6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya, kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah methana dan karbon dioksida (Fadli dkk., 2013) Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urin (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana (Rahayu dkk., 2009). Biogas yang dihasilkan dari plant pencerna anaerobik dengan komposisi utama metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dengan sejumlah kecil hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3). Konsentrasi tipis juga terdapat dalam biogas berupa hidrogen (H2), nitrogen (N2), karbon monoksida (CO), dan oksigen (O2). Biasanya biogas dijenuhkan oleh kandungan uap air dan mungkin juga partikel (Arslan, 2008). Sifat-sifat komponen gas utama tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. CH4 gas yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang berguna. Gas ini tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara. Pembakaran CH4 dikonversi menjadi molar ekivalen dari CO2 dan air. b.
CO2 adalah gas inert yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari dari udara. CO2 merupakan gas yang agak beracun, sebagai asphyxiant dan memiliki occupational exposure standar (OES) 5000 ppm. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah.
c.
H2S suatu gas yang tidak berwarna. Karena lebih berat dari udara H2S ekstra berbahaya pada tempat-tempat rendah. Pada konsentrasi rendah gas ini
7
memiliki bau khusus seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi, akan lebih berbahaya karena tidak berbau. Dengan sifat racunnya hidrogen sulfida ditetapkan OES 10 ppm. Selain itu H2S juga bersifat korosif yang dapat menyebabkan problem dalam proses pembakaran dari biogas. Dalam pembakarannya H2S akan dikonversi menjadi SO2, yang juga beracun dan menyebabkan asidifikasi. d. NH3 adalah gas pungent dan lachrymatory yang lebih ringan dari udara. OES ditetapkan 10 ppm. Pembakaran gas ini dihasilkan NOx. Umumnya, konsentrasi NH3 dalam biogas rendah. e. Uap air, walaupun merupakan hasil tidak berbahaya, akan menjadi korosif jika berkombinasi dengan NH3, CO2 dan khususnya H2S dari biogas. Maksimum kandungan air dalam biogas dikembangkan karena temperatur gas. Bila biogas berair jenuh meninggalkan digester, dengan pendinginan akan menghasilkan kondensasi air (Arslan, 2008). Kandungan biogas didominasi oleh gas metana (CH4) yang merupakan hasil sampingan dari proses degradasi bahan organik, seperti kotoran ternak, manusia, sampah, dan sisa-sisa limbah lainnya. Pemanfaatan kotoran ternak selain dapat menghasilkan biogas untuk bahan bakar, juga membantu kelestarian lingkungan dan memperoleh manfaat-manfaat lain seperti pupuk yang baik untuk tanaman, mencegah lalat, dan bau tidak sedap yang berarti ikut mencegah sumber penyakit (Wibowo dkk., 2013). Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas dipaparkan pada tabel berikut. Table 2.1 Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas
No
Komponen
%
1
Metana (CH4)
55-75
2
Karbondioksida (CO2)
25-45
3
Nitrogen (N2)
0-0,3
4
Hidrogen (H2)
1-5
5
Hidrogen Sulfida (H2S)
0-3
6
Oksigen (O2)
Sumber : (Fadli, 2013)
0,1-0,5
8
Konsentrasi kotoran (metana, karbon dioksida, air, hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, amonia, siloxanes dan partikel) tergantung pada komposisi substrat dari mana gas itu berasal. Ketika mengalir keluar dari digester, biogas bersifat jenuh dengan uap air, dan air ini menyebabkan korosi di pipa. Air dapat dihilangkan dengan pendinginan, kompresi, absorpsi atau adsorpsi. Dengan meningkatkan tekanan atau penurunan suhu, air akan kondensat dari biogas dapat dihilangkan. Pendinginan dapat hanya dicapai dengan menanam saluran gas dilengkapi dengan perangkap kondensat dalam tanah. Air juga bisa dihilangkan dengan menggunakan adsorpsi saringan molekuler, SiO2, atau karbon aktif. Bahan ini biasanya diregenerasi dengan pemanasan atau penurunan tekanan (Surata dkk., 2013). 2.2 Proses Pembentukan Biogas Biogas
secara
karakteristik
fisik
merupakan
gas,
karena
itu
proses
pembentukannya membutuhkan ruangan dalam kondisi kedap atau tertutup agar stabil. Pada prinsipnya biogas terbentuk melalui beberapa proses yang berlangsung dalam ruang yang anaerob atau tanpa oksigen. Proses yang berlangsung secara anaerob dalam tempat tertutup ini juga memberikan keuntungan secara ekologi karena tidak menimbulkan bau yang menyebar kemana-mana (Wahyuni, 2013). Apabila diuraikan dengan terperinci, secara keseluruhan terdapat tiga proses utama dalam pembentukan biogas, yaitu proses hidrolisis, pengasaman (asidifikasi), dan metanogenesis. Keseluruhan proses ini tidak terlepas dari bantuan kinerja mikroorganisme anaerob. a. Hidrolisis Hidrolisis merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Tahap ini merupakan penguraian bahan organik dengan senyawa kompleks yang memiliki sifat mudah larut seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap ini juga dapat diartikan sebagai perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis diantaranya senyawa asam organik, glukosa, etanol, CO2 dan senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa ini akan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas fermentasi.
9
b. Pengasaman (Asidifikasi) Senyawa-senyawa yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan dijadikan sumber energi bagi mikroorganisme untuk tahap selanjutnya, yaitu pengasaman atau asidifikasi. Pada tahap ini bakteri akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat beserta produk sampingan berupa alkohol, CO2, hydrogen, dan zat ammonia. c. Metanogenesis Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano bactherium akan mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi gas metan, karbondioksida, dan air yang merupakan kamponen penyusun biogas (Wahyuni, 2013). 2.3 Hidrogen Sulfida Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas pengotor yang terdapat dalam gas-gas komersial. Hidrogen sulfida merupakan gas yang berbau dan mematikan serta sangat korosif bagi berbagai jenis logam, sehingga membatasi penggunaannya untuk bahan bakar pada mesin. Hasil pembakaran gas yang mengandung H2S menghasilkan belerang dan asam sulfat yang sangat korosif terhadap logam. Kandungan H2S mencapai 200 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30 menit. Standar keamanan dan kesehatan memberikan ijin maksimum pada tingkat 20 ppm. Gas hidrogen sulfida (H2S) yang terkandung dalam gas hasil fermentasi mengurangi umur pakai (lifetime) dari system pemipaan pada instalasi yang menggunakan biogas. Gas ini juga beracun dan sangat korosif untuk sebagian besar jenis logam yang terbuat dari besi. Jika Hidrogen sulfida yang terkandung dalam biogas terbakar maka akan berubah menjadi sulphur oksida yang akan menyebabkan korosi pada komponen yang terbuat dari logam dan membuat minyak pelumas mesin menjadi asam jika digunakan misalnya pada mesin CHP (combines heat and power generation). Agar dapat mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh hidrogen sulfida maka gas ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi kandungannya (Metty dkk., 2012).
10
2.3.1 Sifat dan Karakteristik Gas H2S Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik antara lain : - Tidak berwarna tetapi mempunyai bau khas seperti telur busuk pada konsentrasi rendah sehingga sering disebut sebagai gas telur busuk. - Merupakan jenis gas beracun. - Dapat terbakar dan meledak pada konsentrasi LEL (Lower Explosive Limit) 4.3% (43000 PPM) sampai UEL (Upper Explosive Limite) 46% (460000 PPM) dengan nyala api berwarna biru pada temperature 500 oF (260 oC). - Berat jenis gas H2S lebih berat dari udara sehingga gas H2S akan cenderung terkumpul di tempat / daerah yang rendah. Berat jenis gas H2S sekitar 20 % lebih berat dari udara dengan perbandingan berat jenis H2S : 1.2 atm dan berat jenis udara : 1 atm. - H2S dapat larut (bercampur) dengan air (daya larut dalam air 437 ml/100 ml air pada 0 oC; 186 ml/100 ml air pada 40 oC). - H2S bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat pada peralatan logam
(Elnusa, 2015).
2.3.2 Efek Fisik Gas H2S Terhadap Manusia Efek fisik gas H2S terhadap manusia tergantung dari beberapa faktor, diantaranya adalah : a. Lamanya seseorang berada di lingkungan paparan H2S. b. Frekuensi seseorang terpapar. c. Besarnya konsentrasi H2S. d. Daya tahan seseorang terhadap paparan H2S.
11
Tabel 2.2 Tingkat konsentrasi H2S dan efek fisik gas H2S
Tingkat H2S Efek pada manusia (PPM) 0,13 Bau minimal yang masih terasa 4,6
Mudah dideteksi, bau yang sedang
10
Permulaan iritasi mata dan mulai berair
27
Bau yang tidak enak dan tidak dapat ditoleransi lagi
100
Batuk-batuk, iritasi mata dan indera penciuman sudah tidak berfungsi
200 – 300
Pembengkakan mata dan rasa kekeringan di tenggorokan
500 – 700
Kehilangan kesadaran dan bisa mematikan dalam waktu 30 menit - 1 jam
Lebih dari 700
Kehilangan kesadaran dengan cepat dan berlanjut kematian
Sumber: (Elnusa, 2015).
2.4 Baterai Baterai kering atau sel Leclanche tediri atas suatu silinder zink yang berisi pasta dari campuran batu kawi (MnO2), salmiak (NH4 Cl), karbon (C) dan sedikt air (jadi sel ini tidak 100% kering). Zn berfungsi sebagai anode, sedangkan katode digunakan elektrode inert, yaitu grafit yang dicelupkan di tengah-tengah pasta. Syarat agar suatu baterai dapat menghasilkan listrik adalah dengan adanya elektrolit . Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk ion-ion dan selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-atom bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa senyawa kimia lainnya. Baterai merupakan salah satu sumber energi yang sekali habis pakai. Baterai biasanya terdiri dari tiga komponen penting, yaitu batang karbon sebagai anoda (kutub positif), seng (Zn) sebagai katoda (kutub negatif), dan pasta sebagai elektrolit (penghantar). Salah satu komponen baterai yang dapat diperbaharui adalah pasta baterai. Baterai yang setelah pakai biasanya dibuang atau tidak dimanfaatkan lagi. Hal ini tentu saja tidak hemat dari segi energi maupun biaya. Selain itu baterai bekas yang dibuang ke tanah akan menghasilkan limbah yang sulit terurai secara alami. Ditambah lagi dari dampak yang ditimbulkan dari pasta baterai yang telah mencemari tanah, karena kandungan pasta baterai tersebut merupakan bahan-bahan kimia yang bersifat racun terhadap kesuburan tanah seperti kalium dan natrium (Puruhitachan, 2013).
12
2.5 Pengertian Serbuk Gypsum Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada mineralnya dan merupakan salah satu bahan galian industri. Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat dengan rumus kimia CaSO4.2H2O. Gypsum adalah salah satu dari beberapa mineral yang teruapkan. Contoh lain dari mineral-mineral tersebut adalah karbonat, borat, nitrat, dan sulfat. Mineral-mineral ini diendapkan di laut, danau, gua dan di lapisan garam karena konsentrasi ion-ion oleh penguapan. Ketika air panas atau air memiliki kadar garam yang tinggi, gypsum berubah menjadi basanit (CaSO4.H2O) atau juga menjadi anhidrit (CaSO4). Dalam keadaan seimbang, gypsum yang berada di atas suhu 108 °F atau 42 °C dalam air murni akan berubah menjadi anhidrit. Klasifikasi: Gypsum secara umum mempunyai kelompok yang terdiri dari gypsum batuan, gipsit alabaster, satin spar, dan selenit. Gypsum juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya, yaitu endapan danau garam, berasosiasi dengan belerang, terbentuk sekitar fumarol vulkanik, efflorescence pada tanah atau gua-gua kapur, tudung kubah garam, penudung gossan oksida besi (gossan) pada endapan pirit di daerah batu gamping (Rfan, 2012). Adapun komposisi kimia bahan gypsum adalah: 1. Calsium (Ca) : 23,28 % 2. Hidrogen (H) : 2,34 % 3. Calsium Oksida (CaO) : 32,57 % 4. Air (H O) : 20,93 % 2
5. Sulfur (S) : 18,62 % Istilah gypsum sering dikaitkan dengan plafon, papan gipsum atau gypsum board merupakan material pelapis interior untuk dinding pembatas dan plafon gipsum, serta dapat diaplikasikan sebagai pelapis dinding bata. Saat ini, penggunaan papan gipsum untuk interior sudah semakin meluas, disebabkan oleh karakteristiknya yang tahan api dan finishing yang sangat baik, bobotnya pun ringan serta pengerjaan yang cepat dan kering. Gypsum board ini juga dikenal sebagai drywall/sheetrock atau papan gypsum/dinding gypsum. Seiring dengan perkembangan teknologi seni dan budaya
13
gypsum tidak hanya menjadi kebutuhan industri papan gypsum tetapi para pengerajin patung dan topeng juga memanfaatkan gypsum karena mudah di bentuk dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk proses pembuatannya.
2.6 Reaksi Karbon (C) dengan Hidrogen Sulfida (H2S) Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dan nomor atom 6 pada table periodik. Karbon terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan pada manusia, karbon merupakan unsur paling berlimpah kedua (sekitar 18,5%) setelah oksigen. Keberlimpahan karbon ini, bersamaan dengan keanekaragaman senyawa organik dan kemampuannya membentuk polimer membuat karbon sebagai unsur dasar kimiawi kehidupan. Menurut (Feng Wengou dkk., 2006) ada tiga mekanisme yang menjelaskan hidrogen sulfida pada permukaan karbon aktif: • Penambahan karbon aktif : C + H2S = C-S + H2 .........................................................
(2.1)
• Pergantian oksigen : C-O + H2S = C - S + H2O....................................
(2.2)
• Reaksi dalam logam : C-M + H2S = C-M-S + H2 ......................................................
(2.3)
Sedangkan menurut (Cal M.P dkk., 1999) tiga mekanisme reaksi utama untuk menghilangkan H2S dengan karbon : • C + H2S → C-S + H2O.......................................................................................................................
(2.4)
• C-O + H2S → C-S + H2 ....................................................................................................................
(2.5)
• C-M + H2S → C-M-S + H2 ............................................................................................................
(2.6)
Adsorpsi merupakan suatu proses kimia ataupun fisika yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (disebut: zat penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan film (disebut: zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Dengan demikian dapat disimpulkan: • Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. • Adsorbat adalah senyawa terlarut yang dapat terserap. • Adsorben adalah padatan dimana di permukaannya terjadi pengumpulan senyawa yang diserap.