6
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Teori Atribusi Teori atribusi menurut ( Jhon M. Ivancevich et al. 2007 : 123 ) adalah sebagai berikut : Teori dasar untuk memahami hubungan antara persepsi dan perilaku. Karena perilaku sangat dipengaruhi oleh interprestasi pribadi kita terhadap kenyataan dan proses persepsi merupakan determinan yang nyata dari perilaku. Teori ini mengacu pada bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang ditentukan apakah dari internal atau eksternal, maka akan terlihat pengaruhnya terhadap individu (Robbin, 1966 dan Luthans, 1998). Proses atribusi menurut Jhon M. Ivancevich, et al : 1. Dapat menjadi hal yang penting dalam memahami perilaku dari orang lain. 2. Perilaku orang lain dapat dideteksi atas dasar keunikan, konsistensi, dan konsesus. 3. Keunikan merupakan tingkatan dimana seseorang berperilaku secara serupa dalam situasi yang berbeda. 4. Konsistensi merupakan tingkatan dimana seseorang menunjukan perilaku yang sama pada waktu yang berbeda. 5. Konsesus merupakan tingkatan dimana orang lain menunjukkan perilaku yang sama.
7
Penyebab perilaku tersebut dalam persepsi sosial lebih dikenal dengan istilah dispositional attributions (penyebab internal) dan situational attributions (penyebab eksternal). Penyebab internal cenderung mengacu pada aspek perilaku individual, sesuatu yang telah ada dalam diri seseorang seperti sifat pribadi, persepsi diri, kemampuan, dan motivasi. Sedangkan penyebab eksternal lebih mengacu pada lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang, seperti kondisi sosial, nilai sosial, dan pandangan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas teori atribusi dapat di anggap menjadi acuan dasar dari terjadinya penghentian prosedur audit (premature sign off audit procedures) sehingga dapat di ketahui faktorfaktor apa saja yang di anggap sebagai pemicu penghentian prosedur audit (premature sign off audit procedures) di kalangan para auditor. Faktor-faktor tersebut di harapkan dapat mengurangi dampak dari perilaku penghentian prosedur audit (premature sign off audit procedures) di masa yang akan datang.
B.
Locus Of Control Auditor Definisi Locus of control menurut ( Jhon M. Ivancevich et al. 2007 : 97 ) adalah sebagai berikut : Penentuan tingkatan sampai dimana individu meyakini bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi pada mereka. Banyak orang yang merasa yakin bahwa dirinya sendiri merupakan penentu dari nasib mereka sendiri.
8
Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia merasa dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966). Ketika seseorang meyakini bahwa dapat berkinerja dengan baik dan hal tersebut di dasari oleh usaha atau keterampilannya, maka orang tersebut digolongkan sebagai locus of control internal. Ketika sesorang meyakini bahwa dapat bekerja dengan baik dan hal tersebut disebabkan oleh keburuntungan atau karena tugas yang di kerjakan merupakan tugas yang mudah, maka orang tersebut di golongkan sebagai locus of control eksternal. Hyatt dan Prawitt (2001) membuktikan bahwa locus of control baik internal maupun eksternal merupakan tingkatan dimana seorang individu berharap bahwa hasil dari perilaku mereka tergantung pada perilaku mereka sendiri atau karakteristik personal mereka. Contoh kasus locus of control : Para peneliti sedang melakukan penelitian mengenai apakah terdapat faktor kepribadian yang berhubungan dengan pilihan yang dibuat oleh manajer untuk berperilaku etis atau tidak etis. Dalam studi ini beberapa individu dengan pengalaman kerja rata-rata 5 tahun melakukan latihan menghadapi kasus dimana mereka memainkan peran Pat Sneed, seorang manajer penjualan nasional dari sebuah perusahaan elektronik. Di antara lusinan item di keranjang terdapat 2 yang memerlukan keputusan berkenaan dengan masalah etika. Di salah satunya, seorang manajer penjualan regional memberitahukan Sneed
9
bahwa salah satu perwakilan penjualannya membayar suap. Sneed harus memutuskan apakah akan mengakhiri suap tersebut. Dalam situasi yang kedua, Sneed menerima sebuah memo dari wakil produksi yang menunjukkan bahwa wakil presiden direktur telah memutuskan untuk mengubah bahan baku yang digunakan dalam suatu produk untuk menghemat biaya produk. Memo tersebut menyarankan bahwa konsumen tidak perlu di beritahu mengenai perubahan tersebut walaupun terdapat kemungkinan terjadinya masalah. Sneed harus memutuskan tindakan apa, jika ada, apa yang harus dilakukan. Para peneliti menyarankan agar organisasi mengukur locus of control
ketika memilih manajer untuk posisi yang melibatkan
pengambilan keputusan yang etis karena locus of control merupakan faktor kepribadian yang berhubungan dengan pilihan untuk berperilaku etis atau tidak etis. Sumber : Susan Key. “Perceived Managerial Discretion : An Analysis Of Individual Ethical Intentions.” Journal Of Managerial Issues 14 No.2; dan LK. Trevino. S. A. youngblood. “ Bad Apples In Bad Barrels : A Casual Analysis Of Ethical Decision. Making Behaviour, : Journal Applied Pyschology, Agustus 1990.
C.
Risiko Audit Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai-bukan absolute- bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah
10
saji material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor. Dengan demikian dalam perencanaan pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan risiko audit tersebut. Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapat sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (PSA No 5, 2009). Konsep
keseluruhan
mengenai
risiko
audit
merupakan
kebalikan dari konsep keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika 99% kepastian diinginkan, maka risiko audit adalah 1%, sementara jika kepastian sebesar 95 % dianggap memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya pertimbangan professional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan tingkat risiko audit dirancang sebagai satu kebijakan kantor akuntan publik, dan risiko audit akan dapat dibandingkan antara satu audit dengan audit lainnya (Boynton, Jhonson, Kell, 2003). Salah saji material bisa terjadi karena adanya kesalahan (error) atau kecurangan (fraud). Error merupakan kesalahan yang tidak disengaja (unintentional mistakes) sedangkan Fraud merupakan kecurangan yang disengaja, bisa dilakukan oleh pegawai perusahaan (misalnya penyalahgunaan harta perusahaan untuk kepentingan
11
pribadi) atau oleh manajemen dalam bentuk rekayasa laporan keuangan. Risiko audit, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu (Arrens, 2003) : a. Risiko audit keseluruhan (Overall audit risk) Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan. Yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar, padahal kenyataannya laporan keuangan tersebut berisi salah saji material. b. Risiko audit individual Karena audit mencangkup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun yang berkaitan. Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam risiko audit adalah : a. Risiko bawaan (Inherent Risk) Adalah kerentanan suatu saldo akun atau kelompok transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi tidak terdapat kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang terkait. b. Risiko pengendalian (Control Risk) Adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern suatu entitas. Risiko ini ditentukan oleh efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas. c. Risiko deteksi (Detection Risk) Adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko deteksi dapat dirubah oleh keputusan auditor sendiri dan mencerminkan risiko yang dapat di terima oleh auditor untuk suatu asersi.
Risiko audit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah risiko deteksi. Risiko ini menyatakan suatu ketidakpastian yang dihadapi auditor dimana kemungkinan bahan bukti yang telah dikumpulkan oleh auditor tidak mampu untuk mendeteksi adanya salah saji yang material.
12
Ketika auditor menginginkan risiko deteksi yang rendah maka jumlah bahan bukti yang di dapat harus dapat mendeteksi adanya salah saji yang material. Supaya bahan bukti tersebut dapat mendeteksi salah saji yang material maka di butuhkan jumlah bukti dan prosedur audit yang lebih banyak pula (Arens et al , 2003). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bukti yang diperoleh dan prosedurnya semakin kecil risiko auditnya. Contoh kasus risiko bawaan ( inherent risk ) : Pada 28 April 2004, Nortel Network memecat Presiden Direktur, Direktur Keuangan, dan Controller-nya “karena sebab-sebab tertentu.” SEC telah mengawasi penggunaan akun cadangan oleh Nortel dan mencoba untuk memastikan jika Nortel telah membalik cadangan itu dan mengembalikannya ke dalam pendapatan dengan alas an yang sah. Spekulasi menyatakan bahwa masalah di Nortel timbul karena karyawan mencari jalan untuk berpartisipasi di program bonus yang berkaitan dengan kebangkitan Nortel di tahun 2003 setelah bertahun-tahun mengalami kerugian besar. Dikenal di dalam perusahaan sebagai program bonus “kembali ke profitabilitas,” Nortel membayar $300 juta sebagai bonus karyawan ditahun 2003, dengan kira-kira $80 juta dibayarkan kepada eksekutif senior. Satu analis menyatakan bahwa manajemen terlalu agresif dalam akrual akuntansi dengan maksud untuk memperlihatkan profitabilitas dan menerima bonus.
13
Sumber
:
Nortel Networks, Siaran Berita.Nortel Network Mengumumkan wiliam Ownes sebagai Presiden Direktur yang Baru (www.nortelnetworks.com), dan M. Heinzl, D.Solomon, dan J.S.Lubiin, “Nortel Board Fires CEO and Others, “The Wall Street Journal (29 April 2004), hal. A3,A6.
Contoh kasus risiko pengendalian (control risk) : 1) Tyco International Ltd., adalah perusahaan diverifikasi menufaktur dan jasa. Sepanjang tahun 1990-an sampai awal tahun 2000. TYCO berkembang dengan pesat melalui akuisisi. Sahamnya memiliki kinerja terdepan dan eksekutifnya mendapatkan bayaran yang paling mahal di AS. 2) Tetapi, di balik layar, TYCO (L.Dennis Kozlowski, presiden direktur; Mark H. Swartz, direktur keuangan; dan Mark A. Belnick, kepala penasihat hukum) menipu perusahaan sebanyak jutaan dolar. Tiga modus yang digunakan oleh tiga eksekutif untuk penyalahgunaan aktiva meliputi : a) Program relokasi : Di bawah program ini, Kozlowski secara tidak benar telah meminjam sebanyak kurang lebih $61.690.628 dari pinjaman relokasi tanpa syarat untuk membeli real estate dan
property
lainnya.
Swartz
meminjam
kurang
lebih
$33.097.925, dan Belnick meminjam kuang lebih $14.635.597. b) Penyalahgunaan “Bonus Tycom.” Kozlowski membuat Tyco membayar bonus khusus yang belum disetujui kepada 51 karyawan yang mendapat pinjaman relokasi dari perusahaan untuk menghapus pinjaman relokasi $56. 415.037, dan membayar kompensasi yang cukup untuk menutupi kewajiban
14
pajak terutang yang timbul akibat penghapusan pinjaman tersebut. Upah kotor total yang dibayar oleh perusahaan dalam program penghapusan kredit rumah ini adalah $95.962.000, dimana dari jumlah tersebut Kozlowski menerima $32.976.000 dan Swartz menerima $16.611.000 c) Program Pinjaman karyawan Kunci (Key Employee Loan – KEL). Program ini memungkinkan eksekutif tertentu untuk meminjam uang untuk tujuan selain dari pembayaran pajak jatuh tempo dari pemberian saham terbatas, atau meminjam kelebihan dari jumlah maksimum yang diperbolehkan program ini. Pada akhir tahun 2001, Kozlowski telah mengambil alih pinjaman karyawan kunci dan pinjaman totalnya pada saat itu melebihi $250 juta. Kira-kira 90% dari pinjaman Kozlowski adalah pinjaman non program, yang dia gunakan untuk mendanai gaya hidup pribadinya, termasuk berspekulasi di real estate, pembelian barang antik dan mendanai propertinya, serta pembelian dan pemeliharaan kapal layarnya. Swartz juga meminjam jutaan dolar melalui pinjaman non program. Seperti Kozlowski,
Swartz
menggunakan
diotorisasi
tersebut
untuk
pinjaman
membeli,
yang
membangun,
tidak dan
berspekulasi di real estate; untuk mendanai investasi di bernagai bisnis dan persekutuan; dan untuk penggunaan pribadi lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kepemilikan saham Tyco.
15
3) Kurangnya pengawasan dan kontrol aktivitas (control activities menyebabkan terjadinya penyalahgunaan aktiva dalam skala besar yang dilakukan oleh pihak manajemen TYCO International Ltd. Sumber : Siaran pers TYCO “TYCO files form 8-K Report on Improper Conduct of Former Management” (17 September 2002); Securities and Exchange Comission, Accounting and Auditing Enforcement Release No.1627, “TYCO Former Executive L.Dennis Kozlowski, Mark H. Swartz and Mark A. Belnick Sued for Fraud”; dan Securities and Exchange Comission v.L.Dennis Kozlowski, Mark H. Swartz and Mark A. Belnick, Complaint (11 September 2002). Contoh kasus risiko deteksi (detection risk) : 1) Lindsey and Co., sebuah perusahaan perbankan hipotik di Sacramento, memulai usahanya sebagai broker estat lokal. Di bawah
kepemimpinan
presiden
direkturnya,
Gerald
Levy,
perusahaan tumbuh menjadi bank hipotik nasionaldengan 20 kantor di 7 negara bagian. Pada tahun 1986, pinjaman yang disalurkan Lindsey mencapai volume $325 juta. 2) Akan tetapi, setelah tahun 1986 pinjaman Lindsey menurun secara drastis. Pada kenyataannya, perusahaan ditekan untuk mencari perlindungan dari kreditor menurut Bab 11 UU kepailitan AS pada bulan Juli 1990. Lebih jauh, Levy telah dituduh kelebihan $800.000 dari beban perusahaan yang bermasalah. 3) Ketika kreditor Lindsey secara tergesa-gesa menarik dana dari peruahaan yang sedang menghadapi masalah, salah satu kreditor menyalahkan auditor Lindsey. Setelah menderita kerugian sebesar $3,5 juta ketika Lindsey dituntut kepailitan. Bank Of America
16
menuntut kantor akuntan dengan mengklaim audit yang di mulai tahun 1988 dan 1989 cenderung merupakan audit yang “tidak bertanggung jawab dan gagal untuk memperingatkan masalah yang akan muncul”. 4) Menurut juri Pengadilan Tinggi, kantor akuntan, “menandatangani pembukuan yang curang dan kemudian merobek kertas kerja audit untuk menutupi jejak-jejaknya.” Atas tindakan berpura-pura ini, juri memenangkan Bank of America $3,5 juta. Sebelum juri dapat memberikan tindakan hukum yang merusak, kantor akuntan dengan cepat melakukan penyelesaian di luar pengadilan atas jumlah yang tidak diungkapkan itu. Dalam kasus ini, kantor akuntan gagal mendapatkan bukti audit yang diperlukan untuk mendukung pendapatnya. Sumber : Mark Anderson. :Bank Wins Fraud Suit Vs Auditor” Bussines Journal, 5 Desember 1994
D.
Time Pressure Tekanan mendapatkan
waktu tekanan
adalah dari
suatu
kondisi
tempatnya
dimana
bekerja
untuk
auditor dapat
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Menurut (Heriningsih, 2001) tekanan waktu terdiri dari dua macam, yaitu tekanan batasan waktu dan tekanan anggaran waktu (time deadline pressure dan time budget pressure). a) Tekanan anggaran waktu (time budget pressure) merupakan hal yang sangat penting bagi semua Kantor Akuntan Publik karena
17
menjadi dasar untuk memperkirakan biaya audit, pengalokasian staf ke dalam pekerjaan audit, dan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja auditor serta sangat diperlukan bagi auditor dalam melaksanakan tugasnya untuk dapat memenuhi permintaan klien secara tepat waktu dan menjadi salah satu kunci keberhasilan karir auditor di masa depan (Waggoner dan Cashell, 1991). b) Tekanan batasan waktu (time deadline pressure) merupakan kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya. .Time pressure yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik
kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan time pressure ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya / sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan. Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama hasilnya bila prosedur audit dilakukan dalam kondisi tanpa time pressure. Agar menepati anggaran waktu yang telah ditetapkan, ada kemungkinan bagi auditor untuk melakukan pengabaian terhadap prosedur audit bahkan pemberhentian prosedur audit (Christina Sososutikno,2003). Contoh kasus time pressure : 1) Hamilton wong, sebuah kantor akuntan telah menghabiskan waktu beberapa bulan dengan enam staf di sebuah ruang konferensi, mereka sudah tidak sabar untuk pindah ke tugas berikutnya. Klien
18
pada saat ini, Willie & lomax Inc.,sebuah perusahaan publik terbesar kedua di San Diego. Peusahaaan Willie & Lomax memiliiki beberapa cabang yang tersebar dari Seattle sampai ke Albuquerqe. 2) Wong mempercayakan senior auditornya bernama Angela Sun untuk mengawasi pekerjaan lapangan pada Willie & Lomax. Selain Wong dan Sun juga terdapat Lauren Hutchison dan empat staf auditor yang bekerja mengaudit Wille & Lomax sejak awal Januari. Wong dan Hutchison bersahabat dengan baik. Hutchison bertanggung jawab penuh mengaudit akun piutang, property, tanah dan peralatan. 3) Selain bertanggung jawab terhadap anggaran biaya, Wong juga bertanggung jawab atas waktu yang sudah ditentukan dalam hal pengauditan Willie & Lomax. Pengauditan telah menghabiskan hampir tiga bulan. 4) Wong mendapat memo dari Sun bahwa bukan untuk pertama kalinya Hutchison melaporkan jam kerja yang tidak benar. Sampai pada akhirnya Wong menyelinap dan melihat Hutchison pulang lebih awal dari waktu jam kerja. 5) Sebelum berakhirnya kontrak kerja pada bulan ini di Willie & Lomax,
Wong
mengetahui
bahwa
Hutchison
melakukan
pelanggaran terhadap prosedur audit yang telah ditentukan sebelumnya yaitu tidak melakukan perbandingan data klien dengan
19
data industry pada prosedur analitis. Hutchison melaporkan jam kerja yang tidak benar. 6) Beruntung hal tersebut diketahui oleh Wong, dan Wong mengatakan bahwa “seorang auditor harus dapat menjaga ketepatan waktu pemeriksaan agar biaya audit yang telah dikeluarkan tetap wajar, serta menghindari salah paham dengan klien. Dengan menjaga biaya audit tetap dalam batas yang wajar akan membantu kantor akuntan kita tetap kompetitif dan selanjutnya dapat mempertahankan bahkan memperluas jumlah klien dengan asumsi kita memiliki reputasi untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas tinggi.” Wong juga memerintahkan Hutchison untuk memperbaiki kesalahannya sampai batas waktu yang telah ditentukan dengan klien, Hutchison harus bertanggung jawab atas perilaku yang di lakukannya. Sumber : Knapp, Michael C. 2010. Auditing Cases
E.
Penghentian
Prosedur
Audit
(Premature
Sign
Off
Audit
Procedures) Sesuai dengan standar auditing (IAI, 2009) bahwa untuk menghasilkan laporan audit yang berkualitas maka auditor harus melaksanakan beberapa prosedur audit. Prosedur audit merupakan serangkaian
langkah-langkah
melaksanakan audit.
yang
harus
dilaksanakan
dalam
20
Penghentian prosedur audit (premature sign off audit procedures) menurut (Anthony J. Cataldo.2003 : 32) adalah sebagai berikut : merupakan suatu keadaan yang menunjukkan auditor menghentikan satu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain dan Premature sign off ini secara langsung mempengaruhi kualitas audit dan melanggar standar profesional. Menurut Kaplan (1995) praktik penghentian prematur atas prosedur audit terjadi karena dilema yang dihadapi auditor antara inherent cost dengan kualitas audit. Hal ini menyebabkan auditor mencari “zona pertengahan” yang menggabungkan inherent cost yang mencakup keterbatasan waktu dan anggaran yang diberikan pada proses audit dengan kualitas yang harus dicapai oleh auditor (Stefani Lily Indarto,2011). (Alderman dan Deitrick, 1982) melakukan penelitian terhadap hal tersebut dengan menargetkan studinya pada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik delapan besar (Big Eight). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 31 % responden berpersepsi bahwa penghentian prematur atas prosedur audit telah terjadi dan merupakan akibat dari supervisi yang tidak mencukupi, hambatan waktu dan tidak menanyakan representasi klien. (Samsul Ulum, 2005) menyatakan bahwa perilaku Prematur Sign-Off Audit Procedures timbul karena rendahnya orientasi etis para auditor (sifat relativisme yang tinggi). (Chan dan Leung 2006)
21
menyatakan bahwa perilaku etis yang rendah disebabkan oleh orientasi etis individu yang rendah sehingga para auditor tidak berperilaku etis dalam menjalankan profesinya.
F.
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Raghunathan (1991).
Judul Premature Signing-Off of Audit Procedures: An Analysis
Suryanita, Penghentian Doddy dan Premature Atas Hanung Prosedur Audit (2006)
Variabel Variabel Y : premature signing off Variabel X : time budget pressure, Audit Risk, Materiaility.
.Var Y : Premature 1. Sign Off, Var X : Time pressure, risiko audit, materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas, 2.
Time pressure mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penghentian preature atas prosedur audit. Hubungan antara time pressure dan penghentian premature bersifat positif. Risiko audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penghentian premature atas prosedur audit. Hubungan antara risiko audit dan penghentian premature bersifat positif 3. Materialitas mempunyai
Hasil Penelitian Mengapa auditor melakukan prosedur penghentian premature prosedur audit : 1. terbatasnya jangka waktu pengauditan yang ditetapkan. 2. adanya anggapan prosedur audit yang dilakukan tidak penting (risiko kecil). 3. prosedur audit tidak material. 4. prosedur audit yang kurang dimengerti. 5.adanya batas waktu penyampaian laporan audit. 6.adanya pengaruh faktor kebosanan dari auditor.
22
Sososutikno (2003)
Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan Perilaku Disfungsional Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Audit Pengaruh Akhmad Samsul Ulum Orientasi Etika Terhadap (2005) Hubungan Antara Time Pressure dengan Perilaku Prematur SignOff Prosedur Audit. Basuki dan Pengaruh Krisna Tekanan (2006) Anggaran Waktu terhadap Perilaku Disfungsional Auditor dan Kualitas Audit pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Kartika dan Locus Of Provita Control Sebagai Wijayanti Anteseden (2007) Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Disfungsional Audit
Tekanan Anggaran Waktu, Premature Sign-off, UnderReporting Of time, Audit Quality Reduction Behavior, Kualits Audit
pengaruh yang signifikan terhadap penghentian premature atas prosedur audit. Hubungan antara materialitas dan penghentian premature bersifat negatif. Menunjukkan bahwa tekanan anggaran waktu memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku premature sign-off, dan underreporting of time dan audit quality reduction behaviour (AQRB).
Var Y : Perilaku Prematur Sign-Off Prosedur Audit. Var X : Time Pressure
Menunjukkan bahwa time pressure secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap premature sign-off prosedur audit.
Var Y : Perilaku Disfungsional dan Kualitas Audit Var X : Tekanan Anggaran Waktu
Menunjukkan bahwa tekanan anggaran waktu tidak berpengaruh secara signifikan terhadap premature sign-off, namun tekanan anggaran waktu memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perilaku disfungsional auditor.
Var Y : disfungsional Audit Var X : Locus of control dan kinerja pegawai
Menunjukkan bahwa locus of control eksternal berpengaruh positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit.
23
Mutia, Anwar dan Choirul (2010)
Pengaruh Tekanan Waktu dan Tindakan Supervisi Terhadap Penghentian Premature Atas Prosedur Audit Sumber : data diolah tahun 2011
Var Y ; Penghentian premature prosedur audit Var X : Tekanan waktu dan tindakan supervise
Tekanan waktu berpengaruh secara signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit . dan memeiliki hugungan positif dengan penghentian prosedur audit