BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK)
Pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari Sistem Informasi Manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Interaktif dengan tujuan untuk
memudahkan
integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan keputusan seperti prosedur,
kebijakan,
analisis,
pengalaman
dan
wawasan
manajer
untuk
mengambil keputusan yang lebih baik.
SPK adalah sistem yang dibangun untuk menyelesaikan berbagai masalah yang bersifat
manajerial
atau
organisasi
perusahaan
yang
dirancang
untuk
mengembangkan efektivitas dan produktivitas para manajer untuk menyelesaikan masalah dengan bantuan teknologi komputer. Hal lainnya yang perlu dipahami adalah bahwa SPK bukan untuk menggantikan tugas manajer akan tetapi hanya sebagai bahan pertimbangan bagi manajer untuk menentukan keputusan akhir.
Kegiatan
merancang
sistem
pendukung
keputusan
merupakan
sebuah
kegiatan untuk menemukan, mengembangkan dan menganalisis berbagai alternatif tindakan yang mungkin
untuk
dilakukan.
Tahap
perancangan
ini
meliputi
pengembangan dan mengevaluasi serangkaian kegiatan alternatif. Sedangkan kegiatan memilih dan menelaah ini digunakan untuk memilih satu rangkaian tindakan tertentu dari beberapa yang tersedia dan melakukan penilaian terhadap tindakan yang telah dipilih.
2.1.1 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan
Konsep SPK pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an oleh Scott Morton. Scott Morton (1970-an)[4] mendefenisikan SPK sebagai ”sistem berbasis komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur”. SPK dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan yang dimulai dari tahap
mengidentifikasi
masalah,
memilih
data
yang
relevan,
menentukan
pendekatan yang digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif.
2.1.2
Konfigurasi Sistem Pendukung Keputusan
Dukungan keputusan dapat diberikan dalam banyak konfigurasi yang berbeda-beda. Konfigurasi tersebut tergantung pada sifat situasi keputusan manajemen dan teknologi spesifik yang digunakan untuk dukungan. Teknologi ini dirakit dari empat komponen dasar (masing-masing dengan beberapa variasi): data, model, antarmuka pengguna, dan (opsional) pengetahuan. Masing-masing komponen dikelola dengan perangkat lunak yang tersedia secara komersil atau harus diprogram untuk tugas spesifik. Cara komponen tersebut dirakit menentukan kapabilitas utamanya dan sifat dukungan yang disediakan.
2.1.3. Pengertian Sistem Pendukung Keputusan Pada awalnya Turban & Aronson ( 1998 )[10], mendefenisikan sistem pendukung keputusan ( Decision Support System – DSS ) sebagai sistem yang digunakan untuk mendukung dan membantu pihak manajemen melakukan pembuatan keputusan pada kondisi semi terstruktur dan tidak terstruktur. Pada dasarnya konsep DSS hanyalah sebatas pada kegiatan membantu para manajer melakukan pembuatan keputusan dan tidak melakukan penilaian serta menggantikan posisi dan peran manajer.
Little (1970)[10] mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur berbasis model untuk data pemrosesan dan penilaian guna membantu para manajer mengambil keputusan. Dia menyatakan bahwa untuk sukses, sistem tersebut haruslah sederhana, cepat, mudah dikontrol, adaptif, lengkap dengan isu-isu penting, dan mudah berkomunikasi. Bonczek, dkk., (1980)[10] mendefinisikan SPK sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi: sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen DSS lain), sistem pengetahuan (repositori pengetahuan domain masalah yang ada pada SPK apakah sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan).
2.1.4. Karakterisktik Sistem Pendukung Keputusan Sudirman dan Widjajani (1996)[3], mengemukakan karakteristik SPK yang dirumuskan oleh Alters Keen sebagai berikut:
1.
SPK ditujukan untuk membantu keputusan-keputusan yang kurang terstruktur dan
umumnya dihadapi oleh para manajer yang berada di tingkat puncak.
2.
SPK merupakan gabungan antara kumpulan model kualitatif dan kumpulan data.
3.
SPK memiliki fasilitas interaktif yang dapat mempermudah hubungan antara manusia dengan komputer.
4.
SPK bersifat luwes dan dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
2.1.5. Tujuan Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan pada hakekatnya memiliki beberapa tujuan (Turban, 2005)[10] yaitu:
1.
Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semiterstruktur.
2.
Memberikan dukungan
atas pertimbangan
manajer dan bukan
untuk
menggantikan fungsi manajer. 3.
Meningkatkan efektifitas keputusan yang diambil manajer lebih daripada perbaikan efisiensinya.
4.
Kecepatan komputasi. Komputer memungkinkan para pengambil keputusan untuk melakukan banyak komputasi secara cepat dengan biaya yang rendah.
5.
Dukungan kualitas. Komputer bisa meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat, misalnya: semakin banyak data yang diakses, makin banyak juga alternatif yang bisa dievaluasi.
6.
Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan. Menurut Simon (1977)[10], otak manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk memproses dan menyimpan informasi. Orang-orang kadang sulit mengingat dan menggunakan sebuah informasi dengan cara yang bebas dari kesalahan.
2.1.6. Komponen-komponen SPK
SPK dapat terdiri dari tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK (Suryadi dan Ramdhani, 1998)[9], yaitu:
1.
Subsistem Manajemen Basis Data (Data Base Management Subsystem)
2.
Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem)
3.
Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog (Dialog Generation and
Management Software)
Komponen-komponen SPK dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Sistem lain yang berbasis
Data: eksternal dan
Manajemen Data
Manajemen Model
Subsistem berbasis pengetahuan
Antarmuka pengguna
Pengguna
Gambar 2.1 Skematik SPK
2.1.6.1
Subsistem Manajemen Basis Data (Data Base Management Subsystem)
Subsistem data merupakan bagian yang menyelediakan data yang dibutuhkan oleh Data Base Management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data yang merupakan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan.
Kemampuan subsistem data yang diperlukan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan, antara lain :
a.
Mampu mengkombinasikan sumber – sumber data yang relevan melalui proses ekstraksi data.
b.
Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logical sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa saja yang tersedia dan
dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan. c.
Mampu menambah dan menghapus secara cepat dan mudah.
d.
Mampu menangani data personal dan non personal, sehingga user dapat bereksperimen dengan berbagai alternatif keputusan.
e.
Mampu mengolah data yang bervariasi dengan fungsi manajemen data yang luas.
2.1.7.2 Subsistem Manajemen Basis Model (Model Base Management Subsystem)
Subsistem
model
dalam
pengambil keputusan
Sistem
menganalisa
membandingkan alternatif
solusi.
Pendukung
secara
Keputusan
utuh dengan
Intergrasi
model –
memungkinkan
mengembangkan model
dalam
dan
Sistem
Informasi Manajemen yang berdasarkan integrasi data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan.
Kemampuan subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan antara lain :
1.
Mampu menciptakan model – model baru dengan cepat dan mudah.
2.
Mampu mengkatalogkan dan mengelola model untuk mendukung semua tingkat pemakai.
3.
Mampu menghubungkan model – model dengan basis data melalui hubungan yang sesuai.
4.
Mampu mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dengan database manajemen.
2.1.7.3. Subsistem Perangkat Lunak Penyelenggara Dialog
Fleksibilitas dan kekuatan karakteristik SPK timbul dari kemampuan interaksi antara sistem dan pemakai, yang dinamakan subsistem dialog. Bennet mendefenisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen – komponen dari sistem dialog. Ia membagi subsistem dialog menjadi 3 bagian yaitu :
1.
Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat digunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem.
Hal ini
meliputi pemilihan-pemilihan
seperti papan ketik (key board), panel-panel sentuh, joystick, perintah suara dan sebagainya. 2.
Bahasa tampilan dan presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai. Bahasa tampilan meliputi pilihan-pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara, dan sebagainya.
3.
Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai agar pemakaian sistem bisa efektif. Basis pengetahuan bisa berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual, dan sebagainya.
Kombinasi dari kemampuan-kemampuan tersebut terdiri dari apa yang disebut gaya dialog, misalnya, pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu menu, dan mengisi tempat kosong. Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai/sistem meliputi: 1.
Kemampuan untuk menangani berbagai variasi dialog,
bahkan jika
mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai. 2.
Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.
3.
Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai variasi format
dan
peralatan keluaran. 4.
Kemampuan
untuk
memberikan
dukungan
yang
fleksibel
untuk
mengetahui basis pengetahuan pemakai.
2.2
Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk
Proses analisis kebijakan membutuhkan adanya kriteria sebelum memutuskan pilihan dan berbagai alternatif yang ada. Kriteria menunjukkan definisi masalah
dalam bentuk yang konkret dan kadang-kadang dianggap sebagai sasaran yang akan dicapai (Sawicki, 1992)[3]. Analisis atas kriteria penilaian dilakukan untuk memperoleh seperangkat standar pengukuran, untuk kemudian dijadikan sebagai alat dalam membandingkan berbagai alternatif.
Pada saat pembuatan kriteria, pengambil keputusan harus mencoba untuk menggambarkan dalam bentuk kuantitatif, jika hal ini memungkinkan. Hal itu karena akan selalu ada beberapa faktor yang tidak dapat dikuantifikasikan yang juga tidak
dapat
diabaikan
sehingga
mengakibatkan
semakin
sulitnya
membuat
perbandingan. Kenyataan bahwa kriteria yang tidak bisa dikuantifikasikan itu sukar untuk diperkirakan dan diperbandingkan hendaknya tidak menyebabkan pengambil keputusan untuk tidak menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria ini dapat saja relevan dengan masalah utama di dalam setiap analisis.
Sifat-sifat yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap persoalan pengambilan keputusan (Suryadi dan Ramdhani, 1998)[9] adalah sebagai berikut:
1. Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut.
Suatu
set
kriteria
disebut
lengkap
apabila
set
ini
dapat
menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai. 2. Operasional, sehingga dapat digunakan dalam analisis. Sifat operasional ini mencakup beberapa pengertian, antara lain adalah bahwa kumpulan kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga ia dapat benarbenar menghayati implikasinya terhadap alternatif yang ada. Selain itu, jika tujuan pengambilan keputusan ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk meyakinkan pihak lain, maka kumpulan kriteria ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau untuk berkomunikasi. Operasional ini juga mencakup sifat dapat diukur. Pada dasarnya sifat dapat diukur ini adalah untuk :
a.
Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mungkin diperoleh (untuk keputusan dalam ketikdakpastian).
b.
Mengungkapkan
preferensi
pengambil
keputusan
atas
pencapaian
kriteria. c.
Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang. Dalam menentukan set kriteria, jangan sampai terdapat kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
d.
Minimum, agar lebih mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan sejumlah kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan agar jumlah kriterianya sesedikit mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar pula untuk dapat menghayati persoalan dengan baik, dan jumlah perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan cepat.
Beberapa model pengambilan keputusan pada dasarnya mengambil konsep pengukuran kualitatif dan kuantitatif. Salah satunya adalah metode pengambilan keputusan SMART.
2.2.1. Metode SMART ( Simple Multi – Attribut Rating Technique )
SMART (Simple Multi – Attribute Rating Technique ) merupakan metode pengambilan keputusan multi kriteria yang dikembangkan oleh Edward pada tahun 1977[12]. Teknik pengambilan keputusan multi kriteria ini didasarkan pada teori bahwa setiap alternatif terdiri dari sejumlah kriteria yang memiliki nilai – nilai dan setiap kriteria memiliki bobot yang menggambarkan seberapa penting ia dibandingkan dengan kriteria lain. Pembobotan ini digunakan untuk menilai setiap alternatif agar diperoleh alternatif terbaik.
SMART menggunakan linear additive model untuk meramal nilai setiap alternatif. SMART merupakan metode pengambilan keputusan yang fleksibel. SMART
lebih
banyak digunakan karena kesederhanaanya dalam merespon kebutuhan pembuat keputusan dan caranya menganalisa respon. Analisa yang terlibat adalah transparan sehingga metode ini memberikan pemahaman masalah yang tinggi dan dapat diterima oleh pembuat keputusan.
Model fungsi utiliti linear yang digunakan oleh SMART adalah seperti berikut (Shepetukha,2001)[6].
(2-1)
Di mana : - wj adalah nilai pembobotan kriteria ke-j dari k kriteria, - uij adalah nilai utility alternatif i pada kriteria j. - Pemilihan keputusan adalah mengidentifikasi mana dari n alternatif yang mempunyai nilai fungsi terbesar. - Nilai fungsi ini juga dapat digunakan untuk meranking n alternatif
2.2.2 Proses Pemodelan SMART
Edwards mendefenisikan ada sepuluh langkah dalam penyelesaian metode SMART yaitu :
1.
Mengidentifikasi masalah keputusan
Pendefenisian masalah harus dilakukan untuk mencari akar masalah dan batasan – batasan yang ada. Keputusan seperti apa yang akan diambil harus didefenisikan terlebih dahulu, sehingga proses pengambilan keputusan dapat terarah dan tidak menyimpang dari tujuan yang akan dicapai. Pendefenisian pembuat keputusan (decision maker) dilakukan agar pemberian nilai terhadap kriteria dapat sesuai dengan kepentingan kriteria tersebut terhadap alternatif. 2.
Mengidentifikasi kriteria – kriteria yang digunakan dalam membuat membuat keputusan
3.
Mengidentifikasi alternatif – alternatif yang akan di evaluasi. Pada tahap ini akan dilakukan proses pengumpulan data.
4.
Mengidentifikasi batasan kriteria yang relevan untuk penilaian alternatif.
Perlu untuk membatasi nilai. Ini dapat dicapai dengan menghilangkan tujuan yang
kurang penting. Edwards berpendapat bahwa tidak perlu memiliki daftar lengkap suatu tujuan. Lima belas dianggap terlalu banyak dan delapan dianggap cukup besar. 5.
Melakukan peringkat terhadap kedudukan kepentingan kriteria. Dalam hal ini dinilai cukup mudah dibandingkan dengan pengembangan bobot. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat memberikan bobot pada setiap kriteria. Karena bobot yang diberikan pada criteria akan bergantung pada perangkingan kriteria.
6.
Memberi bobot pada setiap kriteria Pemberian bobot diberikan dengan nilai yang dapat ditentukan oleh user sendiri. Dalam hal ini akan dilakukan dua kali pembobotan yaitu berdasarkan kriteria yang dianggap paling penting dan berdasarkan kriteria yang dianggap paling tidak penting. Kriteria yang dianggap paling penting diberikan nilai 100. Kriteria yang penting berikutnya diberikan sebuah nilai yang menggambarkan perbandingan kepentingan relatif ke dimensi paling tidak penting. Proses ini akan diteruskan sampai pemberian bobot ke kriteria yang dianggap paling tidak penting diperoleh.
Langkah yang sama juga akan dilakukan dengan membandingkan kriteria yang paling tidak penting yang diberikan nilai 10. Kriteria yang paling penting berikutnya diberikan sebuah nilai yang menggambarkan perbandingan kepentingan relatif ke dimensi paling penting.
Proses ini akan diteruskan
sampai pemberian bobot ke kriteria yang dianggap paling penting diperoleh. 7.
Menghitung normalisasi bobot kriteria Bobot yang diperoleh akan dinormalkan dimana bobot setiap kriteria yang diperoleh akan dibagikan dengan hasil jumlah setiap bobot kriteria. Normalisasi juga akan dilakukan berdasarkan kriteria yang paling penting dan kriteria yang paling tidak penting. Nilai dari dua normalisasi yang diperoleh akan dicari nilai rata – rata nya.
8.
Mengembangkan single – attribute utilities yang mencerminkan
seberapa baik
setiap alternatif dilihat dari setiap kriteria. Tahap ini adalah memberikan suatu nilai pada semua kriteria untuk setiap alternatif . Dalam bidang ini seorang ahli memperkirakan nilai alternatif dalam skala 0 – 100. Dimana 0 sebagai nilai minimum dan 100 sebagai nilai maksimum.
9.
Menghitung penilaian/utilitas terhadap setiap alternatif Perhitungan
dilakukan
menggunakan
. Di mana k kriteria dan
adalah
fungsi
yang telah
ada
yaitu
:
adalah nilai pembobotan kriteria ke-j dari
nilai utility alternatif i pada kriteria j. Nilai
diperoleh dari langkah dan nilai
diperoleh dari langkah 8.
10. Memutuskan Nilai utilitas dari setiap alternatif akan diperoleh dari langkah 9. Jika suatu alternatif tunggal yang akan dipilih, maka pilih alternatif dengan nilai utilitas terbesar.
2.2.3. Pemilihan Metode SMART
SMART memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode pengambilan keputusan lainnya yaitu:
1.
Mungkin melakukan penambahan / pengurangan alternatif
Pada metode SMART
penambahan atau pengurangan alternatif tidak akan
mempengaruhi perhitungan pembobotan karena setiap penilaian alternatif tidak saling bergantung. 2.
Sederhana Perhitungan pada metode SMART sangat sederhana sehingga tidak memerlukan perhitungan matematis yang rumit yang memerlukan pemahaman matematika yang kuat. Penggunaan metode yang kompleks akan membuat user sulit memahami bagaimana metode bekerja.
3.
Transparan
Proses menganalisa alternatif dan kriteria dalam SMART dapat dilihat oleh user sehingga user dapat memahami bagaimana alternatif itu dipilih. Alasan – alasan bagaimana alternatif itu dipilih dapat dilihat dari prosedur – prosedur yang dilakukan dalam SMART
mulai dari penentuan kriteria, pembobotan, dan
pemberian nilai pada setiap alternatif. 4. Multikriteria
Metode SMART
mendukung pengambilan keputusan dengan kriteria yang
banyak. Pengambilan keputusan dengan kriteria yang banyak akan menyulitkan user dalam menentukan keputusan yang tepat. 5.
Fleksibel pembobotan Pembobotan yang dipakai di dalam metode SMART
ada 3 jenis yaitu
pembobotan secara langsung ( direct weighting ), pembobotan swing ( swing weighting ) dan pembobotan centroid ( centroid weighting ). Pembobotan secara langsung lebih fleksibel karena user dapat mengubah – ubah bobot kriteria sesuai dengan tingkat kepentingan kriteria yang diinginkan.
2.3. Delphi 7.0
Borland Delphi atau yang biasa disebut Delphi saja merupakan sarana pemrograman aplikasi visual. Bahasa pemorgraman yang digunakan adalah bahasa pemrograman Pascal atau yang kemudian juga disebut bahasa pemrograman Delphi. Delphi merupakan generasi penerus dari Turbo Pascal. Turbo Pascal dirancang untuk dijalankan pada sistem opersai DOS, sedangkan Delphi dirancang untuk beroperasi di bawah sistem operasi Windows (Wahana Komputer, 2003).
Borland Delphi versi pertama dirilis pada tahun 1995, kemudian berlanjut sampai Delphi 7.0 yang dirilis pada tahun 2002 dan kini versi terbarunya adalah Delphi 8.0 dan 2005.
Keunggulan bahasa pemrograman Delphi terletak pada produktivitas, kualitas, pengembangan perangkat lunak, kecepatan kompilasi, pola desain yang menarik serta diperkuat dengan pemrogramannya yang terstruktur. Keunggulan lain dari Delphi adalah dapat digunakan untuk merancang program aplikasi yang memiliki tampilan seperti program aplikasi lain yang berbasis Windows (Madcoms, 2003)[5].
Delphi memiliki sarana yang tangguh untuk pembuatan aplikasi, mulai dari sarana untuk pembuatan form, menu, toolbar, hingga kemampuan untuk menangani pengelolaan basis data yang besar. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Delphi antara
lain karena pada Delphi, form dan komponen-komponennya dapat dipakai ulang dan dikembangkan, tersedia template aplikasi dan form template, memiliki lingkungan pengembangan visual yang dapat diatur sesuai kebutuhan, serta kemampuan mengakses data dari bermacam-macam format.
2.4. MySQL
MySQL adalah database server relasional yang gratis di bawah lisensi GNU General Public License. MySQL dikembangkan oleh MySQL AB, sebuah perusahaan komersial yang membangn layanan bisnisnya melalui basis data MySQL. Awal mula pengembangan MySQL adalah pengguanaan mSQL untuk koneksi ke tabel mempergunakan rutin level rendah (ISAM). Setelah beberapa pengujian diperoleh kesimpulan mSQL tidak cukup cepat dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga dihasilkan suatu antarmuka SQL baru pada basis data tetapi dengan Application Programming Interface (API) yang mirip SQL. API ini dipilih sedemikian sehingga memudahkan porting kode (Utdirartatmo, 2002)[11].
MySQL juga disebut sebagai suatu sistem manajemen basis data. Suatu basis data adalah sebuah kumpulan data yang terstruktur. Untuk menambahkan, mengakses, dan memproses data yang tersimpan pada suatu basis data komputer diperlukan sistem manajemen basis data seperti MySQL. MySQL mampu menangani basis data berukuran besar yaitu bisa memuat 60 ribu tabel dan 50 juta record. Karena komputer sangat unggul dalam menangani sejumlah besar data, sistem manajemen basis data memainkan suatu peranan yang penting dalam komputasi, baik sebagai utility stand-alone maupun bagian dari aplikasi lainnya.
Perintah-perintah dasar Structured Query Language (SQL) yang dipergunakan pada MySQL adalah sebagai berikut (Utdirartatmo, 2002)[11].
a.
CREATE DATABASE
Perintah ini berfungsi untuk membuat database baru b.
DROP DATABASE
Berfungsi untuk menghapus database. c.
CREATE TABLE
Perintah ini berfungsi untuk membat table baru. d.
DESCRIBE
Perintah ini berguna untuk menampilkan deskripsi dari sebua tabel. e.
ALTER TABLE
Perintah ini berfungsi untuk melakukan modifikasi tabel. f.
DROP TABLE
Perintah ini digunakan untuk menghapus tabel. g.
DELETE
Perintah ini digunakan untuk menghapus record dari sebuah tabel. h.
GRANT
Perintah ini berfungsi untuk memberikan privilege akses kepada pengguna terhadap tabel dan dapat juga digunakan untuk membuat pengguna baru. i.
LOCK TABLES
Perintah ini berfungsi untuk menutup akses pengguna terhadap tabel. j.
UNLOCK TABLES
Perintah ini berfungsi untuk membuka akses yang sebelumnya dikunci. k.
INSERT INTO
Perintah ini berfungsi untuk memasukkan data ke dalam tabel. l.
LOAD DATA INFILE
Perintah ini gunakan untuk membaca data dari file teks. m. SELECT Perintah ini berfungsi untuk menampilkan record dari suatu tabel. n.
UPDATE Perintah ini berfungsi untuk melakukan update data field dari sebuah tabel.