BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Sumber Daya Manusia
2.1.1
Pengertian SDM Pengertian SDM dibagi menjadi tiga aspek (Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, p.37): 1. SDM
adalah
orang
yang
bekerja
dan
berfungsi
sebagai
aset
organisasi/perusahaan yang dapat dihitung jumlahnya (kuantitatif). Dalam pengertian ini fungsi SDM tidak berbeda dari fungsi aset lainnya, sehingga dikelompokkan dan disebut sebagai sarana produksi, sebagaimana sebuah mesin, komputer (sumber daya teknologi), investasi (sumber daya finansial), gedung, mobil (sumber daya material), dll. 2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/perusahaan. Setiap SDM berbeda-beda potensinya, maka kontribusinya dalam bekerja untuk mengkongkritkan
Rencana Operasional Bisnis menjadi kegiatan
bisnis tidak sama satu dengan yang lain. Kontribusinya itu sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing, harus dihargai antara lain dalam bentuk finansial. Dalam kenyataannya semakin tinggi keterampilan dan keahliannya maka semakin besar pula penghargaan finansial yang harus diberikan, yang berpengaruh pula pada biaya ( cost ) produksi sehingga SDM berfungsi juga sebagai sebuah investasi. 3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME, sebagai penggerak organisasi/perusahaan berbeda dengan sumber daya
19
20 lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya, mengharuskan sumber ddaya manusia diperlakukan berbeda dengan sumber daya lainnya. Dalam nilai – nilai kemanusiaan itu terdapat potensi berupa keterampilan dan keahlian dan kepribadian termasuk harga diri, sikap, motivasi, kebutuhan dll yang mengharuskan dilakukan perencanaan SDM, agar SDM yang di pekerjakan sesuai dengan kebutuhan organisasi/perusahaan. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi/perusahaan. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi/perusahaan dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.(Siagian, 2011, p.31) Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage.(Siagian, 2011, p.27)
2.1.2
Rekrutmen dan Seleksi Kualitas sumber daya manusia sebuah organisasi/perusahaan berawal dari ditentukannya kualitas calon – calon pekerja atau pelamar. Merupakan sebuah realita bahwa dalam suatu organisasi/perusahaan selalu terbuka kemungkinan
21 untuk terjadinya berbagai lowongan dengan aneka ragam penyebabnya. Misalnya karena perluasan kegiatan organisasi/perusahaan tercipta pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.(Siagian, 2011, p.101) Upaya mendapatkan calon-calon pekerja itu diawali dari rekrutmen, yaitu sebuah proses untuk menemukan dan menarik pelamar – pelamar yang berkemampuan untuk bekerja pada sebuah organisasi/perusahaan. Proses ini dimulai ketika organisasi/perusahaan mencari calon – calon pekerja baru dari berbagai sumber dengan beragam cara, dan berakhir pada saat lamaran kerja diserahkan. Hasil proses rekrutmen adalah sekelompok pelamar, yang nantinya akan diseleksi untuk mengisi kekosongan di posisi yang baru. (Marwansyah, 2010, p.106)
2.1.2.1
Rekrutmen Rekrutmen adalah proses menarik orang – orang atau pelamar yang mempunyai minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi atau jabatan tertentu. ( Marwansyah, 2010 p.106 ). Proses rekrutmen dimulai dengan upaya menemukan calon karyawan yang memiliki kemampuan dan sikap yang dibutuhkan oleh organisasi/perusahaan dan mencocokannya dengan tugas-tugas yang harus dijalankan. (Ivancevich, 2007 dalam Marwansyah, 2010, p.106). Berbagai langkah yang diambil dalam proses rekrutmen pada dasarnya merupakan salah satu tugas pokok para tenaga spesialis yang
22 berkarya dalam satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia. (Siagian, 2011, p.102) Perlu ditekankan bahwa kegiatan rekrutmen harus didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia karena dalam rencana tersebut telah ditetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelamar kerja. Akan tetapi harus ditekankan pula, bahwa perencanaan tidak selamanya menjadi titik tolak dalam bertindak. Para pemegang keputusan, dalam hal ini para manajer yang memimpin di satuan kerja tertentu, harus dimintai pendapat
dan
preferensinya
juga,
karena
merekalah
yang
akan
mempekerjakan tenaga baru itu. (Siagian, 2011, p.102) Para calon karyawan yang mengikuti proses rekrutmen tidak hanya dihadapkan pada persaingan sesama calon karyawan, tetapi juga kendala – kendala yang sering muncul antara lain adalah kendala yang bersumber dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan, kebiasaan para pencari tenaga kerja itu sendiri dan faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan dimana organisasi/perusahaan itu bergerak.(Siagian, 2011, p.104) Dalam proses rekrutmen, terdapat berbagai sumber rekrutmen. Menurut Marwansyah (2010, p.111), secara umum, sumber rekrutmen dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu : 1. Rekrutmen internal Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan menggunakan sumber internal atau karyawan yang sudah ada dalam perusahaan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam
23 rekrutmen internal, antara lain adalah job posting, refrensi pegawai dan rencana suksesi.(Marwansyah, 2010, p.111) 2. Rekrutmen eksternal Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan mencari tenaga kerja dari luar organisasi/perusahaan karena seringkali karyawan yang sudah ada tidak memenuhi kebutuhan rekrutmen
untuk
kepentingan
atau
tujuan
tertentu.
Rekrutmen eksternal biasanya dilakukan terutama bila organisasi/perusahaan perlu mengisi jabatan-jabatan entry level, memerlukan keahlian atau keterampilan yang belum dimiliki atau memerlukan pekerja dengan latar belakang yang
berbeda
untuk
mendapatkan
ide-ide
baru.
(Marwansyah, 2010, p.113) Berbagai sumber rekrutmen menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (2011 hlm 113-125) antara lain adalah 1. pelamar langsung yang datang ke organisasi/perusahaan tanpa mengetahui apakah di organisasi/perusahaan yang bersangkutan ada atau tidaknya lowongan yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman pelamar yang bersangkutan 2. lamaran tertulis yang dikirimkan oleh para pelamar 3. lamaran berdasarkan informasi orang dalam 4. melakukan pemasangan iklan 5. instansi pemerintah 6. perusahaan penempatan tenaga kerja
24 7. perusahaan pencari tenaga kerja profesional 8. lembaga pendidikan 9. organisasi profesi 10. serikat pekerja 11. balai latihan kerja milik pemerintah
2.1.2.2
Seleksi Apabila sekelompok pelamar sudah diperoleh melalui rekrutmen, maka proses seleksi dimulai. Proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen SDM. (Siagian, 2011, p.131) Tujuan setiap program seleksi dalah mengidentifikasikan para pelamar yang memiliki skor tinggi pada aspek-aspek yang diukur yang bertujuan untuk menilai pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau karakteristik penting lainnya yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pekerjaan dengan baik.(Marwansyah, 2010, p.128) Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (2011, p.137) dalam proses seleksi ada beberapa tahapan yang biasanya ditempuh, antara lain adalah : 1. penerimaan surat lamaran 2. penyelenggaraan ujian 3. wawancara seleksi 4. pengecekan latar belakang pelamar dan surat –surat refrensinya
25 5. evaluasi kesehatan 6. wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya 7. pengenalan pekerjaan, dan 8. keputusan atas lamaran. Agar dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam proses seleksi, maka sebuah tes dalam seleksi yang baik memiliki karakteristik antara lain : (Marwansyah, 2010, p.133) 1. Terstandarisasi, artinya memiliki keseragaman prosedur dan kondisi bagi semua peserta. 2. Obyektivitas, yang berarti untuk setiap jawaban yang sama harus diberikan hasil/nilai yang sama. 3. Memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk membandingkan prestasi seorang pelamar dengan pelamar lain, 4. Realibilitas yang berarti bahwa sebuah alat seleksi memberikan hasil yang konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini 5. Validitas Berarti bahwa alat seleksi berhubungan secara signifikan dengan kinerja atau dengan kriteria lain yang relevan Proses seleksi secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal organisasi misalnya kecepatan pengambilan keputusan, hierarki organisasi, jenis organisasi dan masa percobaan. Sedangkan faktor eksternal seperti peraturan, jumlah, komposisi, dan pasar tenaga kerja.(Siagian, 2011, p.132)
26 2.1.3
Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, pengembangan SDM dirancang untuk membantu individu, kelompok dan organisasi/perusahaan secara keseluruhan agar menjadi lebih efektif. Program ini diperlukan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan ini disebabkan tidak hanya oleh dinamika internal organisasi tetapi juga karena dinamika faktor – faktor eksternal. Perkembangan pengetahuan yang bersifat eksponensial dan perubahan sains yang berlangsung cepat telah menjadi kecenderungan global. (Marwansyah, 2010, p. 152) Kesenjangan antara kemampuan pekerja dan tuntutan pekerjaan yang berkembang itu otomatis memerlukan peningkatan dan penyesuaian pengetahuan dan keterampilan serta sikap pekerja atau dengan kata lain diperlukannya peningkatan profesionalisme SDM. Pelatihan dan pengembangan SDM itu sendiri bisa dipandang sebagai intisari dari sebuah upaya berkelanjutan yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja organisasi.(Bogardus, 2004 dalam Marwansyah 2010, p.153) Sedangkan menurut Wexley dan Latham pelatihan dan pengembangan sebagai
upaya
terencana
oleh
sebuah
organisasi
untuk
memfasilitasi
karyawannya dalam mempelajari perilaku yang terkait dengan pekerjaan. Istilah perilaku digunakan dalam arti luas, yang meliputi setiap pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh karyawan melalui praktik atau pengalaman langsung. Wexley dan Latham mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan memiliki satu atau lebih tujuan – tujuan berikut ini :
27 1. Meningkatkan kesadaran diri individu 2. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu bidang keahlian atau lebih 3. Meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memuaskan. ( Marwansyah 2010 hlm 156 ) Semisalnya SDM merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi/ perusahaan, salah satu implikasinya adalah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah di bidang sumber daya manusianya.(Siagian, 2011, p.181) Dalam sebuah organisasi/perusahaan, terdapat paling sedikit tujuh manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan, antara lain adalah (Siagian, 2011, p.183) : 1. Peningkatan produktivitas kerja perusahaan 2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan 3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena
melibatkan
para
pegawai
yang
bertanggung
jawab
menyelenggarakan kegiatan operasional. 4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam perusahaan dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi. 5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif 6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif
28 7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang berdampak pada tumbuhnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan anggota. Namun semua itu juga bergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi pelatihan dan pengembangan SDM, yaitu dukungan dari manajemen puncak yang bersifat konkret dan perlu dikomunikasikan dengan seluruh bagian organisasi. Komitmen para spesialis dan generalis dalam pengelolaan sumber daya manusia, kompleksitas organisasi/perusahaan, gaya belajar dan kinerja masing – masing fungsi manajemen SDM lainnya juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Selain itu perkembangan teknologi yang tidak hanya memberikan dampak terhadap identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan, tetapi juga terhadap pemilihan metode pelatihan yang akan digunakan. (Marwansyah,2010, p.156-157) Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk memberikan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, antara lain adalah : (Desler, 2010, hlm 285-295) 1. On The Job Training Yaitu dengan cara meminta seseorang untuk mempelajari pekerjaan itu dengan mengerjakannya langsung. Yang paling dikenal adalah dengan metode Coaching ( membimbing ) atau Understudy (sambil belajar). 2. Magang Adalah suatu proses terstruktur dimana orang menajdi pekerja yang terampil melalui kombinasi dari pelajaran dikelas dan pelatihan langsung di pekerjaan.
29 3. Belajar Secara Informal Proses
belajar
dimana
seorang
karyawan
mempelajari
tentang
pekerjaannya tidak melalui pelatihan formal, melainkan dari perangkat informal dan dengan cara berkolaborasi dengan koleganya. 4. Job Instruction Training Kelompok pekerjaan yang terdiri dari sebuah rangkaian langkah logis yang diajarkan secara bertahap. 5. Pengajaran Merupakan cara yang cepat jika ingin memberikan pelatihan kepada sekelompok orang yang akan dilatih. 6. Pelajaran yang terprogram Adalah
metode
belajar
sendiri
langkah
demi
langkah
sampai
menyelesaikan program latihan dan mencapai target pembelajaran 7. Teknik pelatihan kemampuan membaca dan menulis Yang diujikan kembali adalah teknik kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. 8. Pelatihan dengan perangkat audio visual Adalah teknik pelatihan dengan menggunakan rangkaian audiovisual seperti film, PowerPoint video konfrensi, kaset audio dan kaset video dapat menjadi sangat efektif pada beberapa kondisi dan situasi pembelajaran.
30 9. Pelatihan dengan simulasi Adalah suatu metode dimana orang yang dilatih belajar dengan peralatan yang sebenarnya atau dengan simulasi yang akan digunakan dalam pekerjaan, tetapi sebenarnya mereka dilatih di luar pekerjaan. 10. Pelatihan Berbasis komputer Orang yang ingin melakukan training, dilatih menggunakan sistem berbasis komputer untuk secara interaktif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan komputer. 11. Sistem pendukung kinerja elektronik Merupakan sebuah sistem yang terdiri sebuah kumpulan peralatan dan tampilan komputer yang mengotomatisasi pelatihan, dokumentasi, dan dukungan telepon, mengintegrasikan otomatisasi ini ke dalam aplikasi dan memberikan pendukung yang lebih cepat, lebih murah dan lebih efektif daripada metode tradisional.
2.1.4
Perencanaan Karir Saat ini realita yang dihadapi adalah bahwa setiap orang harus mengalami perubahan tempat kerja dalam satu kali masa kerja mereka. Melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatankesempatan yang secara realistis tersedia. Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan karir individual (individual
31 career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational career planning). (Marwansyah, 2010, p.207) Perencanaan
karir
individual
dan
organisasional
tidaklah
dapat
dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu yang rencana karir individualnya tidak dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat individu tersebut akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi/perusahaan perlu membantu karyawan dalam perencanaan karir sehingga keduanya dapat saling memenuhi kebutuhan. (Marwansyah, 2010, p.208) Perencanaan karir individual (individual career planning) terfokus pada individu yang meliputi latihan diagnostik, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan jati diri dari segi potensi dan kemampuannya. Prosedur ini meliputi suatu pengecekan realitas untuk membantu individu menuju suatu identifikasi yang bermakna dari kekuatan dan kelemahannya dan dorongan memimpin kekuatan dan mengoreksi kelemahan.(Marwansyah, 2010, p.216)
2.1.5
Pengembangan Karir Pengembangan karir (seperti promosi) sangat diharapkan oleh setiap pegawai, karena dengan pengembangan ini akan mendapatkan hak – hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material misalnya, kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sedangkan hak-hak yang tidak bersifat non material misalnya status sosial, perasaan bangga dan sebagainya.(Marwansyah, 2010, p.220)
32 Menurut Marwansyah (2010, p. 220) pengembangan karir (career development)
adalah
kegiatan
yang
meliputi
aktivitas-aktivitas
untuk
mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal. 2. Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager. 3. Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru. 4. Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional. Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning) dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan
33 atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan karir/manajemen karir.(Marwansyah, 2010, p.221) Perencanaan karir (career planning) adalah suatu proses dimana individu dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah - langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuantujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. (Marwansyah, 2010, p. 223) Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang - orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. Manajemen karir merupakan proses berkelanjutan dalam penyiapan, penerapan, dan pemantauan rencanarencana karir yang dilakukan oleh individu seiring dengan sistem karir organisasi. Pendapat lain yang signifikan dengan teori pengembangan karir di atas menyebutkan bahwa pengembangan karir pada dasarnya meliputi dua proses utama, yaitu perencanaan karir dan manajemen karir (Irianto, 2001: 92). Perencanaan karir terfokus pada individu/pegawai, sedangkan manajemen karir terfokus pada organisasi. Manfaat perencanaan karir bagi pegawai adalah setiap individu/pegawai dapat memahami dan mengidentifikasi tujuan karir yang diinginkan.
Sementara
itu,
manfaat
bagi
organisasi
adalah
dapat
mengkomunikasikan peluang karir pada para karyawan dan memperoleh
34 kesesuaian yang lebih baik antara aspirasi karyawan dengan peluang organisasi. (Irianto, 2001, p.93)
2.2
Pengambilan Keputusan
2.2.1
Definisi Pengambilan Keputusan Sebelum kita membicarakan tentang pengambilan keputusan, ada baiknya kita mengetahui apa itu keputusan. Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang sedang dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. (Supranto, 2009, p.2) Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Dalam sebuah organisasi/perusahaan, keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations. Menurut Marimin dan Nurul, pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dilaksanakan seseorang berdasarkan pengetahuan dan informasi yang ada, dengan harapan sesuatu akan terjadi.(Marimin dan Nurul Maghfiroh, 2010, p.16)
35 Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada. Suatu keputusan tidak akan memiliki tingkat keakuratan yang kuat jika tidak didukung dengan berbagai informasi yang ada, berbagai input informasi yang diterima, dianalisis secara komprehensif oleh pihak manajemen perusahaan untuk dibentuk suatu rekomendasi keputusan yang bersifat alternatif dan selanjutnya alternatif keputusan yang ditawarkan
itu
dipilih yang terbaik. (Irham, 2011, p.1)
2.2.2
Komponen Pengambilan Keputusan Dalam sebuah organisasi/perusahaan, pengambilan keputusan adalah hal yang sangat krusial, karena akan berdampak pada perusahaan sekarang dan di masa yang akan datang. Secara garis besar, komponen pengambilan keputusan terdiri dari : (Supranto, 2009, p.17-19) 1. Penetapan Tujuan Sebelum melakukan pengambilan keputusan, terlebih dahulu kita harus mengetahui untuk apa keputusan itu dibuat atau dengan kata lain adalah tujuannya. Dalam mengambil keputusan, harus dilihat kemampuan untuk memenuhi tujuan yang diinginkan. Hal tersebut diperlukan, karena selalu ada alternatif lain dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
36 2. Identifikasi Alternatif Setelah menetapkan tujuan, maka yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh alternatif yang ada. Karena dalam pencapaian tujuan, banyak alternatif yang bisa digunakan yang terlebih dahulu sudah dipertimbangkan segala kemungkinan yang diakibatkan
dan
kegagalan
atau
keberhasilan
dalam
implementasinya. Perlu untuk diingat bahwa dalam menentukan alternatif – alternatifnya, keberhasilan dalam mengidentifikasi alternatif tidak menutup kemungkinan justru akan menimbulkan persoalan baru. 3. Uncontrolable events Kita tidak bisa menetukan secara pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun, kita dapat mengantisipasinya sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Demikian pula sebuah keputusan yang dibuat, keberhasilan atas suatu alternatif yang dipilih belum diketahui selagi keputusan itu belum dilaksanakan. Keputusan yang dibuat saat ini kedepannya akan berdampak yang tidak menutup kemungkinan akan menghambat keputusan tersebut. Dalam hal ini, pemimpin dituntut mampu untuk memprediksi segala kemungkinan yang terjadi.
4. Sarana untuk mengukur hasil Agar dapat mengetahui dengan baik keberhasilan pelaksanaan keputusan,
diperlukan
alat/sarana
tertentu
yang
dapat
37 mengukurnya. Alat/sarana ukur ini selanjutnya akan digunakan sebagai pembanding antara rencan tujuan dengan realisasi implentasi keputusan. Jika antara realisasi dan tujuan sudah sesuai, berarti keputusan tersebut sudah benar, berlaku sebaliknya.
Sedangkan menurut Marimin dan Nurul, komponen – komponen yang harus ada dalam pengambilan keputusan berbasis analisa adalah : ( Marimin dan Nurul Maghfiroh, 2010, p.18-21) 1. Alternatif keputusan Alternatif keputusan adalah pilihan keputusan yang jumlahnya lebih dari satu yang menjadi pertimbangan dalam mencapai tujuan dari pengambilan keputusan. 2. Kriteria keputusan Adalah pertimbangan dalam penetapan alternatif keputusan. 3. Bobot kriteria Adalah skor atau nilai setiap kriteria yang menggambarkan tinggi rendahnya kepentingan kriteria tersebut dalam proses pengambilan keputusan. 4. Model penilaian Model penilaian merupakan suatu bentuk untuk mengevaluasi dan memilih alternatif terbaik berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Model penilaian dapat berupa skala ordinal, interval, rasio ataupun perbandingan berpasangan. Penggunaan skala penialain berdasarkan pada model yang digunakan.
38 5. Struktur keputusan Struktur keputusan adalah hubungan antara elemen – elemen dalam proses
pengambilan
keputusan
yang
membantu
melakukan
pengambilan keputusan. Struktur keputusan terdiri dari matrik keputusan dan hierarki keputusan. a. Matrik keputusan Matrik keputusan adalah tabel yang digunakan untuk membandingkan berbagai alternatif berdasarkan kriteria. Matrik keputusan digunakan untuk melakukan pemilihan di antara beberapa alternatif yang memenuhi atau tidak memenuhi kriteria. b. Hierarki keputusan Hierarki adalah lata yang paling mudah untuk melakukan pemahaman terhadap suatu masalah yang kompleks. Masalah tersebut
diuraikan
kadalam
elemen
–
elemen
yang
bersangkutan, menyusun, elemen tersebut secara hierarki, lalu melakukan
penilaian
terhadap
elemen
tersebut
dan
menentukan keputusan yang akan di ambil. 6. Model Penghitungan Model
penghitungan
adalah
metode
yang
digunakan
untuk
pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk. Model perhitungan dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain adalah jumlah level hierarki kriteria,
39 keseragaman penilaian alternatif pada tiap kriteria, dan skala penilaian.
2.2.3
Dasar Pengambilan Keputusan 2.2.3.1
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu : 1. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan. 2. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan. Pengambilan
keputusan
yang
berdasarkan
intuisi
membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh seorang pengambil keputusan yang berdasarkan pada intuisi yaitu pada saat kemampuannya terbatasi dan tidak mampu menjangkau yang diiginkan. (Irham, 2011, p.124)
40 2.2.3.2
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit. Model ilmu manajemen dapat dipergunakan untuk menghasilkan informasi tambahan. Penggunaan komputer untuk pengambilan keputusan setiap hari menjadi sangat penting, bahkan untuk suatu organisasi kecil pun dapat menerapkan ilmu manajemen secara efektif.(Supranto, 2009, p.25-26)
2.2.3.3
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan
keputusan
yang
berupa
dokumentasi
pengalaman-
pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih
41 sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
2.2.3.4
Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.(Supranto, 2009, p.6-7)
42 2.2.4
Empat Kategori Keputusan Pada umumnya
suatu keputusan dibuat
untuk memecahkan
permasalahan suatu persoalan (problem solving). Inti dari pengambilan keputusan terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi mengenai sesuatu yang dapat dijadikan dasar untuk pembuatan keputusan. Selanjutnya ada empat kategori keputusan, yaitu: 1) Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty), terjadi apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersedia/lengkap; 2) Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk), terjadi apabila hasil pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai kemungkinannya/peluangnya; 3) Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty) terjadi jika pengambil keputusan tidak tahu sama sekali hasil keputusan yang diambilnya karena hal yang akan diputuskan belum pernah terjadi sebelumnya; 4) Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict), terjadi jika dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi kompetitif. Oleh karena itu, penulis anggap perlu untuk menyajikan teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam semua hal mulai dari keputusan jalur distribusi, pemilihan suplier, tender, bahkan sampai pada proses pemilihan pegawai dan penempatan pegawai.
2.2.4.1 Keputusan Dalam Keadaan Ada Kepastian ( certainty ) Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty), terjadi apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersedia/lengkap.
43 Pemecahan dari keputusan yang diambil bersifat deterministic. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan ada kepastian, antara lain: 1. Linear Programming Yaitu salah satu teknik untuk menyelesaikan masalah optimasi (maksimasi atau minimasi) dengan menggunakan persamaan dan pertidaksamaan linear dalam rangka mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan pembatas-pembatas (constrains) yang ada. Persoalan
linear
programming
dapat
diselesaikan
dengan
menggunakan metode grafik, aljabar dan simpleks. (Supranto, 2009, p.30-57) 2. Persoalan Transportasi Berkaitan bagaimana cara menentukan jumlah barang/objek (xij) yang harus dikirimkan dari setiap sumber (i) ke setiap tujuan (j) sedemikian hingga biaya transportasi total dapat diminimumkan. Jadi dalam persoalan transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sejumlah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan agar biaya transportasi seminimal mungkin. Persoalan transportasi dapat diselesaikan dengan menggunakan: a. Vogel’s Approximation Method (VAM) b. Nort West Corner Rule (NWCR) c. Stepping Stone Method d. Modified Distribution Method (MODI).
44 Dua metode terakhir digunakan untuk memperbaiki hasil perhitungan dengan menggunakan VAM atau NWCR jika nilai optimasi belum tercapai. (Supranto, 2009, p.121-143) 3. Persoalan Penugasan (assignment problem) Berkaitan dengan bagaimana cara mendistribusikan pekerjaan terhadap orang/mesin yang ada sedemikian sehingga biaya yang dikeluarkan minimum. Persoalan penugasan dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Hunggaria (Hungarian method). (Supranto, 2009, p.154 – 171)
2.2.4.2 Keputusan Dalam Keadaan Tidak Ada Kepastian ( uncertainty ) Keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian terjadi jika pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengetahui peluang kejadian tersebut. Pengambilan keputusan dalam keadaan tak ada kepastian merupkan keadaan yang tidak diinginkan, akan tetapi justru situasi semacam ini yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian, antara lain: 1. Kriteria Laplace Oleh karena peluang terjadinya beberapa kejadian tidak pasti di waktu yang akan datang tidak diketahui, maka salah satu pendekatan yang bisa dipergunakan adalah dengan memberi nilai yang sama bagi setiap kejadian, yaitu sebesar 1/k. Selanjutnya hitung harapan payoff untuk masing-masing alternative. Alternatif dengan nilai harapan terbesar merupakan keputusan yang harus diambil. Jadi
45 pada criteria Laplace digunakan asumsi bahwa peluang antar kejadian tak pasti sama, kemudian digunakan nilai harapan pay off terbesar (maksimum). (Supranto, 2009, p.301) 2. Kriteria Maximin Wald Kriteria maximin Wald didasarkan pandangan yang sangat pesimis (pengambil keputusan menghindari resiko yang akan muncul) untuk suatu hasil yang akan dicapai pada waktu yang akan dating. Dengan demikian kita harus mengharapkan hasil terjelek (the worst out come) bagi setiap alternative tidakan yang akan dipilih. Sehingga, payoff yang minimum untuk alternative dibandingkan dan alternative yang memberikan payoff maksimum diantara payoff yang minimum tersebut harus dipilih. Jadi pada criteria maksimin Wald didasarkan asumsi
bahwa
pandangan
pesimistik
akan
memaksimumkan
kemungkinan pay off minimum. (Supranto, 2009, p.301) 3. Kriteria Maximax Kriteria maximax didasarkan pandangan yang sangat optimis, sikap yang agresif, optimis mengenai hasil yang akan dicapai di eaktu terbesar (maximum) di antara yang terbesar. Jadi pada criteria maksimaks
didasarkan
pada
pandangan
optimistic
dan
memaksimumkan kemungkinan pay off maksimum. (Supranto, 2009, p.302)
46 4. Kriteria Dominan Kriteria diminan sangat berguna untuk mengurangi atau memperkecil jumlah alternative yang mungkin terlalu banyak. Akan tetapi criteria ini tidak selalu menghasilkan alternative tindakan optimum yang unik. Suatu alternative dikatakan didominasi (dominated) jika ada alternative lain yang menghasilkan suatu pay off yang lebih tinggi (hasil yang lebih menguntungkan) tanpa memperhatikan kejadian apapun yang terjadi. Selanjutnya kita hapus alternative-alternatif yang telah terdominasi oleh alternative lain. Jika setelah proses penghapusan tinggal satu alternative maka alternative yang tidak tehapuskan itu merupakan alternative terbaik merupakan alternative optimum yang harus dipilih. Akan tetapi apabila sisa alternative masih lebih dari satu maka criteria seperti maximin, maximax atau Laaplace dapat digunakan. (Supranto, 2009, p.303) 5. Kriteria Hurwics Merupakan criteria hasil kompromi antara criteria maximin dan maximax. Hurwics mengusulkan suatu koefisien
optimisme
dengan symbol α (0 ≤α≤1) sebagai ukuran tingkat oprimisme pengambilan keputusan. Jika α = 0 maka pengambilan keputusan secara total pesimis (totality pessimist). Jika α = 1 maka pengambilan keputusan secara total optimis. Menurut criteria Hurwics, pay off tertimbang (weight pay off) untuk setiap alternative adalah sebgai berikut. Pay off tertimbang = α (pay off maximum) + (1- α) pay off minimum. Alternatif yang terbaik (optimum) adalah alternatif dengan
47 hrapan pay off tertimbang terbesar (maximum weight pay off). Jadi pada criteria Hurwics pengambilan keputusan didasarkan pada koefisien optimistic dan pesimistik untuk memaksimumkan pay off tertimbang. (Supranto, 2009, p.304) 6. Kriteria Minimax Kriteria minimax sering juga disebut
regret criterian,
didasarkan atas konsep kehilangan kesempatan (opportunity loss) dikembangkan oleh L.J. Savage. Menurut Savege pengambil keputusan akan mengalami kehilangan kesempatan (penyesalan) jika ia menghadapi kejadian tak pasti yang terjadi dan alternative yang terpilih menghasilkan nilai pay off yang lebih kecil dari pay off maksimum yang mungkin bisa dicapai untuk kejadian tak pasti tersebut. Jadi kehilangan kesepatan/penyesalan (regret) merupakan selisih antara pay iff maksimum dengan pay off lainnya suatu kombinasi antara tindakan dan kejadian tak pasti. Begitu tabel pay off selesai
dibentuk,
dapat
digunakan
prinsip
minimax
yaitu
meminimumkan kehilangan kesempatan yang maksimum. Jadi pada criteria minimaks didasarkan pada pandangan konservatif untuk meminimumkan
kesempatan
kehilangan
atau
kerugian
yang
maksimum. (Supranto, 2009, p.307)
2.2.4.3 Keputusan Dalam Keadaan Ada Risiko ( risk ) Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk), terjadi apabila hasil pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai
48 kemungkinannya/peluangnya mengenai hasil atau kejadian yang tidak pasti tersebut. Untuk suatu keputusan dalam keadaan ada resiko, kita harus mengenali komponen berikut: 1. Ada alternative tindakan yang fisibel (bisa dilakukan) 2. Kemungkinan kejadian tak pasti berikut dengan peluangnya 3. Nilai
payoff sebagai hasil yang diperoleh dari kombinasi suatu
tindakan dan suatu kejadian tak pasti tertentu. (Supranto, 2009, p.257 – 259) Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan ada resiko, antara lain: 1) Nilai Harapan Pay Off (expected pay off) Dengan cara ini kita memilih alternative dengan nilai harapan payoff terbesar (maximum expected pay off) atau nilai harapa kekalahan terkecil (minimum expected loss). (Supranto, 2009, p.260 – 265) 2) Nilai Kesempatan Yang Hilang (opportunity loss) Nilai kesempatan yang hilang untuk suatu hasil adalah sejumlah payoff yang hilang oleh karena tidakan yang dipilihnya suatu tindakan dengan payoff terbesar bagi kejadian tak pasti yang sebenarnya terjadi. (Supranto, 2009, p.265 – 269) 3) Nilai harapan dengan informasi sempurna Diperoleh dengan memilih alternative atau tindakan didasarkan atas harapan hasil maksimum (maximum expected pay off) setelah ada penambahan informasi. (Supranto, 2009, p.270 – 273)
49 2.2.4.4 Keputusan Dalam Keadaan Ada Konflik ( conflict ) Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict), terjadi jika dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi kompetitif. Walaupun terlihat sederhana, namun sebuah keputusan yang diambil dalam keadaan ada konflik pada praktiknya akan menjadi sangat rumit. Seperti pada saat kita dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti, ditambah lagi adanya tindakan pihak lawan yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan menjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi ada konflik bisa dipecahkan dengan teori permainan (game theory). (Supranto, 2009, p.12 - 13)
2.2.5
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara umum. Antara lain adalah : (Syamsi, 1995, p.10-15) 1. Posisi atau kedudukan Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal letak dan tingkatan posisi seseorang, apakah sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer). Dalam hal tingkatan posisi, apakah seseorang sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional atau teknis. Semua posisi ini memiliki peran dan pengaruh yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Staf hanya berfungsi memberikan pertimbangan kepada pembuat keputusan, apa yang harus diputuskan atau sebagai mencari informasi yang dibutuhkan.
50 2. Permasalahan yang ada Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Masalaha dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu masalah terstruktur (well structured problems) dan masalah tidak terstruktur. Maslaah terstruktur, yaitu masalah yang logis, dikenal dan mudah diidentifikasi. Sedangkan masalah tidak terstruktur (ill structured problems), yaitu masalah yang masih baru, tidak biasa, dan informasinya tidak lengkap. Terkadang permasalahan yang ada sudah rutin terjadi yang sifatnya sudah tetap dan selalu dijumpai. Sedangkan ada juga masalah insidentil atau yang sifatnya tidak tetap dan tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari. 3. Situasi yang sedang terjadi Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap organisasi/perusahaan beserta apa yang hendak diperbuat. Faktorfaktor itu dapat dibedakan atas dua, yaitu faktor yang konstan dan yang tidak konstan atau variabel. Faktor-faktor yang konstan, yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya. Sedangkan faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel, yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.
51 4. Kondisi internal organisasi/perusahaan Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak dan kemampuan sebuah organisasi/perusahaan. Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya. 5. Tujuan pengambilan keputusan. Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah ditentukan.
Tujuan
yang
ditentukan
dalam
pengambilan
keputusan
merupakan tujuan antara atau objective. Namun, dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor – faktor itu bisa berasal dari dalam maupun dari luar organisasi secara langsung maupun tidak langsung. Faktor – faktor tersbut adalah : 1. Keadaan internal organisasi Keadaan
internal
organisasi/perusahaan
akan
sangat
berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Keadaan internal dapat berupa ketersediaan dana, kemampuan karyawan, kelengkapan peralatan dan struktur organisasi. Dalam membuat keputusan tentu memerlukan biaya, terutama jika keputusan tersebut merupakan investasi baru. Faktor karyawan pun juga sangat mempengaruhi keputusan. Hal ini karena keputusan yang diambil harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas karyawan. Keputusan yang baik namun karyawan yang ada tidak mampu mengimplementasikannya, maka akan
menyebabkan
keputusan
tidak
sesuai
dengan
tujuan
52 organisasi/perusahaan. Dalam hal merekrut karyawan baru, keputusan yang diambil haruslah sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2. Ketersediaan informasi Informasi bagi suatu organisasi /perusahaan sangatlah krusial, terutama disaat pengambilan keputusan. Informasi yang didapat bisa bersumber dari internal organisasi/perusahaan dan dari eksternal organisasi/perusahaan. Dari kedua sumber tersebut, selanjutnya digunakan yang memiliki relevansi terhadap persoalan yang dihadapi kemudian dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Informasi yang masuk haruslah baik dan benar, maka dari itu, diperlukan persyaratan lengkap sesuai kebutuhan, terpercaya dan aktual. Dalam hal penerimaan pegawai baru, informasi yang bisa diperoleh adalah melalui proses perekrutan dan seleksi karyawan baru. 3. Keadaan eksternal organisasi Hampir semu pemimpin organisasi/perusahaan tiddak hanya memusatkan perhatiannya pada kondisi internal organisasi, tetapi juga pada kondisi eksternalnya yang bersangkut paut dengan apa yang dibutuhkan organisasi / perusahaan. Keadaan ekstern organisasi / perusahaan antara lain meliputi keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan sebagainya. Keputusan yang diambil harus memperhatikan situasi ekonomi, jika keputusan tersebut ada sangkut pautnya dengan ekonomi. Keputusan yang diambil tidak boleh
53 bertentangan dengan norma-norma, undang-undang, hukum yang berlaku dan peraturan-peraturan yang ada. 4. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan Pengambilan
keputusan
kerap
kali
dipengaruhi
oleh
kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan. Kepribadian dan kecakapan
dari
pengambil
keputusan
meliputi
penilaiannya,
kebutuhannya, intelegensinya, keterampilannya, kapasitasnya, dan sebagainya. Nilai-nilai kepribadian dan kecakapan ini turut juga mewarnai tepat tidaknya keputusan yang diambil. Jika pengambil keputusan memiliki kepribadian dan kecakapan yang kurang, maka keputusan yang diambil juga akan kurang, demikian pula sebaliknya.
2.3
Analitycal Hierarchy Process ( AHP ) Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok – kelompoknya. Kemudian kelompok
– kelompok tersebut
diatur menjadi suatu bentuk
hierarki.(Mulyono, 2004, p.318) AHP adalah pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. AHP didesain untuk dapat menanggulangi rasional dan intuisi untuk memilih yang terbaik dari alternatif – alternatif yang di evaluasi dengan beberapa kriteria. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan pairwise comparison judgement yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif. Secara sederhana, AHP sering diartikan sebagai pembobotan ( penentuan prioritas ) dari
54 serangkaian
persoalan
yang
dihadapi,
baik
terhadap
kriteria
maupun
alternatifnya.(Bustanul, 2010, p.9) AHP dikembangkan tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah seperti memilih portfolio, peramalan dan lain lain. Dengan metode AHP ini memungkinkan kita untuk mengambil keputusan secara efektif terhadap persoalan yang kompleks dimana faktor – faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis.(Mulyono, 2004, p.319) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu. (Mulyono, 2004, p.319) Terkadang timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat diolah menjadi numerik, hanya kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan persepsi
pengalaman
dan
intuisi.
Prinsip
kerja
AHP
adalah
dengan
menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tiddak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian – bagian dan tersusun dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dansecara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dengan membuat struktur keputusan yang sistematis dan serangkaian prosedur perhitungan,
55 maka dapat dihasilkan rekomendasi prioritas atau bobot keputusan tiap alternatif yang diajukan. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.(Mulyono, 2004, p.319)
2.3.1
Kelebihan Metode AHP Menurut Marimin dan Nurul (2004, p.92-93), beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah : 1. Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur sekalipun. 2. Kompleksitas AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Saling ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan suatu penilaian linier 4. Penyusunan hierarki AHP
mencerminkan
kecenderungan
alami
pikiran
untuk
memilah-milah elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat
56 5. Pengukuran AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal – hal dan terwujud suatu metode untuk menentukan prioritas. 6. Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan prioritas. 7. Sintesis AHP menuntun ke sebuah taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar menawar AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan. 9. Penilaian dan konsensus AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan proses AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
2.3.2
Prinsip – Prinsip Dasar AHP Prinsip – prinsip dasar AHP adalah prinsip – prinsip berpikir analitis, yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam menganalisa dan
57 memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami. Menurut Mulyono (2004, p.321-322) terdiri dari empat prinsip, yaitu : 1. Decomposition Setelah kita mendefinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan decomposition.
Artinya adalah memecah persoalan yang utuh
menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang aurat, pemecahan yang dilakukan harus mencapai pemecahan terkecil, sehingga di dapatkan beberapa tingkatan dari permasalahan tadi. Karena inilah maka dinamakan hierarki. Ada dua jenis hierarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hierarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkatan memiliki semua elemen yang ada pada tingkatan berikutnya. Jika tidak demikian, maka disebut hierarki tidak lengkap. 2. Comparative Judgement Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkatan diatasnya. Penilaiana ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan daam bentuk matriks yang dinamakan comparison).
matriks Agar
perbandingan diperoleh
skala
berpasangan yang
(pairwise
bermanfaat
ketika
membandingkan dua elemen, si pengambil keputusan perlu pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam
58 penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan seperti pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP Tingkat kepentingan
Definisi
Keterangan
1
Sama pentingnya
Sama pentingnya dengan yang lainnya
3
Sedikit lebih penting Moderat pentingnya dibanding yang lainnya
5
Lebih penting
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat penting
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9
Mutlak lebih penting
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2,4,6,8
Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j Kebalikan memiiki nilai kebalikannya ketika dibandingkan dengan elemen i Sumber : Mulyono, 2004, p.321 Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma Nilai tengah
reciprocal
reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih penting dibanding elemen j , maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dengan elemen i. Di samping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, yang artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, makaakan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen – elemen diagonal sama dengan 1.
59 3. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapat local priority. Karena matriks – matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Eigenvektor adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue. Bentuk persamaannya sebagai berikut: A.w=λ.w Dengan : w A λ
: eigenvektor : Matriks bujursangkar : eigenvalue
Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks
bujursangkar
sedangkan
eigenvalue
merupakan
akar
karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri
60 dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya. 4. Logical Consistency Konsistensi jawaban dari responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menetukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi dalam membandingkan, misalnya jika A > B dan B > C, maka secara logis responden harus menyatakan A > C. Menganalisa masalah dengan menyusunnya dalam bentuk hierarki memiliki beberapa keuntungan, antara lain adalah : (Bernardus dkk, 2012, p.262) •
Hierarki yang mempresentasikan sistem yang dapat digunakan untuk memperjelas bagaimana perubahan tingkat kepentingan elemen – elemen pada tingkat hierarki di bawahnya
•
Hierarki memberikan informasi yang jelas dan lengkap atas struktur dan fungsi dari sistem dalam tingkatan yang lebih rendah dan memberikan gambaran faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tujuan – tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Pembatasan dari elemen – elemen pada tingkat tertentu di presentasikan secara baik dalam berikutnya yang lebih atas dari elemen tersebut.
•
Penganalisaaan dengan hierarki, lebih efisien dari pada analisa secara keseluruhan.
•
Stabil dan fleksibel. Stabil dalam hal perubahan yang kecil akan memberikan pengaruh yang lebih kecil pula. Sedangkan fleksibel dalam
61 hal penambahan terhadap struktur hierarki tidak akan merusak atau mengacau performansi hierarki secara keseluruhan.
2.3.3
Langkah dan Prosedur AHP 1. Penentuan Kriteria Langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP adalah menentukan kriteria dan subkriteria yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa menentukan alternatif lain yang dinilai baik oleh perusahaan. Misalnya dalam permasalahan menentukan suplier mana yang paling tepat dinilai dari kinerjanya. Yang dinilai adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Permasalahan yang dihadapi adalah : (Marimin dan Nurul, 2010, p.93) •
Untuk masalah service excelllent, dapat dimasukkan dalam kriteria pelayanan.
•
Untuk masalah kualitas yang kurang memuaskan dapat dikategorikan sebagai kriteria kualitas produk.
•
Untuk masalah tingkat kepercayaan publik dan penjualan dapat dikategorikan ke dalam pertumbuhan penjualan.
2. Penentuan hierarki Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem
62 dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: (Marimin dan Nurul, 2010, p.93-94) a. Minimum Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses selanjutnya. b. Independen Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. c. Lengkap Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi persoalan yang ada. d. Operasional Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan. Penyusunan
hierarki
dilakukan
dengan
cara
mengidentifikasi
pengetahuan atau informasi yang sedang dicari. Penyusunan tersebut dimulai dari elemen yang menjadi fokus permasalahan, kemudian diuraikan lagi menjadi bagian – bagiannya lagi, kemudian seterusnya secara hierarkis. Sebagai contoh, dalam kajian evaluasi pemasok di sebuah retailer, susunan hierarkisnya teridiri dari goal, kriteria dan alternatif. Diagram berikut
63 mempresentasikan keputusan untuk memilih pemasok yang efisien melalui penialain kinerjanya. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Alternatif yang tersedia terdiri dari beberapa pemasok. Hierarki persoalan ini terlihat pada gambar 2.1. (Marimin dan Nurul, 2010, p.94)
Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP
3. Langkah penilaian Untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebgai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap level heirarki terhadap suatu elemen yang berada diatasnya ( Tabel 2.2 ). Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intesnsitas tata hubungan antar elemen. Penilaian dilakukan oleh beberapa orang decision maker.(Marimin dan Nurul, 2010, p.94)
64 Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian i
9
8
7
6
5
4
3
2
1
2
Berarti i sedikit lebih penting dari j i
9
8
7
6
5
4
3
2
1
3
4
5
6
7
8
9
j
5
6
7
8
9
j
i = (3) j 2
Berarti j sedikit lebih penting dari i
3
4
i = (1/3) j
4. Mencari rata – rata geometrik Hasil dari rata – rata geometrik ini kemudian dimasukkan kedalam matriks perbandingan
berpasangan.
Mencari
rata
–
rata
geometrik
dapat
menggunakan rumus : Rata – rata geometrik = √X1 · X2 · .... Xn
5. Langkah prioritas Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu pairwise comparison matrix, maksudnya adalah elemen – elemen dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Sebagai contoh, membandingkan tiga suplier dalam kriteria pelayanan. (Marimin dan Nurul, 2010, p.95) Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Matriks Pairwise Comparison Pelayanan
Suplier 1
Suplier 2
Suplier 3
Suplier 1
1
0,5
0,25
Suplier 2
2
1
0,5
Suplier 3
4
2
1
65 6. Normalisasi matriks Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, maka matriks tersebut dinormalisasikan. Menormalisasi matriks tersebut dengan cara
menjumlahkan nilai – nilai dalam setiap kolom (Tabel 2.4.), lalu
membagi setiap entry pada setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.5.).
Pelayanan
Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3
Suplier 1
1
0,5
0,25
Suplier 2
2
1
0,5
Suplier 3
4
2
1
Jumlah
7
3,5
1,75
Tabel 2.5. Hasil Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3 Pelayanan Suplier 1
0,14
0,14
0,06
Suplier 2
0,29
0,29
0,16
Suplier 3
0,57
0,57
0,57
7. Penentuan prioritas pilihan Langkah berikutnya adalah dengan merata – ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi lalu membagi banyaknya entri dari setiap baris. ( 0.14 + 0.14 + 0.06 ) : 3 = 0.14 ( 0.29 + 0.29 + 0.16 ) : 3 = 0.29 ( 0.57 + 0.57 + 0.57 ) :3 = 0.57
66 Dari contoh diatas sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau preferensi untuk suplier 1 = 0.14, suplier 2 = 0.29, dan suplier 3 = 0,57. (Mulyono, 2004, p.325) 8. Konsistensi Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah sebagai berikut CI = (λ maks - n ) / (n - 1) Keterangan CI : Indeks Konsistensi λ maks : eigenvalue maksimum n : Orde matriks Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 % atau
67 inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah ke dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random ( RI ). Dari 500 sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1 sampai 9, untuk beberapa orde matriks Saaty mendapatkan suatu nilai rata – rata RI seperti pada Tabel 2.6. Tabel 2.6. Nilai Indeks Random ( RI ) n
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 N = Ukuran Matriks RI = Indeks Random Sumber : Bernardus dkk, 2012, p.268 Dengan membandingkan antara CI dan RI akan di dapat suatu patokan yang menyatakan suatu matriks bersifat konsisten atau tidak. Perbandingan antara CI dan RI dikatakan sebagai Consistency Ratio (CR). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR (Consistency Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0.1. (Bernardus dkk, 2012, p.269)
68 9. Langkah iterasi Langkah iterasi adalah tahap dimana mengulangi setiap langkah dari langkah ke – 2 sampai langkah ke – 6 untuk setiap matriks dari setiap level hierarki. 10. Penentuan prioritas final Cara penentuan prioritas final adalah dengan cara mengalikan setiap Vector Priority pada level yang paling bawah dengan kriteria pada level yang lebih tinggi dan begitu seterusnya, kemudian tambahkan hasilnya untuk mendapatkan Overall Priority.(Mulyono, 2004, p.327)
2.3.4
Penyusunan Struktur Hierarki Keputusan Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam Metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: a. Minimum
69 Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses selanjutnya. b. Independen Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. c. Lengkap Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi persoalan yang ada. d. Operasional Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebaiknya ddalam suatu subsistem hierarki sebaiknya tidak terlalu banyak memiliki elemen karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain dalam suatu subsistem hierarki yang sama, maka elemen – elemen tersebut harus setara dalam hal kualitas.(Bernardus dkk, 2012, p.262)
2.4
Sistem Informasi
2.4.1
Pengertian Sistem Ada beberapa pengertian tentang sistem menurut beberapa ahli, antara lain adalah :
70 •
Sistem adalah sebuah kelompok yang saling bekerja sama dan untuk mencapai satu tujaun yang sama dengan memiliki masukan (inputs) dan memberikan hasil (outputs) dalam sebuah proses transformasi yang teroganisir dengan baik. (O’Brien 2003, p. 8).
•
Sedangkan menurut pendapat lain, sistem adalah sekelompok elemen yang saling terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama. (McLeod 2001, p. 11)
Seperti sebuah organisasi/perusahaan, dimana terdiri dari divisi – divisi yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.4.2
Pengertian Informasi Informasi adalah data yang telah diproses atau yang telah memiliki arti. (McLeod 2001, p. 12). Sedangkan menurut O’Brien informasi adalah data yang telah mengalami proses konversi menjadi sebuah konteks yang berarti dan berguna bagi seseorang. (O’Brien 2001, p. 13). Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa informasi adalah data yang berasal dari fakta yang tercatat dan selanjutnya dilakukan pengolahan (proses) menjadi bentuk yang berguna atau bermanfaat bagi penggunanya.
2.4.3
Pengertian Sistem Informasi Menurut O’Brien (2003, p. 7) Sistem informasi adalah kombinasi dari sumber daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber daya data yang mengubah, mengumpulkan dan memberikan serta membagikan informasi dalam sebuah organisasi. Pengertian lainnya dari sistem
71 informasi adalah sebagai suatu sistem yang menerima data sebagai input dan kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya. 2.4.4
Internet, Intranet dan Extranet Dalam penggunaan sistem informasi dari suatu organisasi/perusahaan, tidak terlepas dari penggunaan internet, intranet dan ekstranet. Oleh karena itu kita perlu memahami terlebih dahulu pengertian dari ketiganya. Internet adalah koleksi global dari sebuah jaringan yang saling berhubungan menggunakan standar jaringan tingkat bawah secara umum atau yang biasa disebut dengan TCP/IP ( Transmission Control Protocol/Internet protocol ). World Wide Web yang biasa disebut juga dengan web adalah sekumpulan sumber daya ( program, file dan servis ) yang dapat diakses melalui internet. (Satzinger, Jackson & Burd, 2005, p. 274 )
Intranet adalah sebuah jaringan komputer berbasis protokol TCP/IP seperti internet hanya saja digunakan dalam internal perusahaan, kantor, bahkan warung internet (warnet) pun dapat di kategorikan Intranet. Antar Intranet dapat saling berkomunikasi satu dengan lainnya melalui sambungan Internet yang memberikan tulang punggung komunikasi jarak jauh. Tetapi secara harfiah sebuah Intranet tidak perlu sambungan luar ke Internet untuk bekerja. Intranet menggunakan semua protocol TCP/IP dan aplikasinya sehingga tampak seperti “private” Internet. (Satzinger, Jackson & Burd, 2005, p. 274 ) Jika sebuah badan usaha/bisnis/institusi mengekspose sebagian dari internal jaringannya ke komunitas di luar, hal ini disebut Ekstranet. Walaupun tidak semua isi Intranet di keluarkan ke publik untuk menjadikannya ekstranet.
72 Misalnya kita sedang membeli software, buku, dll dari sebuah e-toko, maka biasanya kita dapat mengakses sebagian dari Intranet toko tersebut. Badan usaha/perusahaan dapat memblokir akses ke Intranet mereka melalui router dan meletakkan firewall. Firewall adalah sebuah perangkat lunak/perangkat keras yang mengatur akses seseorang ke dalam Intranet. Proteksi dilakukan melalui berbagai parameter jaringan apakah itu IP address, nomor port dll. Jika firewall di aktifkan maka akses dapat dikontrol sehingga hanya mampu mengakses sebagian saja dari Intranet perusahaan tersebut yang berikutnya disebut sebagai Ekstranet. (Satzinger, Jackson & Burd, 2005, p. 274 )
2.4.5
System Development Life cycle Siklus hidup sebuah sistem informasi berawal dari sebuah ide, lalu didesain, dibangun dan dijalankan selama pengembangan proyek dan terakhir dimasukkan ke dalam proses dan digunakan untuk mendukung proses bisnis. (Satzinger et al, 2005, p. 39) Kesuksesan pelaksanaan pengembang sistem sangat bergantung pada para pengembang sistem. Para pengembang sistem haruslah memiliki sebuah perencanaan untuk menjadi acuan. Sebuah kunci fundamental konsep dalam pengembangan sistem informasi adalah System Development Life Cycle. (Satzinger et al, 2005, p. 38) Dalam pengembangannya SDLC, terdiri atas beberapa aktivitas yaitu Planning Analysis, Analysis Activities, Design Activities, Implementation Analysis dan Support Phase. Planning analyisis adalah kegiatan merancang, mengatur dan menjadwalkan sebuah proyek. Analysis activities adalah sebuah
73 aktivitas untuk memahami secara pasti bagaimana sistem harus bertindak untuk mendukung proses bisnis. Implementation activities adalah kegiatan yang penting dalam membangun sistem. Support phase adalah aktivitas yang diperlukan untuk mengembangkan dan menjaga sistem setelah sistem tersebut dijalankan. Aktivitas SDLC ini dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Aktivitas System Development Life Cycle Project Planning Phase
Analysis Phase Design Phase Implementation Phase Support Phase
Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 40 Salah satu teknik yang bertujuan mengklasifikasikan sistem secara komprehensif adalah dengan mengklasifikasikan pendekatan SDLC apakah lebih kearah prediktif atau adaptif. Pendekatan prediktif pada SDLC adalah sebuah pendektan
yang
mengasumsikan
bahwa
pengembangan
proyek
dapat
direncanakan dan diatur lebih lanjut dan bahwa sistem informasi yang baru dapat dikembangkan sejalan dengan rencana. Sedangkan pendekatan adapatif pada SDLC digunakan pada saat kebutuhan pasti dari sistem atau kebutuhan dari user tidak dapat dimengerti dengan baik. Untuk fase- fase dan tujuan pada SDLC dapat dilihat pada tabel 2.7. (Satzingert et al, 2005, p.39-41)
74 Tabel 2.7. Fase dan Tujuan Dari Tiap Fase Dalam SDLC Fase SDLC
Tujuan
Perencanaan
Mengidentifikasikan cakupan dari sitem yang baru, memastikan
proyek
bahwa proyek layak untuk dijalankan, mengembangkan sebuah jadwal, perencanaan sumber daya dan perencanaan budget untuk proyek
Analisis
Untuk memahami dan mendokumentasikan dengan detil kebutuhan bisnis dan kebutuhan selama proses
Desain
Untuk mendesain sistem solusi berdasarkan pada kebutuhan sistem informasi yang di definisikan dan keputusan yang dibuat sepanjang analisis
Implementasi
Untuk membuat, menguji dan memasang sebuah sistem informasi yang dapat terpercaya dengan melatih user menjadi siap utnuk memberikan keuntungan seperti yang diharapkan berdasarkan pada kegunaan dari sistem
Support
Untuk membuat sistem tetap berjalan produktif dari awal dan sepanjang usia sistem Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 41
2.4.6
The Unified Process Life Cycle Berdasar atas keperluan pengulangan dalam pengembangan sistem (seperti aktivitas analisis, desain dan implementasi), sebuah model SDLC baru digunakan untuk membuat perencanaan dan pengaturan menjadi lebih mudah. Pada unified proccess life cycle terdapat satu atau lebih iterasi yang mengikutsertakan analisis, desain dan implementasi dari sistem. Keempat fase dari UP life cycle dinamakan inception, elaboration, construction dan transition. Seperti terdapat pada gambar 2.3. (Satzinger et al, 2005, p. 45)
75
System Development Life
Inception
Elaboration
Construction
Iteration
Transition
Phase
Gambar 2.3. Unified Process SDLC Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 45.
1. Inception phase Pada fasa inception, biasanya diselesaikan dalam satu iterasi bagian dari sistem aslinya dapat didisain, di implentasi dan di uji. Pada fase inception manajer proyek mengembangkan dan menyempurnakan cara pandang sistem baru, untuk melihat bagaimana meningkatkan operasi dan menyelesaikan masalah yang ada. (Satzinger et al, 2005, p. 46) 2. Elaboration phase Fase elaborasi biasanya melibatkan beberapa iterasi. Pada iterasi awal biasanya telah menyelasikan identifikasi dan definisi dari semua kebtuhan sistem. Fase elaborasi juga menyelesaikan analisis, disain dan implentasi pusat arsitektur dari sistem. (Satzinger et al, 2005, p. 46)
76 3. Construction phase Fase construction melibatkan beberapa iterasi yang melanjutkan disain dan implementasi dari sistem. Dalam pengerjaannya mungkin memasukan pengendali detil sistem seperti validasi data, meningkatkan user interface, memperbaiki fungsi dan menyelasaikan bantuan dan fungsi sistem. 4. Transition phase Selama fase transisi satu atau beberapa iterasi akhir melibatkan pengguna akhir dan pengujian beda serta sistem dibuat siap untuk operasi. Ketika sistem dalam operasi, maka sistem perlu untuk didukung dan diperbaiki. (Satzinger et al, 2005, p. 47)
2.4.7
Unified Modeling Language ( UML ) Unified Modeling Language adalah sebuah standar model yang bentuk dan notasinya dikembangkan untuk mengembangkan object oriented. UML menggabungkan teknik-teknik terbaik dari diagram hubungan entitas, aliran kerja, pemodelan objek dan komponen model. Hal ini dapat digunakan dengan semua proses, sepanjang siklus hidup pengembangan software dan teknologi implementasi yang berbeda Pada umumnya, dalam penggambaran diagramdiagram, notasi yang digunakan untuk menunjukkan dan menggambarkan model didefinisikan dengan UML. Dengan menggunakan UML, para analisis dan pengguna mampu untuk mengerti berbagai variasi diagram yang digunakan untuk mengembangkan sistem proyek.(Satzinger et al, 2005, p. 48)
77 2.4.8
Disiplin dari Unified Process Menurut Satzinger et al (2005, p.55) dalam pengembangannya, UP memiliki enam aktivitas utama yakni : •
Pemodelan bisnis Tujuan utama dari pemodelan bisnis adalah untuk memahami dan mengkomunikasikan lingkungan nyata dari bisnis yang akan menggunakan sistem.
•
Kebutuhan Tujuan utama dari kebutuhan ini adalah untuk memahami dan mendokumentasikan kebutuhan bisnis dan kebutuhan proses untuk sistem yang baru.
•
Desain Tujuan utama dari desain ini adalah untuk menggambarkan sistem solusi berdasarkan pada kebutuhan sebelumnya yang telah didefinisikan.
•
Implementasi Dalam tahap implementasi, tahapan ini melibatkan pemenuhan atas komponen yang dibutuhkan oleh sistem.
•
Pengujian Tahapan ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibangun apakah dapat brfungsi dengan baik atau tidak.
78 •
Pemasangan dan penggunaan Tahapan ini memiliki aktivitas memastikan bahwa sistem yang dibangun dapat digunakan untuk kegiatan operasional.
Untuk menyelesaikan pengembangan sebuah sistem, haruslah memahami lingkungan bisnis (pemodelan bisnis), mendefinisikan kebutuhan dari sistem (kebutuhan), mendesain solusi untuk sistem dalam memenuhi kebutuhan (desain), menulis dan mengintegrasikan kode dalam komputer yang akan membuat sistem dapat berjalan dengan baik (implementasi), kemudian melakukan pengujian dari sistem (pengujian) dan setelah selesai maka sistem tersebut
diuji-cobakan
kepada
pengguna
untuk
melakukan
kegiatan
operasionalnya (pemasangan dan penggunaan). (Satzinger et al, 2005, p. 55)
2.4.9
Konsep Object-Oriented Pendekatan berbasis objek adalah suatu pendekatan pengembangan sistem yang melihat sistem informasi sebagai sekelompok objek dimana terjadi interaksi dan kerjasama untuk menyelesaikan suatu kegiatan. Oleh karena pendekatan ini melihat sistem informasi sebagai sekumpulan objek yang saling berinteraksi, Object oriented analysis (OOA) mendefiniskan semua tipe objek yang dibutuhkan oleh pengguna untuk bekerja dan menunjukkan bahwa interaksi dengan pengguna dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Objek itu sendiri terdiri dari sebuah benda dalam sistem komputer yang merespon terhadap sebuah pesan. Object oriented design (OOD) mendefinisikan semua tipe dari objek
penting
untuk
mengkomunikasikan
orang
dengan
sistem
yang
menunjukkan bagaimana objek berinteraksi untuk menyelasikan suatu masalah.
79 Object oriented programming (OOP) terdiri atas pernyataan tertulis dalam bahasa pemrograman untuk mendefiniskan setiap tipe dari objek. (Satzinger et al, 2005, p.60)
2.4.10 Aktivitas utama dalam OOA&D OOA&D memiliki empat buah aktivitas utama, yaitu Analysis Problem Domain, Analysis Application Domain, Architectural Design dan Component Design. (Mathiassen et al, 2000, p.15). Keempat aktivitas utama dalam OOA&D ini merupakan kegiatan abstrak yang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya dalam projek pengembangan sistem secara praktis. Secara garis besar, hubungan antara keempat komponen ini dapat terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Aktivitas Utama Dalam OOA&D Sumber : Mathiassen et al, 2000, hlm 15.
80 2.4.10.1
Analisa Problem domain Tujuan utama dari proses analisis problem domain adalah untuk mengembangkan sebuah model, dengan adanya sebuah model yang baik, maka model tersebut dapat mendesain dan mengimplementasikan sistem yang dapat memproses, mengkomunikasikan dan menampilkan informasi mengenai problem domain. (Mathiassen et al, 200, p.46) Dalam perancangan problem domain, terdapat apa yang sedang dihadapi oleh pengguna dan kapan pelaksanaa pekerjaan yang dibutuhkan sebagai bagian dari sistem. Sebagai contoh seseorang yang menerima order pesanan, maka sistem tidak hanya menyimpan data pemesanan saja, tetapi juga menyimpan data dari pelanggan tersebut. Tipe data yang disimpan merupakan aspek penting yang dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan dari sistem informasi. Dalam pendekatan object oriented, hal ini menjadi objek yang berinteraksi dengan sistem. Mengidentifikasi dan memahami tipe data dalam problem domain merupakan kunci awal ketika mendefinisikan kebutuhan. (Satzinger et al, 2005, p.178) Menurut Mathiassen et al (2000, p.40), analisis problem domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan di bawah ini yaitu : •
Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem domain.
•
Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara class dan objek.
•
Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
81
Gambar 2.5. Model Dari Aktivitas Dalam Problem Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.46. Menurut Mathiassen et al (2005), pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table yang dapat membantu menentukan eventevent yang dimiliki oleh setiap class. Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan dihubungkan berdasarkan tiga jenis
hubungan
menjadi
yaitu generalisasi,
agregasi,
atau
asosiasi sehingga
sebuah skema yang disebut class diagram. Dalam aktivitas
behavior, definisi class dalam
class diagram akan diperluas
dengan
menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu sequence yang merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu, selection yang merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi dan iteration yang merupakan event yang terjadi berulang kali. Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.
82 2.4.10.1.1 System Definition Sebuah system definition seharusnya singkat dan tepat dan mengandung sebagian besar dasar keputusan mengenai sistem yang ada. System definition adalah sebuah deskripsi singkat dari sistem komputer yang diekspresikan dalam bahasa natural. System definition mengekspresikan properti dasar untuk pengembangan dan penggunaan dari sistem. Hal ini menjelaskan mengenai sistem di dalam konteks, informasi apa yang seharusnya terkandung di dalamnya, fungsi apa yang seharusnya disediakan, di mana harusnya digunakan dan kondisi pengembangan seperti apa yang harus diterapkan. Membuat sebuah formulasi yang singkat dan tepat menyediakan gambaran umum dan membuat hal ini mudah untuk membandingkan berbagai alternatif yang ada. (Mathiassen et al, 2000, p.24)
2.4.10.1.1.1
Rich Picture Rich Picture adalah sebuah gambar informal yang menggambarkan ilustrasi
pemahaman situasi. Sebuah rich picture berfokus pada seberapa penting suatu aspek pada suatu situasi yang mana hal ini ditentukan oleh ilustrator. Bagaimanapun juga, sebuah rich picture seharusnya memberikan deskripsi secara luas dari situasi yang memungkinkan beberapa interpretasi alternatif. (Mathiassen et al, 2000, p.26)
2.4.10.1.1.2
Sistem Definisi Menurut Mathiasssen et al, (2000, p. 39), kriteria FACTOR terdiri atas
enam elemen :
83 • Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas application domain • Application Domain : bagian dari organisasi yang melakukan kegiatan administrasi, memonitor, atau mengendalikan problem domain. • Conditions : kondisi yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan menggunakan sistem. • Technology : kedua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan teknologi di mana sistem itu akan dijalankan. • Objects : objek utama dalam problem domain • Responsibility
:
tanggung
jawab
sisitem
secara
umum
dalam
hubungannya dengan konteks sistem tersebut. Kriteria FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, dapat digunakan untuk mendukung pengembangan system-definition, tetapi harus tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan bagaimana setiap elemen dari sistem diformulasikan. Kedua, untuk memulai sebuah definisi dapat dilakukan dengan mendeskripsikan sistem dan menggunakan kriteria untuk melihat bagaimana system-definiton yang ada memuaskan keenam faktor yang ada. (Mathiassen et al, 2000, p.40)
2.4.10.1.1.3
Activity Diagram Setelah mendapatkan informasi mengenai proses bisnis dengan
melakukan interview dengan pengguna dan melakukan observasi yang ada, maka perlu dilakukan proses dokumentasi. Salah satu teknik untuk menangkap informasi yang ada digunakan sebuah diagram. Di mana diagram ini digunakan
84 untuk mendeskripsikan alur kerja (workflow) dari sistem baru. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p.144) Workflow adalah urutan langkah proses untuk menyelesaikan sebuah transaksi bisnis. Sebuah workflow bisa berupa sederhana ataupun kompleks. Sebuah workflow yang kompleks bisa terdiri atas puluhan atau ratusan proses dan mungkin mengikutsertakan partisipan dari berbagai bagian dalam organisasi. Workflow yang sederhana dapat dibuat, dilihat dan juga lebih untuk memeriksanya kembali oleh pengguna. Salah satu keuntungan dalam menggunakan diagram dan model adalah diagram tersebut dapat berfungsi sebagai alat komunikasi yang sangat berguna diantara tim proyek dan para pengguna. (Satzinger et al, 2005, p. 144) Metodologi yang digunakan untuk melakukan penggambaran proses bisnis ini biasanya adalah flowchart ataupun activity diagram. Activity diagram adalah sebuah diagram workflow yang sederhana yang mendeskripsikan berbagai kegiatan pengguna, siapa yang melakukan aktivitas tersebut dan urutan dari kegiatan tersebut. (Satzinger et al, 2005, p. 144) Gambar 2.6. merupakan simbol dasar yang digunakan pada activity diagram. Bentuk oval merepresentasikan aktivitas individual dalam workflow. Gambar panah menunjukkan urutan antar kegiatan. Bulatan hitam digunakan untuk notasi awal dan akhir dari sebuah workflow. Bentuk diamond berarti sebuah keputusan di mana proses itu akan berlanjut apakah ke satu aktivitas atau ke aktivitas lainnya. Garis lain yang tebal disebut juga synchronization bar di mana apakah akan memecah kegiatan atau menggabungkan beberapa kegiatan.
85 Swinlane menunjukkan siapa yang menunjukkan siapa yang melakukan aktivitas tersebut. (Satzinger et al, 2005, p. 145)
Gambar 2.6. Simbol Dasar Yang Digunakan Pada Activity Diagram Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 145 Terlihat bahwa activity diagram berfokus pada urutan dari beraktivitas. Pada kenyataannya salah satu kekuatan dari menggunakan activity diagram adalah untuk mendokumentasikan workflow yang mudah dimengerti oleh para pengguna.
Dalam
pembuatan
activity diagram,
pertama-tama haruslah
mengidentifikasi agent untuk membuat swimlane yang sesuai. Kemudian ikuti langkah-langkah dan membuat bentuk oval untuk setiap aktivitasnya. Lalu hubungkan oval tersebut dengan tanda panah untuk menunjukkan arah dari workflow. (Satzinger et al, 2005, p. 146)
86 2.4.10.2
Event dan Use Cases Dalam penentuan use case apa yang digunakan untuk sistem, haruslah
berfokus pada event decomposition yaitu sebuah teknik yang pertama-tama berfokus pada event yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon dan lalu melihat bagaimana sistem dapat memberikan respon (use case sistem). (Satzinger et al, 2005, p. 167) Use case adalah aktivitas yang dilakukan sistem, yang merupakan respon atas permintaan dari pengguna. Berbagai teknik direkomendasikan untuk mengidentifikasi use case. Salah satu pendekatannya adalah dengan membuat catatan semua pengguna dan memikirkan apa yang dibutuhkan dari sistem untuk membantu pekerjaan mereka. Cara lainnya adalah dengan memulai dari sistem yang ada dan membuat catatan kebutuhan semua sistem yang telah dimasukkkan dan menambahkan beberapa fungsi yang diminta oleh pengguna. Salah satu cara atau panduan yang paling mendalam untuk mengidentifikasi use case disebut dengan event decomposition technique. (Satzinger et al, 2005, p. 166) Pada dasarnya terdapat tiga buah tipe event yakni external event, temporal event, dan state event. External event adalah event yang terjadi di luar sistem, biasanya dilakukan oleh external agent. External agent adalah seseorang atau bagian dari organisasi yang memberikan atau menerima data dari sistem akan tetapi bukan pengguna sistem langsung. Temporal event adalah sebuah event yang terjadi sebagai hasil telah sampainya waktu yang telah ditentukan. State event adalah sebuah event yang terjadi ketika sesuatu terjadi di dalam sistem yang memicu untuk sebuah proses. Pentingnya konsep dari event untuk mendefinisikan kebutuhan sistem dikenalkan untuk analisis struktur modern
87 ketika konsep ini diadaptasikan pada waktu nyata pada tahun 1980an. Sistem ini dibutuhkan untuk beraksi secepatnya untuk event yang ada pada lingkungan (Satzinger et al, 2005, p. 168)
2.4.10.3
Classes Aktivitas class terdiri atas tiga buah kegiatan utama yaitu abstraksi,
klasifikasi, dan pemilihan. Fenomena problem domain diabstraksikan dengan melihat problem domain sebagai objek dan class. Lalu objek dan class diklasifikasikan dan memilih class dan event yang mana yang akan mempertahankan informasi pada sistem. Classes adalah hal pertama yang akan mendefinisikan
dan
membatasi
problem
domain.
Setiap
class
dapat
dikareakteristikan berdasarkan sekumpulan event. (Mathiassen et al, 2000, p.49) Secara khusus kita dapat mendeskripsikan objek sebagai sebuah class dibandingkan sebuah individual. Class sangat berguna untuk memahami objek dan sangat penting untuk mendeskripsikan objek. Dibandingkan dengan menjelaskan setiap objek masing-masing, maka akan lebih baik jika mengembangkan sebuah objek bersama untuk semua objek yang ada dalam class yang sama. Class itu sendiri memiliki pengertian : sebuah deskripsi dari sekumpulan objek yang memiliki struktur yang sama, pola behavioral dan atribut. (Mathiassen et al, 2000, p.49)
2.4.10.3.1 Klasifikasi dari objek dan event Selama proses analisis, sebuah objek adalah abstraksi dari sebuah fenomena di dalam sistem konteks seperti pelanggan. Objek mengekspresikan
88 sudut pandang pengguna secara nyata. Orang tertentu adalah pelanggan dan orang tersebut akan diperlakukan sebagai sebuah entitas tunggal dengan identitas, state dan behavior yang spesifik. Seorang pelanggan juga bisa menjadi objek desain. Dalam desain, objek pelanggan akan merepresentasikan bagian dari sejarah orang tertentu dan state selama berada di dalam sistem dan membuat berbagai operasi dapat dilakukan oleh sistem objek lainnya. Dengan menggunakan objek ini, sistem dapat mengatur dan menyimpan data pelanggan secara spesifik. (Mathiassen et al, 2000, p.4) Dalam klasifikasi aktivitas, terfokus pada objek yang dikerjakan oleh pengguna dengan tujuan untuk menciptakandan memilih abstraksi yang bersangkutan. Dalam klasifikasi aktivitas ini memiliki tiga buah prinsip dasar. Pertama, klasifikasikan objek di dalam problem domain. Kedua, karakterisasikan objek berdasarkan event. Ketiga, memliki pemikiran yang terbuka, tapi memilih dengan kritis. (Mathiassen et al, 2000, p.50) Menurut Mathiassen et al, (2000, p.4) dalam Object Oriented Analysis and Design, yang menjadi dasar utama adalah sebuah objek. Selama proses analisis, untuk mengorganisasikam pemahaman akan konteks dari sebuah sistem maka akan digunakan objek. Selama proses desain, objek digunakan untuk pemahaman dan mendeskripsikan sistem itu sendiri. Sedangkan objek itu sendiri berarti sebuah entitas dengan identitas, state, dan behavior. (Mathiassen et al, 2000, p.50) Sedangkan event itu menspesifikasikan kualitas dari objek dalam problem domain. Event memiliki pengertian sebagai sebuah kejadian instant yanng melibatkan satu atau lebih objek. Event juga merpakan sebuah abstraksi
89 dari aktivitas problem domain atau proses yang dijalankan atau dirasakan oleh satu pihak atau lebih objek. (Mathiassen et al, 2000, p.51) Untuk mengidentifikasikan semua objek dan event yang ada, supaya bisa dimasukkan ke dalam sebuah model problem domain yang relevan, maka objekobjek tersebut dikelompokkan menjadi beberapa class. Class memiliki pengertian sebagai sebuah deskripsi dari sekumpulan objek yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan atribut. (Mathiassen et al, 2000, p.53)
2.4.10.3.2 Menentukan Class 2.4.10.3.2.1
Membuat Daftar dari Objek Pemilihan class mendefinisikan hal pertama dan paling dasar dari sebuah blok bangunan untuk model problem domain. Untuk mendapatkan sebuah deskripsi dari problem domain maka harus bekerja sama dengan pengguna. Dalam memperoleh kandidiat class, sebaiknya menggunakan nama yang simpel dan mudah dibaca, original di dalam problem domain, dan mewakili sebuah contoh.(Mathiassen et al, 2000, p.55) Terdapat beberapa panduan umum yang bisa digunakan untuk membantu analisis dalam membuat daftar sumber informasi yang mana sistem perlu untuk menyimpannya. Beberapa prosedur yang berguna untuk diikuti adalah dengan mendaftar semua kata benda yang disebutkan oleh pengguna ketika membicarakan mengenai sistem. Untuk membuat daftarnya bisa dibuat dengan cara pertama yaitu menggunakan event table, dan informasi mengenai setiap event dan identifikasikan setiap kata benda. Kedua menggunakan informasi lainnya yang berasal dari sistem
90 yang sudah ada, prosedur yang ada ataupun laporan-laporan yang ada. Dan ketiga adalah dengan menggunakan apakah dari kata-kata benda tersebut memang perlu disimpan, hanya merupakan atribut dari kata benda yang lain, atau memang tidak perlu untuk disimpan. (Satzinger et al, 2005, p.179) Menurut Mathiassen et al (2000, p. 61) untuk dapat memilih sebuah class, class tersebut harus dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti : •
Apakah bisa mengidentifikasikan sebuah objek dari class tersebut?
•
Apakah class tersebut mengandung informasi yang unik?
•
Apakah class tersebut dapat mewakili beberapa objek?
•
Apakah class tersebut memiliki beberapa event yang sesuai dan dapat dijalankan?
2.4.10.3.2.2
Atribut dari objek Sebagian
besar
dari
sistem
informasi
menyimpan
dan
menggunakan informasi spesifik mengenai setiap objek. Setiap informasi spesifik ini disebut dengan atribut. Di mana setiap objek bisa memiliki beberapa atribut. Atribut yang merupakan secara unik mendefinisikan objek disebut dengan identifier atau key. 2.4.10.3.2.3
Asosiasi antar Objek Setelah menemukan dan menyimpan hal apa saja yang disimpan maka dibutuhkan untuk mencari informasi tambahan. Seperti hubungan
91 antar objek merupakan hal penting untuk sistem. Hubungan terseb8t berupa asosiasi yang muncul dalam hubungan antar objek tertentu sebagai contoh sebuah order diberikan oleh pelanggan dan pelanggan bekerja pada suatu bagian/divisi. (Satzinger et al, 2005, p.181)
2.4.10.4
Event Table Informasi yang paling penting untuk mengidentifikasikan adalah use case yang dibutuhkan oleh sistem untuk merespon setiap event yang ada. Informasi ini dimasukkan ke dalam event table. Event table termasuk di dalamnya baris dan kolom, merepresentasikan event dan detilnya. Setiap baris dalam event table menyimpan informasi mengenai satu event dan use case-nya. Setiap kolom dalam tabel merepresentasikan kunci informasi mengenai event dan use case-nya. Sebagai contoh dari event table dapat dilihat pada gambar 2.7. (Satzinger et al, 2005, p.174)
Gambar 2.7. Contoh Dari Event Table Sumber Satzinger et al, 2005, p. 174
92 Pertama-tama untuk setiap event, bagaimana sistem tahu bahwa sebuah event terjadi? Sebuah signal yang memberitahu sistem bahwa event terjadi disebut dengan trigger. Sumber datanya juga penting untuk diketahui. Kemudian apa yang dilakukan oleh sistem ketika seuatu event terjadi tersebut disebut juga response. Dan destination adalah tempat di mana respon apapun dikirimkan, kepada external agent. Terkadang use case tidak menghasilkan respon apapun. (Satzinger et al, 2005, p.175)
2.4.10.5
Structure Aktivitas di dalam sebuah struktur berfokus pada hubungan antara classes dan objek. Pada aktivits class, dilakukan pemilihan classes untuk pemodelan problem domain dan mengkarakterisasikan setiap class dengan event-nya. Sedangkan pada aktivitas struktur, pengembangan dilakukan dengan menambahkan deskripsi dengan menambahkan hubungan struktural antara classes dan objek. Hasil dari aktivitas struktur ini adalah class diagram. (Mathiassen et al, 2000.p.69) Pada class diagram, berntuk persegi merepresentasikan class, dan garis yang menghubungkan persegi menunjukkan asosiasi antar class. Gambar 2.8. menunjukkan contoh simbol untuk sebuah class customer. Dan gambar 2.9. menunjukkan contoh dari sebuah class diagram. (Satzinger et al, 2005, p.187)
93 The Name of the class
Customer -name -addres -phone +addnew() +delete() +change() +connectToaccount()
Attributes : all objects in the class have a value for each of these Methods : what all objects of the class know how to do
Gambar 2.8. Simbol Class Diagram Sumber : Satzinger et al, 2005, p. 187
Gambar 2.9. Sebuah Contoh Class Diagram Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.70
2.4.10.5.1 Struktur Object Oriented Dalam pengembangannya, pemodelan problem domain dengan struktur object-oriented menggunakan perbedaan mendasar dari objek dan class. Untuk tingkatan objek yang lebih konkrit, dapat melihat fenomena dari sebuah problem domain sebagai sebuah objek dengan properti tertentu yang menunjukkan identitas, state dan behavior dari objek tersebut. Sebagai
94 contoh, terkadang dapat melihat seseorang sebagai karyawan dari sebuah perusahaan akan tetapi tidak melihat orang tersebut sebagai anggota keluarga yang memiliki anak, hobi, keluarga dan lainnya. Dari hal ini dapat dilihat bahwa dalam pembuatan objek terkadang hanya melihat properti tertentu yang memiliki hubungan dengan problem domain. Untuk menjelaskan hal ini, terdapat dua jenis struktur dari objek yaitu: pertama, struktur agregasi di mana menjelaskan hubungan antara objek dan komponen objek, dan kedua, struktur asosiasi di mana menjelaskan arti hubungan objek yang lain. (Mathiassen et al, 2000, p.70) Dalam tingkatan class yang abstrak, lebih memperhatikan hubungan yang konseptual antara dua atau lebih class di dalam problem domain. Class adalah sebuah deskripsi dari properti dan behavioral pattern yang umum diantara semua objek
yang ada di dalam grup tersebut. Untuk
mendeskripsikan hubungan konseptual antar class, maka dibagi menjadi dua jenis struktur class yaitu : pertama, struktur generalisasi di mana menjelaskan sebuah class yang merupakan spesialisasi dari beberapa class yang lebih umum. Kedua, struktur cluster, di mana merupakan sebuah grup dari class yang saling berhubungan. (Mathiassen et al, 2000, p.71) Aktivitas struktur di bagi menjadi tiga buah sub-aktivitas. Pada subaktivitas pertama, menkombinasikan problem domain dengan tipe struktur yang berbeda untuk menciptakan kandidat untuk hubungan struktural di antara class dan objek terpilih. Pada sub-aktivitas kedua, mengeksplorasi relevansi dari bebrapa pola umum untuk memperluas model dari problem domain. Di sub-aktivitas ketiga, mengevaluasi dan memilih hubungan
95 struktural yang dibutuhkan dari beberapa kandidat. Ketiga sub-aktivitas ini dapat dilihat pada gambar 2.10. (Mathiassen et al, 2000, p.71)
Gambar 2.10. Sub-Aktivitas Untuk Memodelkan Struktur Problem Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.72
2.4.10.5.2 Struktur antar Class Ada dua cara untuk memahami struktur dari problem domain dalam dunia nyata, yakni generalisasi/spesialisasi hirarki, dan whope-part hirarki. (Satzinger et al, 2005, p. 189) a. Generalisasi/spesialisasi Hirarki Struktur generalisasi adalah sebuah relasi antara dua atau lebih class spesial dan satu atau lebih class umum. Di mana pengertian generalisasi itu sendiri adalah sebuah class general (super class) mendeskripsikan properti umum kepada sekelompok class spesial (subclass). Sebagai contoh class dai “taxi” dan “private car” merupakan spesialisasi dari class general dari “Passenger Car” seperti pada gambar 2.11. (Mathiassen et al, 2000, p.72)
96
Gambar 2.11. Struktur Generalisasi Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 73 Tipikal struktur generalisasi adalah hirarkikal. Oleh karena itu subclass apapun merupakan spesialisasi dari tepat satu super class. Bagaimanapun juga, multiple inheritance (turunan berganda) di mana sebuah class menuruni properti dari dua atau lebih super class yang dapat meningkatkan model dari beberapa kasus seperti pada gambar 2.12. (Mathiassen et al, 2000, p.74)
Gambar 2.12. Beberapa Contoh Tipe Account Dengan Model Multiple Inheritance Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.74
97 b. Whole-part Hirarki Cara lain untuk menstrukturisasi informasi adalah dengan mendefinisikan informasi tersebut menjadi bagian kebih kecil. Whole-part
hirarki
menggambarkan
hubungan
yang
telah
teridentifikasi dalam pembuatan asosiasi antar objek dan komponennya. Ada dua tipe whole-part hirarki yakni agregasi dan komposisi. Komposisi digunakan untuk menggambarkan asosiasi whole-part secara lebih kuat, di mana ketika sebuah bagian sekali terasosiasi tidak bisa lagi dipisahkan. Agregasi digunakan untuk mendeskripsikan asosiasi whole-part antara aggregate (whole) dan komponennya (parts). (Satzinger et al, 2005, p. 191)
2.4.10.5.3 Struktur Antar Objek Terdapat dua buah tipe struktur objek yaitu agregasi dan asosiasi. Kedua struktur ini menangkap hubungan dinamis antar objek di dalam problem-domain. Struktur objek ini dideskripsikan di dalam class diagram sebagai hubungan struktural antara dua atau lebih class. Struktur ini dideskripsikan pada tingkatan class dengan menentukan properti multiplicity yang menjelaskan beberapa objek dari class yang berhubungan dapat terkoneksi. (Mathiassen et al, 2000, p.75) a.
Struktur Agregasi Struktur agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek. Struktur ini menunjukkan bahwa satu objek merupakan dasar dan menjelaskan bagian dari yang lain. Sebuah
98 struktur agregasi menggambarkan sebuah garis antar class yang keseluruhan dengan bagiannya, di mana garis tersebut diakhhiri dengan sebuah belahketupat pada class yang memoddelkan keseluruhah, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.13. Secara pengucapan dapat diekspresikan dengan formulasi “kepunyaan” atau “bagian dari”. (Mathiassen et al, 2000, p.76
Gambar 2.13. Struktur Agregasi Sumber : Mathiassen et al. 2000, p.75 b.
Struktur Asosiasi Struktur asosiasi juga merupakan sebuah hubungan antara dua atau lebih objek, tapi berbeda dengan agregasi, di mana yang mengasosiasikan objek bukan menjelaskan properti dari sebuah objek. Asosiasi ini sendiri memiliki pengertian hubungan antara sejumlah objek. (Mathiassen et al, 2000, p.75) Struktur asosiasi digambarkan dengan sebuah garis lurus antara class yang berhubungan. Mendeskripsikan multiplicity dan asosiasi sama dengan ketika mendeskripsikan multiplicity dengan
99 agregasi.
Asosiasi
seringkali
digunakan
ketika
agregasi
menunjukkan keterikatan yang terlalu kuat. Karena struktur asosiasi tidak mengutamakan urutan, dan penempatan class yang saling berhubungan dapat di mana saja di dalam class diagram. Seperti pada gambar 2.14 di mana gambar ini juga menunjukkan hubungan antara manusia dengan mobil. Di mana dalam hal ini, tidak masuk di akal ketika mengatakan bahwa objek dari mobil atau manusia memiliki objek yang lain dari class yang berbeda sebagai bagiannya. Secara pengucapan, asosiasi dapat ditunjukkan dengan formulasi “diketahui” atau “dimiliki” atau “memiliki hubungan dengan”. (Mathiassen et al, 2000, p.77)
Gambar 2.14. Struktur Asosiasi Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 77
2.4.10.5.4 Menemukan Kandidat Untuk Struktur Memodelkan hubungan struktural sama seperti ketika melakukan pemilihan class dan event. Dimulai dari mengumpukan kandidat untuk hubungan struktural di antara model-model class. Di mana pengumpulan kandidat ini berdasarkan pada prinsip : mempelajari abstrak, hubungan statis antar class dan mempelajari konkrit, hubungan dinamis antar objek. Dalam mengumpulkan kandidat, didasarkan pada empat tipe struktur. (Mathiassen et al, 2000, p.77)
100 a.
Identifikasi Agregasi Untuk menentukan kandidat untuk struktur agregasi terdapat tiga macam pendekatan. Pertama, memeriksa setiap pasang class untuk melihat apakah mungkin objek dari suatu class merupakan bagian objek dari class yang lain. Kedua, menentukan apakah sesuai untuk mengagregasikan objek dari setiap pasang class ke dalam objek dari sebuah class yang baru saja dibuat. Ketiga, menentukan apakah setiap class dapat dipecah menjadi beberapa class yang tidak terdapat dalam model yang sudah dibuat. (Mathiassen et al, 2000, p.78) Menurut
Mathiassen
et
al.,(2000,
p.79),
dalam
mendefinisikan hubungan dalam agregasi, terdapat terdapat tiga jenis aplikasi dari struktur agregasi. • Whole-part, di mana keseluruhan merupakan penjumlahan
dari
bagian-bagian,
ketika
menambahkan atau mengurangi bagian apapun, dapat merubah keseluruhan secara mendasar. • Container-content,
di
mana
keseluruhan
merupakan tempat penampungan dari bagianbagian; ketika menambahkan atau mengurangi bagian apapun, properti dasar dari keseluruhan tidak berubah.
101 • Union member, di mana keseluruhan merupakan keteraturan dari kesatuan anggota. Kesatuan ini tidak dirubah secara fundamental baik dengan menambahkan
atau
mengurangi
beberapa
anggota. b. Identifikasi Generalisasi Untuk menghasilkan kandidat untuk struktur generalisasi terdapat tiga macam pendekatan. Pertama, memilih dari semua class yang berpasangan dan tentukan apakah satu dari dua class tersebut merupakan generalisasi dari yang lainnya. Kedua, tentukan apakah ada class generalisasi yang dapat terbentuk dari sepasang class yang dipilih. Ketiga, mengambil setiap class yang dipilih, mencoba untuk mendefinisikan sebuah generalisasi atau spesialisasi yang sesuai. (Mathiassen et al, 2000, p.78) c.
Identifikasi Asosiasi Untuk menghasilkan struktur asosiasi, perlu diperhatikan sisa dari class yang berpasangan untuk melihat apakah class-class tersebut dapat saling terhubung dengan sebuah arti. Sebuah asosiasi perlu untuk dideskripsikan kapanpun harus melakukan kegiatan administrasi, mengawasi, dan mengendalikan hubungan antar objek yang dengan kata lain tidak berhubungan dengan model. (Mathiassen et al, 2000, p.79)
102 2.4.10.6
Behavior Untuk aktivitas behavior, pengembangan definisi class di dalam
classdiagram diperlukan untuk menambahkan deskripsi mengenai behavioral pattern dan atribut dari setiap class. Hasil dari aktivitas behavior ini deiekspresikan dalam gambar dalam sebuah state chart diagram yang dapat dilihat pada gambar 2.15. (Mathiassen et al, 2000, p.89) a. Behavioral Pattern dan Atribut Sebuah objek adalah antitas dengan identitas, state dan behavior. Di dalam aktivitas class dapat dilihat behavior sederhana sebagai suatu kumpulan event yang tidak teratur yang melibatkan sebuah objek. Di dalam aktivitas behavior, pendeskripsian behavior menjadi lebih akurat dengan menambahkan waktu relatif dari suatu event. Sebuah behavior dari objek didefinisikan oleh sebuah event trace yang menunjukan event dalam suatu urutan dari waktu ke waktu. (Mathiassen et al, 2000, p.90) Event trace ini memilki arti yakni sebuah urutan event yang melibatkan objek tertentu. Sebuah event trace adalah unik untuk sebuah objek tertentu. Ini adalah sebua urutan event secara tepat yang melibatkan objek dalam interval waktu tertentu. Sebagai contoh, objek dari class “customer” memiliki event trace berikut sepanjang masa hidup objek ini. Fokus di dalam object-oriented pada analisis problem domain
adalah
pada
objeknya,
tapi
untuk
alasan
tertentu,
mendeskripsikan sekelompok objek dengan definisi class umum. Oleh sebab itu, perulangan untuk mendeskripsikan behavior dari setiap objek
103 yang ada di dalam problemdomain dilakukan. Sebagai gantinya, behavioral pattern untuk objek class dapat diartikan sebagai sebuah deskripsi atas event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam class. (Mathiassen et al, 2000, p.90) Behavioral pattern mendeskripsikan behavior umum untuk semua objek dari class. Untuk menghasilkan pattern, digunakan contoh dari event traces untuk objek individu di dalam class berdasarkan pada prinsip : membuat behavioral pattern dari event trace. Event trace dan behavioral pattern sama-sama berhubungan dengan sebuah objek atau class. Untuk melangkah dari objek individu ke arah problem domain dinamis, dilakukan penekanan pada kolaborasi objek dan deskripsi event umum untuk dua atau lebih objek. Hal ini ditunjukkan pada prinsip : mempelajari event umum. Event umum dapat digunakan untuk mendeskripsikan interaksi antar class, karena semua event dinamakan secara umum disepanjang problem domain. Ketika memodelkan problem domain, dapat diformulasikan kebutuhan untuk data yang akan disimpan pleh sistem, dan oleh karena itu menjadikan data dapat diakses melalui fungsi dan interface. Untuk menspesifikasikan data digunakan atribut yang berarti adalah properti deskriptif untuk sebuah class atau event. Aktivitas behavior termasuk di dalamnya empat buah sub-aktivitas, seperti digambarkan pada gambar 2.15. Di mana dimulai dari event table dan class diagram, untuk memulai mendeskripsikan behavioral pattern dari setiap class dalam class diagram menggunakan
104 event yang berhubungan sebagai pondasi awal. (Mathiassen et al, 2000, p.92)
Gambar 2.15. Sub-Aktivitas dalam Pemodelan Behavior Object Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.92
b.
Notasi untuk Behavioral Pattern Sebuah behavioral pattern menggunakan event tunggal yang digunakan
untuk
pengendalian
struktur
dasar
dari
struktur
pemrograman, yakni: •
Sequence: event dalam kelompok yang terjadi satu demi satu
•
Selection: tepat satu dari sekelompok event yang terjadi
•
Iteration: suatu event terjadi nol sampai beberapa kali
Behavioral pattern adalah deskripsi yang menangkap karakter dinamis dari problem domain tanpa menspesifikasikan mengapa dan bagaimana suatu behavior tertentu dapat terjadi. (Mathiassen et al, 2000, p.93)
105 Sebuah behavioral pattern dengan sequence, selection dan iteration dapat dideskripsikan menjadi yang paling komprehensif dibandingkan ekspresi biasanya. Menggunakan simbol “+” yang mewakili sequence, simbol “l” yang mewakili selection dan simbol “*” yang mewakili iteration, behavior dari customer dapat dideskripsikan menjadi account opened + (amount depositedl amount withdrawn)* + account closed. (Mathiassen et al, 2000, p.93) Behavioral pattern juga dapat dideskripsikan berupa gambar dengan menggunakan statechart diagram. Notasi klasik ini pada umumnya digunakan untuk mendeskripsikan adanya kedinamisan yang melibatkan sejumlah state dan sejumlah transisi. Seperti pada gambar 2.15, tiga buah struktur pengendalian klasik yang digunakan dalam ekspresi biasa dapat juga digunakan untuk diekspresikan dalam statechart diagram. (Mathiassen et al, 2000, p.94) Sequence diekspresikan dengan menggunakan event yang menjalani melalui beberapa state, di mana setiap state hanya memiliki satu buah event. Event tersebut harus terjadi agar urutannya dapat dijelaskan oleh anak panah. Selection diekspresikan dengan membuat semua kemungkinan event keluar dari state yang sama. Iteration diekpresikan dengan membuat event kembali ke state awalnya. (Mathiassen et al, 2000, p.94)
106 2.4.11 Analisis Aplication Domain Analisis application-domain berfokus pada bagaimana sistem yang dituju dapat digunakan. Fokus ini berguna untuk mendefinisikan kebutuhan untuk function dan interface sistem. Analisis application-domain berinteraksi dengan analisis problem-domain. Menentukan urutan dalam pengerjaan dua aktivitas utama ini adalah sebuah strategi. Jika memulai dengan menganalisa apllicatondomain maka selanjutnya akan berfokus pada pekerjaan pengguna dan mungkin menspesifikasikan berbagai kebutuhan detil. Namun jika memulai dengan menganalisa problem-domain maka untuk selanjutnya akan berfokus pada bisnis apa yang sebenarnya dijalankan, dibandingkan dengan interfaces dan function. (Mathiassen et al, 2000, p.115)
Gambar 2.16. Stabilitas Relatif dari Property System yang Berbeda Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.116 Pada gambar 2.17 menggambarkan sebuah model sistem yang lebih stabil, dan untuk function dan interface lebih bersifat sementara. Jadi ketika terjadi perubahanpada model, function dan interfacejuga berubah. Akan tetapi perubahan pada function tidak harus merubah model yang ada. Oleh karena itu, function dan interface kebutuhan untuk berubah lebih sering, namun model sistem jarang sekali berubah. (Mathiassen et al, 2000, p.116)
107
Usage Interface
Function Requirements
Gambar 2.17. Analisis Aplication Domain Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117 Pengarahan kebutuhuan berdasarkan pada dua prinsip dasar. Pertama, tentukan application-domain dengan use case. Di mana use case menawarkan solusi elegan untuk masalah klasik pada analisis application-domain di mana berfokus pada pekerjaan pengguna dapat menghasilkan terlalu banyak informasi dengan terlalu banyak detil. Kedua, berkolaborasi dengan pengguna, spesifikasi kebutuhan tidak menjadi langkah satu arah. Pengguna mungkin tidak mengerti mengenai kebutuhan teknikal dengan baik untuk menuliskan kebutuhan optimal. Oleh karena itu kerjasama antara pengguna dengan pengembang sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan usage, function dan interface perlu untuk dievaluasi seperti pada gambar 2.17. dan aktivitas umum pada application-domain analisis dapat dilihat pada tabel 2.8. (Mathiassen et al, 2000, p.117)
108 Tabel 2.8. Aktivitas pada Analisis Application Domain Activity
Content
Usage
Concepts
How does the system Use case and actors interact with people and system in the context?
Function
What
are
information
the
system Function
proccesing
capabilities Interfaces
What
are
system’s
the
target Interface, user interface,
interface and system interface
requirements Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117 2.4.11.1
Usage Untuk dapat digunakan sistem harus sesuai dengan application domain. Untuk melakukan penyesuaian ini dapat dilakukan dengan mendeskripsikan actor dan use case berdasarkan pada pemahaman atas akivitas application domain. Use case menyediakan gambaran umum dari kebutuhan sistem dari sudut pandang pengguna dan menyediakan landasan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi fungsi dasar yang lebih banyak dan kebutuhan interface. (Mathiassen et al, 2000, p.119) a.
Use Case Menganalisis application domain yang sudah ada dapat menciptakan sejumlah besar informasi detil yang memiliki sedikit nilai untuk mengembangkan proses. Untuk kemudahan, diperlukan untuk mempertahankan tingkatan abstraksi yang relevan dan berfokus pada interaksi antara pengguna dan sistem. Use case dapat membantu
109 dalam mendapatkan tingkatan fokus dan abstraksi yang relevan. (Mathiassen et al, 2000, p.119) Menurut Mathiassen et al. (2000, p.119), actor adalah abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem tujuan. Dan use case adalah sebuah pola untuk interaksi antara sistem dan actor di dalam application domain. Sebuah use case menentukan semua kegunaan dari sistem yang dituju dengan application domain. Prinsip utama dalam menentukan kegunaan sistem adalah menentukan application domain dengan use case
Gambar 2.18. Sub-Aktivitas dari Usage Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.117 Menentukan use case merupakan aktivitas multi aspek. Pertama, memerlukan kerja sama antara pengguna dan pengembang. Kedua menentukan use case adalah proses analitikal seperti aktivitas kreatif. Ketiga, menentukan use case adalah aktivitas deskriptif dan eksperimental. Keempat, use case mendefinisikan target sistem dan application domain-nya. Pada gambar 2.18 menunjukkan rangkuman
110 aktivitas pada analisis usage di mana actor dan use case didefinisikan, dan sering menggunakan pola sebagai inspirasi. Pada tabel 2.9 menunjukkan actor table menunjukkan interaksi secara umum. Dan pada gambar 2.19 menunjukkan informasi yang sama pada table 2.9 akan tetapi menggunakan use case diagram. (Mathiassen et al, 2000, p.120) Tabel 2.9. Sebuah Contoh Actor Table
Use cases Payment Cash withdrawal Money Transfer Account Information Credit information Registration Monitoring Error Corecting
Actors Accounts Owner √
Creditor √
Administrator
√
√
Liquidity monitor
√ √ √
√ √
√ √ √ √
Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.121
√
111
Gambar 2.19. Contoh Use Case Diagram Sumber : Mathiassen et al, 2000, p.122
Dalam penggambaran use case, use case itu sendiri dilambangkan dengan bentuk oval dengan nama dari usecase-nya berada di dalam. Garis yang menghubungkan actor dengan use case menunjukkan actor yang mana yang menjalankan use case yang mana. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p.215) b.
Use Case Descriptions Diagram use casemembantu dalam mengidentifikasi berbagai proses yang pengguna lakukan dan hal yang harus didukung oleh sistem baru. Untuk membuat sistem secara mendalam, maka diperlukan pemahaman secara mendalam mengenai semua langkah
112 yang harus dimengerti. Terdapat tiga tahapan dalam penulisan use case description yaitu : brief description, intermediate description, dan fully developed description. Brief description digunakan untuk use case yang sangat sederhana, terutama ketika sistem akan dikembangkan adalah sistem yang kecil dan juga merupakan aplikasi yang mudah dimengerti. Intermediate description merupakan pengembangan dari brief description di mana menyertakan alur dari aktivitas dari sebuah use case. Jika ada beberapa skenario maka setiap aktivitas dideskripsikan masing-masing. Kondisi pengecualian (exception conditions) juga ikut disertakan jika memang diperlukan. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p.220) Fully developed descriptions merupakan metode dokumentasi use case yang paling formal. Dalam pembuatannya, terdapat beberapa bagian
yakni
bagian
pertama
dan
keduadigunakan
untuk
mengidentifikasikan use case dan skenario untuk use case-nya. Bagian ketiga digunakan untuk mengidentifikasikan pemicu untuk use case tersebut. Bagian keempat merupakan brief description dari use case. Bagian kelima mengidentifikasikan actor-nya. Bagian keenam digunakam untuk mengidentifikasi use case lain dan bagaimana use case ini saling terhubung. Bagian keenam digunakan untuk mengidentifikasikan bagianlain yang terhubung selain dari actor utama. Dua bagian berikutnya digunakan untuk menyediakan informasi penting mengenai kondisi use case sebelum dan sesudah
113 use case tersebut dijalankan. Kedua bagian terakhir digunakan untuk mendeskripsikan alur aktivitas dari use case. Kondisi alternatif dan kondisi eksepsi dijelaskan pada abagian terakhir. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, p.221-225) c. Function Menurut Mathiassen et al, (2000, p.137-138), function berfokus pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe berbeda, yaitu : •
Update. Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan perubahan status model.
•
Signal. Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan reaksi di dalam context.
•
Read. Fungsi readdiaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
•
Compute. Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan
kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-
114 function
yang
kompleks.
Daftar
function
harus
lengkap
menyatakan secara keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan actor sehingga harus konsisten dengan use case. (Mathiassen et al, 2000, p. 141) Untuk beberapa fungsi, perlu untuk mendeskripsikan isinya dengan lebih mendetail untuk mengerti apa yang harus dilakukan. Deskripsi lebih mendetail ini hanya untuk fungsi yang paling kompleks, fungsi-fungsi yang ada harus konsisten dengan hasil analisis lainnya. (Mathiassen et al, 2000, p. 141) d.
User Interface Interface digunakan oleh seorang actor untuk melakukan interaksi dengan sistem. Interface juga menghubungkan sistem untuk semua actor yang saling terkait di dalam sistem. Sebuah userinterface yang baik membantu user dalam melakukan pekerjaannya dan konsep mengenai sistem. (Mathiassen, Munk-Madsen, Nielsen, & Stage, 2000, p.152) Menurut Satzinger et al (2005, p.444) user interface terdiri atas tiga aspek yaitu, pertama aspek fisik yang berupa semua alat yang digunakan atau disentuh oleh user dalam menggunakan user interface berupa keyboard, mouse, dan lainnya. Kedua, aspek persepsi yang berupa semua hal yang didengar, dilihat oleh user. Dan yang ketiga, adalah aspek konseptual, yakni semua yang diketahui oleh user mengenai penggunaan sistem, termasuk di dalamnya hal-hal
115 yang berkaitan dengan “problem-domain” yang dapat dimanipulasi atau operasi yang dapat digunakan oleh user.
2.4.11.2
Sequence Diagram Sequence diagram digunakan untuk mendeskripsikan alur informasi dari sistem dan menuju ke sistem. Dalam pembuatan sequence diagram menggunakan sebuah gambar stik orang yang mewakili user yang menggunakan sistem. Dalam sequence diagram ini menunjukkan bagaimana user berinteraksi dengan sistem dengan melakukan pemasukkan data dan menghasilkan data. Dalam sequence diagram terdapat garis putus-putus yang disebut dengan lifelines. Sebuah lifelines merupakan pengembangan dari objek secara sederhana, gambar anak panah menunjukkan pesan yang diterima atau yang dikirimkan oleh actor kepada sistem. Sebuah pesan dituliskan untuk mendeskripsikan pesan yang diterima ataupun yang dikirimkan. Dan pesan yang dikembalikan oleh sistem diwakili oleh gambar garis panah yang terputus-putus. Garis panah putus-putus ini menandakan respon atau jawaban dan secara langsung mengikuti pesan yang dikirimkan sebelumnya. (Satzinger, Jackson, & Burd, 2005, pp.226-228)
2.4.12 Architectural Design Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
116 Architectural design juga berguna untuk menjembatani kriteria-kriteria dengan platform yang tersedia. Dalam pengembangannya, architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture, dan process architecture seperti pada gambar 2.20
Gambar 2.20. Aktivitas Architectural Design Sumber : Mathiassen et al, 2000, p. 176.
a.
Component Architecture Menurut Satzinger et al (2005, p.280) component architecture adalah struktur sistemdari komponen-komponen yang berkaitan yang saling membantu dalam pembuatan sebuah software. Beberapa contoh software architecture adalah : -
Client/server architecture Client dan server merupakan sebuah model umum dari sotware di dalam suatu organisasi yang dapat diterapkan dengan
117 berbagai bentuk. Salah satunya adalah di mana proses pengaksesan menggunakan sebuah workstation dan database mengakses sistem yang lebih besar. -
Three layer client/server architecture Merupakan sebuah aplikasi software yang lebih besar di mana membagi layer-nya menjadi data layer yang digunakan untuk menyimpan database; business logic layer yang digunakan untuk menjalankan prosedur-prosedur dari proses bisnis, dan view layer menerima masukkan dan format dari user juga menampilkan hasilhasilnya.
-
Middleware Merupakan software yang menjadi penengah dalam proses komunikasi antar layer.Middelware menghubungkan beberapa bagian dari aplikasi yang membantu dalam pengiriman data diantara layer.
-
Internet and web-based software architecture Web arsitektur digunakan untuk perancangan berbasis web di mana para user mengirimkan data melalui webyang melalui protocol.
b.
Proccess Architecture Menurut Mathiassen et al (2000, p. 211) process architecture adalah sebuah sistem eksekusi yang terdiri atas proses yang saling bergantung. Dalam buku Satzinger et al (2005, p.379), dalam penggambarannya, deployment diagram menggunakan dua buah simbol yakni component symbol dan node symbol. Component symbol adalah program yang dapat dijalankan dan terkandung di dalamnya semua class yang dijalankan menjadi sebuah entitas
118 tunggal. Node symbol adalah sebuah simbol yang merepresentasikan sebuah sumber daya komputer. Menurut Satzinger et al (2005, pp. 380-385), dalam proses implementasi, deployment diagram dapat digunakan pada berbagai bentuk pada sistem berbasis internet, seperti: -
Simple Internet Architecture
-
Two Layer Architecture
-
Three Layer Architecture