Perilaku Pasca Membeli. Setelah melalui tahap pembelian, konsumen akan mulai melakukan penilaian terhadap kepuasaan atau ketidakpuasaannya atas produk yang telah dibelinya. Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan mempengaruhi tingkah laku/tindakan konsumen berikutnya. Konsumen yang merasa puas akan cenderung untuk memilih lagi produk yang sama di masa akan datang. Sedangkan konsumen yang tidak puas akan meninggalkan atau mengembalikan produk-produk tersebut. Tahap-tahap perilaku konsumen menurut Mowen & Minor, tidak jauh berbeda dengan yang telah disebutkan diatas sebelumnya antara lain terdiri dari tahap-tahap: Problem recognition, search, alternative evaluation, choice, and postacquisition evaluation. Menurut Boone (1999,p 285), proses pengambilan keputusan pembelian menekankan
bahwa
proses
pembelian
bermula
jauh
sebelum
pembelian
28
sesungguhnya dan berakibat jauh setelah pembelian. Ini mendorong pemasar untuk lebih memusatkan perhatian pada keseluruhan proses pembelian, bukan hanya mencurahkan perhatiannya pada keputusan pembelian. Dapat dikatakan definisi dari perilaku konsumen adalah proses waktu dan tingkatan usaha yang dilalui oleh konsumen dalam menentukan keputusan pembelian tertentu tergantung dari pentingnya keinginan membeli suatu produk atau jasa.
Significant Differences Between Brand Few Differences Between Brand
High Involment
Low Involment
Complex Buying Behaviour
Variety – Seeking Buying Behaviour
Dissonance – Reducing Buying Behaviour
Habitual Buying Behaviour
Gambar 2.3 Tingkat Keterlibatan Konsumen (Sumber: Boone, 1999) Keterlibatan tinggi konsumen dalam pengambilan keputusan disebut high involvement, sedangkan keterlibatan rendah disebut low involvement. Dari kedua dimensi tersebut, proses pembelian konsumen dapat dibedakan menjadi empat tipe. Pertama, Complex Buying Behaviour, dimana konsumen selalu akan mengidentifikasikan kebutuhan atau masalah yang mereka hadapi dan pada umumnya mereka rela menyediakan waktu dan tenaga lebih untuk mengambil keputusan pembelian suatu produk atau jasa sesuai dengan semakin tingginya nilai produk tersebut. Para konsumen akan mencari dan mengevaluasi atau membandingkan beberapa produk yang sejenis sebelum mereka mengambil keputusan. Selanjutnya mereka akan melakukan transaksi pembelian dan mengevaluasi apakah mereka telah
29
mengambil keputusan yang tepat. Kedua, Dissonance – Reducing Buying Behaviour, bila konsumen puas pada pembelian pertama, maka pada pembelian berikutnya dilakukan berulang-ulang pada satu merk, pengambilan keputusan tidak diperlukan lagi karena konsumen sudah memahami secara mendalam produk yang bersangkutan. Ketiga, Variety – Seeking Buying Behaviour, pada proses ini keterlibatan konsumen pada saat pembelian suatu merk sangat sedikit, tetapi masih memerlukan pengambilan keputusan. Konsumen dalam kondisi ini masih dapat berpindah dari merk yang satu dengan yang lain. Biasanya pengambilan keputusan konsumen dilakukan pada saat pembelian. Keempat, Habitual Buying Behaviour, proses ini terjadi ketika proses ketiga dilakukan secara berulang-ulang dan konsumen membeli suatu produk bukan karena setia, tetapi lebih karena sudah menjadi kebiasaan. Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian dapat terbagi atas 5 tahap yaitu pengenalan masalah (Problem Recognition), Pencarian Informasi (Information Search), Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternatives), Keputusan Pembelian (Purchase Decision) dan Perilaku Purna Pembelian (Postpurchase Behavior). Problem Recognition
Information Search
Evaluation of Alternatives
Purchase Decision
Gambar 2.4. Five Stage Model of the Consumer Buying Process (Sumber: Boone, 1999)
Postpurchase Behaviour
30
2.6 Perilaku Konsumen Consumer behavior adalah studi mengenai proses bahwa individu-individu, kelompok atau organisasi dengan tujuan untuk memilih, menggunakan, dan / atau membuang produk dan layanan yang memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. consumer behavior diteliti untuk mempelajari semua tentang penyediaan produk dan layanan konsumen yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Ini mengajarkan bagaimana konsumen berperilaku, sehingga marketer dapat mengetahui bagaimana menghadapi konsumen dengan profesional. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, ada faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal terutama adalah emosi, kepribadian, pengalaman, sedangkan faktor eksternal terdiri dari teman, keluarga, budaya, lingkungan, dan sosial. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam consumer behavior, misalnya: masingmasing negara, bahkan di setiap wilayah suatu negara memiliki budaya mereka sendiri. Memahami budaya mereka dan tidak menghina budaya lain adalah salah satu studi consumer behavior. (McGraw-Hill. perilaku konsumen; membangun strategi pemasaran, edisi kesepuluh). Schiffman dan Kanuk (2000) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai proses yang dilalui konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi suatu produk/jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan perilaku konsurnen dalam penelitian ini adalah suatu studi mengenai proses pembuatan keputusan memilih atas suatu produk dan mengkonsumsinya yang dilakukan oleh pembuat keputusan atau
31
konsumen. Mowen & Minor (2003), perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari mengenai proses pembelian dan proses pertukaran yang terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan suatu barang, jasa, pengalaman, dan ide. (Consumer Behaviour is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consuming, and disposing of goods, services, experierces, and ideas). Solomon (2007), consumer behavior merupakan ilmu yang mempelajari proses-proses yang terkait dengan individu atau kelompok dalam memilih, membeli, menggunakan produk, jasa, ide atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Berdasarkan model sikap (tricomponent attitude model), sikap dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif merupakan pengetahuan dan persepsi yang diperoleh melalui kombinasi pengalaman langsung dengan objek dan informasi yang berhubungan dari sumber yang berbeda. Pengetahuan dan persepsi ini biasanya diambil dari bentuk rasa percaya, yaitu konsumen mempercayai bahwa objek memiliki atribut berbeda dan perilaku tersebut akan mengarah pada hasil yang spesifik. Emosi dan atau perasaan konsumen mengenai suatu produk atau merek merupakan komponen afektif dari suatu sikap. Emosi dan perasaan ini seringkali dibicarakan sebagai sifat pemilihan yang paling utama, dimana adanya penilaian individu secara global atau langsung terhadap objek. Pengalaman yang bermuatan
32
afektif juga menunjukkan keadaan yang disebut dengan pernyataan emosional (emotionally charged states), seperti kegembiraan, kesedihan, rasa malu, rasa jijik, kemarahan, rasa bersalah ataupun terkejut. Pernyataan emosional dapat mempertinggi atau menjelaskan pengalaman positif atau negatif dan kemudian pengalamanpengalaman yang terkumpul akan mempengaruhi ingatan dan bagaimana seseorang bertindak. Konatif, yang merupakan komponen terakhir dati tricomponent attitude model adalah mengenai kemungkinan atau kecenderungan tindakan khusus yang akan diambil oleh individu atau perilaku dalam cara yang khusus yang berkenaan terhadap objek. Menurut beberapa interpretasi, komponen konatif meliputi perilaku sesungguhnya. Komponen konatif, dalam riset pemasaran dan konsumen seringkali dianggap sebagai suatu ekspresi dari intensi untuk membeli (Schiffman dan Kanuk,. 2000). Attitude dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang secara psikologikal untuk merespon atau berperilaku positif ataupun negative terhadap stimulus (engel et al, 1995, gilbert et al, 1998, dikutip oleh carole page dan ye luding, 2003). Masyarakat mempunyai perilaku terhadap apapun: music, pakaian, makanan, dan lain-lain. Perilaku atau attitude membentuk pikiran seseorang untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Lebih lanjut dalam penelitian carole page dan ye luding (2003), keinginan untuk membeli (intention to purchase) dipengaruhi oleh attitude yang dimiliki konsumen, dan perilaku positif akan mendorong keinginan untuk membeli. Keinginan untuk membeli dari seorang konsumen, didefinisikan sebagai
33
kemungkinan dari konsumen tersebut untuk membeli suatu produk (dodds et al, 1991). Hubungan yang timbal balik juga ditemui oleh fishbein dan aizen (1975), bahwa ternyata keinginan membeli dapat dijadikan indeks untuk memprediksi perilaku konsumen. Beberapa penelitian (appiah 2001, Elliot dan wattanusawan 1998, forehand dan deshpande 201 seperti dikutip oleh vonne m. torres dan elten briggs 2007) menunjukkan adanya pengaruh semakin positifnya attitude toward the ad, akan lebih mendorong attitude yang lebih favorable terhadap merek yang diiklankan, dan juga purchase intention yang lebih kuat. Sudah banyak jurnal yang meneliti pengaruh dari sebuah penambahan atribut tertentu pada iklan sebuah produk seperti penggunaan model dari ras tertentu, atau penggunaan humor dan atribut lainnya dan mereka mengukur dampak dari penambahan tersebut dilihat dari attitude toward the advertising (Aad) (ivonne m. torres dan elten briggs,2007), Mitchell dan olsen, 1981), attitude toward the brand (fishbein dan aizen,1975, gardner, 1985, homer, 1990), purchase intention (rios, Martinez,Moreno 2006; zhang dan zinkhan 2006; tsai, liang,liu 2007) Perilaku konsumen tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor pengaruh yang ada dalam lingkungan konsumen. Sebagian faktor- faktor tersebut tidak dapat dikendalikan oleh pemasar namun sangat penting untuk diperhitungkan. Faktor-faktor tersebut
adalah
Faktor
Eksternal,
Faktor
Internal/Psikologis,
dan
Faktor
Pribadi/Personal dan konsumen itu sendiri. Semua faktor-faktor tersebut tergambar secara skematis pada Gambar 2.3. 1. Faktor Eksternal
34
Faktor eksternal merupakan pengaruh-pengaruh lingkungan luar yang ada di sekeliling konsumen. Contoh daripada faktor ini antara lain : a. Budaya merupakan faktor penentu paling dasar dari keinginan dan penilaku seseorang. Budaya mengandung proses sosialisasi yang mempengaruhi nilai, persepsi, dan preferensi seseorang. b. Sub Budaya adalah bagian kecil dari kebudayaan yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik terhadap individu. Contoh dari hal ini adalah kelompok keagamaan dan kelompok ras. c. Kelompok acuan adalah kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Beberapa diantaranya adalah kelompok-kelompok primer seperti keluarga, teman, dan tetangga. 2. Faktor Internal / Psikologis Faktor internal berasal dari dalam diri konsumen itu sendiri. Bisa merupakan aspek psikologis dari konsurnen seperti motivasi dan persepsi dari konsumen itu sendiri. a. Motivasi adalah dorongan yang melatarbelakangi tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Teori motivasi Maslow menyebutkan adanya suatu hirarki kebutuhan. dimana kebutuhan manusia akan meningkat seiring dengan tercapainya kebutuhan-kebutuhan sebelumnya. b. Persepsi adalah dimana sesorang memilih, mengorganisasikan, dan mengartikan berbagai masukan informasi untuk menciptakan gambaran
35
secara keseluruhan. 3. Faktor Pribadi / Personal Konsumen Faktor pribadi atau personal adalah bagian dari jati diri konsumen itu sendiri yang akan mempengaruhi perilaku konsumen. Yang termasuk dalam faktor ini antara lain : a. Pekerjaan mempengaruhi perilaku konsumen karena adanya kelompokkelompok pekerjaan tertentu yang memiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu. b. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup yang diekspresikan oleh kegiatan dan minat seseorang. Gaya hidup dapat mencerminkan seseorang secara keseluruhan. c. Ekonomi seseorang menentukan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Antara lain adalah kemampuan untuk membelanjakannya dan menabungnya. Faktor Internal
Faktor Eksternal Faktor Pribadi Mengenali Kebutuhan Mencari Informasi
Puas / Tidak Puas
Evaluasi alternatif Keputusan membeli Perilaku pasca membeli
Gambar 2.5 Model perilaku konsumen (Prasetijo 2004, p.14)
36
2.7 Marketing Mix Menurut Kotler (2003:15), Marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran yang sudah dibidik (Kotler, 2003:15). Alat-alat pemasaran itu terdiri dari 4 Variabel yang kemudian disebut dengan 4P dari marketing yaitu produk (Product), harga (Price), promosi (Promotion), dan tempat (Place). Marketing Mix
Target Market
Product Product Variety Quality Design Features Brand name Packaging Sizes Services Warranties returns
Price List Price Discounts Allowances Payment Period Credit terms
Promotion Sales Promotion Advertising Sales force Public relation Direct marketing
Place Channels Coverage Assortsment Location Inventory Transport
Gambar 2.6 The 4P Component 1. Produk (Product) Sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan dapat berbentuk barang jadi, jasa pelayanan, property, dan informasi. Produk yang ditawarkan
37
harus memperhatian segi kualitas, manfaat, desain, jaminan, siklus kehidupan produk, dan pengembangan produk baru. 2. Harga (Price) Jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan kepada pihak produsen untuk mendapatkan sebuah produk. Dalam hal ini, penentuan harga dipengaruhi oleh banyak faktor, oleh Karena itu diperlukan analisa pasar pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Harga cenderung mudah berubah karena harga dipengaruhi faktor pasar dan kondisi ekonomi yang terjadi pada saat itu. 3. Promosi (Promotion) Kegiatan dari perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya pada pasar yang telah ditentukan dengan tujuan untuk meyakinkan calon konsumen untuk menggunakan produk tersebut. 4. Tempat (Place) Berbagai upaya dari perusahaan agar produknya mudah terjangkau dan selalu tersedia bagi pasar yang telah ditentukan sesuai dengan tempat dan waktu yang diinginkan konsumen.
38
Gambar 2.7 Marketing-Mix Strategy Sedangkan di dalam jurnal Anthony R. Bennett (1997), McCarthy (1975) merumuskan konsep 4P – product, price, promotion, and place marketing mix. Empat variabel dari marketing mix tersebut, masing-masing memiliki pengertian: 1. Produk (product) : Menurut Kevin dan Keller ( 2006, p. 344), ”Product is anything that can brand equity offered to a market to satifsy a want or need”. Dari definisi tersebut, produk dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan oleh ekuitas merek untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan pasar. Produk bersifat tangible, beberapa keputusan produk yang dapat diambil adalah mengenai brand name, functionality, styling, kualitas, keamanan, pengemasan, perbaikan dan dukungan, garansi, aksesoris, dan servis (http://www.netmba.com/marketing/mix/). “Product is anything we can offer to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a need or want”, definisi ini dipaparkan oleh Keller (2008, p. 3).
39
Produk dapat diartikan segala sesuatu yang kita tawarkan ke market dan menjadi perhatian, akuisisi, digunakan, atau dikonsumsi, yang mungkin dapat memuaskan kebutuhan atau keinginan. 2. Harga (price) : satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa. Produk yang bermerek mahal sering kali dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dan lebih rentan untuk kalah dalam persaingan harga dibandingkan produk yang lebih murah (Blattberg dan Winniewski 1989; Dodds, Monroe, dan Grewal 1991; Kamakura dan Russel 1993; Milgrom dan Roberts 1986; Olson 1977). Beberapa keputusan harga yang dapat dibuat misalnya strategi harga (skim, penetration), harga retail yang disarankan, discount, harga paket, fleksibilitas harga, dan sebagainya.
Gambar 2.8 Matrix Pricing strategies 3. Promosi (promotion) : aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan
40
loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. Promosi sebagai salah satu komponen penting dari marketing communications mix terdiri dari 5 cara yaitu advertising, direct marketing, sales promotion, public relations dan publicity, dan personal selling (Kotler and Keller, 2006, p. 19). “Promotion is aimed at the more short-term tactical goal of ‘moving forward’ brand sales now”, pernyataan ini terdapat dalam Overview of Advertising and Promotion (Percy, 2005, p. 4), yang dapat didefinisikan yaitu promosi ditujukan untuk target jangka pendek untuk meningkatkan brand sales. Promosi mewakili aspek yang bervariasi dari komunikasi pemasaran, maka dari itu promosi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan tanggapan positif dari konsumen. Keputusan marketing communication dapat berupa strategi promosi, iklan, penjualan perorangan, target penjualan, promosi penjualan, public relations dan publicity, marketing communication budget, dan sebagainya (http://www.netmba.com/marketing/mix/). 4. Tempat (place) : media atau tempat dimana produk atau jasa disalurkan oleh produsen kepada konsumen yang dapat diakses oleh konsumen atau penempatan suatu produk yang melibatkan aktivitas logistik perusahaan dan kegiatan-kegiatan pemasaran dikonsentrasikan dengan membuat dan mendistribusikan barang jadi tersebut kepada konsumen. Distribusi adalah tentang bagaimana produk dapat diperoleh oleh konsumen. Beberapa keputusan distribusi yaitu jalur distribusi, area pasar (inclusive, selective, atau exclusive distribution), specific channel members, inventory management,
41
gudang, pusat distribusi, proses pemesanan, transportasi, dan sebagainya (http://www.netmba.com/marketing/mix/). Marketing-mix model menganalisa data dari berbagai macam sumber, misalnya retailer scanner data, data pengiriman perusahaan, harga, media, data pengeluaran promosi, untuk lebih mengerti secara jelas pengaruhpengaruh dari aktivitas pemasaran yang spesifik (Kotler and Keller, 2006, p. 119).
2.8 Desain Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur berbagai pencapaian kreatif lainnya (Wikipedia). Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Desain industri adalah seni terapan di mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Chao(1993), dalam penelitiannya, Country of Design memiliki dampak yang signifikan pada persepsi kualitas produk ketika harga menjadi pertimbangan. Hubungan antara harga dan kualitas juga terlihat pada desain Jepang lebih
42
menguntungkan daripada US atau Taiwan. Ahmed, d’Astous, dan d’Alme´ida juga menemukan adanya efek yang signifikan dari Country of Design dan Country of Assembly pada persepsi kualitas dan nilai jual.
2.9 Kualitas Garvin (1998), menjelaskan dimensi perceived quality yang dibagi menjadi tujuh, yaitu: 1.
Kinerja : Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselarasi, system kemudi, serta kenyamanan. Karena faktor pertimbangan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.
2.
Pelayananan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut. Misalnya mobil Derek tertentu yang menyediakan jasa pelayanan 24 jam diseluruh dunia.
3.
Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misal mobil merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah berumur 12 tahun tapi masih berfungsi dengan baik.
4.
Keandalan :
Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya. 5.
Karakteristik Produk : Bagian-bagian tambahan dari produk (feature), seperti remote control sebuah video, tape, system WAP telepon genggam. Penambahan digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat hampir sama. Bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami
43 kebutuhan pelanggan yang dinamis sesuai perkembangan. 6.
Kesesuaian dengan spesifikasi : Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.
7.
Hasil : Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting.
Sedangkan, pengertian kesan kualitas menurut Aaker (1996, p24) adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Terdapat lima keuntungan kesan kualitas: 1. Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli. Hal ini mempengaruhi merek-merek yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih. 2. Diferensiasi, artinya suatu karakteristik penting dari adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas. 3. Menetapkan harga optimum (premium price). 4. Meningkatkan minat para distributor, sehingga dapat membantu dalam perluasan saluran distribusi. 5. Perluasan merek, dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke dalam kategori produk baru. Goetsh dan Davis (2004:51) berpendapat bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
44
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas dapat ditinjau dari sudut pandang produsen dan konsumen (Krajwski dan Sumadi 2001:75). Ditinjau dari pandangan produsen kualitas adalah produk yang dalam produksinya telah sesuai dengan spesifikasinya atau standar yang dibuat oleh perusahaan. Sedangkan dari sudut pandang konsumen kualitas adalah nilai atau kecocokan untuk digunakan. Dalam dasa warsa terakhir ini arti kualitas memang lebih banyak dilihat dari sudut pandang konsumen, karena perusahaan yang menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung dari konsumen. American Society of Quality Control, mendefinisikan kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam kemampuannya memenuhi kebutuhan pelanggan yang telah ditentukan.