8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memiliki target dan tujuan dengan menggunakan perencanaan, pengarahan serta pengorganisasian dalam mencapai tujuan tersebut, Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti “seni melaksanakan dan mengatur. Menurut Ricky W. Griffin Manajemen dalah sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Manajemen
Pemasaran
menurut
Philip
Kotler
dan
Amstrong
pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (2008:5) pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal.
9
2.1.1. Citra Merek Merek merupakan salah satu aset organisasi paling berharga bagi produsen, merek berperan penting sebagai wahana identifikasi produk dan perusahaan, bentuk proteksi hukum, jaminan kualitas, sarana menciptakan asosiasi dan makna unik (differensiasi), dan sarana keunggulan kompetitif. Sementara bagi konsumen, merek berperan krusial sebagai identifikasi sumber produk, penetapan tanggung jawab pada produsen atau distributor spesifik, pengurangan resiko, penekanan produsen, alat simbolis yang memproyeksikan citra diri dan sinyal kualitas. Merek menurut Kotler dan Keller (2012; 263) didefinisikan sebagai suatu nama, tanda, lambang, desain atau kombinasi dari kesemuanya, yang dimaksudkan sebagai identitas barang atau jasa atau kelompok penjual dengan kompetitor lainnya. Merek pada hakikatnya berlaku untuk segala jenis produk yaitu dengan cara memberikan nama pada produk dan menyertakan makna atau arti khusus menyangkut apa yang ditawarkan produk bersangkutan dan apa yang membedakannya dari produk-produk pesaing, Tjiptono, Chandra & Adriani (2008:352). Sedangkan menurut Hermawan Kertajaya ( 2005 : 184 ) merek didefinisikan sebagai nama, tanda, symbol, atau desain yang dibuat untuk menandai atau mengidentifikasi produk yang ditawarkan pelanggan. Merek bukan sebuah nama bukan juga sebuah symbol atau logo. Merek adalah “payung” yang mempresentasikan produk atau layanan.
10
Di samping melalui pengertian para ahli, merek juga memiliki pengertian yang mengacu kepada undang-undang dimana pada UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, Tjiptono, Chanda & Adriana (2008:347), merek adalah tanda yang bergambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dengan demikian, merek adalah sebuah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendiferensiasikannya dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau berwujud yang dikaitkan dengan kinerja produk dari merek dan juga lebih simbolik, emosional dan berwujud jika dikaitkan dengan apa yang digambarkan merek. Citra merek berhadapan dengan properti ekstrinsik dari produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sosial atau psikologis pelanggan,
Kotler&Keller
(2012:339). Keller (2008:51) menyatakan “brand image is the perceptions and belief held by consumer, as reflected in the association held in consumer memory.” Konsep ini dapat diartikan bahwa citra merek adalah seluruh persepsi dan keyakinan yang diperoleh konsumen, yang terekam dalam memori konsumen lalu direfleksikan atau diterjemahkan ke dalam asosiasi-asosiasi tertentu saat mengingat suatu merek Menurut Hermawan Kertajaya (2005 : 6 ) citra merek ( Brand image ) adalah gebyar dari seluruh asosiasi yang terkait pada suatu merek yang sudah ada
11
dibenak konsumen. Pembentukan citra merek juga dipengaruhi oleh pengalaman konsumen. Dari ketiga para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa citra merek adalah respon yang diberikan oleh konsumen secara subjektif dari produk atau jasa yang ditawarkan melalui sebuah merek yang ada dalam benak konsumen.Pembentukan citra merek membutuhkan sebuah proses yang tidak datang begitu saja, dimana konsumen perlu mendapat pengalaman selama menggunakan merek tersebut, setelah sebelumnya konsumen merekam beberapa opini atau pengaruh dari lingkungan sosialnya serta komunikasi pemasaran yang dilakukan dari pihak pemasar untuk membentuk citra merek dalam benak konsumen. Citra merek yang baik adalah suatu kesan yang diciptakan dengan baik oleh perusahaan. Dimana kesan tersebut dapat mencapai sasaran dan melekat didalam benak masyarakat dengan baik, sehingga citra merek dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Keller (2008:56)
menyatakan “creating a positive brand image takes
marketing programs that link strong, favorable, and unique associations to brand memory.” Citra positif yang diterima sebuah merek dapat terbentuk melalui program pemasaran untuk mendukung asosiasi-asosiasi merek yang kuat, favorable, dan unik. 1. Strength of associations (kekuatan asosiasi) Kekuatan
asosiasi yang yang tertanam dalam benak konsumen, hal ini
dipengaruhi dari kuatnya komunikasi yang dilakukan pihak perusahaan dengan
12
cara konsisten dan relatif lama terkait bagaimana membuat keinginan pemasar ingin memposisikan produknya dipasaran. 2. Favorable of associations (keuntungan asosiasi) Favorable lebih menunjukkan bagaimana perasaan konsumen terhadap sebuah merek (what do you like about the brand ? what is bad about the brand?), yaitu apakah asosiasi melalui atribut manfaat, atau hal-hal lainnya dari merek tersebut tersebut memang dianggap mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, dan konsumen merasakan bahwa kinerja produk tersebut sesuai dengan yang dijanjikan (succesfully delivered by productperform) 3. Uniqueness of associations (keunikan) Komponen ini menunjukkan hal unik yang ditawarkan oleh pihak pemasar dari produknya kepada konsumen, yaitu apakah hal-hal seperti karakteristik, fitur, pelayanan purnal jual dari sebuah merek juga dimiliki oleh merek lainnya. Konsumen menganggap bahwa ada nilai tambah ketika menggunakan suatu merek yang tentu tidak akan ia didapatkan jika menggunakan merek lainnya. Citra merek juga dapat sebagai dianggap sebuah asosiasi yang secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek. Asosiasi ini biasanya dikaitkan dengan karakteristik fisik, ciri-ciri, kekuatan dan bahkan kelemahan tertentu. Simamora (Dalam Wijaya, 2008:112) mengatakan citra merek juga memiliki dimensi lain yang terdiri dari 3 bagian yang dikemukakan , yaitu:
13
1. Citra pembuat yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Citra pembuat itu meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan, 2. Citra pemakai yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Citra pemakai itu meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya. 3. Citra Produk yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Citra produk itu meliputi artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunanya, serta jaminan. Selain pendapat di atas, citra merek juga memiliki dimensi lain seperti yang dikemukakan Martinez dan Chernatony (Dalam Aulia Danibrata, 2008:40) yaitu : 1. Knowledge of Familiarity with the brand, yaitu pengatahuan sebagai informasi yang disimpan di dalam memoru konsumen. Indikatornya adalah mengetahui merek, frekuensi pembelian, dan informasi produk. 2. The fit of the brand, yaitu konsistensi yang didapatkan konsumen antara merek produk baru dengan merek produk asal. Indikatornya adalah kesesuaian kategori antara produk baru dengan produk perluasan dan kesesuaian produk baru dengan image. 2.1.2. Harga Menurut Cannon (2009:177) harga adalah jumlah uang yang dibebankan untuk sesuatu yang bernilai. Menurut Del Hawkins (2010:21) harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan untuk memperoleh kegunaan atau manfaat dari suatu produk.
14
Kotler & Amstrong (2012:314) mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang untuk produk atau jasa, atau sejumlah nilai yang pelanggan tukarkan untuk mendapatkan keuntungan dari mempunyai atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Menurut Fandy Tjiptono (2008: 465) secara sederhana, istilah harga dapat diartikan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar atau ditukarkan oleh seseorang untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan dari suatu produk atau jasa tersebut. Persepsi konsumen terhadap harga yang ditawarkan memegang peran penting dalam keputusan pembelian konsumen, terutama bagi konsumen yang cenderung memusatkan pembeliannya melalui harga. Selain itu persepsi terhadap harga juga sering dijadikan indikator kualitas suatu produk di mana konsumen cenderung mempersepsikan harga yang tinggi mengimplikasikan kualitas yang baik juga. Jacoby dan Olsen (dalam Karnowo, 2003: 18) menyatakan bahwa: “Persepsi harga dapat diartikan sebagai persepsi subjektif konsumen terhadap harga objektif produk.” Persepsi harga yang dimaksud di sini adalah harga yang dipersepsikan atau disandikan oleh konsumen. Menurut Djati dan Darmawan (2004:21), harga memiliki tiga indikator, yaitu: 1. Perkiraan harga yaitu harga yang ditetapkan adalah harga yang dapat bersaing di pasar sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen.
15
2. Kesesuaian pengorbanan yaitu kesesuaian harga yang dibayarkan oleh pelanggan atau konsumen dengan jasa atau produk yang diterima. 3. Kewajaran harga yaitu harga sesuai dengan nilai dan kegunaan dari barang atau jasa. Untuk pelanggan yang sensitif terhadap harga, harga yang murah biasanya adalah sumber kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value for money yang tinggi. Komponen harga tidak penting bagi konsumen yang tidak sensitif terhadap harga. Dimensi value for money termasuk kedalam perceived price (Sitinjak, 2004:9). Salah satu dimensi harga lainnya yaitu price consciousness adalah kecenderungan konsumen untuk mencari perbedaan harga (Pepadri, 2002:15). Dimensi price consciousness memiliki tiga indikator yaitu: 1. Referensi harga, konsumen atau pelanggan mencari informasi mengenai harga barang atau jasa yang akan atau mereka gunakan 2. Harga sesuai dengan manfaat produk 3. Konsumen akan mencari harga yang relatif lebih murah 4. Harga yang kompetitif Harga merupakan elemen bauran pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat. Ini dikarenakan adanya sejumlah dimensi strategik harga (Fandy Tjiptono, 2008:170), yaitu: 1. Harga merupakan nilai dari suatu produk. Manfaat atau nilai pelanggan total meliputi nilai produk (seperti reliabilitas, durabilitas, kinerja dan nilai jual kembali).
16
2. Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli. 3. Harga adalah determinan utama permintaan. 4. Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. 5. Harga bersifat fleksibel, artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan dengan dinamika pasar. 6. Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Harga yang mahal dipersepsikan mencerminkan kualitas yang tinggi dan sebaliknya. 7. Harga adalah permasalahan nomer satu yang dihadapi para manajer. Dalam memilih penatapan harga setidaknya ada enam metode yang dapat digunakan menurut Kotler (2012:315), yaitu: 1. Penetapan harga mark-up (Mark-up pricing) Yaitu dengan menambahkanmark-up standar dari biaya produk tersebut. Metode ini merupakan metode yang paling mudah dan cukup populer karena beberapa alasan : Pertama, penjual lebih mudah dalam menentukan harga ; kedua, kesamaan metode yang akan membawa harga serupa dipasar ; ketiga, metode ini dianggap lebih adil baik untuk pembeli maupun penjualnya. 2. Penetapan harga sasaran pengembalian (target return pricing) Penetapan harga sasaran pengembalian yaitu perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi yang dibidiknya. 3. Penetapan harga persepsi nilai (perceived value) Yaitu perusahaan menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai mereka, dan pelanggan harus mempersepsikan nilai ini.
17
4. Penetapan harga nilai (value pricing) Dalam metode ini perusahaan tersebut memikat hati pelanggan yang loyal dengan menetapkan harga yang lumayan rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi. 5. Penetapan harga umum (going rate pricing) Dalam penetapan harga umum perusahaan mendasarkan harganya terutama pada harga pesaing. Perusahaan akan mengenakan harga lebih tinggi, rendah atau mungkin sama dengan pesaing utamanya. 6. Penetapan harga tipe lelang (auction type pricing) Metode ini digunakan untuk dapat membuang barang bekas atau persediaan yang berlebih. Metode penetapan harga ini merupakan dampak dari sempitnya ruang gerak yang dapat digunakan perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode ini harus mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan lain, kebijakan penetapan harga perusahaan, penetapan harga yang berbagi laba dan resiko dan dampak harga terhadap pihak lain.
2.1.3.Keputusan Pembelian Menurut Schiffman dan Kanuk (2007 ; 89) perilaku konsumen adalah suatu perilaku yang diperlihatkan oleh seorang konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, dan mengevaluasi barang atau jasa yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhannya.
18
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2012;173), perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan harus mengatahui dan memahami terlebih dahulu perilaku yang ditunjukan oleh konsumen dalam mempelajari, menggunakan, serta pengalaman konsumen tersebut sebelum konsumen tersebut memutuskan untuk melakukan pembelian. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Amstrong adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan pembelian, Kotler&Amstrong (2012:226). Sedangkan menurut Belch dan Belch (2009: 113), keputusan pembelian dipandang sebagai sebuah proses yang umumnya terdiri dari tahap-tahap yang dilewati konsumen dalam membeli barang atau jasa. Menurut Pride dan ferrel (2010:194) menyatakan buying decision is the decision processes and purchasing activities of people who purchase products for personal or household use and not for business purposes. keputusan pembelian adalah proses keputusan dan aktivitas pembelian dari orang-orang yang membeli produk untuk penggunaan pribadi atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan bisnis. Proses pengambilan keputusan pembelian seorang calon konsumen banyak dipengaruhi oleh perilaku konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong (2012: 159-
19
174) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Faktor budaya memiliki pengaruh yang terluas dan terdalam dalam perilaku konsumen. Pemasar perlu memahami peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya, dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah serangkaian nilai, persepsi, keinginan, dan perilaku dasar yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan instansi penting lain. Subbudaya adalah kelompok orang yang memiliki sistem lain yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang serupa. Kelas sosial adalah pembagian kelompok masyarakat yang relatif permanen dan relatif teratur dimana anggotaanggotanya memiliki nilai, minat, dan perilaku yang serupa. 2. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga, peran sosial, dan status yang melingkupi konsumen tersebut. Kelompok adalah dua atau lebih sekelompok orang yang berinteraksi untuk memenuhi tujuan individu atau tujuan bersama. Keluarga merupakan organisasi pembelian di masyarakat tempat konsumen berada yang paling penting, dan keluarga telah diteliti secara luas. Peran terdiri atas sejumlah aktivitas yang diharapkan untuk dilakukan menurut orang-orang di sekitarnya. 3. Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakeristik pribadi seperti umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sepanjang hidupnya, orang akan mengubah barang dan jasa yang dibelinya.
20
4. Pilihan pembelian dipengaruhi empat faktor psikologi utama: motivasi, persepsi, pembelajaran, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi adalah kebutuhan yang mendorong seseorang secara kuat mencari kepuasan atas kebutuhan
tersebut.
Persepsi
adalah
menyeleksi,
mengatur,
dan
menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti tentang dunia. Pembelajaran adalah perubahan perilaku seseorang karena pengalaman. Keyakinan adalah pemikiran dekriptif yang dipertahankan seseorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan yang konsisten atas suka atau tidak sukanya seseorang terhadap objek atau ide. Setiap pemasar wajib memahami situasi-situasi yang berpengaruh terhadap pembelian produk atau jasa yang ditawarkan dan cara-cara terbaik melayani konsumen sasaran manakala situasi-situasi tersebut muncul dan berlangsung. Keputusan pembelian konsumen dapat dikelompokan berdasarkan tipe konsumen akhir dan konsumen bisnis atau organisasional, Tjiptono, et al, ( 2008:181). Dalam konsumen akhir keputusan pembelian terdiri atas tiga macam, yaitu: 1. Pemecahan masalah esktensif (extensive problem solving) Dalam tipe keputusan ini, konsumen tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam pembelian suatu produk atau jasa dan merasakan adanya tingkat risiko yang tinggi dalam pembelian. Situasi pembelian yang sering dijumpai antara lain: pembelian pertama kali, pembelian produk yang harganya mahal, pembelian produk baru yang kompleks 2. Pemecahan masalah terbatas (limited problem solving)
21
Konsumen memiliki sejumlah pengetahuan tentang katagori produk dan kriteria pilihan yang relevan, namun menjumpai adanya merek baru. 3. Perilaku respon rutin (rutinezed respone atau habitual problem solving) Pengambilan keputusan dalam tipe ini relatif lebih cepat dan tidak terlalu membutuhkan banyak informasi tambahan. Konsumen telah berpengalaman dalam menentukan pilihan dalam kelas produk dan karenanya tidak terlalu membutuhkan informasi untuk mengambil keputusan.
Kotler dan Amstrong (2012: 176-177) mengemukakan bahwa konsumen melewati lima tahap dalam proses pembelian sebuah produk. Lima tahap ini tidak berlaku untuk pembelian dengan keterlibatan yang rendah, karena tahapan ini menampung seluruh cakupan pertimbangan yang muncul saat seorang konsumen menghadapi pembelian baru dengan keterlibatan yang tinggi. Berikut merupakan lima tahap proses pembelian konsumen: 1. Pengenalan kebutuhan Proses pembelian dimulai saat konsumen mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan konsumen dapat dipengaruhi oleh rangsangan internal atau rangsangan eksternal. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen, pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu kategori produk. 2. Pencarian informasi
22
Setelah mengenali kebutuhannya, maka konsumen akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian yang menguat.Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk.Pada tingkat selanjutnya, konsumen itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi yaitu mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk.Pemasar perlu mengetahui sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu: a. Sumber pribadi; keluarga, teman, tetangga, kenalan. b. Sumber komersial; iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko. c. Sumber publik; media massa, organisasi penentu peringkat konsumen. d. Sumber pengalaman; penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. 3. Evaluasi Alternatif Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model yang terbaru memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk terutama secara sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar untuk memahami proses evaluasi konsumen, yaitu: Pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu
23
dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 4. Keputusan pembelian Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan.Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk membeli produk yang paling disukai. Ada enam keputusan yang dilakukan oleh pembeli, yaitu: a. Pilihan Produk Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Dalam hal ini perusahaan harus memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli sebuah produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan. b. Pilihan Merek Konsumen harus mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek. c. Pilihan penyalur Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur bisa dikarenakan faktor lokasi yang dekat, harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja, keluasan tempat dan lain sebagainya.
24
d. Waktu pembelian Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian bisa berbeda-beda, misalnya : ada yang membeli setiap hari, satu minggu sekali, dua minggu sekali, tiga minggu sekali atau sebulan sekali. e. Jumlah pembelian Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari satu.Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli. f. Metode pembayaran Konsumen dapat mengambil keputusan tentang metode pembayaran yang akan dilakukan dalam pengambilan keputusan konsumen menggunakan produk atau jasa. Saat ini keputusan pembelian dipengaruhi oleh tidak hanya aspek budaya, lingkungan, dan keluarga, keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan dalam transaksi pembelian. 5. Perilaku pascapembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan berlanjut hingga periode pascapembelian. Pemasar harus memantau tiga hal, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kepuasan pascapembelian
25
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antara harapan dan kinerja anggapan produk.Jika kinerja tidak memenuhi harapan maka konsumen merasa kecewa, jika memenuhi harapan maka konsumen merasa puas, dan jika melebihi harapan maka konsumen merasa sangat puas. Perasaan seperti itu akan menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali dan membicarakan hal-hal menyenangkan atau tidak menyenangkan tentang produk tersebut kepada orang lain. b. Tindakan pascapembelian Jika konsumen merasa puas, konsumen mungkin ingin membeli produk tersebut kembali. Di pihak lain, konsumen yang merasa kecewa mungkin mengabaikan atau mengembalikan produk. c. Penggunaan dan penyingkiran pascapembelian Pemasar juga harus mengamati bagaimana pembeli menggunakan dan menyingkirkan produk.pendorong kunci frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk yaitu semakin cepat pembeli mengkonsumsi sebuah produk, maka semakin cepat mereka kembali ke pasar untuk membelinya kembali.
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternat if
Keputusan Pembelian
Gambar 2.1 Model Lima Tahap Proses Keputusan Pembelian Sumber: Kotler &Amstrong (2012: 185)
Perilaku Pascapembelian
26
2.2. Kerangka Pemikiran Citra merek adalah seluruh persepsi dan keyakinan yang diperoleh konsumen, yang terekam dalam memori konsumen lalu direfleksikan atau diterjemahkan ke dalam asosiasi-asosiasi tertentu saat mengingat suatu merek Keller (2008; 51). Dimensi citra merek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kerangka citra merek berbasis konsumen menurut pendapat Simamora (dalam Wijaya) yang terdiri dari: Citra pembuat yang meliputi popularitas, kredibilitas, dan jaringan perusahaan. Kedua adalah citra pemakai yang terdiri dari pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, dan status sosialnya. Dimensi ketiga adalah evaluasi keseluruhan (sikap). Maslin Sihotang(2011) dan Praba Sulistyawati (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh citra merek produk Sophie Martin dan Laptop Merek Acer, dan hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan antara citra merek terhadap keputusan pembelian produk Sophie Martin dan Laptop Merek Acer adalah cukup kuat dan searah. Ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara citra merek dengan keputusan pembelian. Kotler & Amstrong (2012:314) mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang untuk produk atau jasa, atau sejumlah nilai yang pelanggan tukarkan untuk mendapatkan keuntungan dari mempunyai atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Dimensi harga dari Pepadri (2002:15). yaitu price consciousness dan value of money. Indikator yang digunakan adalah kesesuaian pengorbanan, kewajaran
27
harga, perkiraan harga, harga sesuai dengan manfaat produk, harga kompetitif dan mencari harga yang relatif lebih murah. Hasil penelitian Andre Kitananda (2009), yang meneliti tentang pengaruh kualitas produk dan harga terhadap keputusan pembelian sepeda motor Kawasaki Blitz pada PT. SINAR GEMALA SAKTI SEMARANG TIMUR menyatakan harga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Keputusan pembelian adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan pembelian, Kotler&Amstrong (2012:226). Dalam penelitian ini menggunakan proses pengambilan keputusan membeli model lima tahap Kotler dan Keller (2012: 159174), yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.
Citra Merek (X1) H1
H3 H2
Harga (X2)
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber : Data diolah peneliti
Keputusan Pembelian (Y) 1.
28
2.3. Hipotesis Dalam penelitian ini, hipotesis yang akan diuji adalah yang berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun perumusan hipotesis atas pengujian yang dilakukan di sini adalah sebagai berikut: H1
:Terdapat
pengaruh citra merek terhadap keputusan pembelian sepeda
motor Honda Megapro. H2 :Terdapat pengaruh Harga terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda Megapro. H3
:Terdapat
pengaruh citra merek dan Harga terhadap keputusan pembelian
sepeda motor Honda Megapro.