BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Planetary Gearbox
Untuk pengertian secara umumnya sistem roda gigi planet adalah
sebuah sistem roda gigi yang terdiri dari sun gear, carrier gear dan ring gear atau internal gear. Satu set sistem roda gigi planet dapat menghasilkan putaran yang bervariasi seperti peningkatan kecepatan, pengurangan kecepatan, perubahan arah, dan direct drive. netral,
Gambar 2.1 Konstruksi planetary gearbox
Untuk sebuah planetary gear set sederhana terdiri dari :
Roda gigi matahari (sun gear)
Roda gigi perantara (carrier gear)
Roda gigi dalam (ring gear atau annulus) Jika dilihat dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa susunan
dari sebuah sistem roda gigi planet hampir mirip dengan susunan tata surya kita. Roda gigi matahari terletak dipusat susunan. Roda gigi ini terletak di tengah dan sebagai poros perputaran. Roda gigi matahari dapat berupa rancangan spur atau helical gear. Roda gigi matahari bertautan dengan gigi pada roda gigi perantara. Roda gigi perantara adalah roda gigi yang disusun dalam kerangka yang disebut carrier gear yang dapat terbuat dari besi tuang, alumunium atau pelat baja dan Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-1
II-2
dirancang dengan sebuah pin untuk masing-masing carrier gear. Roda gigi
perantara berputar pada needle bearing yang diposisikan diantara shaft planetary
carrier dan carrier gear.
Jumlah roda gigi perantara didalam sebuah sistem roda gigi planet
tergantung dari beban yang dipikul. Transmisi kendaraan otomatis harus
mempunyai tiga roda gigi perantara sedangkan heavy duty highway trucks dapat mempunyai sebanyak 5 roda gigi perantara dalam planetary carrier dalam sistem roda gigi planetnya. Roda gigi perantara mengelilingi poros tengah roda gigi matahari dan dilingkari oleh roda gigi dalam. Roda gigi dalam bertindak seperti
sebuah pengikat yang menahan keseluruhan roda gigi bersama dan memberikan
kekuatan yang besar pada unit. Roda gigi dalam diletakkan pada jarak terjauh dari poros pusat dan karena itu berfungsi sebagai tuas terbesar pada poros pusat. Untuk membantu mengingat rancangan sistem roda gigi planet, gunakan sistem tata surya sebagai contohnya. Matahari adalah pusat tata surya dengan planet berputar disekelilingnya, karena itu disebut sistem roda gigi planet. Roda gigi matahari dan roda gigi perantara memiliki jumlah gigi paling kecil, sedangkan roda gigi dalam memiliki jumlah gigi paling banyak. 2.1.1. Prinsip Kerja Planetary Gearbox Setiap komponen dalam satu set roda gigi planet, yaitu roda gigi matahari, roda gigi perantara, dan roda gigi dalam dapat berputar atau ditahan. Perpindahan tenaga melalui sebuah sistem roda gigi planet hanya mungkin ketika satu komponen ditahan atau jika dua komponen ditahan bersama. Salah satu dari tiga komponen yaitu roda gigi matahari, roda gigi perantara atau roda gigi dalam dapat digunakan sebagai penggerak atau komponen input. Pada saat bersamaan, komponen yang lain tetap berputar dan kemudian menjadi komponen yang ditahan atau diam. Komponen ketiga kemudian menjadi bagian yang digerakkan atau output. Tergantung pada komponen yang menjadi penggerak, yang ditahan, dan yang digerakkan, peningkatan torsi atau peningkatan kecepatan akan dihasilkan oleh sistem roda gigi planet. Arah output juga dapat dibalik melalui berbagai kombinasi.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-3
Tabel 2.1 Aturan hukum cara kerja planetary gearbox
2.1.2. Klasifikasi Planetary Gearbox Untuk menghitung rasio roda gigi/reduction ratio pada sistem roda gigi rumusnya berbeda dengan cara menghitung rasio roda gigi pada roda gigi tanpa planetary. Sistem roda gigi planet dibagi menjadi dua, yaitu: 2.1.2.1. Sistem Satu Tingkat Planetary Gearbox Yang akan kita bahas sekarang adalah mencari reduction ratio untuk single stage planetary gear system. Perhatikan gambar di bawah, gambar tersebut adalah gambar sistem roda gigi planet yang hanya menggunakan satu buah planet pinion penghubung antara roda gigi matahari dengan roda gigi dalam. Karena hanya menggunakan satu buah planet pinion maka disebut dengan sistem roda gigi planet 1 tingkat. Artinya putaran dari roda gigi matahari (input) menuju ke roda gigi dalam (output) hanya direduksi satu kali (single stage).
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-4
Gambar 2.2 Sistem satu tingkat planetary gearbox
Rumus untuk menghitung reduction ratio nya adalah: (S x Ns) + (R x Nr) = (S + R) x Nc Dimana: S
= Jumlah gigi roda gigi matahari
R
= Jumlah gigi roda gigi dalam
Ns
= Jumlah putaran roda gigi matahari
Nr
= Jumlah putaran roda gigi dalam
Nc
= Jumlah putaran roda gigi perantara
Untuk menentukan kemana arah putaran dan besarnya putaran output pada sistem roda gigi planet 1 tingkat dapat dilihat pada gambar berikut: 1. Apabila Carrier Ditahan Apabila roda gigi matahari sebagai input berputar kekanan, kemudian carrier ditahan. Maka roda gigi dalam sebagai output akan berputar berlawanan (kekiri / negatif) dengan jumlah putaran lebih kecil dari pada roda gigi matahari. Selain menggunakan rumus diatas, hubungan antara kecepatan putaran roda gigi matahari terhadap kecepatan putaran roda gigi dalamnya dapat ditulis dengan persamaan berikut ini: Kecepatan roda gigi matahari Jumlah gigi roda gigi dalam = Kecepatan roda gigi dalam Jumlah gigi roda gigi matahari atau Ns : Nr = R : S
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-5
Gambar 2.3 Roda gigi perantara ditahan
2. Apabila Ring Gear Ditahan
Apabila roda gigi matahari sebagi input berputar kekanan, kemudian roda gigi dalam ditahan maka roda gigi perantara akan berputar searah roda gigi matahari dengan jumlah putaran lebih kecil dari roda gigi matahari. Hubungan antara kecepatan putaran roda gigi matahari terhadap kecepatan putaran roda gigi perantara dapat ditulis dengan persamaan berikut ini: Sun gear speed :Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Sun gear teeth atau : Ns : Nc = (R + S) : S
Gambar 2.4 Ring gear ditahan
3. Apabila Sun Gear Ditahan Roda gigi matahari dapat ditahan jika kondisi roda gigi dalam dan roda gigi perantara diijinkan untuk berputar. Pada kasus ini roda gigi dalam dan roda gigi perantara akan berputar dengan arah yang sama dengan kecepatan putaran roda gigi dalam lebih tinggi dari pada kecepatan putaran roda gigi
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-6
perantara.Hubungan antara kecepatan putaran roda gigi dalam dengan kecepatan
putaran roda gigi perantara dapat ditulis dengan persamaan berikut ini:
Ring gear speed : Carrier speed = (Ring gear teeth + Sun gear teeth) : Ring gear teeth atau : Nr : Nc = (R + S) : R
Apabila susunan planetary gear yang dipasang pada mesin hanya
terdiri dari satu set planetary gear system seperti pada komponen final drive, maka rumus a, b, atau c dapat digunakan. Tetapi apabila susunan sistem roda gigi planet yang dipasang pada mesin terdiri dari beberapa planetary gear seperti pada flow transmission, maka sebaiknya menggunakan rumus dasar (S x Ns) + torque
(R x Nr) = (S + R) x Nc.
2.1.2.2. Sistem Dua Tingkat Planetary Gearbox Rasio kecepatan dari roda gigi penggerak dengan roda gigi yang digerakkan adalah tergantung jumlah gigi dari masing - masing roda gigi. Kebanyakan pemakaian dari sistem roda gigi planet terdapat pada sistem transmisi yang mana untuk kecepatan putar dan arah putar dari input dapat diubah bervariasi dalam berbagai tingkatan pada sistem roda gigi planet.
Gambar 2.5 Sistem dua tingkat planetary gearbox
Input shaft dihubungkan dengan roda gigi perantara (carrier gear), sedangkan output shaft dihubungkan dengan roda gigi matahari. Ketika kedua roda gigi dalam ditahan diam (dengan cara mengikat roda gigi dalam dengan case). Maka roda gigi matahari yang selanjutnya sebagai output akan mendapat tenaga putar dari input. Dikarenakan adanya perbedaaan jumlah gigi dari kedua
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-7
roda gigi matahari (lihat gambar) maka apabila clutch untuk speed 2 dilibatkan,
output putarannya akan lebih cepat daripada clutch untuk speed 1 yang dilibatkan.
2.1.3. Komponen Planetary Gearbox
1. Roda Gigi Matahari
Roda gigi matahari terletak dipusat susunan. Ini adalah roda gigi
terkecil dalam susunan dan terletak di tengah dan sebagai poros perputaran. Roda
gigi matahari juga dapat berupa rancangan spur atau helical gear. Roda gigi matahari bertautan dengan gigi pada roda gigi perantara.
Gambar 2.6 Roda gigi matahari
2. Roda Gigi Perantara Roda gigi perantara mengelilingi poros tengah roda gigi matahari dan dilingkari oleh roda gigi dalam. Planetary pinion gear adalah gear kecil yang disusun dalam kerangka yang disebut planetary carrier. Planetary carrier dapat terbuat dari besi tuang, alumunium atau pelat baja dan dirancang dengan sebuah shaft untuk masing-masing planetary pinion gear. Planetary pinion berputar pada needle bearing yang diposisikan diantara shaft planetary carrier dan planetary pinion. Jumlah planetary pinion didalam sebuah carrier tergantung dari beban yang dipikul. Transmisi kendaraan otomatis harus mempunyai tiga planetary pinion dalam planetary carrier. Planetary pinion mengelilingi poros tengah Roda gigi matahari dan dilingkari oleh annulus atau ring gear.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-8
Gambar 2.7 Roda gigi perantara
3. Roda Gigi Dalam Roda gigi dalam bertindak seperti sebuah pengikat yang menahan keseluruhan roda gigi bersama dan memberikan kekuatan yang besar pada unit.
Roda gigi dalam diletakkan pada jarak terjauh dari poros pusat dan karena itu
berfungsi sebagai tuas terbesar pada poros pusat. Untuk membantu mengingat rancangan planetary gear set, gunakan sistem tata surya sebagai contohnya. Roda gigi mataharia dalah pusat tata surya dengan planet berputar disekelilingnya, karena itu disebut planetary gear set.
Gambar 2.8 Roda gigi dalam
4. Rumah Planetary Gear Box Rumah merupakan tempat dimana planetary gear set dipasang, yang sekaligus menjadi penghubung antara poros input dan poros output.
Gambar 2.9 Rumah planetary gearbox
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-9
5. Bantalan
Bantalan adalah komponen yang berfungsi sebagai peredam getaran
yang ditimbulkan oleh putaran roda gigi. Jenis bantalan yang umum dipakai adalah needle bearing dengan alasan karena needle bearing mempunyai efektivitas meredam getaran yang sangat tinggi, dan umurnya relatif lebih lama
kalau dibandingkan dengan jenis bearing lainnya.
Gambar 2.10 Bantalan
6. Carrier Shaft Carrier shaft merupakan komponen dalam planetary gearbox yang berfungsi sebagai penyangga carrier. Komponen ini tersambung pada piringan, yang kemudian piringan tersebut akan dihubungkan pada poros output.
Gambar 2.11 Carrier shaft
2.2. Rumus Perhitungan Diameter Poros, Roda Gigi, dan Kepala Pembagi Keberhasilan suatu alat sangat dipengaruhi oleh cara menghitung dan menganalisis suatu sistem kerjanya. Berikut perhitungan yang digunakan dalam pengerjaan rancang bangun planetary gearbox ini.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-10
2.2.1. Perhitungan Diameter Poros
Langkah awal dalam merencanakan sebuah poros adalah analisa beban-beban yang bekerja padanya, pada perancangan planetary gearbox ini, poros selain menerima beban puntir dari penggerak mula juga menerima beban
aksial maupun radial. Tiga beban tersebut harus diikutsertakan dalam perhitungan dimensi poros, oleh karena itu perlu dilakukan pengecekan ulang dengan mengikutsertakan harga beban aksial maupun radial.
2.2.1.1. Perhitungan Diameter Poros dengan Beban Puntir
1. 2.
Daya yang akan ditransmisikan
P
: kw/hp
Putaran poros motor penggerak
n1
: rpm
Faktor koreksidaya yang akan
fc
:1–2
Pd
: P. fc (kw/hp)
ditransmisikan. 3.
Daya rencana
4.
Torsi / Momen puntir Pd T . T
5.
Pd
(N.m)
Tegangan geser yang diijinkan
τa
(N/mm2)
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir. Kelelahan puntir
= 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik
= 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa
= 40 % . 45 % . σu
τa
= 1 / 5,6 . σu
Untuk bahan SF
τa
= 1 / 6 . σu
Untuk bahan SC
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1
Alur pasak konsentrasi poros ber tan gga tegangan Sf 2 1,3 3
a
u Sf1 . Sf 2
( N / mm 2 )
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-11 6.
Faktor koreksi momen puntir (Kt)
Kt 1 Beban dikenakan sec ara halus Kt 1 1,5 Beban dikenakan sedikit keju tan
Kt 1,5 3 Beban dikenakan dengan keju tan
7.
Faktor koreksi beban lentur (Cb)
Cb 1 Tidak ada beban lentur Cb 1,2 2,3 Ada beban lentur
8.
Diameter Poros
(ds, do, di )
T J R
Dimana:
J
32
d4
T
= Torsi yang terjadi
τ
= Tegangan geser yang terjadi.
R
= Jari-jari (d/2)
J
= Momen inersia polar
do 32
4
di 4
d / 2 .T T .d 4 4 / 32 . d 32 d /2
16 .T d3 .
a
Poros Pejal 5,1 ds . Kt . Cb . T a
1/ 3
Poros Berongga
T 4 4 do / 2 / 32 . do di
/ 32 . do 4 di 4 di 4 / 32 . do . 1 4 do 4
T . do / 2
T . do / 2
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
5,1 d .T
1/ 3
II-12
di k do
/ 32 . do 3 .1 k 4
T 2 .
do 3
T / 2 . / 32 . 1 k 4
do 3
16 .T . . 1 k 4
5,1 do .T 4 . 1 k
1/ 3
a
5,1 do . Kt . Cb . T 4 a . 1 k
1/ 3
2.2.1.2. Perhitungan Diameter Poros dengan Beban Lentur
1. 2.
Beban Lentur
M
: N.mm / kg.mm
Tegangan geser yang diijinkan
τa
(N/mm2)
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir. Kelelahan puntir
= 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik
= 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa
= 40 % . 45 % . σu
τa
= 1 / 5,6 . σu
Untuk bahan SF
τa
= 1 / 6 . σu
Untuk bahan SC
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-13
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1
Alur pasak konsentrasi poros ber tan gga tegangan Sf 2 1,3 3 u a ( N / mm 2 ) Sf1 . Sf 2
3.
Faktor koreksi momen puntir (Kt)
Kt 1 Beban dikenakan sec ara halus Kt 1 1,5 Beban dikenakan sedikit keju tan
Kt 1,5 3 Beban dikenakan dengan keju tan
4.
Faktor koreksi momen lentur (Km)
5.
Km 1,5 Km 1 2
Tumbukan halus Tumbukan ringan
Km 2 3
Tumbukan berat
Diameter Poros
(ds, do, di )
M I R
Dimana:
M= Momen lentur yang terjadi σ = Tegangan lentur yang terjadi. R= Jari-jari (d/2) I = Momen inersia
I
64
d4
do 64
4
di 4
d /2.M M .d 4 4 / 64 . d 64 d /2
32 .M d3 .
a
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
10,2 .M d
1/ 3
II-14
Poros Pejal
10,2 ds . Kt . Km . M a
1/ 3
Berongga Poros
M 4 4 do / 2 / 64 . do di
M . do / 2
/ 64 . do 4 di 4
di 4
/ 64 . do 4 . 1 4 do
M . do / 2
di k do
/ 64 . do 3 .1 k 4 do3
M / 2 . / 64 . 1 k 4
do3
32 . M . . 1 k 4
M 2 .
10,2 do .M 4 . 1 k
1/ 3
a 10,2 do . Kt . Km . M 4 a . 1 k
1/ 3
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-15
2.2.1.3. Perhitungan Dieameter Poros dengan Beban Puntir dan Lentur
1. 2.
Daya yang akan ditransmisikan
P
: kw/hp
Putaran poros motor penggerak
n1
: rpm
Faktor koreksidaya yang akan
fc
:1–2 : P. fc (kw/hp)
ditransmisikan. 3.
Daya rencana
Pd
4.
Torsi / Momen puntir
Pd T . T
5.
Beban Lentur
M
:
6.
Tegangan geser yang diijinkan
τa
(N/mm2)
Kelelahan puntir
= 40 % . kelelahan tarik
Kelelahan tarik
= 45 % . kekuatan tarik (σu)
τa
= 40 % . 45 % . σu
τa
= 1 / 5,6 . σu
Untuk bahan SF
τa
= 1 / 6 . σu
Untuk bahan SC
Faktor ini dinyatakan dengan Sf 1
Alur pasak konsentrasi poros ber tan gga tegangan Sf 2 1,3 3 u a ( N / mm2 ) Sf1. Sf 2
N.mm
Tegangan geser dihitung atas dasar kelelahan puntir.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
Pd
(N.m) /
kg.mm
II-16 7.
8.
Faktor koreksi momen puntir (Kt)
Kt 1 Beban dikenakan sec ara halus Kt 1 1,5 Beban dikenakan sedikit keju tan Kt 1,5 3 Beban dikenakan dengan keju tan Faktor koreksi momen lentur (Km)
Km 1,5 Km 1 2
Tumbukan halus Tumbukan ringan
Km 2 3
Tumbukan berat
9.
Diameter Poros
(ds, do, di )
2 4 2 2
max
Beban Torsi T J R
Dimana
: T
J
32
d4
T .R J
T .d / 2 / 32 . d 4
= Torsi yang terjadi
τ
= Tegangan geser yang terjadi.
R
= Jari-jari (d/2)
J
= Momen inersia polar
do
32
4
di 4
Beban Lentur
M I R
Dimana
I
64
M .R M .d / 2 I / 64 . d 4
: M
d4
= Momen lentur yang terjadi
σ
= Tegangan lentur yang terjadi.
R
= Jari-jari (d/2)
I
= Momen inersia
do 64
4
di 4
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-17 2
M .d / 2 T .d / 2 / 64 . d 4 4 . / 32 . d 4 2
max
max
64 . d / 2 . .d 4
M2
T2
2
2
64 . M . d / 2 64 .T . d / 2 .d 4 .d 4 2
max
32 . d . .d 4
max
max
M2 2
max
2
T2
5,1 d3
. M2 T2
5,1 d . M2 T2 max
2
1/ 3
a
Poros Pejal 5,1 ds . a
Km . M
2
Kt .T
2
1/ 3
Poros Berongga 2
max
M . do / 2 T . do / 2 / 64 . do 4 di 4 4 . / 32 . do 4 di 4 2
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
2
II-18
2
64 . M . do / 2 64 .T . do / 2 . do 4 di 4 . do 4 di 4 2
max
max
64 . do / 2 . . do 4 di 4
2
M2
T2
M2
T2
2
di k do
max
max
32 . do . . do 4 1 k 4
2 5,1 . M2 T2 4 do . 1 k 3
do
5,1 . M2 T2 4 max . 1 k
5,1 do . 4 a . 1 k
max
1/ 3
Km . M
2
Kt .T
1/ 3
2
a
2.2.2. Perhitungan Roda Gigi Roda gigi digunakan untuk mentransmisikan daya besar dan putaran yang tepat. Roda gigi memiliki gigi disekelilingnya, sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda yang saling berkait. Roda gigi sering digunakan karena dapat meneruskan putaran dan daya yang lebih bervariasi dan lebih kompak daripada menggunakan alat transmisi yang lainnya, selain itu roda gigi juga memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan alat transmisi lainnya, yaitu : Sistem transmisinya lebih ringkas, putaran lebih tinggi dan daya yang besar.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-19
Sistem yang kompak sehingga konstruksinya sederhana.
Kemampuan menerima beban lebih tinggi.
Efisiensi pemindahan dayanya tinggi karena faktor terjadinya slip sangat
kecil.
Kecepatan transmisi roda gigi dapat ditentukan sehingga dapat digunakan
dengan pengukuran yang kecil dan daya yang besar. Roda gigi harus mempunyai perbandingan kecepatan sudut tetap antara dua poros. Disamping itu terdapat pula roda gigi yang perbandingan kecepatan sudutnya bervariasi. Ada pula roda gigi dengan putaran yang terputus-putus. Dalam dapat
teori, roda gigi pada umumnya dianggap sebagai benda kaku yang hampir tidak
mengalami perubahan bentuk dalam jangka waktu lama. 2.2.1.1. Klasifikasi Roda gigi Rodagigi diklasifikasikan sebagai berikut : Menurut letak poros. Menurut arah putaran. Menurut bentuk jalur gigi a. Menurut Letak Poros Menurut letak poros maka rodagigi diklasifikasikan seperti tabel berikut : Tabel 2.2 Klasifikasi roda gigi menurut letak poros
Letak Poros Roda gigi dengan poros sejajar
Roda gigi dengan poros berpotongan
Rodagigi
Keterangan
Roda gigi lurus Roda gigi miring Roda gigi miring ganda
Klasifikasi atas dasar bentuk alur gigi
Roda gigi luar Roda gigi dalam dan pinion Batang gigi dan pinion
Arah putaran berlawanan Arah putaran sama Gerakan lurus dan berputar
Roda gigi kerucut lurus Roda gigi kerucut spiral Roda gigi kerucut zerol Roda gigi kerucut miring Roda gigi kerucut miring
Klasifikasi atas dasar bentuk jalur gigi
ganda
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-20
Roda gigi permukaan Roda gigi dengan poros dengan poros berpotongan berbentuk berpotongan istimewa
Roda gigi miring silang Batang gigi miring silang
Roda gigi dengan poros silang
Kontak gigi Gerak lurus dan berputar
Roda gigi cacing silindris Roda gigi cacing selubung ganda Roda gigi cacing samping Roda gigi hiperboloid Roda gigi hipoid Roda gigi permukaan silang
b. Menurut arah putaran Menurut arah putarannya, roda gigi dapat dibedakan atas : Roda gigi luar ; arah putarannya berlawanan. Roda gigi dalam dan pinion ; arah putarannya sama c. Menurut bentuk jalur gigi Berdasarkan bentuk jalur giginya, roda gigi dapat dibedakan atas : 1. Roda gigi Lurus Roda gigi lurus digunakan untuk poros yang sejajar atau paralel. Dibandingkan dengan jenis roda gigi yang lain roda gigi lurus ini paling mudah dalam proses pengerjaannya (machining) sehingga harganya lebih murah. Roda gigi lurus ini cocok digunakan pada sistim transmisi yang gaya kelilingnya besar, karena tidak menimbulkan gaya aksial.
Gambar 2.12 Roda gigi lurus
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-21
Ciri-ciri roda gigi lurus adalah :
1. Daya yang ditransmisikan < 25.000 Hp
2. Putaran yang ditransmisikan < 100.000 rpm 3. Kecepatan keliling < 200 m/s 4. Rasio kecepatan yang digunakan
Untuk 1 tingkat ( i ) < 8 Untuk 2 tingkat ( i ) < 45 Untuk 3 tingkat ( i ) < 200 ( i ) = Perbandingan kecepatan antara penggerak dengan yang digerakkan 5. Efisiensi keseluruhan untuk masing-masing tingkat 96% - 99% tergantung
desain dan ukuran. 2. Roda gigi dalam Roda gigi dalam (atau roda gigi internal, internal gear) adalah roda gigi yang gigi-giginya terletak dibagian dalam dari silinder roda gigi. Berbeda dengan roda gigi eksternal yang memiliki gigi-gigi diluar silindernya. Roda gigi internal tidak mengubah arah putaran.
3. Roda gigi heliks
Gambar 2. 13 Roda gigi dalam
Roda gigi heliks (helical gear) adalah penyempurnaan dari spur. Ujung-ujung dari gigi-giginya tidak paralel terhadap aksis rotasi, melainkan tersusun miring pada derajat tertentu. Karena giginya bersudut, maka menyebabkan roda gigi terlihat seperti heliks. Gigi-gigi yang bersudut menyebabkan pertemuan antara gigi-gigi menjadi perlahan sehingga pergerakan dari roda gigi menjadi halus dan minim getaran. Berbeda dengan spur di mana pertemuan gigi-giginya dilakukan secara langsung memenuhi ruang antara gigi sehingga menyebabkan tegangan dan getaran. Roda gigi heliks mampu dioperasikan pada kecepatan tinggi dibandingkan spur karena kecepatan putar Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-22
yang tinggi dapat menyebabkan spur mengalami getaran yang tinggi. Spur lebih
baik digunakan pada putaran yang rendah. Kecepatan putar dikatakan tinggi jika
kecepatan linear dari pitch melebihi 25 m/detik. Roda gigi heliks bisa disatukan secara paralel maupun melintang. Susunan secara paralel umum dilakukan, dan susunan secara melintang biasanya disebut dengan skew.
Gambar 2.14 Roda gigi heliks
4. Roda gigi bevel Roda gigi bevel (bevel gear) berbentuk seperti kerucut terpotong dengan gigi-gigi yang terbentuk di permukaannya. Ketika dua roda gigi bevel bersinggungan, titik ujung kerucut yang imajiner akan berada pada satu titik, dan aksis poros akan saling berpotongan. Sudut antara kedua roda gigi bevel bisa berapa saja kecuali 0° dan 180°.
Gambar 2.15 Roda gigi bevel
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-23
5. Roda gigi Hypoid
Roda gigi hypoid mirip dengan roda gigi bevel, namun kedua aksisnya
tidak berpotongan.
Gambar 2.16 Roda gigi hypoid
6. Roda gigi mahkota Roda gigi mahkota (crown gear) adalah salah satu bentuk roda gigi bevel yang gigi-giginya sejajar dan tidak bersudut terhadap aksis. Bentuk gigigiginya menyerupai mahkota. Roda gigi mahkota hanya bisa dipasangkan secara akurat dengan roda gigi bevel atau spur.
Gambar 2.17 Roda gigi mahkota
7. Roda gigi cacing Roda gigi cacing (worm gear) menyerupai screw berbentuk batang yang dipasangkan dengan roda gigi biasa atau spur. Roda gigi cacing merupakan salah satu cara termudah untuk mendapatkan rasio torsi yang tinggi dan kecepatan putar yang rendah. Biasanya, pasangan roda gigi spur atau heliks memiliki rasio maksimum 10:1, sedangkan rasio roda gigi cacing mampu mencapai 500:1. Kerugian dari roda gigi cacing adalah adanya gesekan yang menjadikan roda gigi cacing memiliki efisiensi yang rendah sehingga membutuhkan pelumasan. Roda gigi cacing mirip dengan roda gigi heliks, kecuali pada sudut gigi-giginya yang Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-24
mendekati 90 derajat, dan bentuk badannya biasanya memanjang mengikuti arah
aksial. Jika ada setidaknya satu gigi yang mencapai satu putaran mengelilingi
badan roda gigi, maka itu adalah roda gigi cacing. Jika tidak, maka itu adalah roda gigi heliks. Roda gigi cacing memiliki setidaknya satu gigi yang mampu mengelilingi badannya beberapa kali. Jumlah gigi pada roda gigi cacing biasanya
disebut dengan thread. Dalam pasangan roda gigi cacing, batangnya selalu bisa menggerakkan roda gigi spur. Jarang sekali ada spur yang mampu menggerakkan roda gigi cacing. Sehingga bisa dikatakan bahwa pasangan roda gigi cacing merupakan transmisi satu arah.
Gambar 2.18 Roda gigi cacing
Perhitungan Roda Gigi
Gambar 2.19 Nama-nama bagian roda gigi
Modul : d m z
dimana :
d = diameter lingkar jarak bagi z = gigi
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-25
Jarak bagi lingkar :
t
.d
dimana :
z
d = diameter lingkar jarak bagi z = Jumlah gigi
t .m
Tinggi kepala
= m
Tinggi kaki
= m + ck
dimana : ck = 0.25 x m (kelonggaran puncak)
Tebal gigi Tebal gigi
.m 2
1. Daya yang akan ditransmisikan
P
: Kw/Hp
Putaran poros motor penggerak
n1
: rpm
Putaran poros mesin yg digerakan
n2
: rpm
Perbandingan putaran
i
:
Diameter pinion
d1
: mm
Diameter wheel
d2
: mm
Jarak antar sumbu poros
C
: mm
2. Faktor koreksi
fc
3. Daya rencana
Pd
: P. fc
4. Diameter sementara lingkar jarak bagi d1
2.C 1 i
d2
5. Pemilihan modul :
Pd n mod ul max 6. Jumlah gigi : Z1
d1 m
Z2
d2 m
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
2.C.i 1 i
II-26
7. Diameter lingkar jarak bagi :
d1 = m. Z1
d2 = m. Z2
8. Kelonggaran puncak
Ck = 0.25 . m
9. Diameter kepala
dk1 = (Z1 + 2). m
dk2 = (Z2 + 2). m
Diameter kaki
:
df1 = (Z1 – 2). m – 2 . Ck df2 = (Z2 – 2). m – 2 . Ck Tinggi gigi
:
H = 2.m + Ck 10. Faktor bentuk gigi
Z1 ....... Y1 11. Kecepatan keliling gear V
Z2 ....... Y2 :
.d .n 60
12. Gaya tangensial Ft
:
102 . Pd V
13. Faktor dinamis
:
fv = (tabel fv) 14. Bahan gear Kekuatan tarik σu / σB (kg/mm2) Teg.lentur ijin σa(kg/mm2) Kekerasan HB Faktor teg.kontak KH (kg/mm2) 15. Beban lentur yg diijinkan persatuan lebar Fb a .m.Y . fv
(kg/mm)
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-27
Fb1 a1.m.Y1. fv
Fb2 a 2 .m.Y2 . fv Beban permukaan yg diijinkan persatuan lebar (kg/mm)
FH f v .KH .d1
2.Z 2 Z1 Z 2
16. Lebar gigi :
b
Ft F min
2.2.3. Perhitungan Kepala Pembagi
Kepala pembagi adalah sebuah alat bantu pada mesin frais yang
sangat penting, ia dibutuhkan jika pada permukaan benda kerja harus dibuat alur atau bentuk profil lainnya pada jarak tertentu, juga pada pembuatan profil roda gigi, segi empat atau segi enam dan sebagainya. Pada dasarnya kepala pembagi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kepala pembagi langsung dan kepala pembagi universal. 2.2.3.1. Kepala Pembagi Langsung Kepala pembagi langsung ini biasanya digunakan pada mesin gerinda alat, baik sebagai alat bantu yang kemudian dipasangkan pada mesin maupun sebagai bagian dari mesin. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kepala pembagi ini digunakan pada mesin freis sebagai alat bantu pada pekerjaanpekerjaan ringan dan sederhana. Kepala pembagi ini mempunyai pelat pembagi yang dapat diganti dan dipasang langsung pada spindelnya. Dengan memutar spindel nose maka pelat pembagi akan ikut berputar, pengunci indeks atau pena indeks masuk kedalam alur “V” atau lubang pada pelat indeks pada posisi pengefreisan yang baru. a. Pelat Pembagi dengan Alur “V” Pelat pembagi ini biasanya mempunyai 24 atau 60 pembagian, tetapi tidak menutup kemungkinan ada juga pembagian yang lain. Untuk pembagian 24 atau 60 adalah sangat baik karena tidak ada pecahannya. Untuk 24 pembagian : 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 dan untuk 60 pembagian : 2, 3, 4, 5, 6, 10, 12, 15, 20, 30, 60. Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-28
Untuk mempermudah penempatan posisi yang baru, maka pelat pembagi
mempunyai angka jumlah pembagian yang dibuat pada salah satu sisinya.
b. Pelat Pembagi dengan Lubang-lubang Pelat pembagi dengan lubang indeks mempunyai angka jumlah lubang
yang digrafir pada bagian melingkarnya. Untuk menghitung jumlah lubang yang dikehendaki, pelat pembagi harus diputar untuk mencapai posisi yang baru.
c. Penentuan Jarak Lubang atau Alur pada Pelat Indeks
Untuk menentukan jarak lubang atau alur “V” (nc) yang dikehendaki,
maka jumlah lubang atau alur pada pelat indeks (n) dibagi dengan pembagian yang kita kehendaki (Z). Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka 𝑛𝑐 =
𝑛 𝑍
dan jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besar sudut (α)
maka 𝑛𝑐 =
𝛼 .𝑛 360°
2.2.3.2. Kepala Pembagi Universal Kepala pembagi universal merupakan alat bantu yang penting pada mesin freis sebab tidaklah sempurna jika bekerja pada mesin freis tidak sama pada pekerjaan pembagian. Dengan bantuan peralatan ini, kita dapat mengerjakan macam-macam pembagian seperti pembagian langsung yang sudah dikerjakan pada kepala pembagi langsung dan pembagian tak langsung yang tidak dapat dikerjakan pada kepala pembagi langsung, dengan bantuan kotak roda gigi beserta roda giginya. Kepala pembagi ini juga dapat mengerjakan jenis pembagian diferensial (pembagian kompensasi) yang tidak dapat dikerjakan pada kedua jenis pembagian diatas. Pemotongan bentuk spiral (helikal) dan bentuk cam juga dapat dikerjakan dengan pertolongan alat ini, kepala pembagi ini juga dapat diputar dari posisi horizontal (sejajar meja mesin) ke posisi tegak (90° terhadap meja mesin). Jadi pada prinsipnya tidak ada jenis pekerjaan pembagian yang tidak dapat dikerjakan pada mesin freis. Begitu sempurnanya sehingga alat ini dinamakan “kepala pembagi universal”. Ada tiga cara dasar dalam pekerjaan pembagian dengan menggunakan kepala pembagi universal pada mesin freis yaitu : Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-29
a. Pembagian Langsung
Pekerjaan pembagian langsung pada kepala pembagi universal sedikit agak berbeda dengan kepala pembagi langsung. Pada kepala pembagi universal kita harus melepas hubungan antara ulir cacing dengan roda gigi cacing agar
pergerakan
spindel
lebih
leluasa.
Sedangkan
rumus-rumus
perhitungan
pembagiannya sama seperti pada kepala pembagi langsung, yaitu : 𝑛𝑐 =
𝑛 𝑍
dan 𝑛𝑐 =
𝛼 .𝑛 360°
b. Pembagian tidak langsung
Jika angka pembagian Z tidak memungkinkan lagi untuk dikerjakan pada pembagian langsung, maka kita menggunakan cara pembagian tak langsung, sebab pada cara ini tersedia tiga variasi pelat indeks dengan jumlah lubang seperti ditunjukkan pada tabel dibawah. Pada pekerjaan ini roda gigi cacing dan ulir cacing dalam keadaan terpasang, sehingga pada saat kita memutar tuas indeks nc, putaran ini akan diteruskan oleh poros berulir cacing ke roda gigi cacing yang dipasang menjadi satu dengan spindel benda kerja. Perbandingan putaran antara poros berulir cacing dengan roda gigi cacing biasanya 40:1 artinya 40 kali putaran tuas nc akan sama dengan satu kali putaran spindel benda kerja. Perbandingan ini biasanya disebut rasio kepala pembagi (i) atau i = 40:1. Perbandingan ini tidak selamanya 40:1 tergantung dari pembawaan kepala pembagi.
Nomor pelat
Tabel 2.3 Pelat indeks 1 dalam satu set
Jumlah Lingkaran
Jumlah Lubang setiap Lingkaran
1
5
27, 31, 34, 41, 43
2
5
33, 38, 39, 42, 46
3
4
29, 36, 37, 40
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-30
Nomor
pelat
Jumlah Lingkaran
Jumlah Lubang setiap Lingkaran
1
6
15, 18, 21, 29, 37, 43
2
6
16, 19, 23, 31, 39, 47
3
6
17, 20, 27, 23, 41, 49
Tabel 2.4 Pelat indeks 2 dalam 1 set
Jumlah lubang pada pelat indeks sangat bervariasi, tergantung dari pembawaan kepala pembagi. Setiap kepala pembagi universal biasanya sudah disertakan satu set pelat indeks (3 buah) dengan variasi lubang yang berbeda.
Karena 40 putaran tuas indeks (nc) menghasilkan satu kali putaran
benda kerja (i = 40:1), maka untuk Z pembagian yang sama dari benda keja adalah : 𝑛𝑐 =
40 𝑍
putaran. Jika Z diketahui dalam jumlah pembagian, maka : 𝑛𝑐 =
𝑖 𝑍
Jika pembagian yang dikehendaki diketahui dalam besar sudut (α), maka : 𝑛𝑐 =
𝛼. 𝑖 360°
Dimana : Nc
= jumlah putaran tuas indeks
I
= rasio kepala pembagi (40:1)
Z
= jumlah pembagian
α
= besar sudut pembagian Perlu diperhatikan bahwa sebelum melakukan pembagian, terlebih
dahulu harus diketahui rasio kepala pembagi (i) dengan jalan putar tuas indeks (nc) dengan tangan sambil dihitung dan perhatikan putaran spindel benda kerja sampai satu putaran penuh dan pastikan berapa jumlah putaran tuas indeks (nc). Bila pembagian yang dikehendaki (Z) lebih besar dari 40, maka ulir cacing (tuas indeks nc) harus diputar kurang dari satu putaran. Jika pembagian pembagian yang dikehendaki (Z) kurang dari 40, maka pecahan hasil pembagian harus diubah menjadi sejumlah angka. Dan pecahan yang terakhir ini harus diubah sampai penyebutnya sama dengan salah satu dari jumlah lubang pada pelat indeks Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox
II-31
yang tersedia. Pembilangnya akan menunjukkan sejumlah lubang yang harus kita
putar pada pelat indeks untuk menambah beberapa putaran penuh yang diperoleh
dari pembagian tersebut.
c. Pembagian Diferensial
Dengan metode pembagian diferensial, kita dapat mengerjakan setiap
pekerjaan pembagian pada mesin freis. Metode ini memungkinkan pembagian
dengan angka pecahan yang penyebutnya tidak cocok dengan jumlah lubang yang tersedia pada pelat indeks. Pelat indeks tidak dimatikan (tidak dikunci), akan
tetapi harus ikut bergerak ketika tuas indeks (nc) diputar. Ketika tuas indeks
diputar, putaran dari tuas indeks ini akan diteruskan ke poros berulir cacing, poros
ini akan menggerakkan roda gigi cacing yang dipasang menjadi satu dengan spindel benda kerja. Dengan perantaraan roda-roda gigi pengubah yang dipasang pada poros spindel benda kerja, putaran ini akan diteruskan ke pelat indeks sehingga pelat indeks ikut berputar.
Politeknik Negeri Bandung Planetary Gearbox