7
BAB II LANDASAN TEORI
Didalam sebuah industri dan perdagangan terdapat beberapa faktor yang sangat penting untuk diperhatikan guna meningkatkan kinerja didalam sebuah industri yaitu: 1. Kelancaran dalam proses manufaktur produk 2. Tingkat dimana proses manufaktur dan pengoperasian dapat menghasilkan produk secara efisien atau efficiency. 3. Tingkat dimana pabrik sebagai suatu sistem perlengkapan secara fisik dapat beroperasi atau availability. 4. Efektivitas dan efisiensi maksimum dari penjualan dan distribusi hasil kapasitas produksi.
8
Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa kemampuan berproduksi dan beroperasi merupakan hal yang hendaknya sangat diperhatikan oleh sebuah industri untuk terus dapat maju dan berkembang. Ada berbagai macam aspek yang berpengaruh didalam produksi sebuah industri yaitu seperti sumber daya manusia, sistem kerja, permesinan dan sebagainya. Aspek permesinan merupakan hal yang sangat penting untuk dapat terus diawasi dan mendapat perhatian khusus karena kemampuan berproduksi sebuah mesin merupakan "ujung tombak" kelancaran sebuah industri. Efesiensi dan efektifitas sebuah mesin akan sangat mempengaruhi efisiensi dan efektifitas industri secara keseluruhan. Sehingga apabila terjadi kerusakan pada mesin atau Breakdown akan menyebabkan keterhambatan pada sistem kerja perusahaan.
2.1.
Pemeliharaan Pemeliharaan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperpanjang usia guna dari suatu mesin karena suatu mesin pasti akan mengalami penurunan keandalan jika digunakan secara terus menetus yang dapat mengakibatkan mesin tersebut menjadi cepat rusak, mesin yang tidak terawat secara baik akan mengalami frekuensi breakdown yang tinggi sehingga akan mengakibatkan loss of production yang tidak dapat diperkirakan. Tujuan pemeliharaan yang utama yaitu: 1 1. Menjamin kesiapan secara maksimum dari pabrik, peralatan, mesin yang digunakan untuk produksi sehingga dicapai utilisasi yang tinggi.
1
Antony Corder, Teknik Manajemen Pemeliharaan (Jakarta: Erlangga, 1996), 3
9
2. Menjaga peralatan pabrik, dan fasilitas sehingga meningkatkan umur pakai peralatan tersebut. 3. Menyediakan service yang diinginkan pada departemen yang beroperasi pada level yang optimum melalui efisiensi pemeliharaan yang lebih baik. 4. Memberikan informasi kepada manajemen mengenai biaya dan keefektifan dari pemeliharan yang dilakukan. 5. Mencapai semua hal yang telah disebutkan di atas seekonomis mungkin. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang harus diingat dari semua departemen yang bersangkutan dari suatu perusahaan.
2.2.
Tujuan Pemeliharaan Secara umum pemeliharaan mempunyai tujuan–tujuan yang menurut A. S. Corder adalah untuk: 1. Memungkinkan tercapainya mutu produksi dan kepuasan pelanggan melalui penyesuaian, pelayanan dan pengoperasian peralatan secara tepat. 2. Memaksimalkan umur kegunaan dari sistem. 3. Menjaga agar sistem aman dan mencegah berkembangnya gangguan keamanan. 4. Meminimalkan biaya produksi total yang secara langsung dapat dihubungkan dengan service dan perbaikan.
10
5. Memaksimalkan produksi dari sumber–sumber sistem yang ada. 6. Meminimalkan frekuensi dan kuatnya gangguan terhadap proses operasi. 7. Menyiapkan personel, fasilitas dan metodenya. 8. Agar mampu mengerjakan tugas–tugas pemeliharaan.
2.3.
Jenis-jenis Pemeliharaan
Gambar 2.1 Hubungan antara berbagai bentuk pemeliharaan
11
Diatas ini merupakan gambar hubungan antara berbagai bentuk pemeliharaan dan ruang lingkup dari masing-masing bentuk pemeliharaan tersebut.
2.3.1. Pemeliharaan Tidak Terencana (Unscheduled Maintenance) Hanya ada satu jenis pemeliharaan tak terencana yaitu pemeliharaan darurat atau breakdown/ emergency . Dikenal sebagai jenis pemeliharaan yang paling tua. Aktivitas pemeliharaan jenis ini adalah mudah untuk dipahami semua oran. Jenis pemeliharaan ini mengijinkan peralatan-peralatan untuk beroperasi hingga rusak total (fail). Kegiatan ini tidak bisa ditentukan/ direncanakan sebelumnya, maka aktivitas ini juga dikenal dengan sebutan unschedule maintenance. Ciri-ciri jenis pemeliharaan ini adalah alat-alat mesin dioperasikan sampai rusak dan ketika rusak barulah tenaga kerja dikerahkan untuk memperbaiki dengan cara ‘penggantian’. Kelemahannya : a. Karena tidak bisa diketahui kapan akan terjadi breakdown, maka jika waktu breakdown adalah pada saat-saat periode produksi maksimal, maka akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi pada periode ini.
12
b. Jika suku cadang untuk perbaikan ternyata sukar untuk dipenuhi berarti
dibutuhkan
waktu
tambahan
untuk
membeli
atau
memperoleh dengan cara lain suku cadang tersebut. c. Karena kegiatan ini sifatnya mendadak, dalam tugasnya bagian pemeliharaan bekerja dibawah tekanan bagian produksi yang akan berakibat rendahnya efisiensi dan efektifias pekerja, tidak optimalnya mutu hasil pekerjaan perbaikan/ pemeliharaan, biaya relatif lebih besar.
2.3.2. Pemeliharaan Terencana (Scheduled Maintenance) Pemeliharaan Terencana terdiri dari Pemeliharaan Pencegahan (Preventive
Maintenance),
Pemeliharaan
Maintenance) dan Predictive Maintenance. Pada
Korektif umumnya
(Corrective kegiatan
pemeliharaan terencana terbagi menjadi 3 macam, yaitu: 2 1. Preventive Maintenance Adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk menjaga setiap alat/ komponen berjalan sesuai dengan kondisi yang diharapkan, melalui pemeriksaan, deteksi dan pencegahan kerusakan total yang tiba-tiba (breakdown). Lalu mengapa semua peralatan (mesin) tidak dijalankan atau dioperasikan saja sampai rusak? kemudian baru diperbaiki. Jawabnya adalah bahwa kerusakan itu dapat terjadi kapan saja (unpredictable) bisa saja terjadi pada waktu yang sangat tidak
2
Elearning UMB, Pengantar Manajemen Pemeliharaan (Jakarta: UMB, 2007), 8-9.
13
menguntungkan, mungkin juga mengakibatkan timbulnya korban pada pekerjanya, membuat peralatan menjadi cepat aus, mengurangi produksi, dan yang jelas menjadikan biaya perbaikan relatif lebih mahal dibandingkan biaya pemeliharaan. Tetapi di lain pihak ada perusahaan-perusahaan yang terlalu khawatir dengan kegagalan-kegagalan, sehingga melakukan terlalu banyak kegiatan pemeliharaan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah lain dan terjerumus ke dalam pemeliharaan yang berbiaya tinggi. Meskipun
demikian,
menghilangkan
kegiatan
pemeliharaan
pencegahan bukanlah jawaban yang tepat. Sebuah pendekatan Total System diperlukan untuk menentukan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Keuntungan: a. Preventive
Maintenance
adalah
anticipative
maintenance.
Dengan demikian bagian produksi dan pemeliharaan dapat mengerjakan pekerjaan pembuatan peramalan (forecasting) dan pembuatan jadwal pemeliharaan yang lebih baik. b. Preventive maintenance akan meminimalisasi waktu yang mengganggu produksi. c. Preventive Maintenance memperbaiki kontrol atas komponenkomponen mesin. d. Preventive darurat.
Maintenance
memotong/mengurangi
pekerjaan
14
Kerugian: a. Preventive Maintenance menghilangkan sisa umur komponen ketika komponen tersebut harus diganti sebelum rusak total. b. Banyak melibatkan tenaga kerja c. Biaya pemeliharaan relatif lebih tinggi dibandingkan metode predictive maintenance. 2. Corrective Maintenance Pemeliharaan Corrective meliputi reparasi minor (yang tidak ditemukan ketika pemeriksaan), terutama untuk rencana jangka pendek yang mungkin timbul diantara pemeriksaan, juga overhaul terencana misalnya overhaul tahunan atau dua tahuan, atau suatu perluasan kapasitas produksi. 3. Predictive Maintenance Tipe pemeliharan jenis ini lebih maju dibanding dengan dua tipe sebelumnya. Ditandai dengan menggunakan teknik-teknik mutakhir (advance scientific techniques) termasuk statistik probabilitas untuk memaksimalkan waktu operasi dan menghilangkan pekerjaanpekerjaan yang tidak perlu. Predictive maintenance juga menggunakan bantuan sensor mekanik/ elektronik untuk mendeteksi secara dini jika terjadi penyimpangan/masalah pada sistem. Predictive Maintenance dipakai hanya pada sistem-sistem yang akan menimbulkan masalahmasalah serius jika terjadi kerusakan pada mesin atau pada prosesproses yang berbahaya.
15
Ada beberapa hal atau kriteria yang perlu diperhatikan didalam menentukan kebijakan perawatan yaitu: 1. Meminimalisasi biaya perawatan mesin, karena biaya perawatan yang tinggi akan memperbesar pengeluaran perusahaan 2. Meminimalisasi downtime, karena dapat mengurangi biaya kehilangan produksi. Meminimalkan dengan cara mengurangi waktu mesin berhenti akibat kerusakan mesin. 3. Memaksimalkan umur komponen, karena harga komponen yang mahal. 4. Memaksimalisasi availibilitas, dengan memaksimalkan downtime maka availibilitas akan bertambah.
2.4.
Kerusakan / Failure
2.4.1. Pengertian Kerusakan / Failure Mesin dikatakan didalam kondisi rusak apabila mesin tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Penyebab kerusakan pada suatu mesin, salah satunya adalah sifat manusia (human error) yang melakukan segala sesuatu diluar peraturan yang seharusnya, termasuk dalam mengoperasikan suatu mesin. Kerusakan pada suatu mesin biasanya akan menimbulkn kerugian bagi perusahaan karena terhentinya proses produksi untuk melakukan perbaikan mesin. Untuk menghindari hal tersebut, sangat penting bagi
16
bagian perawatan atau maintenance untuk merancang jadwal perawatan guna mengetahui penyebab kerusakan dan mengantisipasi kerusakan sebelum terjadi breakdown.
2.4.2. Macam piranti Secara umum ada 2 macam pola fungsional dari piranti berdasarkan pada kerusakannya, yaitu: 1. Piranti tereparasi, yaitu suatu piranti yang apabila mengalami kerusakan, piranti tersebut masih dapat diperbaiki sehingga dapat menjalankan fungsinya kembali. 2. Piranti tak tereparasi, yaitu suatu piranti yang apabila mengalami kerusakan maka piranti tersebut akan berubah kesuatu keadaan baru yang mengakibatkan piranti tersebut tidak dapat digunakan kembali.
2.5.
Teori Keandalan ( Reliability) Keandalan dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai ukuran prestasi. Atau dengan kata lain “suatu tingkat penilaian keberhasilan dari suatu objek yang seperti peralatan, mesin produksi, kendaraan, komputer, dan lain–lain“. Konsep keandalan sebenarnya muncul akibat perkembangan teknologi modern, pada awalnya ilmuwan mendapat
pengalaman
berharga
pada
saat
perang
dunia
kedua
berlangsung. Dimana pada masa perang tersebut metode keandalan digunakan untuk pemeliharaan mesin khususnya peralatan perang yang
17
dipakai. Keandalan (reliability) dapat diartikan juga sebagai peluang sebuah komponen mesin atau produk akan berfungsi secara benar pada waktu tertentu dibawah kondisi tertentu. 3 Reliability juga merupakan probabilitas suatu alat melakukan fungsinya dengan cukup memadai pada periode waktu yang diharapkan dibawah kondisi operasi yang telah ditentukan.
2.5.1. Model Matematis dari Keandalan. Suatu fungsi matematis telah dikembangkan untuk menghitung besarnya keandalan mesin. Fungsi matematis ini dinyatakan sebagai fungsi dari lamanya waktu operasi mesin, untuk menunjukkan besarnya probabilitas sistem mesin melakukan fungsinya dengan baik pada lamanya waktu operasi tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. Oleh sebab itu besarnya keandalan ini berhubungan dengan frekuensi terjadinya kerusakan mesin selama periode tertentu yang ditinjau. Secara teori matematis untuk mengukur keandalan dilihat beberapa factor yakni: •
Fungsi keandalan ( Reliability Function )
•
Fungsi laju kegagalan ( Hazard Function)
2.5.1.1.Fungsi Keandalan. Secara matematis besarnya keandalan mesin untuk waktu operasi (t) tertentu didapat dari satu dikurangi dengan probabilitas terjadinya
3
Jay Heizer and Barry Render, Operation Management (Jakarta: Salemba Empat, 2005)
18
kerusakan selama waktu operasi tersebut. Adapun fungsi keandalannya dijabarkan dalam rumus berikut: R (t ) = e- λt s
R (t ) =
∫
f (t ) dt
t
s
R (t ) = 1- f ( t ) =1-
∫
f (t ) dt
t
Jika t menuju tak terhingga, maka R (t) Menuju nol. F (t) merupakan distribusi fungsi kerusakan atau fungsi ketidakhandalan.
2.5.1.2.Fungsi Laju Kerusakan ( Hazard Function ) Laju kerusakan (failure rate) adalah rasio dari sebuah nilai kerusakan kepada total jumlah waktu operasi keseluruhan atau merupakan laju dimana kerusakan terjadi pada interval waktu yang ditetapkan. Laju kerusakan ( λ ) dirumaskan sebagai berikut: 4
λ=
f t
λ = laju kerusakan f = jumlah kerusakan yang terjadi t = waktu operasi keseluruhan
4
Stephens Matthew P, Productivity and Reliability Based Maintenance Management (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2004), 29
19
2.5.1.3.Mean Time Between Failure (MTBF)
Mean Time Between Failure (MTBF) adalah waktu rata-rata yang didapat atau frekuensi yang didapat dimana kita harapkan komponen atau peralatan akan mengalami kerusakan. MTBF
2.6.
=
1
λ
(jam)
Kurva Laju Kerusakan
Pada dasarnya laju kerusakan (failure rate) akan berubah sepanjang umur dari populasi sistem atau komponen. Dengan demikian laju kerusakan akan tergantung pada perubahan waktu. Laju kerusakan suatu komponen akan mengikuti pola dasar seperti terlihat dalam kurva laju kerusakan atau yang lebih dikenal kurva kamar mandi (bathup hazard rate curve), dan dari kurva ini masa pakai suatu produk dapat dibagi menjadi 3 periode waktu atau phasa seperti pada gambar dibawah ini:
λ failure rate h (t)
infant mortality period
useful life
wear out
period
period
waktu (t) 0
t1
t2
Gambar 2.2 Kurva laju kegagalan 5
5
Gavriel Salvendy, Handbook of Industrial Engineering (Indiana: John Wiley & Sons, Inc, 1992), 2319
20
Pada
kurva
laju
kegagalan
terdapat
tiga
periode
yang
memperlihatkan karakteristik produk selama umur gunanya (life cycle). 1. Periode infant mortality merupakan interval waktu saat awal yang menjelaskan bahwa alat–alat yang baru diproduksi oleh pabrik apabila digunakan pada mulanya untuk suatu masa tertentu memiliki tingkat kerusakan tertentu (tidak nol). Terdapat beberapa alasan munculnya kegagalan operasi suatu komponen pada periode ini: a. Pengendalian mutu di pabrik yang kurang baik. b. Metode pemrosesan di pabrik yang kurang baik. c. Penggunaan material dan pekerja yang berada di bawah standar. d. Start up dan instalasi yang salah. e. Kesukaran–kesukaran dalam perakitan. f. Kesalahan–kesalahan manusia dan proses. 2. Periode useful life yang merupakan suatu periode masa pakai alat dengan laju kegagalan komponen yang bersifat konstans. Terdapat beberapa alasan munculnya kerusakan dalam periode ini: a. Kerusakan–kerusakan yang tidak dapat dijelaskan (tidak menentu) b. Kesalahan manusia, melampaui masa pakai, kerusakan alamiah c. Kerusakan yang tidak dapat dihindarkan, dalam hal ini pemeliharaan preventif menjadi tidak bermanfaat. d. Faktor–faktor keamanan yang rendah.
21
3. Periode wear out, dimana laju kegagalan komponen pada periode ini cenderung meningkat. Beberapa alasan yang mendorong timbulnya kerusakan pada periode ini antara lain: a. Pemeliharaan yang tidak tepat b. Pemakaian yang salah karena gesekan. c. Pemakaian karena komponen telah disimpan lama. d. Praktek over houl yang salah e. Berkarat, serta kerusakan yang timbul secara perlahan–lahan . f. Telah dirancang masa pakai produk yang pendek.
2.7.
Maintainability dan Availability
2.7.1. Maintainability
Kemampuan untuk pemulihan kerusakan suatu komponen dalam perusahaan/ pabrik secara cepat adalah ukuran dari maintainability. Terdapat
3
hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam desain
sebuah
maintainability, yaitu: 6 1. Harus dapat dengan tepat menentukan dimana posisi kerusakan dan mengindentifikasikan penyebabnya secara cepat. 2. Kemudahan akses untuk peralatan maupun komponen yang mengalami kerusakan. 3. Fasilitas alat pengangkut, transportasi dan posisi reparasi harus tersedia.
6
V. Narayan, Effective Maintenance Management (New York: Industrial Press, 2004), 81.
22
Maintainability sendiri memiliki arti yaitu probabilitas mesin yang mengalami kerusakan dapat dioperasikan kembali dalam suatu selang down time tertentu. Untuk mengoptimumkan maintainabilitas sistem ada dua
faktor
yang
perlu
diperhatikan
yaitu
model
pemeliharaan
(maintenance model) dan perancangan untuk mendapatkan tingkat maintainabilitas tertentu.
Perhitungan–perhitungan dalam maintainability antara lain adalah: 1. Mean Time Between Maintenance (MTBM). Waktu rata–rata diantara pemeliharaan yaitu: Meliputi
kebutuhan
pemeliharaan
preventif
(terjadwal)
pemeliharaan korektif (tidak terjadwal) MTBM =
Total waktu operasi Frekuensi Pemeliharaan
fpt
1 − (λxMTBM) MTBM
Dimana :
=
λ
= laju kerusakan
fpt
= laju pemeliharaan preventif
2. Waktu rata – rata pemeliharaan aktif (M) M = MTBM ( λ x Mct) + (f pt x Mpt ) Dimana : Mct Mpt
= Waktu rata-rata pemeliharaan korektif = Waktu rata-rata pemeliharaan preventif
dan
23
3. Rata – rata Down Time (MDT) MDT = M + LDT + ADT Dimana:
LDT = logistic delay time ADT = administrative delay time
2.8.
Ketersediaan
(Availability)
dan
Kesiapan
Sistem
Beroperasi
(Operational Readiness).
Ketersediaan (availability) adalah suatu ukuran dari masa sebuah peralatan dapat beroperasi dalam keadaan standar, dan hal tersebut terkait pula dengan waktu saat keadaan beroperasi yang telah ditentukan. Peralatan tidak dapat beroperasi ketika sedang rusak dan sedang dilakukan perawatan terencana maupun tidak terencana. 7 Waktu total dalam perhitungan ketersediaan didasarkan pada waktu operasi, waktu untuk perbaikan waktu administrasi dan logistik. Status system didasarkan pada horizon waktu. Secara definisi ada 3 macam ketersediaan (availability) yaitu: 1) Inheren Availability ( Ai )
Kemungkinan suatu system atau peralatan dalam keadaan ideal (kesiapan tersedianya peralatan, suku cadang, teknisi) yang beroperasi secara memuaskan pada tiap waktu yang telah ditentukan. Hal ini tidak termasuk
waktu
kegiatan
administrasi dan logistik.
7
Ibid. 274.
pemeliharaan
pencegahan,
waktu
24
Inheren availability dapat dinyatakan dalam: Ai =
MTBF MTBF +Mct
MTBF = Mean Time Between Failure
Dimana :
Mct
= Mean Time Corective Maintenance Time
2) Achieved Availability (Aa )
Secara definisi sama dengan inheren availability, hanya Aa waktu kegiatan pencegahan dimasukkan sehingga achieved availability dinyatakan dalam: Aa =
MTBM MTBM + M
Dimana:
MTBM = Mean Time Between Maintenance M
= Waktu rata-rata pemeliharaan aktif
3) Operasional Availability ( Ao )
Probabilitas suatu sistem atau peralatan dalam keadaan sebenarnya (actual) akan beroperasi secara memuaskan. Operasional availability dinyatakan dalam: Ao =
MTBM MTBM +MDT
Dimana:
MDT = Mean Maintenance Down Time