BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank Syariah Bank dalam Pasal 1 ayat 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-undang No.10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan uraian diatas bank adalah suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Bank dibedakan menjadi dua jenis sistem, yaitu berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha (Ach. Badrul Muchtasib) : 1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional 2. Bank yang melakukan usaha secara syariah Dalam Al-Qur’an bank adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, sadaqah, ghanimah (rampasan perang), bai’ (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta) dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu dalam kegiatan ekonomi (Heri, 2008: 27). Secara filosofi, bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba
merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini (wikipedia).
Bank syariah dalam UU No. 10 Tahun 1998 adalah bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan uraian diatas bank syariah adalah lembaga keuangan yang dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Jadi, jika kita
melihat secara teknis tidak terlalu berbeda antara bank konvensional dengan bank syariah, tetapi, jika kita melihat lebih dalam lagi mengenai bank syariah akan
terlihat secara jelas bahwa terdapat perbedaan yang mendasar yang membuat bank syariah memberikan dampak yang lebih baik bagi umat Islam pada khususnya dan seluruh alam pada umumnya. Bank adalah sebuah organisasi yang berorientasikan profit, tidak terkecuali bank syariah. Perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syariah secara ringkas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Sisitem Bank Konvensional dengan Sistem Bank Syariah Bank Konvensional Falsafah
Operasional
Sosial Organisasi
Berdasarkan atas bunga - Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo - Aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama Aspek sosial tidak tersirat secara tegas Tidak memiliki Dewan Pengawasan Syariah
Data diolah: Amir dan Rukmana 2010, 11
Bank Syariah Tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan (gharar) - Dana masyarakat berupa titipan dan investasi baru akan mendapat hasil jika diusahakan terlebih dahulu - Menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan Aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas Harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah
Dalam UU Perbankan Syariah terdapat pengaturan mengenai Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan Unit Usaha
Syariah (UUS) seperti soal kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha. Bank syariah dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) yang menyimpan uangnya di bank dengan bank
selaku pemilik dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana baik yang berstatus pemakai maupun pengelola usaha (mudharib).
2.2 Prinsip-Prinsip Dasar Bank Syariah Prinsip-prinsip dasar perbankan syariah menurut Farisah (blogger) :
1. Prinsip Titipan Dalam tradisi fiqih Islam prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan al-wadiah, yang dapat diartikan sebagai titipan atau simpanan, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Akad wadi’ah terbagi dua yaitu wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad ad-dhamanah. a) Wadiah yad al-amanah (tangan amanah) Pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan harta yang dititipkan, akan tetapi dapat membebankan biaya kepada pihak yang menitip sebagai biaya penitipan. Dan dalam wadiah yad al-amanah penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada harta titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memlihara barang titipan akan tetapi disebabkan karena faktor-faktor yang berada di luar batas kemampuan pihak yang menerima titipan. Bentuk dari akad ini di perbankan adalah kotak simpanan (safe deposite box). b) Wadiah yad ad-dhamanah (tangan penanggung) Penerima titipan dapat mempergunakan harta tersebut dalam aktivitas perekonomian tertentu dengan izin dari pemberi titipan dengan syarat ia menjamin akan mengembalikan aset tersebut secara utuh dan ia bertanggungjawab atas segala ke hilangan / kerusakan yang terjadi pada
harta tersebut. Dalam akad ini, semua keuntungan dan kerugian adalah hak
dan
tanggungjawab
penerima
titipan.
Dalam
perbankan,
wadiah
diwujudkan dalam bentuk giro atau tabungan. Sebagai imbalan, orang
yang menitipkan hartanya mendapatkan jaminan keamanan terhadap hartanya dan dalam perbankan ia juga dapat menikmati fasilitas lainnya
dari bank yang bersangkutan. Dan juga bank sebagai pemanfaat harta tidak
dilarang untuk memberikan bonus dengan catatan tidak disyaratkan
sebelumnya dan tidak ditetapkan nominal maupun prosentasenya, tetapi
benar-benar merupakan kebijakan dari pihak bank.
2. Prinsip Jual Beli Prinsip
jual-beli
dilaksanakan
sehubungan
dengan
adanya
perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jualbeli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada tiga jenis jual-beli yang dijadikan dasar dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah. a) Ba’i al-murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Perjanjian atau akad murabahah pada perbankan, bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu sendiri dari pemasok, dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau di-mark-up. Dengan kata lain, penjualan barang kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit. b) Ba’i as-Salam Ba’i as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka dengan kata lain, as-salam adalah akad atas suatu barang dengan kriteria tertentu
sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan pada majlis
akad.
c) Ba’i al-Istishna Menurut ulama, ba’i al-Istishna merupakan suatu jenis produk dari ba’i as-salam. Biasanya, jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur.
Dengan demikian, ketentuan istishna mengikuti ketentuan dan aturan akad
ba’i as-salam. Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam
istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali
(termin) pembayaran.
3. Prinsip Sewa a) Al-Ijarah Prinsip sewa dalam bank Islam dikenal dengan istilah al-Ijarah yang berarti akad pemindahan manfaat (hak guna) atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tetapi bukan pemindahan kepemilikan (ownership / milkiyyah) atas barang itu sendiri. Secara istilah, ijarah dapat didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, sedangkan pada ijarah obyek transaksinya adalah barang maupun jasa. b) Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik Al-Ijarah al-Muntahiya bit Tamlik merupakan sewa menyewa dan jual beli atau hibah diakhiri masa sewa, secara bahasa berarti sewa yang diakhiri dengan kepemilikan. Adapun pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut : 1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhiir masa sewa pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil. Maka akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir
periode sewa belum mencukupi harga barang dan margin laba.
Sehingga penyewa harus membeli barang itu diakhir periode.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa. Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan finansial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih
besar sehingga akumulasi sewa diakhir periode sudah mencukupi untuk
menutup harga beli barang dan margin laba. Dengan demikian barang
tersebut dapat dihibahkan kepada penyewa.
4. Prinsip Jasa a) Al-Wakalah Merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Aplikasi dalam perbankan misalnya diterapkan pada faktoring atau anjak piutang, dimana nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang tersebut kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu. Bisa juga dalam bentuk post dated check dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. b) Al-Hawalah Merupakan pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang menanggungnya, dalam kata lain yaitu pemindahan beban hutang dari orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang. c) Ar-Rahn Adalah menahan salah satu hak milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jamian untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
d) Al-Qardh
Merupakan pemberian harta pada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan. Qardh dikategorikan kedalam akad saling membantu dan bukan merupakan transaksi komersial. Sehingga di dalam
al-qardh samasekali tidak diperbolehkan untuk mengambil kelebihan
apapun. Kecuali dari pihak peminjam mengembalikan dengan kelebihan
dengan tanpa dipersyaratkan sebelumnya.
e) Al-Kafalah Adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga utuk memenuhi kewajiban pihak kedua, dalam pengertian lain kafala juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegangan pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin. 5. Prinsip Bagi Hasil Secara umum prinsip bagi hasil yang banyak diterapkan dalam perbankan syariah adalah al-mudharabah dan al-musyarakah. a) Al-Musyarakah Adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. AlMusyarakah dikenal juga dengan istilah Partnership, Project Financing Participation. b) Al-Mudharabah Adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan.
2.3 Konsep Sistem Operasional Bank Syariah Adapun fungsinya dalam UU Perbankan Syariah, dijelaskan Bank Umum
Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Bank
syariah
sebagai
lembaga
perantara
keuangan
juga
harus
melaksanakan mekanisme penghimpunan dan penyaluran dana secara seimbang, yaitu harus sesuai dengan ketentuan perbankan yang berlaku. Untuk itulah harus
ada kejelasan sistem operasional perbankan. Secara umum, konsep sistem operasional bank syariah adalah (Muhammad, 2000) :
1. Bank syariah sebagai penghimpun dana dari pihak yang surplus dana, yaitu pihak yang mempercayakan uangnya kepada bank untuk disimpan dan dikelola sesuai hukum syariah. Dana yang dimaksud adalah dana dari pihak pertama (pemodal dan pemegang saham), dana pihak kedua (pinjaman dari bank dan bukan bank, atau pinjaman dari Bank Indonesia), dan dana pihak ketiga (nasabah). 2. Bank syariah sebagai penyalur dana bagi pihak yang membutuhkan, baik berupa kredit atau pembiayaan. Secara umum, pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah meliputi dua kerangka (aqad), yaitu pembiayaan yang beraqad syarikah (kerjasama atau kongsi) dan pembiayaan yang beraqad hasan (kebajikan). 2.4 Sistem Bagi Hasil Pada Bank Syariah 2.4.1 Pengertian Bagi Hasil Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan
adanya kerelaan ( An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan
syariah terdiri dari dua sistem, yaitu (Ach.Badrul Muchtasib) :
a. Profit Sharing b. Revenue Sharing
1. Pengertian Profit sharing
Profit Sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing. Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah atau hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa
negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi
balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total
revenue. 2. Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata
yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah
bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasajasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan. Berdasarkan definisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit). Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syariah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu
penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. lebih
Perbankan Syariah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan
istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan
hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum bagi
dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank. 2.4.2 Jenis-jenis Akad Bagi Hasil Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. a) Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha atau proyek secara bersama-sama dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
b) Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa
seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan
dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Kontrak
mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah nasabah bertindak
sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas modal kontrak
mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari bank, yang dengan
dana
tersebut
mudharib
dapat
mulai
menjalankan
usaha
dengan
membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli, dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit). Besarnya bagi hasil (Profit Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Sedangkan nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah adanya untung dan rugi. Jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. Tidak diketahuinya berapa tingkat keuntungan yang akan diperoleh oleh bank syariah, akan menimbulkan pertanyaan apakah perilaku para nasabah di bank syariah itu juga mengacu pada perilaku ekonomis secara umumnya, yaitu lebih mengutamakan keuntungan. Jika perilaku tersebut mengacu pada keuntungan, dengan adanya tingkat keuntungan yang sama antara bank syariah dan bank konvensional maka sikap nasabah akan dihadapkan pada dua pilihan, apakah nasabah memilih menabung di bank syariah atau bank konvensional. Kontrak mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh hasil investasi (Devi Patriadji, 2011). Besar kecilnya hasil investasi dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor pengaruh tersebut ada yang bedampak langsung
dan ada yang tidak langsung.
1. Faktor langsung
Di antara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia,
dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio)
a. Investmen rate merupakan presentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80%, hal ini berati 20% dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestsikan merupakan dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tesebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode: 1) Rata-rata saldo minimum bulanan 2) Rata-rata total saldo harian Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tesedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumla dana aktual yang digunakan. c. Nisbah (profit sharing ratio) 1) Salah satu ciri al-mudharabah adalah nisbah yang harus ditetukan dan disetujui pada awal perjanjian. 2) Nisbah antara salah satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda 3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan 4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
2. Faktor tidak langsung Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah : a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.
1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya.
Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang
2) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
diterimaa dikurangi biaya-biaya
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas
yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan
biaya. Dana yang telah dikumpulkan oleh Bank Syariah dari titipan dana pihak
ketiga atau titipan lainnya, perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah. Dengan harapan dana tesebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun Bank Syariah. 2.5 Teori Mudharabah 2.5.1 Pengertian Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha (Syafi’i Antonio, 2001). Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pihak pertama dan pihak kedua dalam pengelolaan harta dengan membagi keuntungan usaha sejalan dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad. Dalam mengaplikasikan mudharabah, nasabah atau deposan bertindak sebagai shahibul mal (pemilik modal) dan bank syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah atau ijarah. Hasil usaha atau keuntungan usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan kesepakatan nisbah yang disepakati. Bila bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi (Heri, 2008).
Landasan hukum mudharabah menurut QS. Al-Muzzammil (20) bahwa Allah SWT berfirman : “…dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…”. Dan dalam Al-Hadist disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: dari shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. - Informasi yang diberikan dari pihak bank :
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya
dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. 2. Hasil pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara : -
Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
-
Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpanan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana. 4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan / usaha nasabah. 5. Jila nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban dapat dikenakan sanksi administrasi. 2.5.2 Jenis Mudharabah 1. Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis himpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2. Mudharabah Muqayyadah : 1) Mudharabah muqayyadah on Balance Sheet
Mudharabah muqayyadah on Balance Sheet adalah akad antara pihak pemilik
modal dengan pengelola dana untuk melakukan usaha, dimana pemilik dana
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
2) Mudharabah muqayyadah off Balance Sheet
Mudharabah muqayyadah off Balance Sheet adalah akad dimana bank
bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik
dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya. Adapun manfaat dari mudharabah diantaranya adalah : 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. 2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5. Prinsip Mudharabah adalah menggunakan sistem bagi hasil, yang berbeda dengan
sistem
bunga
pada
bank
konvensional
sehingga
memberatkan nasabah dalam pengembalian modal kepada bank.
tidak
2.6 Deposito Syariah 2.6.1 Pengertian Deposito Mudharabah
Selain giro dan tabungan, produk perbankan syariah lainnya yang
termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah deposito. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu
tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah deposito yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdsarkan prinsip mudharabah. Mudharabah adalah suatu transaksi pembiayaan berdasarkan syariah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan perbankan islam, yang dilakukan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan (Devi Patriadji, 2011). Berdasarkan pengertian mudharabah diatas, adapun yang dimaksud dengan deposito mudharabah, yang disebut juga dengan deposito investasi mudharabah merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapatkan imbalan bagi hasil (Sjahdeini, 1999). Imbalan ini dibagi dalam bentuk berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana tersebut secara syariah dengan proporsi pembagian, misalnya 70 : 30. Artinya, untuk deposan 70% dan untuk bank 30%. Jangka waktu deposito mudharabah ini berkisar antara 1 tahun, 6 bulan, 3 bulan, dan 1 bulan. 2.6.2 Bentuk-bentuk Deposito Mudharabah Dalam perbankan islam, perjanjian mudarabah telah diperluas menjadi tiga pihak : (1) para nasabah penyimpan dana (depositors) sebagai shahibul maal, (2) bank sebagai suatu intermediary, dan (3) pengusaha sebagai mudharib yang membutuhkan dana. Bank bertindak sebagai pengusaha (mudharib) dalam hal bank menerima dana dari nasabah penyimpan dana (depositor), dan sebagai
shahibul maal dalam hal bank menyediakan dana bagi para nasabah debitor selaku mudharib (Devi Patriadji, 2011).
2.7 Teori Suku Bunga
2.7.1 Pengertian Suku Bunga Menurut classical theory bunga adalah balas jasa atau kompensasi yang dibayarkan oleh peminjam (borrower) kepada pemberi pimjaman (lender)
(wikipedia).
Menurut Nassau Senior, tokoh abstience theory, bunga adalah harga yang
dibayarkan sebagai imbalan atas tindakan “tahan nafsu” atau menahan diri (Atang Abd. Hakim, 2011). Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transasksi pinjaman uang (al- qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan manfaat atau hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan prosentase (Atang Abd. Hakim, 2011). Keynes berpendapat (dalam Sadono Sukirno, 2000) bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Dalam menentukan tingkat suku bunga berlaku hukum permintaan dan penawaran. Apabila penawaran uang tetap, semakin tinggi pendapatan nasional semakin tinggi tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga yang tinggi dapat mempengaruhi investasi walaupun pengaruhnya sangat terbatas (Iswardono, 1999 dalam Rayun Sekar Meta). Menurut ahli ekonomi klasik (dalam Sadono Sukirno, 2000) bahwa tingkat suku bunga ditentukan oleh penawaran tabungan oleh rumah tangga dan permintaan tabungan oleh penanam modal. Berikut beberapa teori mengenai tingkat suku bunga (Indrawan, 2006) : 1) Loanable Funds Tabungan, menurut teori klasik (teori yang dikemukakan oleh Adam Smith, David Ricardo) adalah fungsi dari bunga, makin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk
mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds atau
bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana untuk investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga.
Teori klasik menjelaskan bunga adalah “harga” dari (penggunaan)
loanable funds, atau bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana investasi, karena menurut teori klasik bunga adalah “harga” yang terjadi
di pasar investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga. Semakin tingkat bunga (tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk melakukan tinggi
investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana investasi tersebut sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan mendorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. 2) Liquidity Preference Keynes dalam teori menyebutkan bahwa, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut teori ini, ada tiga motif mengapa seseorang bersedia untuk memegang uang tunai, yaitu motif transaksi, berjagajaga dan spekulasi. Tiga motif inilah yang merupakan sumber timbulnya permintaan uang yang diberi istilah liquidity preference, artinya permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa umumnya orang menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif tersebut. Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang untuk tujuan spekulasi. Dalam hal ini, permintaan besar apabila tingkat bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi.
3) Teori Abstinence Di antara alasan yang dikemukakan untuk pembenaran pengambilan bunga
adalah alasan abstinence. Pelopor teori ini menegaskan bahwa ketika kreditor menahan diri (abstinence), ia menangguhkan keinginan memanfaatkan uangnya
sendiri semata-mata untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modal yang semestinya dapat mendatangkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Jika peminjam menggunakan uang itu untuk memenuhi keinginan pribadi, ia dianggap
wajib membayar sewa atas uang yang dipinjamnya, ini sama halnya ia membayar terhadap sebuah rumah, perabotan, maupun kendaraan (Antonio, 2001). sewa
2.7.2 Suku Bunga Deposito Simpanan deposito dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Berbeda dengan tabungan dan giro, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga yang diberikan relatif lebih tinggi dibanding dengan tabungan dan giro. Bunga disesuaikan dengan perkembangan pasar dan biasa di berikan setiap bulan sesuai dengan tanggal jatuh temponya (Tuti, 2006). Untuk mencairkan deposito maka pemilik deposito (deposan) dapat menggunakan bilyet deposito atau sertifikat deposito. Dalam praktiknya ada tiga jenis deposito yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call. Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu ditetapkan masingmasing bank sesuai
dengan perhitungan
kondisi
bunga dipasar. Jika
diperhitungkan bunga yang akan datang cenderung menurun, maka penetapan bunga untuk jangka waktu yang lebih panjang, lebih rendah. Sebaliknya jika diperhitungkan bunga pasar yang akan datang cenderung meningkat, maka penetapan bunga untuk jangka waktu yang lebih panjang lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat menempatkan depositonya dengan waktu yang paling panjang, dengan demikian bila terjadi kenaikan bunga deposito, maka bank akan
tetap
memelihara
deposito
tersebut
dengan
bunga
seperti
pada
saat pembukuan. Bunga deposito berjangka dibayarkan setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok
(tanggal berakhirnya jangka waktu penyimpanan). Jenis deposito kedua yaitu deposito. Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa sertifikat
atau atas tunjuk, yang dengan ijin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Deposito adalah simpanan berjangka yang dikeluarkan oleh bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan sebelumnya. Deposito dibedakan
menjadi dua, yaitu Deposito Berjangka dan Sertifikat Deposito (Tuti, 2006). Perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Perbedaan Deposito Berjangka dan Sertifikat Deposito No
Perbedaan
Deposito Berjangka
Sertifikat Deposito
1
Pembayaran bunga
2
Pemindahan hak
3
Kepemilikan
Atas nama
Atas unjuk
4
Perhitungan bunga
Tidak discounted
Discounted
Setiap tanggal jatuh
Pada saat pembukaan
tempo bunga./pokok
rekening discounted)
Tidak dapat dipindahtangankan
Dapat dipindahtangankan
Sumber: Tuti, 2006
Pasar sasaran (target market) deposito adalah seluruh lapisan masyarakat, baik perorangan maupun nonpeorangan. Jangka waktu pada umumnya bank-bank menawarkan Deposito dengan jangka waktu sebagai berikut :
- Jangka waktu : 1 bulan
- Jangka waktu : 12 bulan
- Jangka waktu : 3 bulan
- Jangka waktu : 18 bulan
- Jangka waktu : 6 bulan
- Jangka waktu : 24 bulan
2.8 Teori Konvensional Tentang Deposito 2.8.1 Deposito
Pengertian deposito berdasarkan pasal 1 ayat (7) UU Perbankan. Pasal
tersebut menyatakan bahwa “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank”. Berdasarkan pasal tersebut, deposito dikategorikan sebagai bentuk
simpanan dana oleh nasabah penyimpan (deposan) kepada pihak bank, dimana berdasarkan perjanjian antara keduanya, dana itu dapat ditarik kembali oleh
nasabah setelah jangka waktu tertentu. Kata perjanjian yang terdapat pada UU Perbankan tersebut menunjukan bahwa simpanan deposito yang
lahir dari
perjanjian yang dibuat antara pihak bank dengan nasabah, tidak terikat bentuknya, tetapi diberikan kesempatan kepada para pihak untuk menentukan syaratsyaratnya. Asas ini sengaja demikian untuk memberikan ruang gerak kepada bank dan nasabah dalam menetukan syarat-syarat deposito yang akan dibuat diantara mereka. Referensi dari peneliti lain, seperti Raimond (2008) memberikan pengertian bahwa “deposito adalah simpanan uang ke bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waltu tertentu menurut perjanjian yang telah disepakati yang dibuat secara tertulis oleh dan antara pihak bank dengan nasabah penyimpan dana (deposan)”. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa deposito adalah sejenis jasa tabungan yang biasa ditawarkan oleh bank kepada masyarakat. Deposito biasanya memiliki jangka waktu tertentu di mana uang di dalamnya tidak boleh ditarik nasabah. Bunga deposito biasanya lebih tinggi daripada bunga tabungan biasa (wikipedia). Berbeda dengan simpanan giro dan simpanan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo.
2.8.2 Jenis-jenis Deposito Untuk mencairkan deposito yang dimiliki deposan dapat menggunakan
bilyet deposito atau sertifikat depositio, dalam prakteknya terdapat paling tiga jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposito on call.
Masing-masing jenis deposito memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing dan khususnya deposito berjangka diterbitkan pula dalam mata uang asing. Berikut ini jenis-jenis simpanan deposito yang ada di Indonesia saat ini menurut
Arifah dalam website :
1. Deposito berjangka Deposito berjangka (DB) merupakan deposito yang diterbitkan dengan jenis jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito berjangka biasanya bervariasi mulai dari 1, 2, 3, 12, 18 sampai dengan 24 bulan. Deposito berjangka diterbitkan atas nama baik perorangan maupun lembaga, artinya di dalam bilyet deposito tercantum nama pertangan atau lembaga si pemilik deposito berjangka. 2. Sertifikat deposito Sama seperti halnya deposito berjangka sertifikat deposito diterbitkan atas untuk dalam bentuk sertifikat serta dapat diperjual-belikan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Perbedaan lain adalah pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka baik tunai disamping setiap bulan atau jatuh tempo. Kemudian penerbitan nilai sertifikat deposito sudah dicetak dalam berbagai nominal dan biasanya dalam jumlah yang bulat. Sehingga, nasabah dapat membeli dalam lembaran yang bervariasi untuk jumlah yang diinginkan. 3. Deposito on call Deposito on Call (DOC) merupakan deposito digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan deposito on Call memiliki jangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. DOC diterbitkan atas nama. Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan deposito, namun sebelumya sudah memberitahukan
Bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan mencairkan DOC-nya. Besar bunga DOC biasanya dihitung perbulan dan untuk menentukan jumlah bunga yang
diberlakukan terlebih dahulu dilakukan negosiasi antara nasabah dengan pihak Bank.
2.9 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Kecederungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest atau
usury) lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangkan dampak sosial yang ditimbulkannya.
Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit sharing), sistem ini berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia. Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam tabel berikut : Tabel 2.3 Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga Bagi Hasil Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjuan dengan berdasarkan kepada untung/rugi
Bunga Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjuan tanpa berdasarkan kepada untung/rugi
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, risikonya ditanggung kedua belah pihak
Pembayaran bunga tetap seperti penjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi
Jumlah pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda
Penerimaan atau pembagian keuntungan adalah halal
Pengambilan atau pembayaran bunga adalah haram
Sumber: Amir – Rukmana, 2010
2.10 Peneliti Sebelumnya Penelitian yang dilakukan oleh Asriwijaya Raditia (2007), melakukan
penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga dan bagi hasil terhadap deposito mudharabah studi kasus bank syariah mandiri. Penelitian dengan menggunakan
alat analisis metode Ordinary Least Square ( OLS ) atau metode kuadrat terkecil dengan model regresi Partial Adjusment Model (PAM). Hasil dari penelitian ini memberikan penjelasan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap
volume deposito mudharabah Bank Syariah Mandiri karena disaat bunga bank atau konvensional naik, maka nasabah akan beralih ke bank konvensional umum
untuk mendapatkan keuntungan, kemudian untuk bagi hasil mempunyai hubungan yang positif tetapi tidak berpengaruh terhadap deposito mudharabah Bank Syariah Mandiri. Penelitian yang dilakukan Dewi Rohma Fadhila pada tahun 2004 (dalam Asriwijaya Raditia 2007), melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat bagi hasil dan suku bunga bank konvensional terhadap simpanan mudharabah studi kasus bank syariah mandiri. Penelitian dengan metode alat analisis regresi linier. Kesimpulan atau hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah memberikan bahwa variabel keuntungan tingkat bagi hasil berpengaruh tidak signifikan terhadap simpanan mudharabah di Bank Syariah Mandiri (BSM), sedangkan variabel suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap simpanan mudharabah di BSM. Penelitian selanjutnya oleh Siffa Widiastama (2006) mencoba menguji pengaruh variabel total bagi hasil, tingkat suku bunga deposito, dan fatwa MUI yang terkait dengan haramnya bunga bank terhadap simpanan mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan menggunakan metode Partial Adjustment Model (PAM). Kesimpulan yang didapat secara parsial, total bagi hasil
mempengaruhi
simpanan
mudharabah
dan
tingkat
suku
bunga
mempengaruhi simpanan mudharabah. Sedangkan variabel fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank tidak berpengaruh terhadap simpanan mudharabah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erik Rio Indrawan (2006) yang berjudul pengaruh tingkat bagi hasil dan suku bunga terhadap simpanan
mudharabah studi kasus BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta periode tahun 2002 – tahun 2005 ini digunakan dua alat analisis yaitu analisis regresi dan
uji kausalitas Granger dan didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh bagi hasil terhadap volume simpanan mudharabah, melainkan tingkat suku bungalah yang
berpengaruh negatif terhadap volume simpanan mudharabah. Serta tidak ada hubungan sebab akibat dari tingkat suku bunga dan tingkat bagi hasil. Penelitian yang dilakukan oleh Mawardi pada tahun 2008 (dalam Usdi
Surya 2009), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan return bagi hasil deposito mudharabah mutlaqoh terdapat kesimpulan bahwa tingkat bunga
deposito bank konvensional berpengaruh signifikan dalam penentuan return bagi hasil deposito mudharabah mutlaqoh. Penelitian yang dilakukan oleh Dr Sudin Haron & Norafifah Ahmad ini berjudul The Effect of Conventional Interest Rates and Rate of Profit of Funds Deposited with islamic Banking System in Malaysia. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi konsep Adaptive Expectation Mode.
Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa konsumen yang menempatkan simpanannya dalam bentuk tabungan dan deposito dipengaruhi oleh profit motive. Keberadaan teori maksimisasi utilitas diantara konsumen muslim ditandai dengan hubungan negatif antar tingkat suku bunga bank konvensional dengan jumlah deposito di bank syariah. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdian (2007) dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dana pihak ketiga perbankan syariah dan konvensional di Indonesia menggunakan metode regresi linier berganda, analisis faktor serta Kointegrasi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa baik pada perbankan konvensional dan perbankan syariah tingkat bagi hasil tidak berpengaruh signifikan sedangkan faktor moneter dan faktor perbankan berpengaruh signifikan. Tidak signifikannya bagi hasil pada tingkat deposit bank syariah selama periode penelitian merupakan sinyal bahwa nasabah perbankan syariah memiliki ketahanan secara prinsip terhadap nilai - nilai relijius dimana hubungan antara nasabah dan bankir merupakan hubungan tolong menolong dan tidak dilandasi saja oleh factor financial.
2.11 Kerangka Pemikiran Untuk menciptakan demand masyarakat tentunya bank syariah harus
mampu bersaing dengan bank konvensional sehingga Market share-nya meningkat. Salah satu faktor penentu persaingan tersebut dapat dilihat dari
keuntungan yang ditawarkan oleh masing-masing bank, untuk saat menarik nasabahnya tentunya bank syariah harus dapat menawarkan bagi hasil yang lebih menguntungkan daripada sistem bunga, begitu juga sebaliknya berlaku pada bank
konvensional.
Dana yang dikumpulkan oleh bank syariah dari para nasabahnya haruslah
dikelola dengan penuh amanah. Dengan harapan bahwa dana tersebut dapat mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun bank. Muhammad (2005) menyatakan bahwa prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam manajemen dana agar dapat menarik dana dari nasabah adalah bank syariah harus mampu memberikan bagi hasil pada nasabah minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank konvensional. Untuk lebih mejelaskan hubungan antar variabel dapat dijabarkan dengan teori dan penelitian sebagai berikut: a. Pengaruh Suku Bunga Terhadap Deposito Mudharabah Bank syariah dan bank konvensional saling bersaing dalam hal penyaluran dana dan penghimpunan dana. Karim (2004) menyebutkan bahwa bank syariah akan menghadapi risiko pasar di antaranya risiko tingkat bunga dan risiko nilai bagi hasil bank syariah lain yang menjadi pesaing, risiko tingkat bunga adalah risiko yang timbul sebagai akibat dari fluktuasi tingkat bunga, meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau bank syariah tidak hanya untuk nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. Apabila tingkat bagi hasil lebih menguntungkan daripada tingkat bunga maka nasabah lebih tertarik menyimpan atau mendepositokan dananya di bank syariah, sebaliknya apabila tingkat bunga lebih menguntungkan daripada bagi hasil maka nasabah yang tidak loyal akan memindahkan dananya ke bank konvensional. Pada kasus ini fluktuasi tingkat
bunga secara langsung akan mempengaruhi volume deposito mudharabah pada bank syariah. b. Pengaruh Bagi Hasil Terhadap Deposito Mudharabah
Tingkat bagi hasil merupakan salah satu faktor yang di pertimbangkan
oleh nasabah dalam memilih bank syariah. Menurut Karim (2005) potensi terbesar bank syariah terdapat pada segmen floating market yang mempunyai ciri lebih
menujukkan aspek financial benefit dibandingkan aspek syariah. Bagi aspek floating market, ketertarikan dan kemauan untuk bertransaksi dengan bank syariah
sangat ditentukan oleh layanan dan keuntungan yang ditawarakan. Segmen pasar ini akan berinteraksi dengan bank syariah jika bank syariah memberikan layanan dan keuntungan minimal sama atau bahkan lebih dengan bank konvensional. Hubungan antar variabel tersebut dapat di gambarkan dengan kerangka penelitian sebagai berikut. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Suku bunga deposito bank konvensional (X1) Deposito Mudharabah (Y) Bagi Hasil Deposito Mudharabah (X2) Sumber: data diolah Penulis
Berdasarkan
kerangka
yang
telah
dikemukakan,
maka
penulis
beranggapan bahwa ada pengaruh antara suku bunga deposito bank konvensional (X1) dan bagi hasil deposito mudharabah (X2) terhadap deposito mudharabah (Y).
2.12 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah pelitian yang
kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesa dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Diduga tingkat suku bunga deposito bank konvensional berpengaruh terhadap deposito mudharabah di Bank Umum Syariah.
2. Diduga bagi hasil deposito mudharabah dapat berpengaruh dan
signifikan terhadap deposito mudharabah di Bank Umum Syariah.
3. Diduga tingkat suku bunga deposito bank konvensional dan bagi hasil
deposito mudharabah bank syariah berpengaruh secara simultan terhadap deposito mudharabah di Bank Umum Syariah.