BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen 2.1.1. Definisi Perilaku konsumen “Istilah
perilaku
konsumen
didefinisikan
sebagai
perilaku
yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.” (Schiffman dan Kanuk, 2004, p8). Sedangkan Engel, Blackwell dan Miniard (1993, p4) berpendapat “Kami mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumers do what they do.” Dari berbagai definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal – hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. (Sumarwan, 2004, p26). Secara sederhana, studi perilaku konsumen meliputi hal – hal sebagai berikut. Apa yang dibeli konsumen (what they buy?), mengapa konsumen membelinya (why they buy it?), kapan mereka membelinya (when they buy it?), di mana mereka membelinya? (where they buy it?), berapa sering mereka
6
7
membelinya? (how often they buy it?), berapa sering mereka menggunakannya (how often they use it?). Beberapa aspek dari pernyataan di atas perlu mendapatkan perhatian dan penjelasan agar pemahaman terhadap istilah perilaku konsumen dapat dimengerti dengan baik. Istilah pelanggan biasanya digunakan kepada seseorang yang secara teratur melakukan pembelian dari sebuah toko atau perusahaan. Sedangkan istilah konsumen biasanya lebih digunakan kepada siapapun yang melakukan salah satu dari aktivitas yang disebutkan dari pengertian perilaku konsumen di atas. (Loudon dan Bitta, 1993, p5). Agar kita dapat memahami pelanggan dengan baik, kita harus memperhatikan bahwa, selain aktivitas fisik, perilaku pembelian mereka juga melibatkan proses mental pengambilan keputusan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Pada beberapa kasus, jangka waktu ini sangat pendek, sedangkan pada kasus yang lain, cukup lama – satu tahun atau lebih. (Loudon dan Bitta, 1993, p7).
2.1.2. Tujuan Mempelajari Perilaku Konsumen Tujuan dari pemasaran adalah untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan dari para konsumen. Tapi, untuk mengetahui konsumen adalah bukan hal yang sederhana. Konsumen dapat saja menyebutkan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan mereka, namun bertindak sebaliknya. Namun demikian, para pemasar harus mempelajari keinginan, persepsi, preferensi, dan perilaku pembelian dari konsumen yang menjadi targetnya. Studi
8
ini akan memberikan isyarat - isyarat (clues) dalam mengembangkan produk baru, fitur produk, harga, distribusi dan elemen bauran pemasaran lainnya. (Kotler, 1994, p173). Tanggapan dari konsumen merupakan sebuah ujian apakah sebuah strategi pemasaran akan berhasil. Sehingga, pengetahuan mengenai konsumen harus dapat dilibatkan dalam segala aspek dari sebuah rencana pemasaran yang baik. Data mengenai konsumen akan membantu organisasi menentukan pasar serta mengidentifikasi ancaman dan peluang terhadap sebuah merek. Dan di dalam dunia pemasaran yang liar ini, tidak ada satu hal pun yang tetap. Pengetahuan ini juga membantu untuk meyakinkan bahwa sebuah produk tetap terlihat menarik bagi target pasarnya.(Solomon, 2004, p9). Keputusan yang didasarkan kepada asumsi eksplisit, teori dan riset yang baik akan lebih baik bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan kepada intuisi semata. Dengan demikian pengetahuan mengenai perilaku konsumen dapat menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage). Pengetahuan mengenai perilaku konsumen dapat mengurangi pengambilan keputusan yang keliru. (Hawkins, Best, dan Coney, 2001, p9). Bila dilihat dari pandangan mikro terhadap aplikasi pengambilan keputusan, Loudon berpendapat bahwa salah satu tujuan mempelajari konsumen adalah untuk membantu sebuah perusahaan atau perusahaan mencapai tujuannya. Manajer iklan, perancang produk, dan banyak bisnis yang berorientasi keuntungan tertarik dalam memahami konsumen agar mereka dapat lebih efektif dalam melakukan tugas mereka. (Loudon dan Bitta, 1993, p9).
9
2.2. Strategi Pemasaran dan Perilaku Konsumen Market Analysis Company Competitors Conditions Consumers
Market Segmentation Identify product related need sets Group customers within similar need sets Describe each group Select target segment
Marketing Strategy Product Price Communication Service Distribution
Consumer Decisions Process Problem Recognition Information Search Alternative Evaluation Purchase Use Evaluation
Outcomes Individual Firm Society
Gambar 2.1. Peran Perilaku Konsumen dalam Strategi Pemasaran
Agar dapat bertahan dalam sebuah lingkungan yang kompetitif, sebuah organisasi harus menyediakan nilai lebih kepada pelanggan yang menjadi sasarannya, dibandingkan dengan nilai yang diberikan oleh para pesaingnya. Customer value dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara keuntungan yang diperoleh dari sebuah produk dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Agar dapat menyediakan superior customer value, organisasi harus dapat melakukan tugasnya dalam mengantisipasi dan bereaksi terhadap kebutuhan pelanggan secara lebih baik dibandingkan dengan para pesaingnya. Strategi pemasaran dimulai dengan analisis pasar, dimana perusahaan akan berkompetisi. Hal ini membutuhkan analisis yang mendalam mengenai
10
kemampuan organisasi, kekuatan dan kelemahan pesaing, kekuatan ekonomi dan teknologi yang mempengaruhi pasar, serta current and potential customers in the market. Berdasarkan analisis ini, perusahaan lalu mengidentifikasi sekelompok individu, rumah tangga, atau perusahaan yang memiliki kebutuhan yang sama. Segmen pasar ini didasarkan pada faktor demografi, media preferences, lokasi geografis, dan selanjutnya. Satu atau lebih dari segmen ini akan dipilih sebagai pasar tujuan berdasarkan kemampuan perusahaan dibandingkan dengan pesaing. Langkah berikutnya adalah memformulasikan strategi pemasaran. Strategi pemasaran mencoba untuk memberikan pelanggan suatu nilai lebih dibandingkan dengan pesaing, namun tetap menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Strategi pemasaran diformulasikan dalam bauran pemasaran. Termasuk penentuan fitur produk, harga, komunikasi, distribusi dan jasa yang akan memberikan pelanggan sebuah superior value. Keseluruhan karakteristik ini sering disebut sebagai total product. (Hawkins, Best, dan Coney, 2001, p11-12).
11
2.3. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen Strategi Pemasaran Perusahaan Pemerintah Organisasi Nirlaba Partai Politik
Perbedaan Individu 1. Kebutuhan dan Motivasi 2. Kepribadian 3. Pengolahan informasi dan Persepsi 4. Proses Belajar 5. Pengetahuan 6. Sikap
Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif
Faktor Lingkungan 1. Budaya 2. Karakteristik Ekonomi Sosial 3. Keluarga dan Rumah Tangga 4. Kelompok Acuan 5. Situasi Konsumen
Pembelian dan Kepuasan
Implikasi Strategi Pemasaran Kebijakan Publik Pendidikan Konsumen Gambar 2.2. Model Keputusan Konsumen
2.3.1. Faktor Perbedaan Individu •
Motivasi
Beberapa definisi motivasi dapat diuraikan sebagai berikut: Schiffman dan Kanuk (2000, p63) mendefinisikan motivasi “Motivation can be described as driving force within individuals that impels them to action. This driving force is produced by state of tension, which exist as the result of an unfulfilled need.”
12
Solomon (1999, p104) mendefinisikan “Motivation refers to the processes that cause people to behave as they do. It occurs when a need is aroused that the consumer wishes to satisfy. Once a need has been activated, a state of tension exists that drives the consumer to attempt to reduce or eliminate the need.” Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang disebut sebagai motivasi.
•
Kepribadian
Berikut dikemukakan beberapa arti kepribadian dari beberapa penulis, yaitu sebagai berikut “However, we propose that personality be defined as those inner psychological characteristics that both determine and reflect how a person responds to his or her environment.” (Schiffman dan Kanuk, 2000, p94). “Personality, which refers to a person’s unique psychological makeup and how it consistently influences the way a person responds to his/her environment.” (Solomon, 1999, p165). Dari beberapa definisi kepribadian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri (inner psychological characteristics) manusia. Perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing – masing
13
individu. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi respons individu terhadap lingkungannya secara konsisten. Perbedaan karakteristik akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Individu dengan karakteristik yang sama cenderung akan bereaksi yang kurang lebih sama terhadap situasi lingkungan yang sama.
•
Pengolahan Informasi dan Persepsi Konsumen Pengolahan informasi pada diri konsumen terjadi ketika salah satu
pancaindera konsumen menerima input dalan bentuk stimulus. Stimulus bisa berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, nama produsen. Lima tahap pengolahan informasi a. Pemaparan (exposure) b. Perhatian (attention) c. Pemahaman (comprehension) d. Penerimaan (acceptance) e. Retensi (retensi)
•
Proses Belajar Konsumen Learning refers to a relatively permanent change in behavior that is
caused by experience. Belajar adalah perubahan perilaku yang permanen yang diakibatkan oleh pengalaman. (Solomon, 1999, p71). ”From marketing perspective, however, consumer learning can be thought as the process by which individuals acquire the purchase and consumption knowledge and experience that they apply to the future related behavior” Dari perspektif pemasaran, proses belajar konsumen dapat diartikan sebagai sebuah proses di mana seseorang memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian
14
dan konsumsi yang akan ia terapkan pada perilaku yang terkait pada masa datang. (Schiffman dan Kanuk, 2000, p160).
•
Pengetahuan Konsumen Pengetahuan konsumen penting untuk dipahami bagi pemasar karena apa
yang akan dibeli, berapa banyak yang dibeli, di mana membeli, dan kapan membeli, akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal – hal tersebut. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian (Sumarwan, 2002, p119). Mowen dan Minor (1998, p106) mendefinisikan sebagai “the amount of experience with and information about particular products or services a person has.” Engel, Blackwell dan Miniard (1995, p337) mengartikan” at a general level, knowledge can be defined as the information stored within memory. The subset of total information relevant to consumers functioning in the marketplace is called consumer knowledge”. Berdasarkan kepada dua definisi tersebut dapat diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lain yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.
•
Sikap Konsumen Sikap
(attitudes)
konsumen
adalah
faktor
penting
yang
akan
mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku (behavior). Mowen dan Minor (1998)
15
menyebutkan bahwa istilah pembentukan sikap konsumen (consumer attitude formation) seringkali menggambarkan hubungan antara kepercayaan, sikap, dan perilaku. Kepercayaan, sikap dan perilaku juga terkait dengan konsep atribut produk (product attribute). Atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk. Konsumen biasanya memiliki kepercayaan terhadap atribut suatu produk Sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. (Sumarwan, 2002, p136).
2.3.2. Faktor Lingkungan •
Budaya Konsumen saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dalam
membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai – nilai yang dianggap penting. Salah satu unsur lingkungan sosial adalah budaya (culture). Berikut disampaikan beberapa definisi dari budaya: 1. “Culture refers to a set of values, ideas, artifacts, and other meaningful symbols that help individuals communicate, interpret, dan evaluate as members of society” (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995, p610). 2. ”Because our objective is to understand the influence of culture on consumer behavior, we define culture as the sum total of learned belief, values, and customs that serve to direct the consumer behavior of members of a particular society” (Schiffman dan Kanuk, 2000, p322).
16
3. “Culture is the accumulation of shared meanings, rituals, norms, and traditions among the member of an organizations or society” (Solomon, 1999, p495). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. (Sumarwan, 2002, p170).
•
Karakteristik Demografi, Ekonomi dan Sosial Konsumen
Demografi dan Subbudaya Konsumen Budaya yang ada di dalam suatu masyarakat bisa dibagi lagi ke dalam beberapa bagian yang lebih kecil. Inilah yang disebut subbudaya (subculture). Subbudaya bisa tumbuh dari adanya kelompok – kelompok di dalam suatu masyarakat. Pengelompokan masyarakat biasanya berdasarkan usia, jenis kelamin, lokasi tinggal, pekerjaan, dan sebagainya. (Hawkins, Best, Coney, 2001, p146) mengemukakan “A subculture is a segment of larger culture whose members share distinguishing patterns of behavior.” Dapat disimpulkan bahwa suatu budaya akan terdiri atas beberapa kelompok kecil lainnya, yang dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antar kelompok kecil tersebut. Perbedaan kelompok tersebut berdasarkan kepada perbedaan karakteristik sosial, ekonomi, dan demografi konsumen. Konsep subbudaya sangat terkait dengan demografi. Demografi akan menggambarkan karakteristik suatu penduduk. (Sumarwan, 2002, p198). Karakteristik Ekonomi Konsumen Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat penting bagi konsumen. Karena dengan pendapatan itulah konsumen bisa membiayai kegiatan
17
konsumsinya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya (Sumarwan, 2002, p204). Kelas Sosial Konsumen Sumarwan (2002, p218) menyimpulkan bahwa kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas – kelas yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, gaya hidup, nilai – nilai yang dianut. Perbedaan – perbedaan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang atau keluarga.
•
Keluarga dan Rumah tangga Keluarga adalah lingkungan mikro, yaitu lingkungan yang paling dekat
dengan konsumen. Dua alasan utama mengapa mempelajari keluarga adalah penting dari segi perspektif perilaku konsumen. Pertama berbagai macam produk dan jasa dibeli oleh beberapa orang konsumen yang mengatasnamakan sebuah keluarga. Produk, jasa dan merek yang dibeli oleh keluarga merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi anggota keluarga. Kedua, produk dan jasa yang digunakan oleh keluarga seringkali dibeli oleh seseorang anggota (individu), namun pengambilan keputusan pembelian suatu produk dan jasa tersebut dipengaruhi oleh anggota keluarga lain atau diputuskan oleh beberapa anggota keluarga atau diputuskan bersama oleh semua anggota keluarga.
18
Rumah tangga adalah istilah yang lebih luas dari keluarga, dan keluarga merupakan bagian dari rumah tangga. Keluarga memiliki arti hubungan antar anggotanya, sedangkan rumah tangga menggambarkan pengelolaan suatu tempat tinggal oleh sekelompok orang yang terikat keluarga atau sebuah kelompok yang tidak memiliki ikatan keluarga. Berikut dikemukakan definisi rumah tangga menurut Badan Pusat Statistik (2000) dalam Survei Ekonomi Nasional.
•
Kelompok Acuan Kelompok acuan (reference group) adalah seorang individu atau
sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok acuan digunakan oleh seseorang sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi dalam membentuk respons afektif dan kognitif dan perilaku. Kelompok acuan akan memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam perspektif pemasaran, kelompok acuan adalah kelompok yang berfungsi sebagi referensi bagi seseorang dalam keputusan pembelian dan konsumsi. Salah satu kelompok acuan yang terkait dengan konsumen adalah kelompok persahabatan (Friendship Groups). Pendapat dan kesukaan teman seringkali mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam membeli dan memilih produk dan merek.
19
•
Lingkungan dan Situasi Konsumen
Lingkungan Konsumen Peter dan Olson (1999, p247) mengartikan lingkungan sebagai ”The environment refers to all the physical and social characteristics of a consumer’s external worlds, including physical objects (products and stores), spatial relationships (location of stores and products in stores), and social behavior of other people (who is around and what they are doing).” Berdasarkan definisi tersebut, lingkungan konsumen terbagi ke dalam dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial adalah semua interaksi sosial yang terjadi antara konsumen dengan orang sekelilingnya atau antara banyak orang. Lingkungan sosial adalah orang – orang lain yang berada di sekeliling konsumen dan termasuk perilaku dari orang – orang tersebut. Situasi Konsumen Situasi bukanlah lingkungan fisik atau karakteristik lingkungan sosial. Arti situasi didefinisikan oleh seorang konsumen yang berperilaku di sebuah lingkungan untuk mencapai tertentu.
2.4. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa. Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada setiap periode tertentu. Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah – langkah sebagai berikut:
20
•
Pengenalan kebutuhan Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang terjadi.
•
Pencarian Informasi Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan
di dalam
(pencarian internal) dan di luar ingatannya (pencarian eksternal). •
Evaluasi alternatif Tahap ketiga dari proses keputusan konsumen adalah evaluasi alternatif (pre-purchase alternative evaluation). Evaluasi alternatif adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan
konsumen.
Pada
proses
evaluasi
alternatif,
konsumen
membandingkankan berbagai pilihan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. •
Pembelian dan Kepuasan Pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang telah dilakukannya. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya perasaan yang tidak puas akan menyebabkan
21
konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan konsumsi produk tersebut.
2.5. Metodologi Laddering Metodologi laddering adalah proses pengumpulan data dari beberapa responden melalui serangkaian wawancara. Proses wawancara bertujuan untuk menggali motif yang mendasari seorang konsumen dalam memilih sebuah produk atau jasa. Proses wawancara dimulai dengan pewawancara menanyakan kepada responden tentang kondisi fisik dari produk atau jasa apakah yang mereka sukai. Jawaban ini disebut dengan attribute dari sebuah produk. Setelah responden menyebutkan beberapa atribut yang mereka sukai, pewawancara akan menanyakan lebih dalam tentang alasan – alasan apa yang mendasari mereka menyukai atribut tersebut. Jawaban dari pertanyaan ini akan menghasilkan consequence dari sebuah atribut. Pewawancara akan bertanya “mengapa hal tersebut penting bagi anda?” Sebagai contoh, sebuah kendaraan. Seorang responden akan ditanya: “Atribut dari mobil apakah yang anda sukai?” Responden tersebut lalu menjawab “Mesin yang besar” Lalu pewawancara akan bertanya lebih dalam: “Mengapa mesin yang besar penting bagi anda?” Responden menjawab: “Karena dengan mesin yang besar, akan mampu menghasilkan tenaga yang lebih besar, dan kecepatan yang lebih tinggi.” Jawaban ini merupakan consequence dari atribut “Mesin yang besar”. Pertanyaan yang lebih mendalam seperti: “Mengapa tenaga yang lebih besar dan kecepatan yang lebih tinggi penting bagi anda?” pada akhirnya akan menghasilkan jawaban “Agar bisa tampil macho.” Jawaban ini menghasilkan motivasi sebenarnya yang
22
mendasari konsumen dalam memilih sebuah produk, dan hal tersebut dinamakan value. Dapat dikatakan, wawancara dengan pendekatan laddering adalah serangkaian wawancara yang dirancang khusus untuk menghasilkan attribute – consequence – value (A-C-V) dari seorang responden. Pada contoh di atas, A-C-V yang dihasilkan adalah mesin yang besar – tenaga yang lebih besar dan kecepatan yang lebih tinggi – harga diri. Hubungan A-C-V ini akan dinamakan ladder. Setelah mendapatkan beberapa ladder, maka analisis laddering dapat dimulai. Jumlah ladder yang dibutuhkan akan tergantung terhadap jumlah sampel yang ditetapkan oleh peneliti. Sebuah ladder tidak harus terdiri atas satu attribute, satu consequence, dan satu value, namun sebuah ladder dapat menghasilkan beberapa consequence, value atau bahkan attribute yang lain. Atas dasar alasan ini, maka dibutuhkan juga analisa direct and indirect relations.
2.6. Psikologi Remaja 2.6.1. Rentangan Usia Remaja •
Pendapat golongan pertama Usia remaja menurut L.C.T Bigot, Ph. Kohnstam dan B.G Palland adalah
15 hingga 21 tahun (Mappiare, 1982, p23). Dalam pembagian rentangan usia menurut Hurlock, remaja antara 13 – 21 tahun; yang dibagi pula dalam masa remaja awal 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun, dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.
23
•
Pendapat golongan kedua Golongan kedua ini dalam hal ini adalah ahli – ahli Indonesia, yang telah
berusaha memberikan batasan rentangan usia masa remaja, langsung maupun tidak, banyak dipengaruhi oleh pendapat Rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 sampai 22 tahun bagi pria, jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir
2.7. Lima Segmen Psikografis Remaja Indonesia Tabel 2.1. Lima Segmen Psikografis Remaja Indonesia SEGMEN Aspirational, 24%
DEMOGRAFI • Merata dari segmen A,B dan C • Merata ada di semua kota • Usia 15-24tahun • Kebanyakan Perempuan • Pelajar Sekolah Menengah atau mahasiswa, bekerja dan sebagian kecil tidak bekerja
Conformist, 21%
• SES A dan B • Sebagian besar ada di Jakarta dan Surabaya • Usia 15-24 tahun • Kebanyakan Laki – Laki • Pelajar Sekolah Menengah atau mahasiswa
Conservative, 19%
• Sebagian besar berasal dari SES C1 • Paling banyak ditemui di Medan dan paling sedikit di Jakarta • Usia 15-17 tahun • Sebagian besar Perempuan • Merata antara pelajar, mahasiswa, sudah bekerja dan belum bekerja
KARAKTERISTIK • Mereka senang bergaul dan menjadi bagian dari satu kelompok • Gaya hidup dan kegiatan sehariharinya sangat “gaul”. • Kelompok ini senang menghabiskan waktu untuk travelling • Berpenampilan menarik, ingin berada pada tempat yang tepat sehingga uang merupakan hal penting dalam hidupnya • Sebagian besar uang saku mereka digunakan untuk “memperindah” penampilan seperti membeli pakaian, kosmetik dan aksesoris • Kelompok ini senang berbelanja di mall – mall atau supermarket • Sifatnya cenderung cuek • Kelompok yang bergaul cukup dekat dengan lawan jenisnya • Senang makan permen • Mereka lebih senang menonton film terbaru di bioskop dibandingkan makan di luar • Merasa cukup puas dan bahagia dengan pekerjaan atau kegiatannya sekarang • Kelompok yang menganggap pendapat masyarakat adalah penting • Perhatian dan suka berbagi • Golongan yang cenderung introvert dan selalu mencari pendapat orang lain / pendapat umum sebelum mengambil keputusan
24
Nesters, 19%
• Sebagian besar dari SES B dan C1 • Paling banyak ditemui di Bandung dan Medan • Usia 15-24 tahun • Kebanyakan Perempuan • Rata–rata merupakan pelajar Sekolah Menengah atau tidak bekerja (unemployed)
Funksters, 17%
• Rata-rata dari keluarga SES A • Hidup di kota besar (Sebagian besar berada di Jakarta dan Bandung) • Rata-rata berusia 18-24 tahun • Kebanyakan Laki laki • Rata-rata berstatus mahasiswa atau tidak bekerja (unemployed)
Sumber:
(Synovate, SWA sembada)
• Masih menjunjung nilai-nilai kekeluargaan dibandingkan karir dan keuangan • Mereka lebih suka menyimpan uangnya di bank atau memberikan pada orang tua • Mereka belum begitu mengenal dunia luar, sehingga lebih sering berkumpul bersama keluarga atau menonton TV • Kelompok yang sangat dekat dengan keluarga • Mereka sangat jarang hang out bersama teman – teman • Karir dan pekerjaan bagi mereka tidak terlalu penting dibandingkan hubungan dengan keluarga • Mereka lebih suka menabung di rumah daripada di bank • Individu seperti ini sulit ditemui di bioskop • Kelompok yang cenderung ekstrovert • Bagi mereka gaya hidup lebih penting daripada rutinitas pekerjaan sehari-hari • Mereka senang berbelanja atau berada di mall-mall dan pusat perbelanjaan • Mereka sering makan di restoran dan merokok • Rekening telponnya terhitung cukup besar • Jika tidak sedang berkumpul dengan teman-temannya, mereka memilih surfing di Internet • Suka menjadi trend setter dan berpenampilan sporty