BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pengertian Business Combination Business combination merupakan salah satu cara dari sekian banyak cara bagi perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Perusahaan melakukan alternatif ini sebagai dasar agar perusahaan dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan lebih kuat lagi dalam menghadapi persaingan global. Biasanya business combination dilakukan oleh perusahaan yang memiliki skala usaha yang besar dan sama-sama setuju untuk menjalankan usaha bersama daripada menjalankan operasi secara masing-masing. Perusahaan yang tetap ingin bersaing, tetapi tidak memiliki cukup modal atau terdapat kendala lainnya dapat memperkuat kedudukannya, yaitu dengan cara merger atau akuisisi yang terdapat di business combination. Business combination yang dilakukan perusahaan-perusahaan akan berdampak langsung pada aktivitas dan keuangan di kedua perusahaan. Sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan mengemukakan pengertian business combination sebagai berikut: Business combination menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000) didefinisikan “sebagai aliansi suatu perusahaan dengan satu atau lebih bisnis perseroan ke dalam pengakuan akuntansi tunggal, yang kemudian melaksanakan aktivitas masingmasing”. (h. 121) Gabungan bisnis bisa dipertimbangkan dalam metode pooling interest atau dalam metode purchase (accounting) method. Waktu tanggal penggabungan bisnis terjadi sebelum tanggal peleburan atau konsolidasi, ketika laporan keuangan konsolidasi dipersiapkan.
6
Penggabungan ini dimaksudkan untuk merubah keseimbangan kompetitif agar menguntungkan kedua perusahaan tersebut. Menurut John J. Wild, K. R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap (2005), penggabungan usaha ini mengacu pada merger, akuisisi, reorganisasi, atau restrukturisasi atas dua atau lebih perusahaan untuk membentuk sebuah perusahaan lainnya (h. 358). Adapun alasan ekonomis penggabungan usaha menurut Menurut John J. Wild, K. R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap (2005) (h. 358) adalah 1. Untuk memperoleh sumber bahan baku, fasilitas produksi, teknologi, jaringan pemasaran, atau pangsa pasar yang tidak ternilai, 2. Untuk menjamin sumber keuangan atau akses terhadap sumber keuangan, 3. Memperkuat manajemen, 4. Meningkatkan efisiensi operasi, 5. Mendorong diversifikasi, 6. Mempercepat masuk ke pasar, 7. Mencapai skala ekonomi, 8. Memperoleh manfaat pajak.
II.2. Jenis-jenis Business Combination Sudi Sudarsanam (2003) menyatakan, “Business combination can be classified as either: an acquisition or a merger. In International Accounting Standard (IAS) 22 the term ‘purchase’ is analogous to acquisition and ‘uniting of interests’ is analogous to merger”. (p. 362) 7
Lawrence J Gitman (2006) mendefinisikan merger sebagai berikut, "Two or more firms are combined, assets and liabilities of the smaller firm are merged into those of the larger firm”. (p. 748) Pengertian merger menurut Stephen H. Penman (2001) adalah sebagai berikut, "Acquiring firm issues shares to shareholders of the acquired firm (whose shares are retired), or sometimes shareholders of both firms receive shares in a new firm”. (p. 510) Merger yang dilakukan oleh perusahaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. Semua ini dibedakan berdasarkan bidang usaha dan industrinya, karena tidak semua perusahaan yang merger berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang yang sama atau bergerak di industri yang sama, ada juga merger yang terjadi pada perusahaan yang memiliki hubungan timbal balik seperti pemasok dengan pembeli, dan lain sebagainya. Oleh karena itu penulis akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai jenis-jenis merger. Merger yang memenuhi kriteria hukum untuk suatu pemusatan kepentingan, dimana saham biasa yang dipertukarkan dengan saham biasa tidak dikenakan pajak dan dinamakan peleburan bebas pajak. Menurut Lawrence J Gitman (2006), dilihat dari jenisnya, merger dapat dibedakan menjadi: (p. 752) a. Horizontal merger Dimana kedua perusahaan yang bergabung adalah perusahaan yang berada di bidang usaha yang sama. b. Vertical merger Dimana salah satu dari perusahaan yang bergabung merupakan pemasok atau pembeli dari perusahaan yang lainnya. 8
c. Congeneric merger Dimana kedua perusahaan yang bergabung bergerak dalam industri yang sama, tetapi tidak dalam garis usaha yang sama ataupun bukan merupakan pemasok atau pembeli. d. Conglomerate merger Dimana kedua perusahaan yang bergabung bergerak dalam bidang usaha yang berbeda. Selain jenis merger diatas, kita juga dapat membedakan merger dilihat dari sudut analisis keuangan, teori ini dikemukakan oleh Eugene J. Brigham (2001), yaitu: a. Merger operasi Merger yang memadukan operasi dari dua perusahaan dengan harapan akan diperoleh efek sinergistik. b. Merger keuangan Merger yang tidak menyatukan operasi dari kedua perusahaan, sehingga perbaikan operasi tidak banyak diharapkan dari merger tersebut. Dilihat dari prosedurnya, merger dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: a. Merger suka rela (Friendly Merger) Merger dengan syarat-syarat yang dapat diterima oleh manajemen dari kedua perusahaan. b. Merger secara paksa (Hostile Merger) Merger yang ditentang oleh manajemen dari perusahaan sasaran. c. Tawaran pengambilalihan (Tender Offer) Tawaran dari suatu perusahaan untuk membeli saham perusahaan lain yang disampaikan langsung kepada pemegang saham perusahaan tersebut. 9
Secara khusus, menurut I Putu Gede Ary Suta (2000), bentuk merger dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Statutory merger Dalam statutory merger, keseluruhan asset dari target company ditransfer kepada acquiring company dan selanjutnya target company akan memperoleh saham dari acquiring company. Setelah proses penggabungan ini selesai, target company akan dibubarkan dan pemegang saham target company secara otomatis mempunyai hak untuk memperoleh saham dari acquiring company. Gambar II.1 Statutory merger 1
Alternatif lain adalah pengambilalihan aset dari PT. ABC (target company) dilakukan melalui anak perusahaan acquiring company. Dengan demikian PT. XYZ (acquiring company) akan mentransfer aset PT. ABC kepada anak perusahaannya, yaitu PT. KLM. Pada saat yang sama PT. XYZ akan memperoleh tambahan saham dari PT. KLM dan PT. ABC akan memperoleh saham PT. XYZ.
10
Gambar II.2 Statutory merger 2
b. Subsidiary merger (Triangular Merger) Aset dari target company ditransfer secara langsung kepada perusahaan anak dari acquiring company. Selanjutnya, target company akan memperoleh saham acquiring company melalui perusahaan anak dari acquiring company. Dengan kata lain, dalam subsidiary merger ini target company bergabung dengan subsidiary dari acquiring company. Gambar II.3 Subsidiary merger
c. Reverse triangular merger Perusahaan anak dari acquiring company, yang biasanya didirikan khusus untuk tujuan merger ini, digabungkan ke dalam target company, bukan sebaliknya.
11
Setelah merger selesai dilaksanakan, target company akan menjadi perusahaan anak dari acquiring company. Gambar II.4 Reverse triangular merger
d. Stock for stock acquisition Merupakan salah satu alternatif akuisisi yang tersedia dimana acquiring company akan mengakuisisi sebagian besar atau seluruh saham target company. Pada saat yang bersamaan acquiring company akan menerbitkan saham yang selanjutnya diberikan kepada pemegang saham dari target company. Stock for stock akan mengakibatkan perubahan struktur atau hubungan antara acquiring company dan perusahaan yang diambilalih, dimana hubungan sebelum akuisisi bersifat independen dan setelah akuisisi terjadi menjadi hubungan antara target company dan subsidiary.
12
Gambar II.5 Stock for stock acquisition
e. Stock for asset acquisition Melibatkan pertukaran aset dari target company dengan saham dari acquiring company atau perusahaan induk dari acquiring company. Saham dari acquiring company akan ditransfer kepada pemegang saham dari target company dan selanjutnya target company itu sendiri dilikuidasikan. Setelah transaksi selesai, aset yang diterima oleh acquiring company dapat dijadikan bagian dari acquiring company atau dapat ditransfer kepada perusahaan anak dari acquiring company. Gambar II.6 Stock for asset acquisition
13
f. Statutory consolidation Perusahaan-perusahaan yang bergabung dilikuidasi, pemegang saham dari masing-masing perusahaan yang digabungkan otomatis mempunyai hak untuk menjadi pemegang saham perusahaan yang baru. Gambar II.7 Statutory consolidation
Pengertian akuisisi menurut Syahrul dan Muhammad Afdi Nizah (2000) adalah sebagai berikut, “Gabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu bagian operasi bisnis. Atau sebuah perusahaan mengambil alih kendali perusahaan lain”. (h. 27) Para investor selalu mencari perusahaan yang lebih layak, karena mereka yang ingin mengakuisisi perusahaan seperti itu sering kali bersedia membayar lebih tinggi dari harga pasar untuk memperoleh saham saham yang mereka perlukan agar akuisisi dapat terlaksana.
II.3. Pengaruh Business Combination ke Faktor-faktor Lain Pengaruh business combination menurut John J. Wild, K. R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey yang diterjemahkan oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu Harahap (2005) (h. 359), yaitu 14
1. Akuntansi Penggabungan usaha mensyaratkan bahwa laporan keuangan setelahnya melaporkan akitivitas gabungan entitas baru tersebut. Akuntansi penggabungan usaha memerlukan keputusan tentang bagaimana menilai aktiva dan kewajiban entitas yang baru. Keputusan ini meliputi revaluasi seluruh aktiva dan kewajiban yang diakuisisi menjadi nilai pasar, dengan dampak besar terhadap laporan keuangan kini dan masa depan. 2. Rasio harga/laba (P/E ratio) Melakukan merger antara perusahaan yang sedang tumbuh tinggi yang memiliki rasio P/E yang tinggi dengan perusahaan yang prospek pertumbuhannya lebih rendah, dan membayarnya dengan saham perusahaan yang tumbuh tinggi. Transaksi ini dapat berkontribusi pada pertumbuhan laba per saham dan dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan, rasio P/E yang tinggi bagi perusahaan pengakuisisi. 3. Saham Penerbitan efek yang dapat dikonversi yang potensi dilusinya terhadap ekuitas pemegang saham tidak diakui atau dibatasi. 4. Pajak Pada penggabungan usaha, item pada laporan neraca digabungkan satu demi satu, sehingga tidak terkena pajak. 5. Goodwill Goodwill tidak lagi diamortisasi, melainkan diuji setiap tahun untuk penurunan nilai (impairment).
15
6. Aktiva tidak berwujud Perusahaan harus mencatat nilai pasar wajar aktiva tidak berwujud yang dibeli, yang sebelumnya tidak diakui, sebelum mencatat goodwill. Penggabungan usaha mempunyai 2 (dua) metode akuntansi, yang dijelaskan oleh Syahrul dan Muhammad Afdi Nizar (2000), yaitu 1. Pooling of interest method Metode akuntansi yang digunakan dalam penggabungan atau peleburan perusahaan-perusahaan, menyusul terjadinya suatu akuisisi. Dalam metode ini neraca (aktiva dan hutang) dari kedua perusahaan secara sederhana dijumlah satu per satu berdasarkan pos-pos yang ada (h. 639). 2. Purchase method Metode pelaporan akuisisi yang menentukan bahwa aktiva-aktiva perusahaan yang diinginkan (perusahaan target) dilaporkan pada nilai pasar yang wajar pada buku perusahaan yang mengambil alih. Metode ini digunakan apabila kas dan aktiva-aktiva lainnya didistribusikan, atau kewajiban atau hutang dikeluarkan mempengaruhi kombinasi atau gabungan. Metode pembelian digunakan apabila satu atau lebih dari kriteria-kriteria untuk pooling of interest method tidak terpenuhi. Dalam metode pembelian, perusahaan pengakuisisi mencatat aktivaaktiva neto yang diakuisisi pada nilai pasarnya yang wajar karena pertimbangan tertentu. Kelebihan harga pembelian dibandingkan nilai pasar yang wajar dari aktiva-aktiva yang dapat diidentifikasi dicatat sebagai goodwill. Perseroan pengakuisisi kemudian mencatat beban periodik terhadap pendapatan untuk depresiasi kelebihan harga terhadap nilai buku dari aktiva-aktiva yang dapat diidentifikasi dan untuk amortisasi goodwill (h. 677). 16
II.4. Pengertian Swaps Swaps menurut John C. Hull (1997) didefinisikan, “A private agreements between two companies to exchange cash flows in the future according to a prearranged formula”. (p. 141) Jadi swaps adalah perjanjian dua perusahaan untuk mempertukarkan aliran kas di masa yang akan datang.
II.5. Pengertian Share Swaps Ada beberapa metode yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan merger, salah satunya adalah dengan cara share swaps. Metode ini juga dikenal dengan nama stock swaps atau all share deals atau all stock deals. Stock swaps transactions menurut Lawrence J Gitman (2006) adalah “Acquiring firm exchanges its shares for shares of the target company according to a predetermined ratio”. (p. 758) Jadi share swaps dilakukan dengan cara menukarkan saham kedua perusahaan lama kepada saham perusahaan yang baru.
II.6. Fungsi dan Tujuan Share Swaps Lawrence J Gitman (2006) mendefinisikan fungsi dan tujuan share swaps sebagai berikut, “In which the acquisition is paid for using an exchange of common stock. The acquiring firm exchanges its shares for shares of the target company according to predetermined ratio. This ratio affects the various financial yardsticks that are used by existing and prospective shareholders to value the merged firm’s shares, which are the ratio of exchange (earnings per share) and ratio of exchange in market price”. (p. 758) 17
Jadi dapat disimpulkan bahwa perusahaan melakukan share swaps dengan fungsi untuk mempertukarkan saham, sedangkan tujuannya untuk merubah rasio EPS (earnings per share) dan merubah rasio harga pasar.
II.7. Prosedur Share Swaps Prosedur share swaps menurut Stephen H Penman (p 510) akan diuraikan oleh penulis melalui bagan berikut ini: Gambar II.8 Prosedur share swaps
18
II.8. Analisa Rasio Untuk membandingkan dan melihat dimana kelebihan serta kekuatan dari masingmasing perusahaan, maka penulis melakukan analisa rasio dengan rumus yang dikemukakan oleh Richard A. Brealey, Stewart C. Myers, and Alan. J. Marcus sebagai berikut (h. 154): 1. Leverage atau solvabilitas ratio a. Long term debt =
long term debt × 100% (long term debt + equity )
b. Debt to equity ratio =
c. Total debt ratio =
total liabilities × 100% equity
total liabilities × 100% total assets
d. Times interest earned =
EBIT int erest payments
2. Liquidity ratio a. Current ratio =
b. Quick ratio =
c. Cash ratio =
current assets × 100% current liabilities
(cash + marketable sec urities + receivables ) × 100% current liabilities
(cash + marketable sec urities ) × 100% current liabilities
3. Efficiency ratio a. Total asset turnover =
sales total assets
b. Average collection period =
accounts receivable × 365 days sales
19
c. Inventory turnover =
cos t of good sold inventory
d. Days’ sales in inventories =
inventory × 365 days cos t of good sold
4. Profitability ratio a. Net profit margin =
net income × 100% sales
b. Return on assets =
net income × 100% total assets
c. Return on equity
=
net income × 100% equity
II.9. Metode Menghitung Harga Saham Sesudah Merger
Untuk mengestimasi perkiraan harga saham yang akan terjadi sesudah merger dilaksanakan, hal ini dilakukan dengan 3 metode, yaitu: 1. Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy Fakbruddin, book value menggambarkan perbandingan total ekuitas (modal) terhadap jumlah saham. Book value digunakan untuk menghitung harga buku dari saham tersebut, hasil perhitungan ini digunakan sebagai harga minimum dari saham tersebut. Book value adalah harga saham sebuah pasar yang bisa saja tidak mencerminkan harga pasar. Rumus: Book value per share =
(total assets − total debts ) outs tan ding shares
2. Menurut Sutrisno, capital assets pricing model (CAPM), digunakan untuk menghitung harga saham dengan mempertimbangkan risiko pasar, harga saham hasil perhitungan dengan CAPM akan digunakan sebagai harga tengah dari
20
saham tersebut. CAPM merupakan teori penilaian risiko dan keuntungan aset yang didasarkan koefisien beta. Koefisien beta adalah ukuran sensitifitas saham terhadap pergerakan pasar. Beta dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: a. β>1, artinya saham lebih agresif di pasar. Pada suatu kesempatan harganya dapat naik sedemikian cepat melebihi kenaikan pasar atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun, pada saat pasar sedang turun, harganya akan turun lebih cepat dari pasar. Artinya, jika pasar sedang naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang lebih tinggi dari pasar. b. β=1, artinya saham umumnya mengikuti arus pasar. Jika pasar naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan yang sama dengan yang dialami pasar atau indeks. Demikian juga sebaliknya, jika pasar turun, saham tersebut akan mengalami penurunan yang sama dengan yang dialami pasar atau indeks. c. β<1, artinya saham umumnya bergerak lebih lambat dari pasar. Jika pasar naik, saham tersebut juga akan naik, namun selalu lebih rendah dari kenaikan pasar. Demikian juga sebaliknya, jika pasar turun, saham tersebut juga akan turun, namun selalu lebih rendah dari penurunan pasar.
Rumus: Ks = RF + β (RM-RF) P=
D (Ks − g )
21
3. Menurut Gaughan, pooling of interest digunakan untuk menghitung harga saham sesudah merger dan dijadikan sebagai harga atas dari saham tersebut. Hasil perhitungan dari profroma after merger akan digunakan sebagai dasar dalam memperoleh EPS after merger. PER before merger =
P EPS after merger
22