BAB II LANDASAN TEORI
A. Kompetensi Sosial 1. Definisi Kompetensi Sosial Berikut ini beberapa definisi kompetensi sosial yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain : “The capability to feel positively about oneself and to fit in well within a network of positive relationships with family and peers” Raven & Ziegler (dalam Lillvist et al., 2009)
“developmentally based phenomena rather than a set of specific behaviors and involves the evolving understanding of self and others and the ability to form a meaningfull relationship with peers” Arthur, Bochner & Butterfield (dalam Lillvist et al., 2009)
Menurut Rubia dan Rose-Krasnor (dalam Kemple, 2004) kompetensi sosial didefinisikan sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan pribadi di dalam interaksi sosial dan memelihara hubungan positif dengan orang lain dari waktu ke waktu di dalam semua situasi. Dari beberapa definisi kompetensi sosial yang telah disebutkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan untuk mencapai tujuan dan menjalin hubungan yang positif dalam proses interaksi dengan orang lain di dalam semua situasi secara efektif. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi akan mampu menunjukkan perhatian terhdap lingkungan sosial lebih banyak, lebih simpatik dan lebih dapat menolong dan mencintai.
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2. Aspek-aspek Kompetensi Sosial Kompetensi yang merupakan bagian dari kecerdasan emosi (Goleman, 2015), dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : a. Kompetensi Personal (Personal Competence) dan b. Kompetensi Sosial (Social Competence). Kompetensi personal mencakup sadar diri dan manajemen diri. Sedangkan, kompetensi sosial mencakup sadar sosial dan manajemen relasi (Hutapea & Thoha, 2008). Lebih lanjut dijelaskan tentang aspek-aspek kompetensi sosial adalah sebagai berikut (Hutapea & Thoha, 2008) : a. Kesadaran Sosial (Social Awareness) Indikator yang menunjukkan kesadaran sosial seseorang, yaitu : 1) Empati, yaitu kemampuan merasakan emosi orang lain, mengerti perspektif mereka dan tertarik terhadap kepentingan mereka. 2) Kesadaran organisasi, yaitu kemampuan membaca arus, jaringan keputusan dan politik pada tingkat organisasi. 3) Pelayanan, yaitu kemampuan mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain.
b. Manajemen Relasi (Relationship Management) 1) Kepemimpinan inspirasional, yaitu kemampuan mengarahkan dan memotivasi dengan tujuan yang tegas. 2) Pengaruh, yaitu menggunakan sejumlah taktik untuk membujuk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
3) Mengembangkan orang lain, yaitu mengembangkan kemampuan orang lain melalui umpan balik dan petunjuk. 4) Katalisator perubahan, yaitu berinisiatif, mengatur dan memimpin dengan arah yang baru. 5) Manajemen konflik, yaitu memecahkan perselisihan. 6) Membangun hubungan, yaitu menciptakan dan memelihara sejumlah hubungan. 7) Kerjasama kelompok dan kolaborasi, yaitu membangun kelompok dan kerjasama. Menurut Gresham dan Elliot (dalam Santoso, 2013), kompetensi sosial terdiri atas dua aspek yaitu keterampilan sosial dan perilaku adaptif. Kedua aspek dijelaskan sebagai berikut : a. Keterampilan Sosial merupakan perilaku yang diterima secara sosial yang memungkinkan seseorang untuk dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan menghindari respon yang tdiak dapat diterima dalam interaksi sosial. Gresham dan Elliot (dalam Santoso, 2013) kembali menjelaskan bahwa keterampilan sosial terdiri dari lima subdomain, yaitu : 1) Kerjasama (Cooperation) Mengacu pada perilaku yang dilakukan dalam situasi di mana seseorang (atau dalam kelompok) memberikan bantuan pada orang lain (kelompok lain) yang membutuhkan, namun di waktu lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
orang-orang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang memberikan keuntungan bagi semua orang 2) Asertif (Assertion) Mengacu pada perilaku yang merupakan reaksi yang tepat dan menggambarkan seberapa besar intense seseorang untuk berbicara, mempertahankan pendapat dan mengejar cita-citanya dalam hubungan interpersonal. 3) Tanggung jawab (responsibility) Sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab merupakan kewajiban untuk menanggung segala sesuatunya yang berhubungan dengan resiko yang dihasilkan dari perbuatan seseorang. 4) Kontrol diri (self control) Merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi, perilaku dan keinginannya. 5) Empati Merupakan
perilaku
yang
menunjukkan
kepedulian
serta
penghargaan terhadap perasaan dan pandangan orang lain
b. Perilaku Adaptif Perilaku adaptif dipandang sebagai tingkat efektivitas dan derajat keberhasilan seseorang dalam mencapai standar sosial atau budaya sehingga seseorang dapat dikatakan mandiri dan memenuhi tanggung
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
jawab sosial (Gresham & Elliot, dalam Lestari, 2013). Memiliki perilaku adaptif diartikan pula tidak adanya perilaku maladaptif. Menurut Gresham dan Elliot (dalam Lestari, 2013), perilaku maladaptif terdiri dari dua subdimensi, yaitu : 1) Masalah internal, adalah perilaku yang menunjukkan reaksi emosi yang berlebih yang ditujukan pada diri sendiri, seperti : perilaku menarik diri, depresi dan cemas; 2) Masalah eksternal, adalah perilaku yang ditandai dengan rendahnya kontrol emosi dalam menjalin hubungan interpersonal, seperti : perilaku agresif yang ditujukan pada orang lain. Dengan melihat aspek-aspek tersebut, maka peneliti akan menggunakan aspek kompetensi sosial menurut Gresham dan Elliot yaitu, keterampilan sosial dan perilaku adaptif untuk mengukur kompetensi sosial dalam penelitian ini.
3. Faktor-faktor Kompetensi Sosial Smart dan Sanson (Lestari, 2013) menyebutkan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial, yaitu : a. Karakteristik Individu Pola pikir, perasaan dan sikap seseorang dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Seseorang yang memiliki penilaian yang impulsif dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
menunjukkan sikap yang tidak baik dalam situasi sosial, akan ditolak oleh limgkungan.
b. Lingkungan Lingkungan memiliki peran yang penting dalam pengembangan kompetensi seseorang. Kehadiran orang lain, budaya dan norma yang berlaku dan berkembang dalam lingkungan tempat tinggal akan menentukan apakah seseorang kompeten secara sosial dan dapat diterima oleh lingkungannya.
c. Hubungan dengan Peer Hubungan dengan teman sebaya juga berpengaruh pada perkembangan sosial seseorang. Hubungan dengan teman sebaya membantu pembentukan identitas diri seseorang. Bersama dengan itu seseorang juga belajar tentang hubungan timbal balik dan kedekatan personal dengan orang lain. Adanya penolakan dari teman merupakan indikator rendahnya kompetensi sosial seseorang. Selain dari ketiga faktor tersebut, faktor lain yang juga mempengaruhi kompetensi sosial seseorang adalah usia, jenis kelamin dan pendidikan orang tua (Kumari, 2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
4. Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Kompetensi Sosial Berdasarkan penjelasan Gresham dan Elliot (dalam Santoso, 2013) tentang kompetensi sosial dan aspek-aspeknya, secara umum individu yang memiliki kompetensi sosial memiliki perbedaan dengan mereka yang tidak memilikinya. Begitu pula mahasiswa yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi, menunjukkan karakteristik yang berbeda dengan mahasiswa yang tidak memiliki kompetensi sosial. Karakteristik
yang
membedakannya
antara
lain
sikap
mandiri,
bertanggung jawab mampu bekerja sama dengan orang lain, memiliki orientasi hidup yang jelas, lebih simpatik, suka menolong, mempunyai kontrol diri yang baik dan lebih disukai oleh orang tua, pembimbing akademis dan teman sebaya (Wardani & Apollo, 2010). Selain itu, mahasiswa yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi juga menunjukkan prestasi akademis yang lebih baik. Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki kompetensi sosial yang tinggi menunjukkan ciri-ciri suka membolos, memberontak dan tidak mampu mempertahankan hubungan sosial dengan teman sebaya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik mahasiswa yang memiliki kompetensi sosial yang tinggi menunjukkan kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dalam setiap situasi. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa ada perbedaan penyesuaian sosial antara laki-laki dan perempuan. Dimana penyesuaian sosial sebagai salah satu indikator perilaku adaptif yang merupakan aspek dari kompetensi sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
B. Kecerdasan Emosional 1.
Definisi Kecerdasan Emosional Sebelum kita melangkah pada pengertian tentang kecerdasan emosi, maka
perlu dipahami terlebih dahulu, apakah emosi itu? Menurut Goleman sendiri, emosi mengacu pada, “a feeling and thoughts of his trademark, a state and a series of biological and psychological tendency to act”.
Terlepas dari pengertian itu, pengelompokan emosi masih dalam perdebatan para ahli, hingga akhirnya dari hasil penemuan Paul Ekman dari University of California di San Fransisco (Goleman, 2015) dinyatakan bahwa ada empat ekspresi wajah yang menunjukkan emosi seseorang yaitu, takut, marah, sedih dan senang yang bersifat universal, karena empat ekspresi itu dikenali di semua budaya di dunia. Dari berbagai pemikiran tentang emosi, kini diketahui bahwa betapa banyak hal yang dilakukan oleh manusia dikarenakan dorongan emosi. Tampak jelas ketika ada saat dimana kita menjadi begitu rasional dan menjadi begitu tidak rasional di saat yang lain. Goleman (2015) mengungkapkan bahwa seseorang dapat langsung bertindak tanpa mempertimbangkan apa yang dilakukannya disebabkan dorongan dari pikiran emosional. Hal itu menunjukkan bahwa pikiran emosional bereaksi lebih cepat dari pikiran rasional. Kecepatan pikiran emosional ini cenderung menelan mentah-mentah dan langsung (sekaligus), tanpa ada analisa yang matang terhadap infornasi yang diterimanya. Dengan begitu tentu saja hal-hal detail lainnya menjadi terabaikan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Meskipun demikian, pikiran emosional memberikan keuntungan karena dapat membaca realitas emosi dalam waktu singkat atau sekejap saja. Dan kekurangannya tentu saja, karena penilaian dari pikiran emosional diberikan secara langsung atau spontan, maka akan menimbulkan penilaian yang salah (Goleman, 2015). Dalam dunia kerja, mereka yang sukses adalah individu yang lebih berempati, komunikatif, mempunyai rasa humor dan memiliki kepekaan terhadap kebutuhan orang lain. Selain itu, dapat pula menyeimbangkan antara emosi dan rasio, mampu memisahkan opini dan fakta sehingga tidak mudah terpengaruh dengan gosip. Biasanya mereka dianggap selalu obyektif dan tahu caranya mengurangi stres. Kemampuan seperti yang telah disebutkan, berdasar pada kecerdasan emosional yang tinggi, yang dimiliki oleh individu. Salovey dan Mayer (dalam Davis, 2008), mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kecerdasan yang mencakup kemampuan memonitor perasaan dan emosi diri sendiri dan orang lain, untuk menuntun pikiran dan tindakan seseorang. Goleman (2015) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu dalam bidang yang lebih luas yaitu, kesadaran diri, kesadaran sosial, manajemen diri dan manajemen hubungan. Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas,
peneliti
menyimpulkan bahwa kecerdasan emosional dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengenali dan mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional Salovey (dalam Goleman, 2015) menjelaskan lima aspek yang tercakup dalam pengertian dasar tentang kecerdasan emosi, meliputi : a. Mengenali emosi diri Kemampuan individu untuk mengenali perasaannya sendiri, ketika perasaan itu terjadi. Individu yang memiliki kepekaan yang tinggi akan perasaannya sendiri adalah orang yang mampu memegang kendali atas kehidupannya sendiri.
b. Mengelola emosi Kemampuan individu untuk menangani perasaan yang muncul. Mereka yang buruk dalam kemampuan ini akan gagal terus-menerus berada dalam kondisi “perang batin”, melawan perasaan murung, sedangkan mereka yang pintar dalam kemampuan ini akan lebih cepat bangkit dari keterpurukan.
c. Memotivasi diri sendiri Kemampuan individu untuk berkreasi, memotivasi dan menguasai diri sendiri. Individu yang memiliki kemampuan ini cenderung akan jauh lebih produktif dan efektif dalam mengerjakan apa pun.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
d. Mengenali emosi orang lain Kemampuan individu untuk berempati. Artinya, mereka dapat mengenali sinyal-sinyal yang tersembunyi dari orang lain.
e. Membina hubungan Kemampuan mengelola emosi orang lain. Dengan begitu, individu yang memiliki kemampuan ini akan sukses dalam pergaulan. Sedangkan Goleman (2015), tidak jauh berbeda dengan Salovey, menyebutkan lima aspek yang tercakup dalam kecerdasan emosi, yaitu : a. Kesadaran diri emosional Meliputi perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri; kemampuan memahami penyebab timbulnya suatu perasaan dan kemampuan mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan.
b. Mengelola emosi Meliputi toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan amarah; berkurangnya ejekan verbal, perkelahian dan gangguan di ruang kelas; kemampuan mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi; berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri; perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri dan lingkungan; kemampuan yang lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa; dan berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
c. Memanfaatkan emosi secara produktif Meliputi kemampuan untuk lebih bertanggung jawab; mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan menaruh perhatian pada tugas tersebut; kemampuan untuk lebih menguasai diri dan kemampuan untuk meningkatkan prestasi.
d. Empati Meliputi kemampuan menerima sudut pandang orang lain; kepekaan terhadap perasaan orang lain; dan kemampuan mendengarkan orang lain.
e. Membina hubungan Meliputi kemampuan meningkatkan analisa dan memahami hubungan; kemampuan
menyelesaikan
pertikaian
dan
merundingkan
persengketaan; kemampuan menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan; kemampuan untuk tegas dan terampil dalam berkomunikasi; lebih mudah bergaul dan bersahabat dengan teman sebaya; kemampuan untuk menjadi individu yang dibutuhkan oleh teman sebaya; lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa; lebih memikirkan kepentingan sosial da selaras dalam kelompok; lebih suka berbagi rasa, bekerja sama dan suka menolong; serta lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Berdasarkan aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti akan mengoperasionalisasikan kecerdasan emosi sesuai dengan aspek-aspek yang telah dikemukakan oleh Salovey yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, memotivasi diri dan membina hubungan.
3. Faktor-faktor Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh dari proses pembelajaran. Goleman (2015) menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu : a. Pengalaman Kecerdasan emosional cenderung akan meningkat, seiring dengan perjalanan hidupnya. Dalam perjalanan hidupnya, setiap individu belajar untuk menangani suasana hati, menangani emosi-emosi yang menyulitkan dan sebagainya. Pengalaman itulah yang membawa individu semakin cerda secara emosional.
b. Usia Terkait dengan pengalaman sejak usia kanak-kanak hingga dewasa, semakin bertambahnya usia individu, maka individu akan semakin cerdas secara emosional.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
c. Jenis kelamin Pria dan wanita memiliki kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan kecerdasan emosional, namun wanita cenderung memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding pria.
d. Jabatan Semakin tinggi jabatan seseorang, maka tuntutan terhadap dirinya semakin besar. Kondisi itulah yang secara tidak langsung memaksa seseorang untuk dapat mengelola emosinya dengan baik, sehingga dapat memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi.
C. Kreativitas 1. Definisi Kreativitas Kreativitas merupakan konsep yang sangat kompleks, sehingga tidak ada definisi tunggal untuk menggambarkannya. Itulah sebabnya, kesulitan terbesar dalam studi kreativitas adalah definisi (Batastini, 2001). Banyak peneliti mendefinisikan kreativitas baik sebagai proses, produk atau individu itu sendiri (Hennessey & Amabile dalam Batastini, 2001) Beberapa definisi kreativitas yang dicetuskan oleh para ahli antara lain definisi kreativitas menurut Green (2001). Ia menyebutkan bahwa kreativitas terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu : a. Sebagai bakat individual; b. Sebagai proses;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
c. Sebagai produk; d. Sebagai pengakuan dari orang lain. Kreativitas sebagai bakat individual diartikan sebagai ide-ide yang muncul dari otak kita semata-mata. Itulah sebabnya, kreativitas dianggap sebagai bakat alamiah seorang individu. Sedangkan, kreativitas sebagai proses artinya, penggabungan dari sekian banyak ide-ide yang tidak begitu bagus atau penyatuan dari berbagai gagasan yang tidak berhubungan, meskipun proses tersebut tidak serta merta menciptakan ‘ide kreatif’. Sebagai produk, kreativitas menunjukkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Dapat pula dikatakan sebagai karya seni atau pencapaian yang hebat. Sedangkan, sebagai pengakuan dari orang lain, kreativitas merupakan sebuah proses yang menghasilkan kebaruan dan keunikan yang dipandang bermanfaat, masuk akal atau memuaskan oleh sekelompok orang pada suatu waktu tertentu. Kreativitas juga sering didefinisikan sebagai pengembangan ide-ide original yang berguna atau berpengaruh (Runco, 2004). Dalam pandangan ini, kreativitas tidak hanya sebuah reaksi tetapi juga sebuah kontribusi yang dapat mengubah dan melakukan evolusi. Kreativitas tidak hanya menjadi concern dan target individu saja, tetapi juga untuk masyarakat dan budaya. Kreativitas juga berperan penting dalam dunia teknologi, behavioral sciences, seni dan psikologi. Oleh karena itu kreativitas menjadi salah satu kunci dalam pengembangan organisasi dan bisnis (Runco, 2004). Selain itu, kreativitas juga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Sedangkan menurut Solso, Maclin, dan Maclin (2008), “Kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya)” (pg. 444). Berdasarkan definisi di atas, jelas bahwa kreativitas bukan hanya bicara soal “menghasilkan sesuatu yang bermanfaat” saja, tetapi juga merupakan suatu proses. Wallas (dalam Solso et al., 2008) menjelaskan proses kreatif yang terdiri atas 4 (empat) tahap, yaitu : Tahap 1. Persiapan, yaitu tahapan yang berlangsung dari masa kanak-kanak. Sejak kanak-kanak, seseorang memperoleh pengetahuan dan ide-ide yang selalu berkembang, serta pemikiran-pemikiran yang didapat dari pengalaman. Ide-ide awal inilah yang akan menentukan masa depan orang yang kreatif. Tahap 2. Inkubasi, yaitu tahap dimana suatu ide kreatif (untuk pemecahan masalah) justru muncul tanpa kita sadari. Melupakan sejenak masalah yang berat untuk sementara waktu itu perlu, karena akan membantu kita menemukan ide-ide yang sesuai dengan permasalahan kita yang berat tersebut. Tahap 3. Iluminasi/Pencerahan, yaitu tahapan di mana suatu permasalahan menemukan titik terang. Hal ini terjadi karena pemahaman meningkat dan ide-ide muncul, saling melengkapi satu sama lain, sehingga menemukan penyelesaian masalah Tahap 4. Verifikasi, yaitu tahapan dimana ide yang muncul diuji, untuk melihat apakah penemuan atau ide tersebut berhasil dan berguna. Definisi kreativitas yang lain datang dari EP Torrance (dalam Batastini, 2001) yang menyebutkan bahwa kreativitas adalah berhasil mengetahui,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
mengalami dan menemukan hubungan yang baru. Konsep kreativitas yang diungkapkan oleh Guilford dan Torrance, yang mencakup kefasihan, fleksibilitas, elaborasi dan orisinalitas sebagai indikatornya, telah diterima secara luas dalam penelitian kreativitas. Akhirnya, dari beberapa definisi kreativitas yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan suatu proses pemecahan masalah dengan memunculkan gagasan-gagasan baru yang mencakup aspek-aspek kefasihan, fleksibilitas, elaborasi dan orisinalitas, sebagaimana disebutkan oleh Torrance dan Guilford.
2. Aspek-aspek Kreativitas Dengan keluasan konsep kreativitas, maka muncul pula berbagai pendapat dari para ahli tentang atribut-atribut yang tercakup dalam konstruk kreativitas. Sternberg dan Lubart (dalam Solso et al., 2008), menyebutkan bahwa kreativitas terdiri dari 6 (enam) atribut, yaitu : a. Proses inteligensi; b. Gaya intelektual; c. Pengetahuan; d. Kepribadian; e. Motivasi; f. Lingkungan. Sedangkan hasil studi analisa mengenai ciri-ciri utama dari kreativitas, Guilford (dalam Munandar, 2012) menyebutkan bahwa kreativitas terdiri dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
aspek aptitude dan non-aptitude traits. Ciri aptitude dari kreativitas diartikan sebagai kemampuan berpikir kreatif. Sedangkan non-aptitude diartikan sebagai sikap kreatif. Secara lebih terperinci, Utami Munandar (2012) menyebutkan aspek-aspek dalam kreativitas yaitu : a. Aptitude atau berpikir kreatif yang meliputi : 1) Kefasihan (Fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan dengan cepat. Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak ide yang dihasilkan, akan semakin besar pula kemungkinan munculnya suatu pemecahan masalah yang baru dan tidak biasa (Batastini, 2001). 2) Keluwesan (Flexibility) adalah kemampuan untuk menggunakan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah, menghasilkan sejumlah ide, memandang suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif yang berbeda, dan mampu menggunakan berbagai macam pendekatan dan tidak terpaku pada pola pemikiran lama tetapi mampu menggantinya dengan pola pikir baru. 3) Elaborasi (Elaboration) adalah kemampuan menambahkan detail untuk sebuah ide. 4) Keaslian (Originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan ide-ide unik, tidak biasa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
b. Non-aptitude atau sikap kreatif yang meliputi : 1) Keterbukaan terhadap pengalaman baru; 2) Kebebasan dalam ungkapan diri; 3) Menghargai fantasi; 4) Minat terhadap kegiatan kreatif; 5) Kepercayaan diri terhadap ide-ide sendiri; 6) Kemandirian dalam memberi pertimbangan. Dari aspek-aspek kreativitas yang telah disebutkan, maka peneliti akan menggunakan aspek aptitude (berpikir kreatif) dan non-aptitude (sikap kreatif) dalam penelitian ini.
3. Faktor-faktor Kreativitas Menurut
Rogers (dalam Munandar
(2012), kreativitas seseorang
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrisik) Setiap individu memiliki kecenderungan untuk berkreasi, mewujudkan potensi dan mengungkapkan kapasitas yang dimilikinya. Rogers (dalam Munandar, 2012) mengungkapkan bahwa kondisi internal yang dapat mendorong individu untuk berkreasi antara lain : 1) Keterbukaan terhadap pengalaman Mau menerima segala informasi dari pengalaman hidupnya sendiri tanpa ada usaha pertahanan (defense), sehingga dapat dikatakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
bahwa individu yang kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan. 2) Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang Pada dasarnya penilaian terhadap hasil karya seseorang adalah dari diri orang itu sendiri, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya masukan dan kritikan dari orang lain. 3) Kemampuan untuk mencari tahu atau mencoba sesuatu Merupakan kemampuan untuk membentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Hal ini juga terkait dengan inteligensi seseorang. b. Dorongan dari lingkungan Lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas antara lain lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun, kreativitas tidak dapat berkembang pada kondisi lingkungan tertentu. Dan kondisi lingkungan yang dapat mengembangkan kreativitas itu ditandai dengan adanya : 1) Keamanan psikologis Keamanan psikologis dapat terbentuk dengan adanya proses-proses yang saling berhubungan. Proses tersebut antara lain menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, mengusahakan suasana yang didalamnya tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
terdapat efek mengancam dan memberikan pengertian secara empatis. 2) Kebebasan psikologis Lingkungan
yang
bebas
secara
psikologis,
memberikan
kesempatan kepada individu untuk bebas berekspresi dengan pikiran dan perasaannya. Dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas seperti telah dijelaskan di atas, Hayes (dalam Solso, et al., 2008), mengungkapkan bahwa kreativitas seseorang dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, yaitu : a. Mengembangkan pengetahuan dasar. Semakin
kaya
latar
belakang
pengetahuan
seseorang,
dapat
memberikan informasi yang lebih banyak untuk memunculkan ide-ide kreatifnya. Orang yang kreatif akan selalu mengumpulkan informasi dan menyempurnakan kemampuan dasar mereka. b. Menciptakan atmosfer yang tepat untuk kreativitas Seperti brainstorming yang dilakukan dalam sekelompok orang, dimana masing-masing bebas menyebutkan ide-idenya sebanyak mungkin tanpa memberikan kritik satu sama lain. Cara ini dapat digunakan untuk menemukan solusi dan memfasilitasi peningkatan kreativitas seseorang. c. Mencari analogi Beberapa studi menunjukkan bahwa orang sering tidak mengenali permasalahan
baru
yang
sebenarnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
hampir
mirip
dengan
37
permasalahan yang sudah pernah mereka alami dan ketahui bagaimana penyelesaiannya. Dengan menghadapkan seseorang pada sebuah tekateki, mungkin ia akan melakukan sebuah analogi dengan mengingat kembali permasalahan yang hampir mirip dengan teka-teki tersebut. Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kreativitas dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman, kepribadian, kemampuan berpikir dan lingkungan.
D. Jenis Kelamin 1. Definisi Jenis Kelamin Hungu (2007) mendefinisikan jenis kelamin (seks) sebagai perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis yang dapat diketahui individu itu lahir. Jenis kelamin merupakan unsur dasar dari konsep diri. Penghayatan terhadap jenis kelamin diperoleh pada saat awal-awal kehidupan, yaitu pada usia 2 (dua) atau 3 (tiga) tahun (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Jenis kelamin dikategorikan secara otomatis dengan melihat ciri-ciri fisik seperti rambut, wajah, payudara dan bentuk pakaian yang dikenakan (Taylor et al., 2009). Perbedaan laki-laki dan perempuan pada prinsipnya bersifat universal di semua masyarakat manusia (Taylor et al., 2009). Contohnya saja sebagai anak laki-laki dan perempuan sejak kecil sudah diajarkan keterampilan-keterampilan yang berbeda dan mengembangkan kepribadian yang berbeda. Perbedaan jenis kelamin menyebabkan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Dalam lingkungan sosial, pada umumnya laki-laki lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
berkuasa, lebih bebas dan lebih berani menantang segala peraturan yang berlaku dalam keluarga maupun masyarakat. Sebaliknya, perempuan lebih patuh pada peraturan, lebih mudah menghayati perasaan orang lain dan lebih suka menciptakan hubungan yang erat dengan teman sebayanya (Wardani & Apollo, 2010). Lips (2008) menguraikan tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, di mana perempuan memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain secara lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Secara lebih rinci, perbedaan laki-laki dan perempuan menurut Lips (2008) dipaparkan pada Tabel 1 berikut ini : Tabel 1. Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Faktor-faktor Intelijensi umum
Sensasi, persepsi dan atensi
Orientasi
Perbedaan Secara umum, tidak ada perbedaan intelijensi antara laki-laki dan perempuan, baik anak-anak maupun dewasa. Perempuan memiliki kemampuan mendengarkan yang lebih baik daripada laki-laki; Laki-laki memiliki kesulitan dalam memberikan gambaran visual dari sebuah kata, saat mendengarkan. Laki-laki berorientasi pada obyek sedangkan perempuan memiliki orientasi sosial; Laki-laki tumbuh menjadi systematizers, yang menyukai dunia mekanik, sistem abstrak dan bagaimana sebuah sistem bekerja; Perempuan tumbuh menjadi empathizers, yang sangat baik dalam merespon perasaan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam menjalin hubungan sosial. Dalam penelitian Deaux dan LaFrance (dalam Taylor et al., 2009) disebutkan bahwa laki-laki pada umumnya dinilai lebih tinggi dalam hal-hal yang berhubungan dengan kompetensi dan keahlian seperti kepemimpinan, objektivitas dan kemandirian. Sedangkan pada perempuan, nilai tinggi diberikan pada sifatsifat yang berhubungan dengan kehangatan dan kemampuan mengungkapkan perasaan, seperti kelembutan, dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.
2. Aspek-aspek Jenis Kelamin Menurut para ahli (Taylor et al., 2009), aspek-aspek yang membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah sebagai berikut : a. Biologi yaitu fisik (perkembangan otot, tinggi badan, bentuk tubuh), hormon seks dan evolusi genetik;
b. Sosialisasi yaitu menekankan pada cara-cara masyarakat membentuk perilaku dan melalui proses penguatan serta peniruan (modeling) individu untuk memperoleh ciri-ciri yang menetap yang berkaitan dengan jenis kelamin;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
c. Peran Sosial Kehidupan orang dewasa diatur berdasarkan berbagai peran seperti anggota keluarga, pekerja dan anggota komunitas atau masyarakat. Peran sosial tradisional mempengaruhi perilaku laki-laki dan perempuan dalam beberapa hal.
d. Situasi Sosial yaitu, perilaku manusia yang berubah-ubah dari satu situasi ke situasi yang lain, bergantung pada faktor-faktor seperti komposisi jenis kelamin dalam kelompok dan harapan, serta sifat dari tugas atau kegiatan.
E. Kerangka Berpikir Beberapa penelitian terkait dengan kompetensi sosial telah dilakukan. Penelitian tersebut antara lain berjudul, “Emotional Intelligence and Social Competence in High and Low Achiever Pakistani Adolescents” (Malik, Malik, & Anjum, 2010), yang menunjukkan bahwa emosional intelijensi merupakan prediktor utama kesuksesan akademis dibandingkan dengan kompetensi sosial. Penelitian tentang kreativitas juga telah dilakukan, diantaranya yang berjudul, “Pengaruh Kreativitas Karyawan terhadap Pengembangan Inovasi Baru bagi Perusahaan” (Aprilliyani, 2006). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kreativitas dapat dijadikan strategi oleh perusahaan. Gagasan-gagasan kreatif yang berguna, dapat menunjang kelangsungan perusahaan, terutama dalam menghadapi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
persaingan global. Ada pula penelitian tentang, “Analysis The Relationship Between Job Stress, Intrinsic Motivation and Employees Creativity in Islamic Republic of Iran Railways Organization” (Kouloubandi, Jofreh, & Mahdawi, 2012), yang menjelaskan hubungan antara stres kerja, motivasi intrinsik dan kreativitas karyawan dalam sebuah organisasi. Selama
dekade
terakhir,
penelitian
tentang
kreativitas
semakin
berkembang dengan melihat kreativitas dari berbagai aspek. Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan kreativitas dengan inteligensi, sedangkan penelitian lain justru membuktikan bahwa tingkat inteligensi tinggi tidak diperlukan untuk sebuah kreativitas. Dan kini, penelitian tentang kreativitas dikaitkan pula dengan atribut-atribut kepribadian seperti kecerdasan emosi, kepemimpinan dan sebagainya. Salah satunya adalah penelitian tentang, “The relationship among students’ emotional intelligence, creativity and leadership”(Batastini, 2001). Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditunjukkan dalam penelitian sebelumnya tentang atribut-atribut kompetensi sosial, kecerdasan emosional dan kreativitas yang sangat kompleks, maka peneliti ingin mencoba mengeskplorasi kompetensi
sosial
dari
sisi
emosional
dan
kreativitas,
yaitu
dengan
menghubungkan antara kreativitas dan kecerdasan emosional dengan kompetensi social.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Kerangka berpikir digambarkan pada Gambar 1 berikut ini : Gambar 1. Kerangka Berpikir Berpikir Kreatif
Sikap Kreatif
Kreativitas (X1)
Keterampilan Sosial Mengenali Emosi Diri
Kompetensi Sosial (Y)
Mengelola Emosi Memotivasi Diri Sendiri
Perilaku Adaptif
Kecerdasan Emosi (X2)
Mengenali Emosi Orang Lain Membina Hubungan
Kerangka berpikir seperti tampak pada Gambar 1, ingin menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara kreativitas dengan kompetensi sosial dan kecerdasan emosional dengan kompetensi sosial, serta hubungan secara bersamasama antara kreativitas dan kecerdasan emosional dengan kompetensi sosial. Banyak penelitian telah menunjukkan hubungan penting antara kreativitas, kecerdasan emosional dan kompetensi sosial dengan bidang-bidang yang lain secara terpisah. Namun, hubungan secara bersama-sama antara kedua konstruksi belum dieskplorasi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, selain melihat hubungan secara parsial, dimana kedua variabel dihubungkan dan variabel yang lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
dikendalikan, yaitu hubungan antara kecerdasan emosional dan kompetensi sosial, dengan mengendalikan atau mengontrol kreativitas; dan hubungan antara kreativitas dan kompetensi sosial, dengan mengendalikan atau mengontrol kecerdasan emosional. Penelitian ini juga akan melihat hubungan antara kecerdasan emosional dan kreativitas secara bersama-sama, dengan kompetensi sosial.
F. Hipotesis H1 : Ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kompetensi sosial pada mahasiswa psikologi Universitas Mercu Buana; H2 : Ada hubungan antara kreativitas dengan kompetensi sosial pada mahasiswa psikologi Universitas Mercu Buana; H3 : Ada hubungan secara bersama-sama antara kecerdasan emosional dan kreativitas dengan kompetensi sosial pada mahasiswa psikologi Universitas Mercu Buana H4 : Ada perbedaan kompetensi sosial antara mahasiswa laki-laki dan perempuan, Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana;
http://digilib.mercubuana.ac.id/