BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Long Term Evolution (LTE) LTE sudah mulai dikembangkan oleh 3GPP sejak tahun 2004. Faktor-faktor yang menyebabkan 3GPP mengembangakan teknologi LTE antara lain adalah permintaan dari para pengguna untuk peningkatan kecepatan akses data dan kualitas servis serta memastikan berlanjutnya daya saing sistem 3G pada masa depan. Long Term Evolution (LTE) merupakan release-8 pada standardisasi 3GPP (3rd Generation Partnership Project) yang menawarkan aplikasi dan fitur berkecepatan tinggi. LTE memiliki kecepatan transfer data mencapai 100 Mbps untuk downlink, sementara untuk uplink yaitu 50 Mbps. Selain LTE mampu mendukung semua aplikasi untuk voice, data, video maupun IP TV, LTE diperkirakan dapat membawa komunikasi pada tahap yang lebih tinggi, tidak hanya menghubungkan manusia saja tetapi dapat juga menyambungkan mesin. 2.1.1
Persyaratan Long Term Evolution (LTE) Sistem LTE diharapkan menjadi kompetitif selama bertahun-tahun yang
akan datang, oleh karena itu, terdapat beberapa persyaratan target [1] yang ditetapkan, diantaranya:
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Low latency : dengan alokasi spektrum 5 MHz, target latency dibawah 5 ms baik untuk user plane maupun control plane, Bandwidth scability : bandwidth yang berbeda dapat digunakan tergantung kebutuhan, Memiliki kapasitas dua hingga empat kali dari sistem HSDPA maupun Hsupa, Kecepatan data hingga 100 Mbps untuk downlink dan 50 Mbps untuk uplink, Hanya mendukung packet switch, Meningkatkan performa pada tepian sel, Interworking denga sistem 2G, 3G serta sistem non-3GPP yang sudah ada, Mendukung kecepatan mobilitas user yang tinggi, Menurangi kompleksitas di sisi sistem dan perangkat user, Kemudahan migrasi dari teknologi yang sudah ada, Menyederhanakan serta mengurangi jumlah interface yang dibutuhkan. Untuk memenuhi persyaratan di atas, maka LTE memiliki spesifikasi sebagai berikut: Tabel 2.1 Spesifikasi LTE [2] System Performance Peak Data Rate Operating Band Modulation Channel Bandwidth Multiple Access Duplex Mode Control-plane delay User-plan delay Mobility
LTE Downlink 300 Mbps @20 MHz Uplink 75 Mbps @20 MHz 700 ; 850; 900; 1800; 2100; 2300; 2600 MHz QPSK, 16QAM, and 64 QAM 1,4; 3; 5; 10; 15; 20 MHz OFDMA (DL); SC-FDMA (UL) FDD and TDD Idle to connect < 100ms Dormant to active ≤ 50ms < 20ms ≤ 350 Km/h
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Pada LTE semua perangkat mendukung IP Based. Sehingga keseluruhan komunikasi pada jaringan LTE menggunakan packet switch. Namun bisa juga berkomunikasi dengan jaringan lain yang berbasis circuit switch seperti GSM, maka akan terjadi proses yang disebut CS-FB (Circuit Switch Fall Back), dimana dalam proses tersebut terjadi konversi dari packet ke circuit.
Gambar 2.1 Arsitektur LTE [3] Pada layanan LTE, posisi backhaul yang akan dirancang adalah pada sisi EPC yaitu S1-U Interface sebagai site eNodeB yang terhubung langsung dengan core dan pada sisi E-UTRA yaitu X2 interface sebagai hubungan eNodeB. 2.2 Backhaul Backhaul merupakan media transport jarigan radio akses seluler yang menghubungkan base station dengan controller-nya. Controller yang dimaksud adalah EPC (Evolved Packet Core) pada jaringan Long Term Evolution yang di dalamnya terdapat MME, S-GW dan P-GW.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Gambar 2.2 Backhaul Ada beberapa media transmisi yang dapat kita gunakan sebagai link backhaul, suatu teknologi seluler contihnya fiber optic, microwave, E1, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai backhaul dengan menggunakan media transmisi microwave. Keuntungan menggunakan media transmisi microwave diantaranya: 1. Pengaruhnya kecil terhadap bencana alam, 2. Kecenderungan terhadap kerusakan yang tidak disengaja kecil, 3. Link radio yang melintasi pegunungan atau sungai secara ekonomis lebih fleksibel, 4. Instalasi dan pemeliharaan yang bersifat pertitik (single point), 5. Keamanan bersifat pertitik (single point), 6. Penggelaran yang cepat, sebagai contoh untuk daerah-daerah yang mengalami bencana dimana infrastruktur telekomunikasi PSTN mengalami kehancuran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
2.3 Transmisi Microwave Microwave adalah bentuk dari pancaran radio yang ditransmisikan melalui udara dan diterima dengan menggunakan peralatan semacam antena yang berbentuk bundar dan dipasang di gedung yang tinggi atau tower. Sinyal microwave tidak dapat diblok oleh gedung atau lembah. Untuk melakukan transmisi harus dihindari adanya penghalang atau kemiringan bumi. Sehingga jika posisi antar gedung terhalang, maka diperlukan menara untuk menempatkan antena lebih tinggi agar tetap dalam posisi saling melihat (Line of Sight). [4]
Gambar 2.3 Sistem Transmisi Microwave Untuk membawa sinyal jarak jauh, rangkaian pemancar diperlukan untuk menerima dan mentransmisi ulang. Pemanfaatan radio microwave sebagai medium trasnmsis jarak jauh juga perlu mempertimbangkan kelengkungan permukaan bumi. Berdasarkan bentuk diameter bumi, maka jarak antar stasiun microwave adalah sekitar 25 – 30 mil (sekitar 50 km). Oleh sebab itu, penggunaannya sebagai sarana transmisi jarak jauh diperlukan beberapa stasiun penghubung (relay).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Gambar 2.4 Transmisi Radio Jarak Jauh Dalam sistem komunikasi microwave frekuensi yang digunakan ada dalam rentang 2 – 60 GHz, tergantung dari kebutuhan. Sistem dengan kapasitas yang kecil biasanya menggunakan frekuensi kurang dari 3 GHz, sedangkan untuk kapasitas medium dan large (besar) menggunakan frekuensi antara 3 – 15 GHz. [5] 2.4 Konsep Dasar Trafik 2.4.1
Definisi Trafik Secara umum trafik didefinisikan sebagai perpindahan suatu benda dari
suatu tempat ke tempat lain. Dalam lingkungan telekomunikasi “benda” adalah berupa informasi-informasi yang dikirim melalui media transmis. Sehingga dari dua penjelasan tersebut trafik dapat didefinisikan sebagai perpindahan informasiinformasi (pulsa, frekuensi, percakapan) dari suatu tempat ke tempat lain melalui media telekomunikasi, dimana perpindahannya diukur dengan waktu (lama pemakaian). [6] 2.4.2
Estimasi Kebutuhan Trafik [7] Untuk kebutuhan trafik, terlebih dahulu menentukan jumlah user dengan
menggunakan persamaan 2.1 berikut: 𝑃𝑛 = 𝑃0 (1 + 𝐺𝐹)𝑛
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.1)
13
Dimana: Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n P0 = Jumlah penduduk tahun ke-0 GF = Faktor pertumbuhan penduduk 2.5 Perencanaan Kapasitas Tujuan perencanaan kapasitas adalah untuk mengetahui berapa kapasitas yang harus disiapkan untuk memenuhi kebutuhan trafik suatu wilayah tertentu. 2.5.1
Persamaan Total Target User Target user digunakan untuk melakukan estimasi user yang menggunakan
layanan LTE pada wilayah tertentu. Penentuan target user dapat diperoleh dari nilai jumlah penetrasi pengguna seluler, market share operator dan penetrasi user LTE sebagaimana persamaan 2.2 berikut: (2.2)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑢𝑠𝑒𝑟 = 𝑃𝑛 × 𝐴 × 𝐵 × 𝐶
Dimana: Pn = Jumlah penduduk tahun ke-n A
= Jumlah penduduk usia produktif / penetrasi pelanggan seluler
B
= Market share operator X
C
= Penetrasi user LTE operator X
2.5.2
Persamaan Throuhput Tiap Layanan Tiap layanan LTE seperti VoIP, Video Phone, Web Browsing dan sebaginya
memiliki throuhput yang berbeda sesuai layanan yang digunakan. Throughput tiap layanan dapat ditentukan dengan persamaan 2.3 sebagai berikut: 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 = 𝑆𝑒𝑠𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒 × 𝑆𝐷𝑅 × 𝐵𝑒𝑎𝑟𝑒 𝑅𝑎𝑡𝑒 ×
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1 1−𝐵𝐿𝐸𝑅
(2.3)
14
Dimana: Throuhtput
= Throughput tiap layanan yang harus dimiliki (Kbit)
Session Time
= Durasi setiap sesi layanan (s)
SDR
= Session Duty Ratio, rasio data transmisi tiap sesi
BLER
= Block Error Rate yang diizinkan pada suatu sesi
Bearer Rate
= Nilai data rate yang harus dimiliki dari layanan aplikasi
...................................layer (IP) 2.5.3
Persamaan Single User Throughput Single user throuhput dapat diperoleh dari perhitungan berdasarkan traffic
model dan service model. Pada umumnya, single user throughput merupakan hasil penjumlahan semua throughput tipe layanan yang digunakan satu user pada kondisi jam sibuk. Pada layanan packet switch, margin diperlukan untuk mangantisipasi traffic yang tidak dapat diprediksi, sehingga dalam persamaan single user throuhput terdapat parameter peak to average ratio. 𝑆𝑈𝑇 =
Σ (𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡×𝐵𝐻𝑆𝐴×𝑃𝑒𝑛𝑒𝑡𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒×(1+𝑃𝐴𝑅) 3600
Dimana: SUT
= Single User Throughput
BHSA
= Busy Hour Session Attempts untuk tiap user
Penetration rate
= Proporsi dari tipe layanan
PAR
= Peak to Average Ratio, presentase lonjakan trafik
3600
= Jumlah detik dalam 1 jam (3600 detik)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.4)
15
Persamaan Network Throughput
2.5.4
Network throughput merupakan total throughput demand yang dibutuhkan untuk dapat melayani seluruh user pada kawasan/wilayah perencanaan. Network throughput dihasilkan dari data jumlah user dan service model yang digunakan pada daerah tersebut. network throughput dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai 2.5 berikut: Network throughput = total target user × single user throughput
(2.5)
Persamaan Cell Throughput
2.5.5
Cell capacity merupakan kapasitas maksimal yang mampu ditangani pada suatu sel. Cell capacity juga bisa disebut throughput per cell dengan persamaan sebagai 2.6 dan 2.7 berikut: DLCellThr + CRC = (168 – 36 – 12) × (CB) × (CR) × (Nrb) × C × 1000
(2.6)
ULCellThr + CRC = (168 – 24) × (CB) × (CR) × (Nrb) × C × 1000
(2.7)
Dimana: CRC
= 24
168
= Jumlah resource element (RE) dalam 1 ms
36
= Jumlah control channel RE dalam 1 ms
12
= Jumlah reference signal RE dalam 1 ms
CB
= Code Bits, efisiensi modulasi
CD
= Coding rate kanal
NRB
= Jumlah resource block yang digunakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
C 2.5.6
= Mode antena MIMO Perhitungan Jumlah Sel Dalam menentukan jumlah sel dapat dilakukan melalui perhitungan dengan
membagi total network throughput masing-masing downlink maupun uplink melalui persamaan 2.8 berikut: 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 =
𝑁𝑒𝑡𝑤𝑜𝑟𝑘 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 𝐶𝑒𝑙𝑙 𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡
(2.8)
Setelah mendapatkan dan membandingkan jumlah sel dari sisi uplink dan downlink, maka penentuan sel akan dipilih berdasarkan jumlah sel terbanyak. 2.6 Klasifikasi Layanan LTE [2] Klasifikasi layanan yang digunakan pada teknologi LTE dapat dilihat pada tabel berikut: Bit rate user tiap layanan Tabel 2.2 Bit Rate User tiap Layanan Service Type VoIP Video Conference Realtime Gaming Streaming Media IMS Signaling Web Browsing FTP Video Phone Email P2P File Sharing
Uplink 26.9 62.53 31.26 31.26 15.63 62.53 140.69 62.53 140.69 250.11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Downlink 26.9 62.53 125.06 250.11 15.63 250.11 750.34 62.53 750.34 750.4
17
Tingkat penetrasi layanan Tabel 2.3 Tingkat Penetrasi Layanan Service Type VoIP Video Conference Realtime Gaming
Dense Urban 1 0.2 0.3
Urban 1 0.15 0.2
Suburban 0.5 0.1 0.1
Rural 0.5 0.05 0.05
Streaming Media IMS Signaling Web Browsing FTP Video Phone Email P2P File Sharing
0.15 0.4 1 0.2 0.2 0.1 0.2
0.15 0.3 1 0.2 0.2 0.1 0.2
0.05 0.25 0.4 0.2 0.1 0.1 0.2
0.05 0.2 0.3 0.1 0.05 0.05 0.05
BHSA (Busy Hour Session Attempts) Tabel 2.4 Busy Hour Session Attempts Service Type VoIP Video Conference Realtime Gaming Streaming Media IMS Signaling Web Browsing FTP Video Phone Email P2P File Sharing
Dense Urban 1.4 0.2 0.2 0.2 5 0.6 0.3 0.2 0.4 0.2
Urban 1.3 0.15 0.2 0.15 4 0.4 0.2 0.16 0.3 0.3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Suburban 1 0.1 0.1 0.1 3 0.3 0.2 0.1 0.2 0.2
Rural 0.9 0.05 0.1 0.1 3 0.2 0.2 0.05 0.1 0.1
18
PPP Session Time Tabel 2.5 PPP Session Time Service Type VoIP Video Conference Realtime Gaming Streaming Media IMS Signaling Web Browsing FTP Video Phone Email P2P File Sharing
Uplink 80 1800 1800 3600 7 1800 600 70 50 1200
Downlink 80 1800 1800 3600 7 1800 600 70 15 1200
PPP Session Duty Ratio Tabel 2.6 PPP Session Duty Ratio Service Type VoIP Video Conference Realtime Gaming Streaming Media IMS Signaling Web Browsing FTP Video Phone Email P2P File Sharing
Uplink 0.4 1 1 0.2 0.05 0.2 0.05 1 1 1
Downlink 0.4 1 1 0.2 0.05 0.2 0.05 1 1 1
2.7 Desain Link Backhaul Pada jaringan nirkabel, backhaul didefinisikan sebagai bagian dari jaringan yang membawa informasi dari sel bagian controller-nya. Untuk merancang sebuah link backhaul biasanya ditinjau oleh beberapa tahap, diantaranya adalah perhitungan loss/attenuation, fading, dan fade margin, interferensi dan frequency planning serta quality dan availability.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
2.7.1
Perhitungan Propagasi Loss Perhitungan ketinggian antena microwave sebagai backhaul dibutuhkan
untuk mendapatkan posisi ideal antena agar memenuhi persyaratan LOS antara pengirim dan penerima. Dalam menghitung ketinggian antena diperlukan parameter-parameter seperti fresnel zone, tinggi permukaan tanah dan faktor kelengkungan bumi. 2.7.2 Line of Sight (LOS) Suatu hubungan komunikasi disebut Line of Sight (LOS) jika antena pengirim dan penerima dapat saling “melihat” tanpa adanya penghalang pada lintasan. Dalam komunikasi microwave, LOS merupakan syarat yang harus terpenuhi. Beberapa parameter dalam propagasi Line of Sight diantaranya panjang lintasan, faktor k, fresnel zone, tinggi tonjolan bumi, tinggi penghalang tambahan. [8] 2.7.2.1 Panjang Lintasan (D) Panjang lintasan merupakan jarak antara antena pemancar dengan antena penerima yang dapat ditentukan dengan pengukuran pada peta topografi. 2.7.2.2 Faktor k Pada kondisi atmosfer tertentu kurva sinyal dapat mengalami refraksi melengkung menjauhi atau mendekati permukaan bumi, maka hal itu perlu diantisipasi dengan menggunakan suatu faktor pengali jari-jari bumi yang disebut faktor “k”. Radius bumi Effective = k × Radius bumi sebenarnya. True Earth’s radius = 6371 Km, k = 4/3 = 1.33, atmosfer standar dengan lintasan refraksi normal (harga ini harus digunakan bilamana harga setempat tidak tersedia).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Gambar 2.5 Faktor k 2.7.2.3 Ground Clearance [5]
Gambar 2.6 Ground Clearance Kriteria jarak ruang harus dipenuhi di bawah kondisi propagasi normal. Jarak ruang 60% atau lebih pada “k” minimum disarankan untuk lintasan tertentu. Jarak ruang 100% atau lebih pada “k” = 4/3. Dalam hal penggunaan diversity, antena dapat memiliki 60% jarak ruang pada k = 4/3 ditambah kelonggaran (allowance) untuk pertumbuhan pepohonan, bangunan, gedung (biasanya 3 meter). 2.7.2.4 Fresnel Zone [5]
Gambar 2.7 Fresnel Zone
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Fresnel zone radius atau jari-jari fresnel zone merupakan suatu daerah pancaran antena yang harus bebas dari penghalang. Setidaknya 60 dari jari-jari fresnel zone harus bebas dari penghalang. Jari-jari fresnel zone dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.9 berikut: [5]
r = 17,3 × √
𝑑1 ×𝑑2 𝑓×𝑑
(2.9)
Dimana: r
= Jari-jari fresnel (m)
d1 = Jarak dari pengirim ke obstacle (km) d2 = Jarak dari obstacle ke penerima (km) f
= frekuensi (GHz)
2.7.2.5 Faktor Kelengkungan Bumi [5]
Gambar 2.8 Kelengkungan Bumi [5] Kelengkungan bumi perlu diperhitungkan dalam menentukan tinggi antena terkhusus dalam komunikasi jarak jauh. Kelengkungan bumi dapat dihitung dengan persamaan 2.10 berikut: Hc =
0,079×d1×d2 1,333
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.10
22
Dimana: d1 = Jarak pengirim ke penghalang (km) d2 = Jarak penerima ke penghalang (km) Hc = Faktor kelengkungan bumi 2.7.2.6 Ketinggian Bebas Obstacle Ketinggian bebas obstacle pada lintasan dengan mempertimbangkan faktor koreksi kelengkungan bumi dan jari-jari fresnel zone dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.11 berikut: Htot = Hc + Ho + r
(2.11)
Dimana: Htot
= ketinggian obstacle
Ho
= ketinggian obstacle tertinggi
Hc
= faktor kelengkungan bumi
r
= jari-jari fresnel
2.7.2.7 Ketinggian Antena Backhaul Setelah ketinggian letak site dari permukaan laut didapatkan, maka ketinggian antena di atas permukaan tanah dapat dihitung dengan persamaan 2.12 berikut: Htot =
((h1+hx)×d1)+ ((h2+hx)×d2) d1+d2
Dimana: Htot
= ketinggian total obstacle di atas permukaan laut
h1
= ketinggian tanah di pengirim di atas permukaan laut
h2
= ketinggian tanah di penerima di atas permukaan laut
d1
= jarak dari site A ke penghalang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.12)
23
d2
= jarak dari site B ke penghalang
hx
= ketinggian antena pada site A dan site B
2.7.3
Link Budget Backhaul Untuk mendapatkan nilai daya terima, maka dibutuhkan beberapa parameter
seperti gain antenna, loss cable, fading margin, dan free space loss. Daya terima dapat dihitung dengan persamaan 2.13 berikut:
𝑃𝑟𝑥= 𝑃𝑡𝑥 − 𝐿𝑡𝑥 + 𝐺𝑡𝑥 − 𝐿𝑟𝑥 + 𝐺𝑟𝑥 − 𝐹𝑆𝐿 − 𝐴
(2.13)
Dimana: Prx
= daya yang diterima di antena penerima
Ptx
= daya yang dikirimkan di antena pengirim
Gtx
= penguatan antena di antena pengirim
Grx
= penguatan antena di antena penerima
Ltx
= loss akibat kabel dari radiobase station ke antena pengirim
Lrx
= loss akibat kabel dari radiobase station ke antena penerima
FSL
= Free Space Loss
A
= redaman hujan Free space loss digunakan untuk memprediksi suatu nilai redaman
gelombang elektromagnetik yang disebabkan karena gelombang tersebut melalui lintasan line of sight tanpa hambatan. Parameter ini bisa digunakan untuk memprediksi kekuatan sinyal yang akan diterima berdasarkan frekuensi dan jarak lintasan dengan perhitungan sebagai 2.14 berikut: Lfsl = 32.45 + 20log(f) + 20log(d) [dB]
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.14)
24
Dimana: Lfsl = total free space loss (dB) f
= frekuensi
d
= jarak antar pengirim dan penerima
2.7.4
Perencanaan Frekuensi dan Polarisasi Interferensi dapat membatasi jumlah link yang dapat digunakan apabila
penyebabnya tidak diperhitungkan pada tahapan perencanaan frekuensi. Perencanaan frekuensi berhubungan dengan topologi jaringan. Pada perencanaan polarisasi juga digunakan untuk meminimalisir nilai interferensi yang terjadi.
Gambar 2.9 Topologi Backhaul 2.7.5
Fading Akibat Redaman Hujan Butiran hujan dapat mempengaruhi redaman dari sebuah gelombang
elektromagnetik yang melintas. Semakin lebat hujan maka redaman tersebut semakin besar. Besarnya redaman karena curah hujan dapat dinyatakan dengan persamaan 2.15 dan 2.16 berikut: 𝛾𝑅 = 𝑘 × 𝑅𝛼
(2.15)
𝐴 = 𝛾𝑅 × 𝐷
(2.16)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Dimana:
𝛾𝑅 = redaman karena hujan (dB/km) R
= besarnya curah hujan (mm/jam)
D
= jarak antar pengirim dan penerima
A
= redaman hujan sepanjang lintasan (dB) Indonesia termasuk dalam zona P dengan curah hujan 145 mm/jam untuk
unavailability 0.01% [9]. Nilai k dan α tergantung dari frekuensi serta polarisasi yang digunakan. Nilai tersebut dapat dilihat pada bagian lampiran mengenai koefisien perhitungan redaman hujan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/