BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Industri Pada dasarnya, produk kuliner merupakan bagian dari industri makanan dan minuman atau industri jasa yang menyediakan makanan dan minuman. Usaha jasa penyediaan makanan dan minuman merupakan bagian dari industri pariwisata. Jika dilihat dari perkembangan saat ini, kuliner mulai dipertimbangkan sebagai bagian dari industri kreatif. Di Amerika Serikat sendiri industri kuliner dikembangkan menjadi bagian industri kreatif yang difokuskan menjadi Culinary Arts. Selain Amerika Serikat negara yang mempertimbangkan industri kuliner menjadi bagian industri kreatif yaitu Italia dan Perancis. Dalam konteks ekonomi kreatif kuliner dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan persiapan makanan dan minuman yang menekankan aspek estetika dan kreativitas sebagai unsur terpenting dalam memberikan nilai tambah pada suatu produk kuliner dan bahkan mampu meningkatkan nilai jual. Namun pada pendefinisian ini tidak semua kegiatan yang berhubungan dengan makanan dan minuma masuk dalam bagian industri kreatif (Parekraf, 2014).
12
13
Menurut konteks pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia, ruang lingkup pengembangan kuliner dibagi menjadi dua kelompok yaitu jasa pelayanan atau jenis produk, seperti gambar dibawah ini: .
Gambar 2.1 Ruang Lingkup Kuliner Dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia Penjelasan untuk ruang lingkup pengembangan kuliner pada konteks ekonomi kreatif sebagai berikut: 1. Jasa kuliner (foodservice) adalah jasa penyediaan makanan dan minuman di luar rumah. Berdasarkan proses persiapan dan penyajiannya, jasa kuliner dapat dibedakan menjadi restoran dan jasa boga. Restoran adalah tempat penyedia makanan dan minuman yang dikunjungi oleh konsumen, sedangkan jasa boga adalah penyedia makanan dan minuman yang mendatangi lokasi konsumen. 2. Barang kuliner adalah produk pengolahan makanan dan minuman yang pada umumnya berupa produk dalam kemasan (specialty foods). Specialty foods memiliki keunikan dibandingkan dengan produk makanan dalam
14
kemasan pada umumnya. Nilai budaya dan konten lokal suatu daerah dapat menjadi salah satu sumber keunikan barang kuliner jenis ini seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah.
2.2 Definisi Kopi Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi (Simanjuntak, 2011). Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kopi tidak hanya berperan penting bagi sumber devisa Negara, melainkan juga merupakan sumber penghasilan tidak kurang dari satu setengah juta jiwa para petani kopi di Indonesia. Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika dan 26% berasal dari spesies kopi robusta (Rahardjo, 2012).
2.2.1 Sejarah Kopi Sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad ke-9.Pertama kali, kopi hanya ada di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi. Pada saat itu, banyak orang di Benua Afrika, terutama bangsa Etiopia, yang mengkonsumsi biji kopi yang dicampurkan dengan lemak hewan dan anggur untuk memenuhi kebutuhan protein dan energy tubuh.Akan tetapi, ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi pun telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji kopi disana ditanam secara massal.
15
Dari Afrika Utara itulah biji kopi mulai meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya sebagai minuman mulai menyebar.Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai
kalanganmasyarakat. Indonesia
sendiri
telah
mampu
memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya (Simanjuntak, 2011). Di Indonesia kopi mulai di kenal pada tahun 1696, yang di bawa oleh VOC. Tanaman kopi di Indonesia mulai di produksi di pulau Jawa, dan hanya besifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan ke berbagai daerah agar para penduduk menanamnya (Najiyanti dan Danarti, 2004).
2.2.2 Jenis-Jenis Tanaman Kopi Terdapat beberapa golongan kopi pada pasar perdagangan, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta dan liberika.Pada umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesies, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan nama spesies, karena jenis kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi yang termasuk dalam Coffea canephora (Najiyanti dan Danarti, 2004. Menurut Aak (1980), terdapat empat jenis kopi yang telah dibudidayakan diantaranya:
16
a. Kopi Arabika Kopi arabika merupakan kopi yang paling banyak dikembangkan dan mewakili sekitar ¾ dari produksi kopi di dunia.Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar 1350-1850m dari permukaan laut.Sedangkan di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian 1000-1750m dari permukaan laut.Jenis kopi ini cenderung tidak tahan Hemilia Vastratix.Namun jenis ini mengeluarkan aroma kopi yang pekat dan rasa yang kuat dengan tingkat keasaman (acidity) yang enak. b. Kopi Liberika Jenis kopi ini berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah Liberika.Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi dan panas.Kopi liberika penyebarannya sangat cepat, dari segi kualitas jenis kopi ini kurang baik di bandingkan dengan kopi arabika. c. Kopi Canephora (Robusta) Kopi canephora biasa disebut juga dengan kopi robusta, nama robusta
dipergunakan
untuk
tujuan
perdagangan,
sedangkan
canephora adalah nama botanis. Jenis kopi ini ditanam di India Timur dan dikembangkan di Afrika Barat dan Asia.Kopi robusta memiliki kelebihan dari segi produksi yang lebih tinggi di bandingkan dengan jenis kopi arabika dan liberika, karena kopi robusta dapat menahan suhu yang lebih tinggi, curah hujan yang berlimpah dan lebih tahan
17
terhadap penyakit. Minuman yang diperoleh dari spesies kopi ini lebih full-bodied(terasa lebih “penuh”) dibandingkan dengan arabika, dengan rasa yang sedikit lebih tajam dan kadar kafein yang lebih tinggi. d. Kopi Hibrida Kopi hibrida merupakan turunan pertama hasil perkawinan antara dua spesies atau varietas sehingga mewarisi sifat unggul dari kedua induknya. Namun, keturunan dari golongan ini hibrida ini sudah tidak memiliki sifat yang sama dengan indik hibridanya. Oleh karena itu, pembiakannya hanya dengan cara vegetatif sepertin stek atau sambungan.
2.2.3 Proses Penyangraian Kopi Setelah memilih biji kopi, biji kopi yang masih hijau ini akan melewati proses penyangraian (roasting), dimana kopi tersebut akan dipanggang. Prosesnya dapat dilakukan secara tradisional atau melibatkan mesin roasting.
Gambar 2.2 Roasting Machine
18
Proses ini juga harus disertai keahlian tangan dan pendengaran. Hal ini dikarenakan di dalam proses roasting, roaster harus dapat menjaga agar kopi yang disangrai tidak terlalu matang atau masih mentah dan basah. Untuk itu, roaster harus mendengarkan letupan (crack/burst) dari bijikopinya.
2.2.4 Roasting Profile a. Light Roast Tingkat kematangan ini adalah tingkat kematangan yang paling muda, dengan karakteristik warna coklat muda yang selaras seperti warna kayu manis, dan permukaan bijinya terlihat kering. Tingkat kematangan tercapai ketika satu menit telah berlalu setelah letupan pertama dan aroma yang unik sesuai dengan origin dari biji kopinya akan terwujud. ini umumnya digunakan untuk coffee morning; kopi untuk sarapanyang biasa dikenal sebagai Kopi Hitam/Kopi Tubruk. Kopi ini
dengan
tingkat kematangan ini cocok untuk konsumen yang menginginkan kopi yang memiliki tingkat keasaman (acidity) yang lebih tinggi dengan hint rasa manis natural karena dalam proses roasting, terjadi karamelisasi ringan. b.
Medium Roast Kopi dengan tingkat kematangan ini ada di taraf sedang, dengan karakteristik warna coklat yang mulai kehitaman. Kopi dengan tingkat
19
kematangan ini dikenal juga dengan sebutan city/American Roast. Tingkat acidity-nya masih cukup kuat disertai karamelisasi yang lebih lama sehingga gabungan rasa ini memberikan karakter tersendiri selain dari rasa unik origin-nya. Gabungan rasa dan aroma yang kompleks memberikan citarasa tersendiri yang sangat unik. c.
Full/Viennese Roast Kopi dengan tingkat kematangan ini memiliki karakteristik warna hitam dan hampir mengeluarkan minyak sehingga orang awam sering beranggapan kalau kopinya dicampur mentega (yang dikenal dengan sebutan bulletproof coffee) meskipun sebenarnya tidak. Proses roasting harus segera dihentikan ketika letupan keda terdengar. Tingkat kematangan ini karena memiliki citarasa dan aroma yang lebih flat. Namun, Tingkat kematangan ini memberikan kopinya body karena minyak alami dari kopinya, sehingga memberikan kompleksitas tersendiri dari kentalnya kopi yang tercipta dari tingkat roasting-an ini.
d.
Dark Roast. Pada tingkat kematangan ini, kopinya memiliki karakteristik warna hitam yang pekat dan biji kopinya benar – benar berminyak. Namun tingkat kematangan ini tidak berarti membuat kopinya menjadi lebih kuat. Pada tingkat ini, kopi kehilangan rasa dan aroma, serta
20
kepahitannya menjadi jauh lebih flat. Biasa digunakan untuk menutupi kualitas biji kopi yang kurang baik.
2.2.5 Ruang Lingkup Industri Pengolahan Kopi Industri pengolahan kopi pada umumnya menggunakan bahan baku biji kopi arabika dan robusta dengan komposisi perbandingan tertentu. Kopi arabika digunakan sebagai sumber cita rasa, sedangkan kopi robusta digunakan sebagai campuran untuk memperkuat body. Kopi arabika memiliki cita rasa yang lebih enak, namun memiliki body yang lebih ringan dibandingkan kopi robusta. Selain biji kopi, industri kopi pengolahan kopi juga membutuhkan bahan tambahan seperti gula, jagung dan lain-lain; serta bahan penolong seperti bahan kemasan (packing), pallet, krat dan lain-lain.
2.3 Definisi Coffee Shop Kata kafe (dalam arti kedai kopi) berasal dari bahasa Perancis yaitu Café, yang artinya adalah kopi.Coffee shop merupakan tempat komersial yang dirancang untuk menyediakan dan menghidangkan minuman dengan spesialisasi kopi dan makanan camilan kepada pelanggan dalam suasana informal tanpa pelayanan (self service), tetapi lebih cepat dalam pelayanannya karena pada umumnya makanan sudah ready to serve dan tidak menghidangkan Full Course Dinner atau jamuan makan resmi (Formal Service) (Wibowo, 2008). Pada umumnya lokasi coffee shop terletak di
21
pinggir jalan, di dalam pusat perbelanjaan atau mal, di lobby hotel berbintang dan saat ini sudah mulai memasuki kawasan gedung perkontoran di area dalamnya.
2.3.1 Perkembangan Coffee Shop di Indonesia Diawali pada saat coffee shop terbesar di dunia “Starbucks” mulai memasuki industri kopi di Indonesia di tahun 2001.Berangkat dari sini presepsi masyarakat mengenai kopi mulai berubah. Karena coffee shop sekarang ini menawarkan beberpa varian dari rasa kopi dan juga dari segi penyajiannya baik disajikan dengan cara Hot seperti cappuccino dan latte, maupun kopi yang disajikan dingin dengan sebutan Frappe. Selain menawarkan minuman kopi yang inovatif beserta makan camilannya, hal lain yang menjadi perhatian adalah penataan terhadap suasana tempat harus terlihat sangat menarik. Harus menjadi tempat dimana orang-orang merasa nyaman saat bersantai sendirian atau bersama teman-teman maupun dengan keluarga tercinta (Resiantri, 2013 wawancara pribadi). Faktor-faktor tersebut yang membuat perkembangan trend coffee shop di Indonesia khususnya di kota-kota besar semakin berkembang pesat serta dapat menarik minat kalangan anak muda untuk datang ke coffee shop untuk menikmanti minuman kopi yang mana sebelumnya menurut pandangan orang kopi adalah minuman yang hanya dinikmati oleh kalangan orang tua saja. Saat ini sudah mulai bermunculan coffee
22
shop lokal atau asli dari Indonesia, antara lain seperti Coffee Toffee (didirkan pada tahun 2005), Anomali Coffee (didirikan tahun 2007), Kopikina (didirikan pada tahun 2012). Coffee shop bukan lagi sekedar tempat untuk minum kopi dan menyantap makanan ringan sambil melepas kejenuhan dan menghabiskan waktu.Para pecinta kopi yang sering kali berkunjung ke coffee shopmelihat ada banyak manfaat yang bisa mereka dapatkan saat berada di coffee shop. Sering kali coffee shop di jadikan tempat untuk bersosialisasi, berbisnis, mengerjakan pekerjaan bagi para freelancer), berkencan, memperluas jaringan serta dijadikan sebgai tempat tujuan untuk menghibur diri dengan menikmati segala fasilitas yang ditawarkan coffee shop. Hal ini dimanfaatkan oleh produsen dan pemasar untuk memasarkan bisnisnya, seperti fenomena bergesernya fungsi coffee shop yang kini tidak hanya menyediakan kopi, tetapi juga menjual gaya hidup yang digemari oleh kaum muda.
2.3.2 Tren Remaja Perkotaan Trenremaja yang suka berkumpul dengan teman-temannya sudah menjadi hal yang biasa dijumpai terutama dikota-kota besar seperti DKI Jakarta.Remajadan nongkrong adalah dua hal yang takbisa dilepaskan lagi. Di sekolah-sekolah, usai jam pelajaran, di kampuskampus di antara jam kuliah, bahkan di kantor-kantor sepulang jam kantor, Kebanyakan remaja saat ini lebih memilih untuk nongkrong di
23
kafe-kafe yang di dalamatau di luar mal. Bagiremaja, yang terpenting dalam nongkrong adalah kedekatan afeksi dengan teman-teman peer group (Marketeers, 2010).
2.4 Cinema 2.4.1 Sejarah Bioskop dan Perfilman di Indonesia Indonesia memiliki sejarah dengan bioskop dan perfilman yang panjang dan lekat diingat sebagai salah satu bentuk hiburan yang paling lumrah dan mengena hingga sekarang.Bioskop yang dimiliki Indonesia sudah ada dari awal tahun 1900-an bernamakan De Nederlandsch Bioscope Maatschappij ketika Indonesia masih dibawah kolonialisme Belanda dan masih bernama Dutch East Indies.Bioskop tersebut dibangun pada tanggal 5 Desember 1990, tidak terpaut jauh dari bioskop pertama di Amerika Serikat yang bernamakan Vitascope Hall, berdiri di bulan Oktober, tahun 1896. Tak lama kemudian, pada tahun 1901, bioskop – bioskop mulai bermunculan di berbagai tempat dan menayangkan apa yang disebut sebagai gambar idoep, mulai dari Deca Park yang sekarang dikenal sebagai Gambir, Lapangan Tanah Abang, Lapangan Mangga Besar, hingga Lapangan Stasiun Kota..Namun bioskop pada jaman itu masih hanya seperti layar tancap dengan bilik dinding tanpa atap.Baru pada
24
tahun 1903 dibangunlah bioskop bernama Elite, Deca Park, Capitol, Rialto. Rata-rata bangunan di berbagai kota di Indonesia pada masa itu dilandaskan pada konsep art noveau (seni baru) yang juga kerap disebut seni dekoratif atau art deco. Inilah aliran seni yang berkembang pada tahun 1890 - 1905 di Eropa.
Pada tahun 1936, berdasarkan catatan dari Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), HM Johan Tjasmadi yang kala
itu
baru
meluncurkan
buku
“100
Tahun
Bioskop
di
Indonesia”menyatakan bahwa terdapat 225 bioskop di Dutch East Indies .Beberapa bioskop tersebut hadir di Bandung (9 bioskop), Jakarta (13 bioskop), Surabaya (14 bioskop) dan Yogyakarta (6 bioskop).Selama itu, gambar idoep/film – film yang ditayangkan merupakan produksi asing yang kebanyakan berasal dari Amerika Serikat.Produksi film lokal/domestik dimulai pada tahun 1911, namun saat itu film – film tersebut tidak mampu bersaing melawan produksi film asing. Meskipun begitu, film domestik di Indonesia terus berkembang dengan yang berangkat dari film – film yang disutradarai oleh etnik tionghoa yang secara relatif sukses merajai bioskop Indonesia hingga saat Dutch East Indies terkena dampak dari era Great Depression yang kembali membuat perfilman Indonesia merosot karena pajak yang teramat tinggi dan tiket bioskop yang terlalu murah yang menyebabkan profit margin yang teramat rendah.
25
Di saat sulit tersebut, bioskop kembali mengandalkan penayangan film–film Holywood. Namun film–film yang disutradarai oleh etnik tionhoa kembali membawa kejayaan perfilman domestik Indonesia. Namun, sekali lagi perfilman Indonesia kembali mendapat dampak sejarah ketika Indonesia diokupasi oleh Jepang.Pada tahun 1942 – 1945, bioskop Indonesia yang berjumlahkan kurang lebih 300 gedung berkurang hingga menjadi 52 bioskop saja.Bioskop kelas menengah ke bawah banyak yang berakhir dah dialih funsikan menjadi gudang bahan – bahan pokok.Penayangan film di bioskop Indonesia baik domestik maupun internasional dihentikan dan digantikan oleh film edukasi dan berita propaganda yang dibuat oleh Jepang sendiri, sehingga minat menonton menurun drastis. Meskipun begitu, film yang diproduksi di bawah okupasi Jepang terbukti menunjukkan kekuatan film Asia yang mampu menghilangkan pengaruh negara barat dan Belanda. Pada akhirnya, dengan kemerdekaan Indonesia, bioskop Indonesia kembali hidup meskipun hanya dapat memutarkan film domestik yang bersifat propaganda anti-western di jaman Presiden Soekarno. Hal ini terus berlanjut dengan adanya sentimen anti-barat dan pemboikotan film–film barat yang menyebabkan sejumlah bioskop terbakar oleh massa pada tahun 1980-an, dimana ketika itu pada tahun 1960-an, jumlah bioskop yang tadinya berkisar 890 gedung
26
berkurang menjadi 350 gedung ketika menjelang peristiwa G30S/PKI. Baru
pada
masa
orde
baru
film
barat
kembali
boleh
ditayangkan.Tahun 1969 – 1970, bioskop Indonesia meningkat dari 653 gedung menjadi 1081 gedung. Pada tahun 1980-an, industry bioskop dan perfilman domestik Indonesia mencapai puncak kejayaan.Tahun itu, ,ulai diperkenalkanlah bioskop sinepleks yang dikenal sebagai “21” yang dikelola oleh perusahaan Subentra milik pengusaha Sudwikatmono. Kartika Chandra Theater di Jalan Jenderal Gatot Subroto adalah salah satu yang pertama memperkenalkan konsep “satu gedung, empat ruang bioskop”. Sinepleks dibangun di pusat perbelanjaan, kompleks pertokoan atau di dalam mal yang notabene menjadi tempat nongkrong anak muda.Hal ini masihlah belum berubah meskipun telah melewati beberapa perubahan paradigma. Paradigma kembali berubah ketika pada tahun 1990-an, impor film dari barat kembali diperbolehkan sehingga perfilman Indonesia mengalami kemerosotan secara finansial maupun artistik. Sinepleks 21 merajai Indonesia dan bioskop non-21 berguguran dan beralih fungsi. Film – film produksi barat berjaya di layar bioskop Indonesia, sedangkan film – film Indonesia yang ditayangkan bioskop non-21
27
hanya dipenuhi dengan produksi film bersifat eksploitatif yang umum disebut sebagai B-Movies/Grindhouse. Paradigma kembali berubah ketika pada tahun 2000-an, dimana era reformasi dimulai, perfilman Indonesia kembali hidup dan mulai berani menayangkan film yang membahas subjek yang sebelumnya dianggap tabu. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang, dimana kualias film domestik Indonesia terus meningkat hingga semakin diakui secara internasional, tidak melulu dari film – film bersifat obscure di berbagai ajang festival film luar negeri (yang sejatinya juga merupakan bagian dari pencapaian film Indonesia dalam skala yang berbeda). Pada tahun 2007, bioskop Blitz Megaplex memasuki ranah bioskop sebagai penantang sumpremasi bioskop 21 do Indonesia. Demandakan penayangan film di bioskop pun menunjukkan tingkat apresiasi yang lebih, meskipun pembajakan tetap marak terjadi di seluruh Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia. Bahkan disinyalir oleh Hollywood Reporter bahwa di Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia adalah termasuk salah satu penyumbang boxoffice terbesar se-Asia Tenggara, sehingga dianggap sebagai bagian dari hot emerging market.
2.4.2 Definisi Video On Demand Video On Demand (VOD) adalah penyajian program video dan klip yang dapat diakses secara online melalui jaringan, pengguna dapat
28
menayangkan program kapan saja dan dapat mengulang kembali tayangan yang diinginkan. Fungsi VOD seperti khalayak untuk video rental, dimana pelanggan dapat memilih program atau tontonan yang ingin ditampilkan (Cahyani, 2010). Pilihan program dapat berupa daftar-daftar judul film, serial tv, reality show, video stream dan program lainnya. Salah satu hal ingin dicapai pada sistem VOD ini adalah para pengguna dapat mengontrol semua program.
2.5 Business Model Canvas “We need a business model concept that everybody understands: one that facilitates description and discussion, the challenge is that the concept must be simple, relevant and intuitively understandable while not oversimplifying the complexities of how enterprise function”. (Osterwalder dan Pigneur, 2010) Business model canvas adalah panduan yang dibuat secara terstruktur tetapi dengan gambaran yang sederhana tentang bagaimana cara menjalankan bisnis agar dapat mengimplementasikan strategi-strategi yang telah diatur dan mampu menciptakan nilai yang berbeda yang akan diberikan ke dalam pasar agar tetap dapat bersaing dengan para kompetitornya.Business model canvasmenjelaskan
bagaimana
suatu
organisasi
menciptakan,
menyampaikan, dan menangkap suatu nilai tambah. (Osterwalder and Pigneur, 2010, p14)
29
Bisnis model diperlukan untuk memberikan pandangan yang menyeluruh akan suatu proses bisnis yang akan direncanakan maupun bisnis yang sedang berjalan. Bisnis model merupakan sebuah sistem yang dapat membuat perusahaan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Melalui bisnis model, dapat dilihat secara lebih akurat bagaimana sebenarnya keadaan bisnis yang akan dijalankan maupun yang sudah dijalankan saat ini, sehingga diperoleh gambaran besar secara lengkap dan mendetail mengenai apa saja elemen-elemen kunci yang terkait dengan bisnis tersebut. Bisnis model dapat dideskripsikan melalui sembilan blok yang lebih dikenal dengan nama nine building blocks. Kesembilan blok ini meliputi empat area utama bisnis, yaitu: Customers, Offers, Infrastructure, dan Financial Viability. (Osterwalder and Pigneur, 2010, p15)
Gambar 2.3 Business Model Canvas (Sumber:Osterwalder and Pigneur, 2010, p15)
30
1.
Value Propositions “The value propositions are the reason why customers turn to one company over another”. (Osterwalder & Pigneur, 2010) Sebuah usaha yang baik harus bisa memenuhi kebutuhan pelanggan dan menyelesaikan kesulitan konsumen dengan cara menciptakan inovasi dan fitur-fitur yang menarik. Menurut Finkelstein, Harvey dan Lawton (2007), ada enam utama pilar dari
Value
Propositions
yang
dilihat
konsumen
dalam
mempertimbangkan untuk memilih suatu perusahaan atau produk layanan yang ditawarkan yaitu: price (harga, features (fitur), quality (kualitas), support
(dukungan),
availability
(ketersediaan)
dan
reputation
(reputasi).Keenam pilar inilah yang akanmembedakan suatu usaha dari para pesaingnya dan menjadi panduan untuk strategi perusahaan kedepannya. 2.
Customer Segments Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), Customer Segments adalah kelompok-kelompok individu atau organisasi yang memiliki karakteristik serupa, yang dilayani oleh perusahaan dan kepada merekalah perusahaan menciptakan suatu nilai untuk menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan.Customer Segments adalah kelompok target customer yang dibidik dan diharapkan dapat menjadi pelanggan. Customer Segments dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: a.
Mass Market
31
Bisnis model yang fokus kepada mass market tidak membedakan segmen pelanggan. Nilai proposisi, saluran distribusi, dan hubungan customer fokus kepada pelanggan yang memiliki kebutuhan dan masalah yang sama. b.
Niche Market Bisnis model pada segmen pelangganini hanya melayani pelanggan tertentu saja. Nilai proposisi, saluran distribusi, dan hubungan customer disesuaikan dengan kebutuhan yang spesifik.
c.
Segmented Bisnis model ini membedakan antara kebutuhan dan masalah yang berbeda dari setiap pelanggan. Segmen yang dituju merupakan segmen yang sama, namun memiliki kebutuhan dan masalah yang berbeda.
d.
Diversified Organisasi yang berfokus pada diversified customer melayani dua segmen customer yang tidak berhubungan dari kebutuhan dan masalahnya.
e.
Multi-sided platforms (or multi-sided markets) Bisnis model ini biasanya dijalankan oleh beberapa organisasi yang melayani dua atau lebih customer segments yang saling bergantung.
3.
Channels Peran channelsdiantaranya adalah pengingat bagi pelanggan mengenai produk/jasa yang ditawarkan, sehingga membantu pelanggan memahami
32
proposisi nilai dan membantu pelanggan untuk memiliki produk atau jasa tertentu secara spesifik. (Osterwalder &Pigneur, 2010) Channels merupakan media dimana perusahaan dapat menyalurkan produknya atau Value Propositions yang ditawarkan kepada Customer Segments. Terdapat lima elemen dalam channel yaitu: a.
Awareness Channel, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran konsumen terhadap perusahaan dan pelayanan yang ditawarkan.
b.
Evaluation Channel,bertujuan untuk memberikan bantuan kepada konsumen dimana mereka dapat menyampaikan feedback mengenai layanan yang diberikan.
c.
Purchase Channel, yaitu cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh konsumen pengguna jasa pelayanan yang terdapat pada perusahaan tersebut.
d.
Delivery
Channel,yaituchannel
yang
dipergunakan
untuk
menyampaikan value proposition yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen. e.
After Sales Channel, yaitu pelayanan bantuan yang diberikan oleh perusahaan kepada konsumen setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut.
33
Gambar 2.4 Channel Phase (Sumber:Osterwalder and Pigneur, 2010, p26)
4.
Customer Relationship Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p28), Customer Relationship adalah jenis hubungan yang dibangun oleh perusahaan sesuai dengan segmen pelanggan yang memiliki karakteristik yang berbeda.Customer Relationship dibagi menjadi enam, yaitu: a.
Personal Assistant, yaitu hubungan antar manusia yang dilakukan perusahaan untuk membantu pelanggan ketika berhadapan dengan produk/jasa yang diberikan oleh perusahaan.
b.
Dedicated Personal Assistant, yaitu hubungan antar manusia dengan cara memberikan bantuan berupa informasi secara individu kepada pelanggan sampai pelanggan mengerti dan dapat apa yang dibutuhkan.
34
c.
Self Service, yaitu tidak ada hubungan antar manusia karena perusahaan telah menyediakan semua fasilitas yang mendukung pelanggan untuk membantu dirinya sendiri.
d.
Automated
Service,
yaitu
hubungan
yang
terjadi
dengan
menggabungkan pelayanan sendiri yang lebih canggih dengan proses otomatis. e.
Communities, yaitu wadah yang digunakan oleh perusahaan baik secaraonline maupun offline agar dapat mengetahui keinginan para pelanggan serta bertukar pikiran yang bertujuan untuk meningkatkan dari nilai suatu perusahaan.
f.
Co-Creation, yaitu hubungan yang terjadi antara pelanggan dan penjual untuk menciptakan nilai bersama pelanggan.
5.
Revenue Streams Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p28), Revenue Streams adalah cara perusahaan untuk mendapatkan uang dari setiap Customer Segmentyang telah ditentukan.Dalam bisnis model terdapat dua jenis aliran pendapatan: a.
Pendapatan transaksi yang dihasilkan dari pembayaran konsumen di tempat.
b.
Pendapatan berulang yaitu pendapatan yang dihasilkan dari pembayaran yang terus berlanjut atau pembayaran langganan.
Setiap revenue streams memiliki mekanisme harga yang berbeda dan setiap mekanisme yang dipilih oleh perusahaan akan sangat berpengaruh
35
terhadap pendapatan perusahaan. Menurut Osterwalder & Pigneur (2010), ada dua macam mekanisme harga yaitu: a.
Fixed menu pricing, yaitu harga ditentukan berdasarkan variabel statis.
b.
Dynamic pricing, yaitu harga dapat berubah-ubahdan disesuaikan dengan kondisi pasar.
Menurut Kotler dan Keller (2012), ada enam metode yang digunakan untuk menentukan harga yaitu: a.
Mark-Up Pricing, yaitu metode penentuan harga yang paling sederhana dengan menaikkan harga dari biaya pembuatan produk.
b.
Target-Return Pricing, yaitu metode penentuan harga agar dapat mencapai target tingkat pengembalian investasi.
c.
Perceived-Value Pricing, yaitu metode penentuan harga dengan memberikan harga yang pantas diberikan untuk konsumen.
d.
Value Pricing, yaitu metode penentuan harga produk yang lebih murah dengan kualitas yang tinggi yang bertujuan untuk memperoleh kesetiaan dari pelanggan.
e.
Going-Rate Pricing, yaitu penentuan harga berdasarkan harga yang ditentukan oleh kompetitor.
f. 6.
Auction-Type Pricing, yaitu penentuan harga dengan cara lelang.
Key Resources Menurut
Osterwalder
&
Pigneur
(2010),
setiap
bisnis
model
membutuhkan Key Resources yang merupakan faktor penting yang
36
dibutuhkan perusahaan agar dapat berjalan dengan sukses. Key Resources yang dibutuhkan perusahaan berbeda-beda, tergantung dengan industri bisnis yang dijalankan. Key Resources dikategorikan menjadi empat, yaitu: a.
Physical, yaitu asset fisik yang dimiliki oleh suatu model bisnis.
b.
Intellectual, yaitu sumber daya intelektual seperti hak cipta, hak paten, basis data pelanggan dan merek.
c.
Manusia, setiap perusahaan selalu membutuhkan sumber daya manusia.
d.
Keuangan, modal merupakan hal yang paling penting dalam membuat suatu model bisnis. Modal dapat berupa uang tunai, kredit ataupun saham.
7.
Key Activities Key Activities menjelaskan bagian terpenting yang harus dilakukan perusahaan untuk membuat bisnisnya tetap berjalan. Setiap perusahaan memiliki beberapa hal yang harus dilakukan untuk membuat bisnis terus berjalan dengan baik. Seperti halnya Key Resources, hal ini juga mengharuskan untuk membuat nilai tambah pada bisnis model yang berjalan seperti mencapai target pasar, menjaga hubungan dengan Customer dan menghasilkan pendapatan bagi kelangsungan bisnis. Key Activities dapat dikategorikan dalam beberapa hal berikut: a.
Production, yaitu serangkaian aktivitas yang tidak terlepas dengan proses desain, pembuatan, pendistribusian produk dengan skala
37
jumlah tertentu atau kualitas tertentu yang sudah ditetapkan. b.
Problem Solving, yaitu serangkaian aktivitas perusahaan yang bertumpu pada penyelesaian masalah yang dimiliki oleh konsumen. Sebagai contoh, hal ini terjadi pada jenis usaha konsultan.
c.
Platform/network, yaituserangkaian aktivitas bisnis yang dirancang dengan Platform sebagai kunci dari semuanya dan mengutamakan jaringan sebagai Key Activities.
8.
Key Partnership Menurut
Osterwalder
dan
Pigneur
(2010),Key
Partnership
menggambarkan hubungan antara partner atau supplier guna untuk menjaga keberlangsungan bisnis tersebut. Terdapat empat jenis partnership dalam bisnis model, yaitu: a.
Strategic alliances between non-competitors.
b.
Coopetition: Strategic partnerships between competitors.
c.
Joint ventures to develop new business.
d.
Buyer-supplier relationships to assure reliable suppliers.
Osterwalder dan Pigneur (2010) menjabarkan tiga alasan perusahaan menjalin kemitraan yaitu: 1.
Optimization and economies of scale.
2.
Reduction of risk and uncertainty.
3.
Acquisition of particular resources and activities.
38
9.
Cost Structure Menurut Osterwalder dan Pigneur (2010), Cost Structure adalah segala biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan bisnis model. Terdapat dua jenis umum dari Cost Structure, yaitu: 1.
Cost Driven, yaitu meminimalkan biaya agar Cost Structure lebih efisien.
2.
Value Driven, yaitu fokus pada penciptann nilai pasar dengan tidak terlalu memperhatikan biaya yang dikeluarkan.
Karakter Cost Structure dibagi menjadi 4 tipe yaitu: a.
Fixed Cost, yaitu biaya yang tetap dan tidakdipengaruhi oleh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan seperti gaji, biaya sewa dan alat-alat produksi.
b.
Variable Cost, yaitu biaya yang berubah-ubah sesuai dengan tingkat penjualan atau hasil akhir baik produk ataupun jasa (Titman, 2011).
c.
Economic of Scale, yaitu penurunan biaya yang digunakan karena meningkatnya hasil produksi.
Economies of Scope, yaitu penurunan biaya yang digunakan sebagai akibat bertambah luasnya area operasi.
2.6 Market Strategy Suatu membutuhkan
perusahaan market
dalam strategy.
memasarkan Metode
yang
produk
atau
dipergunakan
jasanya dalam
39
menerapkan market strategy salah satunya adalah marketing mix. Marketing mix adalah metode yang digunakan oleh perusahaan dalam kegiatan pemasaran untuk menciptakan kepuasan pelanggan. (Rina Rachmawati, 2011) Marketing mix untuk jasa dijabarkan dengan metode 7 P, yaitu product, price, place, promotion, physical evidence, people dan process.(Kotler and Keller, 2012) 1.
Product Product adalah benda atau jasa yag ditawarkan oleh perusahaan kepada Pelanggan untuk memenuhi kebutuhan dan/atau keperluan pelanggan tersebut.
2.
Price Price atau harga adalah faktor yang mempengaruhi pelanggan untuk membeli suatu produk atau jasa.
3.
Place Place adalah faktor yang diperlukan dalam strategi perusahaan dengan tujuan untuk mendekatkan produk atau jasa yag dihasilkan kepada target market maupun sumber tenaga kerja.
4.
Promotion Promotion merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkenalkan dan memasarkan suatu produk atau jasa kepada pelanggan.
5.
Physical Evidence Physical Evidence merupakan bukti yang menunjukkan bahwa layanan telah dilakukan. Hal ini digunakan untuk meyakinkan konsumen bahwa layanan berlangsung positif atau negatif.
40
6.
People People adalah karyawan yang menjalankan layanan produk atau jasa dan memiliki keterampilan dalam memberikan layanan tersebut.
7.
Process Process adalah sistem dalam organisasi yang mempengaruhi pelaksanaan layanan yang diberikan.
2.7 Analisis PESTEL Analisa PESTEL merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk membentuk suatu kerangka analisa untuk menilai situasi, menilai strategi atau posisi, arah dan perencanaan ide bisnis yang akan dijalankan dengan hasil sebuah peluang dan ancaman yang akan dihadapi pebisnis baru (David, 2004). Faktor-faktor yang termasuk dalam analisa PESTEL ini adalah: Politik, Pemerintah dan Hukum Faktor politik meliputi kebijakan pemerintah, masalah-masalah hokum, serta mencakup aturan-aturan formal dan informal dari lingkungan dimana akan dilakukannya suatu bisnis. Ekonomi Faktor ekonomi meliputi semua faktor yang mempengaruhi daya pembelian dari pelanggan dan mempengaruhi iklim bisnis yang akan dijalankan, seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, standar nilai tukar, tingkat inflasi.
41
Sosial, kultur, demografi, dan lingkungan natural Faktor sosial meliputi semua faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan dari pelanggan dan mempengaruhi ukuran dari besarnya pangsa pasar yang ada, seperti tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pertumbuhan penduduk, kondisi lingkungan sosial dan kerja, serta kesejahteraan sosial. Teknologi Faktor Teknologi meliputi semua hal yang dapat membantu dalam menghadapi tantangan bisnis dan mendukung efisiensi proses bisnis, seperti pengembangan teknologi, automasitasi.
2.8
Analisis TOWS Analisis TOWS merupakan metode yang digunakan oleh perusahaan untuk dapat mengakomodir kebutuhan lingkungan eksternal yaitu Opportunity dan Threat, kedalam lingkungan internal perusahaan yaitu Strengths dan Weaknesses. (Heinz Weihrich, University of San Francisco) Analisis TOWS mengidentifikasi kekuatan untuk memanfaatkan peluang dan melawan ancaman, serta meminimalkan kelemahan dengan menggunakan kesempatan. (Gomatesh, M, 2012) Analisis TOWS diawali dengan menganalisa pemikiran akan hal-hal yang akan datang, yakni dengan melihat dan membandingkan dari faktor eksternal terlebih dahulu kemudian diikuti dengan faktor internal. Analisis TOWS sangat cocok digunakan untuk perusahaan yang baru memulai usaha,
42
yaitu dengan melihat segala peluang yang ada dan mengantisipasi segala ancaman yang akan datang. TOWS terdiri dari: 1.
Opportunity (Kesempatan) dan Threat (Ancaman) Perusahaan melakukan analisa eksternal untuk mengidentifikasi kesempatan dan ancaman yang dipicu oleh faktor eksternal. Faktor eksternal dapat berupa iklim politik, hukum dan peraturan, ekonomi, teknologi, tren industri, target pasar, saluran distribusi, dan sebagainya. Dalam melakukan analisis atas opportunity dan threat, sebuah perusahaan harus dapat menganalisa hal-hal berikut ini:
a.
Peluang
perusahaan
dapat
tumbuh,
memperoleh
dan
meningkatkan
keuntungan serta efisiensi. b.
Ancaman yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan dan menurunkan tingkat ekonomi serta bisnis perusahaan.
2.
Strength (Kekuatan) dan Weakness (Kelemahan) Dalam melakukan analisis internal, perusahaan perlu dengan mengidentifikasi faktor eksternal guna memperkuat faktor internal. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang yang ada dan melawan ancaman yang timbul. Dalam melakukan analisa strength dan weakness, Perusahaan harus dapat mengidentifikasi hal-hal berikut, yakni:
a.
Karakteristik positif yang memberikan bisnis keunggulan kompetitif.
b.
Kelemahan yang dapat menempatkan perusahaan pada posisi yang kurang menguntungkan.
43
Tujuan dilakukannya analisis strength dan weakness adalah untuk mempertahankan kekuatan dan memperbaiki kelemahan guna meningkatkan value Perusahaan. (Sarah and Stroud, 2011)
2.9 Porter’s Five Forces Model Analisa Five Forces Porter merupakan suatu kerangka kerja untuk analisa industri dan pengembangan strategi bisnis yang dikembangkan oleh Michael E.Porter dari Havard Business School pada tahun 1979. Analisa ini menggunakan konsep-konsep yang dikembangkan dalam salah satu bidang ekonomi, Industrial Organization, untuk mendapatkan lima kekuatan yang dapat digunakan untuk menjelaskan intensitas persaingan dan daya tarik pasar.
Gambar 2.5 Poretr’s Five Forces
44
Porter menghubungakan keuatan-keuatan tersebut sebagai lingkungan mikro dimana terdiri dari kekuatan-kekuatan yang begitu dekat dengan perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan tersebut dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Perubahan yang terjadi pada kekuatan tersebut membuat sebuah perusahaan harus menilai ulang pasar. Model ini, menurut Porter, seharusnya digunakan untuk tingkatkan industri, tidak untuk tingkat kelompok industri atau sector industri. Sebuah industri dapat didefenisikan berada pada tingkatan yang lebih rendah atau pada tingkat dasar, berada dalam pasar yang dimana produk atau layanan yang sejenis atau yang berhubungan dekat dijual ke pembeli. Kompetisi yang terjadi dalam pasar didapatkan dari dua arah, secara horizontal dan vertical. Dalam analisa Five Forces Porter terdapat tiga kekuatan dari kompetisi secara horizontal: Threat of new entrants Pasar menguntungkan dapat menarik perhatian perusahaan untuk masuk ke dalamnya dan hal tersebut dapat mempengaruhi keuntungan dari perusahaan yang telah lebih dahulu berada di pasar. Jika perusahaan baru yang masuk tidak dapat diatasi dengan baik maka akan terjadi penurunan keuntungan dan market share dari perusahaan yang telah ada sebelumnya sesuai dengan ketatnya persaingan yang terjadi. Selain itu juga akan mempengaruhi ketatnya
45
persaingan harga yang ada (dengan asumsi berada dalam pasar dengan persaingan sempurna). Rivalry among existing competitors Bagi banyak pelaku industri, ini merupakan factor utama persaingan dalam industri. Persaingan dapat terjadi dengan begitu keras dan terkadang persaingan terjadi diluar factor harga, seperti inovasi, marketing dan sebagainya. Kuatnya persaingan yang ada dapat mendorong penurunan harga dan pihak yang akan diuntungkan dari situasi tersebut adalah pelanggan. Threat of substitute products or services Keberadaan produk pengganti akan memberikan pelannggan lebih banyak pilihan atau pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli sebuah produk dan tentunya dapat mengurangi market share perusahaan. Secara vertical, terdapat dua kekuatan yang berasal dari komeptisi, yaitu: Bargaining power of suppliers Dapat digambarkan sebagai input dari pasar. Penyedia bahan mentah, komponen-komponen,
pekerja
dan
layanan
(keahlian
tertentu)
bagi
perusahaan dapat menjadi sumber kekuatan yang mempengaruhi perusahaan tersebut. Supplier yang memiliki pengaruh yang kuat dapat melakukan upaya untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari rekan bisnisnya, yang mana tidak memiliki pilihan lain terpaksa mengikuti harga yang diminta atau harus meninggalkan usaha tersebut.
46
Bargaining power of buyers Digambarkan sebagai outpout pasar. Kemampuan dari pelanggan untuk mempengaruhi perusahaan. Sama halnya seperti kekuatan supplier, pelanggan yang memiliki pengaruh yang kuat dapat menekan perusahaan untuk memberikan potongan harga yang tinggi dan jika perusahaan tidak memiliki alternative pelanggan yang lain maka secara terpaksa perusahaan harus menuruti permintaan tersebut.
2.10 Finansial Laporan keuangan merupakan suatu laporan yang berguna untuk menjelaskan secara rinci kondisi keuangan dan alokasi dana atau biaya yang berputar pada suatu bisnis yang sedang berjalan (Titman et al., 2011). Terdapat empat jenis laporan keuangan yang menjadi dasar, yaitu : Laporan Rugi Laba (Income Statement) Laporan keuangan ini merupakan total pendapatan dan total pengeluaran dari sebuah perusahaan pada jangka waktu tertentu. Laporan ini menunjukkan apakah suatu perusahaan tersebut mendapatkan untung atau rugi. Neraca (Balance Sheet) Laporan keuangan ini memberikan informasi tentang aset perusahaan, tanggungan perusahaan dan saham perusahaan pada periode tertentu.
47
Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) Laporan keuangan ini menunjukan arus uang yang masuk dan yang keluar pada periode tertentu yang biasanya dibuat per kuartal atau pertahun pada suatu perusahaan. Statement of Shareholders’ equity Laporan keuangan ini menunjukkan aktivitas saham pada sebuah perusahaan yang tidak ditampilkan di laporan keuangan tahunan.
2.11 Penilaian Investasi Kelayakan Usaha 1.
Net Present Value (NPV) Net Present Value merupakan suatu rumusan yang digunakan untuk
menghitung proyeksi arus uang menjadi nilai pada masa sekarang. Dengan menghitung NPV, dapat membantu investor dalam mengambil sebuah proyek (Titman et al., 2011). Rumus dari Net Present Value : Net Present Value Dimana: CFt = Free Cash Flow per tahun dalam periode t r = Sesuai discount rate CFo = Initial Cash Outlay
48
2.
Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan suatu rumusan yang digunakan
untuk menilai kelayakan dari sebuah investasi. IRR merupakan rate yang menghasilkan nilai NPV yang sama dengan 0. Apabila nilai dari IRR lebih besar daripada discount rate maka investasi layak untuk diambil. Sedangkan apabila IRR lebih kecil daripada discount rate maka investasi tidak layak diambil (Titman et al., 2011). Rumus dari Internal Rate of Return: NPV =
=0
Dimana: NPV = Net Present Value = Cash Flow pada tahun 0 = Cash Flow pada tahun 1
3.Payback Period Payback period didefinisikan sebagai periode waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengambalikan initial cash atau mencapai break-even point (Kimmel, Weygandt, Kieso, 2011, p355). Rumusan dari Payback Period dijabarkan seperti berikut :