BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran Marketing (Pemasaran) memiliki arti yang berbeda-beda menurut beberapa ahli seperti yang dikutip dari (Fuad, H., Nurlela, Sugiarto, & Y.E.F, 2006, p. 120) di bukunya yang berjudul ‘Pengantar Bisnis”, yaitu : 1. Menurut Stanton, pemasaran meliputi seluruh sistem yang berhubungan
dengan
kegiatan
untuk
merencanakan
dan
menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun potensial. 2. Menurut American Marketing Association, pemasaran merupakan pelaksanaan kegiatan usaha niaga yang diarahkan pada arus aliran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa marketing adalah proses perpindahan barang dan/ atau jasa dari produsen ke konsumen, atau semua kegiatan yang berhubungan dengan arus barang dan/atau jasa dari produsen ke konsumen. Namun, Bapak Pemasaran memiliki pengertian sendiri mengenai pemasaran, menurutnya (Kotler & Armstrong, 2012, p. 29), “Many people think of marketing as only selling and advertising. Today, marketing must be understood not in the old sense of making a sale. –Telling and Selling-, but in the new sense of satisfying customer needs. If the marketer understands consumer needs; develops products; develops products that provide superior customer value; and prices, distributes, and promotes them effectively, these products will sell easily.” Dari pengertian tentang pemasaran menurut Kotler & Armstrong tersebut, dikatakan bahwa banyak orang berpikir bahwa pemasaran hanyalah
11
12
menjual dan menggunakan periklanan. Namun saat ini, pemasaran harus dimengerti kalau pemasaran tidak hanya pengertian tua yang hanya mengatakan kalau marketing itu hanya menjual. Dalam arti baru dari memuaskan kebutuhan konsumen. Jika seorang pemasar mengerti kebutuhan konsumen,
mengembangkan
produk,
mengembangkat
produk
yang
menyediakan nilai superior bagi konsumen serta harga, distribusi dan mempromosikannya secara efektif, produk tersebut akan terjual dengan mudah.
2.2
Manajemen Pemasaran Pengertian manajemen pemasaran sudah banyak sekali, tergantung pada gagasan penulisnya. Menurut pengertian yang dikutip dari Kotler dan Armstrong,
manajemen
pemasaran
adalah
analisis,
perencanaan,
implementasi, dan pengendalian program yang didesain untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran, untuk mencapai sasaran perusahaan. (Simamora, 2003, p. 10). Dari definisi di atas, kata’pertukaran yang menguntungkan’ mengandung arti bahwa perusahaan perlu mengatur tingkat permintaan agar memberikan keuntungnan yang optimal. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa permintaan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak memberikan keuntungan yang optimal bagi perusahaan. Dengan dilakukannya manajemen pemasaran, perusahaan tidak hanya menstimulasi tingkat permintaan yang sama dengan tingkat penawaran. Terkadang perusahaan juga perlu mengurangi, selain menaikkan permintaan.
2.2.1 Proses Manajemen Pemasaran Menurut (Kotler & Armstrong, 2012, pp. 29-36), ada lima tahap model dari proses marketing. Empat tahap pertama, perusahaan berusaha untuk mengerti konsumen, menciptakan nilai bagi konsumen, dan
13
membangun hubungan kuat dengan konsumen. Pada langkah terakhir, perusahaan meraih penghargaan atas penciptaan nilai superior untuk konsumen tersebut. Understand the marketplace and customer needs and wants
Design a customer-driven marketing strategy
Construct integrated marketing program
an
Build profitable relationship and create customer delight
A Simple Model of the Marketing Process
Gambar 2.1 Model Proses Pemasaran
2.3
Pemasaran Jasa Jasa adalah sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara simultan. Jadi, jasa tidak pernah ada dan hasilnya dapat dilihat setelah terjadi. Misal: bila anda potong rambut, jasa dikonsumsi ketika diproduksi, tetapi hasil jasa tampak dan akan berakhir beberapa waktu. Keserentakan produksi dan konsumsi merupakan perbedaan yang penting. Jasa tidak dapat diproduksi di satu tempat dan dikirim ke tempat lain seperti barang, juga tidak dapat disimpan. Semua karakteristik ini dapat dihubungkan dengan keserentakan produksi dan konsumsi. (Prasetya & Lukiastuti, 2009, p. 72) Dalam pemasaran jasa, tentu berbeda dengan cara memasarkan sebuah barang, dalam merancang proses industri, jasa memiliki kerangka seperti yang tercantum dibawah ini; Strategi Jasa
Pelanggan
Sistem
Manusia
Kerangka Jasa menurut Prasetya dan Lukiastuti, 2009
14
Gambar 2.2 Kerangka Jasa
Perbedaan-perbedaan utama antara produk dengan Jasa ialah (Agung, 2004, p. 89) : Tabel 2.1 Tabel Perbedaan karakteristik antara Barang dengan Jasa
Barang
Jasa
1. Memiliki karakteristik bersifat barang 1. Jasa bersifat intangible / abstrak dan yang terlihat / tangible
tidak dapat dilihat bentuknya
2. Barang diproduksi dipabrik dan 2. Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada kemudian baru didistribusikan, sehingga saat yang bersamaan. Jadi, seorang barang
diproduksi
dan
dikonsumsi customer service yang memberikan
secara terpisah
pelayanan,
pada
memproduksi
jasa
saat dan
itulah
dia
pelanggan
menerima jasa. 3. Barang umumnya atau cenderung 3. Jasa bersifat heterogen. Walaupun bersifat
homogeny.
Hal
tersebut oleh pemberi layanan jasa yang sama,
dikarenakan barang diproduksi biasanya hasilnya bisa berbeda-beda, tidak selalu melalui suatu mesin
sama. Tergantung customernya.
4. Barang dapat disimpan
4. Jasa tidak dapat disimpan
Dari sifat-sifat jasa pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa memasarkan jasa, pastilah memiliki perbedaan dibandingkan dengan memasarkan suatu produk. Perlu upaya-upaya untuk men-tangible-kan jasa sehingga pelanggan mengetahui dan mengerti. Oleh karena itu bauran pemasaran / marketing mix yang terdiri dari 4P, yakni Product, Price, Place and Promotion terasa kurang pas untuk diterapkan pada pemasaran jasa, oleh karena itu untuk pemasaran jasa ditambahkan 3P lagi menjadi 7P atau yang biasa dikenal dengan service marketing mix. Menurut Francois Vellas dan Lionel Becherel (Vellas & Becherel, 2008, pp. 142 - 143), bauran pemasaran jasa tersebut terdiri dari :
15
1. Product (Produk) mengacu pada pengembangan jasa. Atributnya termasuk: mutu; cirri dan pilihan; gaya; merek; pencitraan ; persepsi ; kemasan ; jaminan ; pendukung layanan;rangkaian ; biaya dan paten ; merek dagang atau hak cipta. 2. Price (Harga) mengacu pada biaya produksi jasa dan ditentukan oleh permintaan pasar. Pencitraan produk yang kompetitif mempengaruhi keputusan penentuan harga. 3. Promotion (Promosi) terdiri atas seluruh metode pengkomunikasian produk yang ditawarkan pada pasar yang ditargetkan. Peralatan promosi termasuk pemasangan iklan yang biayanya telah dibayar (above-the-live) seperti televise, radio, iklan pers, iklan di bioskop dan poster ; serta juga pemasangan iklan yang mengacu pada promosi penjualan yang meliputi pemberian contoh produk secara cuma-cuma, kupon diskon, persaingan, titik penjualan, dan pengiriman bahan promosi secara langsung (below-the-line). 4. Place (Tempat atau Distribusi) adalah tugas untuk membawa produk ke pasar. 5. People (manusia). Memusatkan pada mutu sumber daya manusia yang terlibat dengan produk yaitu keterampilan, pengetahuan, motivasi serta kepedulian
mereka
pada
pelanggan,
sifat-sifat
karyawan
termasuk
keramahan, bagaimana menampilkan diri; kesediaan membantu, kemampuan pendekatan, sopan santun, pengetahuan, dan kompetensi. 6. Physical evidence (Bukti Fisik): perhatian dipusatkan pada dekor, lingkungan dan suasana produk atau dimana produk akan dikonsumsi. Bentuk fisik termasuk ukuran, gedung, citra perusahaan; suasana; kenyamanan; fasilitas, dan kebersihan. 7. Process (Proses): Efisiensi dan kinerja proses akan dinilai. Sifat proses adalah kecepatan; efisiensi; waktu pelayanan; sistem pembuatan janji; dan formulir serta dokumen.
16
2.4
Merek Menurut (Ambadar, Abidin, & Isa, 2007, pp. 2-3), merek adalah nama, istilah, logo, tanda atau lambing dan kombinasi dari dua atau lebih unsure tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasikan barang-barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. Sedangkan Bill Gates mengatakan bahwa merek adalah salah satu faktor terpenting bagi keberhasilan penguasaan pasar. Tidak heran jika banyak produsen dan pengusaha yang rela menghabiskan miliaran rupiah untuk berpromosi. Merek itu tidak sekadar sebuah nama, bukan juga sebuah logo atau simbol.
Merek
dapat
menjadi
“payung
(umbrella)”
yang
mampu
mempresentasikan produk atau layanan anda. Meskipun merek adalah nama atau tanda, tetapi merek mempunyai arti yang penting dalam pemasaran.
2.4.1 Pemberian Nama Merek Pemberian nama merek memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kekuatan merek itu sendiri, oleh karena itu perusahaan harus bisa memikirkan baik-baik apa sesungguhnya arti dari sebuah merek tersebut. Karena itu penting bagi sebuah merek untuk diberi “kepribadian”. Merek juga harus dihidupkan dengan cara memberinya beberapa cirri dan karakteristik – cirri dan karakteristik itu harus mampu menyerap dalam seluruh kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan terhadap merek tersebut. (Ambadar, Abidin, & Isa, 2007, pp. 3-4) Adapun beberapa tujuan “pemberian nama” merek adalah : • Sebagai suatu cara untuk mendapatkan nilai tambah • Para pengguna dapat langsung mengetahui kualitas produk, fitur yang diharapkan dan jasa yang dapat diperoleh.
17
• Cermin atau janji yang diucapkan oleh produsen terhadap konsumen atas kualitas produk yang akan mereka hasilkan.
2.4.2 Tingkatan Pengertian Merek Menurut Kotler (2005,p.82) ada enam tingkatan arti sebuah merek, yaitu: 1) Atribut (attributes): suatu merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. 2) Manfaat (benefit): atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3) Nilai (value): merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4) Budaya (culture): merek dapat mewakili atau melambangkan suatu budaya tertentu. 5) Personal (personality): sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6) Pemakai (user): merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Merek harus memiliki kualitas yang lebih sehingga suatu merek dapat dikenal dan memiliki keunikan sendiri. Menurut Kotler (2003,p.413), suatu perusahaan dapat menentukan kebijakan mereknya perlu memperhatikan kualitas dari merek itu sendiri. Adapun kualitas dari suatu merek itu sebagai berikut : 1) Nama Merek harus menunjukkan manfaat produk tersebut 2) Nama Merek harus menunjukkan mutu suatu produk 3) Nama merek mudah diucapkan, dikenal, dan diingat 4) Nama merek harus menjadi cirri khas yang dapat dibedakan 5) Nama merek tidak membawa arti yang kurang baik di lain Negara atau bahasa
18
2.4.3 Peranan dan Kegunaan Merek Menurut Keller (2003, p.20), merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai: 1) Sarana Identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi 2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapat perlindungan seperti intelektual. 3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu. 4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna yang unik yang membedakan produk dari para pesaing. 5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6) Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi Konsumen, merek bisa memberikan bermacam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Menurut Keller (2003,p.21) ada tujuh manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai: 1) Identifikasi sumber produk 2) Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu 3) Pengurang resiko 4) Penekan biaya pencarian internal dan eksternal 5) Janji atau ikatan khusus dengan produsen 6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri 7) Signal Kualitas
Durianto(2004,p.2) mengemukakan peranan dan kegunaan merek diantaranya adalah:
19
1) Merek mampu menembus setiap budaya dan pasar, hal ini dapat dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh: Honda, Coca-Cola 2) Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen, semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin tampak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek telah terbentuk dengan baik dan memiliki kualitas serta kuantitas yang kuat, potensi ini dapat meningkatkan citra merek (Brand Image) perusahaan tersebut. 3) Merek berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen, merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen 4) Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen, dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kebangaan ataupun atribut lain yang merekat pada merek tersebut. 5) Merek berkembang menjadi sebuah sumber asset terbesar bagi perusahaan.
2.4.4 Strategi Merek Dalam melakukan branding, dibutuhkan strategi yang tepat agar hal ini berjalan dengan baik dan dapat membawa citra yang positif bagi merek ini sendiri. Menurut (Simamora, Aura Merek, 2003, p. 72) yang dikutip dari Kotler, ada empat pilihan strategi pemberian merek, yaitu : - Merek baru (New Brand), yaitu: menggunakan merek baru untuk kategori produk baru. Banyak perusahaan menggunakan pendekatan ini. - Perluasan lini (line extension), yaitu menggunakan merek lama untuk kategori produk lama. Contoh P.T. Bayer Indonesia menggunakan pendekatan ini yaitu untuk kategori obat nyamuk, setiap produk yang baru muncul tetap menggunakan merek Baygon.
20
- Perluasan Merek (Brand extension), yaitu menggunakan merek yang sudah ada untuk produk baru, atau strategi menjadikan semua produk memiliki merek yang sama. Misalnya, Maspion. Apa pun produk yang dihasilkan produsen Maspion, seperti kipas angin, ember plastic, kompor gas, lampu lostrik dan lain-lain, mereknya menggunakan Maspion. - Multi-merek (multibrand), yaitu menggunakan merek baru untuk kategori produk lama. Dalam pendekatan ini produknya sama, tetapi mereknya berbeda sehingga sebuah perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk produk yang sama. Contohnya untuk kategori produk mie instan, Indofood memproduksi Indomie, Sarimie, Supermie, Pop Mie, dan Top Mie. Ini berarti perusahaan tersebut menggunakan pendekatan multi-merek untuk kategori produk mie instan.
2.5
Citra Merek (Brand Image) Citra merek atau brand image menurut Kotler yang dikutip pada buku (Simamora, Aura Merek, 2003, p. 63) adalah sejumlah keyakinan tentang merek. Aaker juga menganggap brand image sebagai “bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen”. Jadi Citra Merek mengandung pengertian dimana persepsi atau pendapat konsumen terhadap suatu merek tertentu. Seperti halnya manusia, merek juga bisa digambarkan melalui kata sifat (adjective), kata keterangan (adverb) atau frase (phrase), seperti : • Keamanan Mercedes Benz sangat baik (kata sifat). • Mercedes Benz adalah mobil yang aman dan nyaman (kata keterangan). • Dengan bodi yang kokoh, struktur yang elegan dan rangka mobil yang terbuat dari baja yang kuat, Mercedes Benz kuat menahan benturan. Itu yang membuat merek ini menjadi mobil yang aman serta nyaman untuk digunakan (frase).
21
Dalam dinamika pasar yang penuh persaingan, citra merek mempunyai peran yang sangat penting karena dapat membedakan suatu perusahaan atau produk dengan yang lain atau dengan produk kompetitor. Produk mudah sekali ditiru, tetapi merek, khususnya citra merek yang terekam dalam benak konsumen, tidak dapat ditiru. Tanpa citra yang kuat dan positif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menarik pelanggan baru, mempertahankan pelanggan yang sudah ada, serta meminta mereka membayar dengan harga tinggi. Merek yang tangguh harus mampu mencapai ketiga sasaran ini. Namun terkadang banyak orang suka sulit membedakan antara citra merek dengan identitas merek. Perbedaannya adalah dimana identitas merek merupakan apa yang disodorkan pemasar, sedangkan citra merek adalah apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Identitas merek merupakan pendahuluan dari citra. Identitas merek bersama dengan sumber-sumber informasi yang lain dikirimkan kepada konsumen melalui media komunikasi, informasi ini diperlakukan sebagai stimulus dan diserap (apperception) oleh indera, lalu ditafsirkan oleh konsumen. Proses penafsirannya dilakukan dengan membuat asosiasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kemudian mengartikannya. Proses inilah yang disebut sebagai persepsi, berdasarkan persepsi konsumen inilah citra merek terbentuk. (Susanto & Wijanarko, 2004, p. 80). Menurut jurnal (L. Sondoh Jr, Omar, & Wahid, 2007, p. 252) mengatakan "a successful brand image enables consumers to identify the needs that the brand satisfies and to differentiate the brand from its competitors, and consequently increases the likelihood that consumers will purchase the brand” dari pernyataan tersebut, jurnal itu menyatakan bahwa citra merek yang sukses memungkinkan konsumen untuk mengidentifikasi kebutuhan yang membuat terciptanya kepuasan dan membedakannya dari kompetitor dan mendapat konsekuensi yang meningkatkan kemungkinan konsumen dalam membeli merek tersebut.
2.5.1
Dimensi Citra Merek Menurut (Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen, 2008, p. 121), dimensi Brand Image ada 4 buah, yaitu :
22
-
Berdasarkan Kebutuhan Sesuai dengan kebutuhan konsumen, apakah produk atau jasa tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen atau belum.
-
Pelayanan Bagaimana pelayanan yang diberikan oleh perusahaan maupun merek tersebut?
-
Realistis Citra yang diciptakan oleh merek benar-benar dapat terealisasikan atau tidak.
-
Mudah diterima masyarakat Mudah untuk diterima oleh seluruh masyarakat baik karena fungsi maupun citra nya.
2.6
Perceived Quality Sulit untuk mencari padanannya dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, yang digunakan adalah istilah aslinya: Perceived Quality. Konsep ini merupakan bagian persepsi yang menyoroti kualitas secara khusus. Tentunya, kualitas berdasarkan persepsi konsumen. Menurut (Durianto, Sugiarto, & Sijintak, 2004, pp. 96 - 97), perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan, maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Perceived quality juga berlaku untuk jasa layanan yang melibatkan dimensi kualitas jasa seperti waktu tunggu, saat check-out, keramahan petugas, kenyamanan ruangan, dan lainnya. Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda, perceived quality perlu dinilai berdasarkan sekumpulan criteria yang berbeda. Persepsi pelanggan yang tinggi bukan berarti harapan pelanggan rendah (pelanggan merasakan
23
kepuasan yang tinggi jika harapannya jauh lebih rendah dari kinerja atau kenyataan). Perceived quality mencerminkan perasaan pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Menurut (Susanto & Wijanarko, 2004, p. 130), dalam banyak konteks, perceived quality sebuah merek akan memberikan alasan yang kuat untuk membeli, mempengaruhi merek-merek mana yang perlu dipertimbangkan dan pada gilirannya memengaruhi merek apa yang akan dipilih. Menurut jurnal (Hu, 2012, p. 4) yang berjudul A Study Of The Relationship Between The Value Perception And Loyalty Intention Toward An E-Retailer Website, ia mengatakan perceived customer value can be defined as a consumer’s perception of the net benefits gained in exchange for the costs incurred in obtaining the desired benefits. Maksudnya dimana persepsi konsumen mengenai suatu nilai dapat ditentukan sebagai persepsi konsumen dari keuntungan yang didapatkan sebagai ganti dari biaya yang telah ia keluarkan. Berbicara mengenai nilai di sini lebih ke arah nilai P.T. BUSS secara general/umum, persepsi konsumen mengenai kualitas juga sudah termasuk di dalam nilai yang dimaksud ini.
2.6.1 Dimensi Perceived Quality Untuk Konteks Jasa Dimensi-dimensi untuk konteks jasa serupa tetapi tidak sama dengan dimensi konteks produk. Penelitian mengenai persepsi pelanggan suatu merek yang ada di benak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari merek yang akan dibelinya. Dimensi-dimensi tersebut adalah: (Susanto & Wijanarko, 2004, p. 132) • Diferensiasi atau Posisi dan Harga Premium Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi perceived quality, apakah merek tersebut merupakan yang terbaik? Atau sama baiknnya dengan merek lain?, apakah merek tersebut ekonomis?
24
Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan harga premium. Harga premium dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas. Peningkatan laba dapat menjadi sumber daya dalam re-investasi merek tersebut. Sumber daya ini dapat digunakan dalam berbagai upaya membangun merek seperti menguatkan dan meningkatkan kesadaran konsumen,
menguatkan
asosiasi,
dan
semua
aktivitas
departemen
pengembang untuk meningkatkan kualitas yang mengarah ke penguatan perceived quality. Pada saat informasi yang obyektif tentang merek produk tidak tersedia, perceived quality menjadi sangat berguna dalam memenuhi pendapat konsumen. Kesan yang diciptakan adalah “Pelanggan memperoleh komoditi sesuai dengan apa yang dibayar”. • Perluasan Merek Suatu merek produk dengan perceived quality yang kuat dapat diekploitasi ke arah perluasan merek. Merek dengan perceived quality kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru yang beraneka macam. Produk dengan merek yang perceived quality-nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang persepsi kualitas pelanggannya lemah, sehingga perluasan produk dari merek dengan perceived quality yang kuat ini memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar lagi. Dalam hal ini perceived quality merupakan jaminan yang signifikan atas perluasan-perluasan merek tersebut.
2.6.2 Membangun Perceived Quality yang Kuat Sedemikian pentingnya peran perceived quality bagi suatu merek sheingga upaya membangun perceived quality yang kuat perlu memperoleh perhatian serius agar perusahaan dapat merebut dan menaklukkan pasar. Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya tinggi bila kenyataan menunjukkan kebalikannya, bahkan dalam jangka panjang upaya tersebut akan menjadi bumerang.
25
Hal ini karena pelanggan yang pada tahap awal memutuskan untuk membeli prdouk karena perceived quality-nya, pada gilirannya sampai kepada tahap evaluasi yang menghantarnya kepada rasa puas atau tidak puas. Pelanggan yang tidak puas akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi. Kejadian tersebut menyebabkan kemungkinan perpindahan merek yang sangat besar dikemudian hari. Hal ini dapat pula terjadi untuk pelanggan lama yang dalam pembelian kesekian kalinya mengalami kejadian serupa seperti pembeli awal diatas. Intinya adalah jika pengalaman penggunaan dari para pelanggan tidak sesuai dengan kualitas yang diposisikan, maka citra perceived quality tidak dapat dipertahankan. Dan berikut ini adalah berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality menurut (Durianto, Sugiarto, & Sijintak, 2004, pp. 103 - 105) yang dikutip dari David Aaker :
•
Komitmen terhadap kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
•
Budaya Kualitas Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka kualitaslah yang harus dimenangkan.
•
Informasi masukan dari pelanggan Pada
akhirnya
dalam
membangun
perceived
quality,
pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Seringkali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya. Subyek pengukurannya adalah
26
pelanggan (pemakai/pengguna) dari produk tersebut dan pengukuran
dilakukan
dengan
mengajukan
pertanyaan-
pertanyaan mengenai persepsi pelanggan sekitar atribut produk. 2.6.3 Dimensi Perceived Quality Menurut (Sugiarto, Durianto, & Budiman, 2004, p. 9), persepsi kualitas memiliki 4 dimensi untuk mengukurnya, yaitu: o
Alasan Memilih produk dibandingkan perusahaan pesaing lainnya
o
Keunikan dan Kelebihan yang dimiliki produk atau jasa
o
Realibilitas, sejauh mana produk / jasa dapat diandalkan kegunaannya
2.7
o
Minat Saluran / Rekomendasi
o
Hasil yang didapatkan
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) Dalam melakukan suatu bisnis, kalau ada sebuah perusahaan yang Cuma mencari keuntungan, tanpa memikirkan kepuasan konsumen, maka usaha yang dilakukan tidak bisa ‘langgeng’, karena kalau ada perusahaan lain yang bisa lebih memuaskan, konsumen pasti lari ke perusahaan tersebut. (Kartajaya, Anwar, & Taufik, 2006, p. 68). Menurut Kotler yang dikutip dalam buku karya (Rangkuti, 2006), Kepuasan pelanggan adalah: “…a person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s received performance (or outcome) in relations to the persons’s expectation” yang dimana dikatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Pada dasarnya, pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
27
Pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan Produk
Harapan Pelanggan Terhadap Produk
Nilai Produk bagi Pelanggan
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Sumber: (Rangkuti, 2006) Gambar 2.3 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
2.7.1 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan Metode penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan metode survey. Pengukurannya dilakukan dengan cara berikut: 1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung melalui pertanyaan kepada pelanggan dengan ungkapan sangat tidak puas, kurang puas, cukup puas, dan sangat puas. 2.
Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu
memenuhi janji tersebut.
28
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan. Model Kesatuan dari ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, dimana sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan segitiga roboh. Artinya industri jasa tersebut gagal. Dengan demikian, pembahasan industri jasa harus meliputi perusahaan, karyawan serta pelanggan. Status dan peran perusahaan, karyawan serta pelanggan adalah sebagai berikut: Diagram Segitiga Pemasaran Jasa EXTERNAL MARKETING INTERACTIVE MARKETING Menetapkan janji mengenai Menyampaikan produk/jasa Produk/jasa yang akan
sesuai dengan yang
telah disampaikan
dijanjikan
Manajemen
Karyawan INTERNAL MARKETING Membuat agar produk/jasa yang disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan
Sumber: (Rangkuti, 2006, p. 25) Gambar 2.4 Diagram segitiga pemasaran jasa Peranan masing-masing aspek: • Perusahaan
29
Status: Fasilitator terhadap karyawan agar mampu melayani pelanggan Peran: -
Sebagai Penyelidik keinginan pelanggan
-
Sebagai pembuat spesifikasi jasa yang akan disampaikan
-
Sebagai pemberdaya karyawan agar mampu menyampaikan jasa kepada pelanggan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
• Karyawan Status: Penyampai Jasa Peran: -
Sebagai jasa itu sendiri (contoh: guru, pengacara, dokter)
-
Sebagai personafikasi atau gambaran dari perusahaan
-
Sebagai pemasar jasa secara tidak langsung
• Pelanggan Status: Penerima Jasa Peran: Sebagai penilai kualitas jasa 2.7.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Menurut (Suharno, 2004, p. 146), memberi kepuasan pelanggan tak selamanya membutuhkan biaya banyak. Ini penting karena ada perusahaan yang menghambur-hamburkan uang untuk program kepuasan pelanggan, tapi ujung-ujungnya adalah perusahaan yang merugi. Oleh karena itu, lebih baik berilah pelanggan kepuasan dan semakin loyal dengan perusahaan dengan pelayanan yang ramah, penanganan complain dengan baik, perhatian tulus terhadap masalah pelanggan, dan tidak berbuat curang. Semua itu perlu
30
proses belajar yang harus terus-menerus dilakukan, baik bagi pengusaha itu, maupun karyawan anda. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan seperti yang ditulis oleh (Umar, 2005, p. 51) adalah mutu produk dan pelayanannya, kegiatan penjualan, pelayanan setelah penjualan dan nilai-nilai perusahaan. Kegiatan penjualan terdiri atas variable-variabel pesan (sebagai penghasil serangkaian sikap tertentu mengenai perusahaan, produk dan tingkat kepuasan yang dapat diharapkan oleh pelanggan), sikap (sebagai penilaian pelanggan atas pelayanan perusahaan), perantara (sebagai penilaian pelanggan atas perantara perusahaan seperti dealer dan grosir). Kepuasan dibagi dua macam, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologika. Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimanfaatkan. Sedangkan kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk. Jika dilihat dari pernyataan jurnal (Pezhman, Hossein Moshref Javadi, & Shahin, 2013, p. 757) yang berjudul Analyzing The Influence of Ethical Sales Behavior on Customers Loyalty trough Customer Satisfaction and Trus in Insurance Company, jurnal tersebut menyatakan bahwa hubungan dari kepuasan pelanggan dengan loyalitas konsumen dimana “If the salesperson provides correct information, then the customer will feel more satisfied with the service and the trust and satisfaction will be followed by word-of-mouth recommendations.”. Artinya adalah jika tenaga penjual dapat menyediakan informasi yang tepat, maka konsumen akan merasa lebih puas dengan pelayanannya, hal itu membuat kepercayaan dan kepuasan tercipta dan mendorong adanya rekomendasi word-of-mouth. Rekomendasi ini sendiri merupakan salah satu bagian dari loyalitas konsumen jika dilihat dari dimensi loyalitas konsumen itu sendiri. 2.7.3 Konsep GAP (Kesenjangan) Kepuasan Pelanggan Kepuasan Konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si pemberi jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan
31
konsumen
berdasarkan
berbagai
faktor,
seperti
subyektivitas
yang
dipersepsikan konsumen dan pemberi jasa, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang dipersepsikan oleh konsumen. Perbedaan cara penyampaian dari apa yang dipersepsikan konsumen itu menurut Porter yang dikutip oleh (Umar, 2005, p. 53), mencakup lima GAP (perbedaan / kesenjangan). Perhatikan model berikut:
Komunikasi Getok-Tular
Kebutuhan Personal
Pengalaman masa lalu
Jasa yang diharapkan
Jasa yang diterima
Penyajian Jasa (sebelum dan sesudah kontak)
Gap 1
Gap 4
Komunikasi eksternal terhadap konsumen
Gap 3 Penerjemahan persepsi ke dalam spesifikasi kualitas jasa Gap 2 Persepsi manajemen terhadap harapanharapan konsumen
Sumber: (Umar, 2005, p. 54) Gambar 2.5 Model GAP kepuasan pelanggan 2.7.4 Dimensi Kepuasan Pelanggan (Kartajaya & Gz, Hermawan Kertajaya On Service, 2007, p. 203) menyatakan bahwa ada tiga dimensi kepuasan pelanggan, yaitu:
32
1.
Kepuasan terhadap kualitas produk (Quality Satisfaction)
2.
Kepuasan terhadap harga berdasarkan kualitas yang diterima (Value Satisfaction)
3.
Persepsi pelanggan mengenai merek secara keseluruhankualitas, harga, dan lain-lain yang dinilai paling baik (Perceived Best)
2.8
Loyalitas Konsumen Pengertian loyalitas konsumen menurut (Susanto & Wijanarko, 2004, pp. 61 - 63) adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merupakan inti dari tujuan dilakukannya pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas konsumen meningkat, maka kerentaan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan salah satu yang mempengaruhi dan berkaitan dengan perolehan laba di masa yang akan datang karena loyalitas. (Arifin, 2007, p. 379) menilai bahwa loyalitas konsumen menjadi hal yang tidak kalah penting bagi pihak manajemen perusahaan dalam membuat perencanaan bisnis dibandingkan dengan fungsi lain dalam perusahaan. Keberhasilan suatu merek untuk jangka panjang tidak didasarkan pada banyaknya konsumen yang melakukan pembelian sekali saja terhadap merek itu. Sebaliknya, merek dapat dikatakan berhasil bila memiliki konsumen yang setia atau loyal, yang membeli atau menggunakan merek tersebut secara berulang. Loyalitas atau kesetiaan menunjukkan probabilitas seorang konsumen untuk membeli atau memakai produk atau merek secara berulang dalam periode waktu tertentu. Bagi perusahaan, memiliki pelanggan yang loyal atau setia terhadap merek yang dipasarkan merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam jangka panjang. Oleh karena itu perusahaan akan berusaha menggunakan berbagai strategi yang bisa mempertahankan pelanggannya agar tidak berpindah ke merek lain (Istijanto,, 2005, p. 172).
33
Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Commit -ed
Menyukai Merek
Pembeli yang puas dengan biaya peralihan
Pembeli yang puas/bersifat kebiasaan, tidak ada masalah untuk beralih
Berpindah-pindah, peka terhadap perubahan harga, tidak loyal
Gambar 2.6 Piramida loyalitas
Berdasarkan piramida loyalitas di atas, (Susanto & Wijanarko, 2004, pp. 61 62) menjelaskan bahwa: 1. Tingkat Loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek apapun yang ditawarkan. Oleh karena itu konsumen tipe ini memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian). 2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang ia gunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk
34
mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para konsumen tipe ini dapat disebut sebagai pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer). 3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para konsumen tipe ini disebut satisfied buyer. 4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut commited buyer. (Brata, 2008, pp. 209-210) mengatakan bahwa konsumen yang loyal dihasilkan dari konsumen yang puas. Tapi konsumen yang puas saja tidak menjamin ia menjadi loyal. Contohnya dalam bidang asuransi, mungkin saja ada seseorang yang puas memiliki asuransi di suatu perusahaan tertentu, tetapi karena ada perusahaan asuransi lain yang menawarkan konsep yang “berbeda”, tergoda untuk berpindah ke perusahaan asuransi lain tersebut. Ia bukannya tidak puas dengan perusahaan asuransi yang lama, tetapi kebetulan ada perusahaan “baru” yang menawarkan value yang lebih baik Jadi untuk membuat konsumen loyal, ia harus terus disenangkan dengan suatu nilai (perceived value) yang lebih “pas” dibandingkan pesaing. Value atau nilai di sini tentu saja tidak terbatas pada manfaat yang bersifat fisik dan material, tetapi termasuk yang bersifat emosional dan batiniah. 2.8.1 Cara Menciptakan Loyalitas Menurut (Susanto & Wijanarko, 2004, p. 104), ada empat cara yang terbukti mampu menciptakan loyalitas, yaitu: 1.
Pendekatan yang bermuara pada kepercayaan konsumen bahwa merek tersebut adalah merek yang mapan, sehingga produk
35
dan layanannya akan terus beroperasi, termasuk layanan purna jualnya. 2.
Metode uji coba, yaitu dengan melakukan inovasi terhadap produk atau jasa untuk memperkenalkan hal-hal baru sesering mungkin, seperti informasi tentang promo, produk baru dan lain sebagainya.
3.
Mendesain program pembangunan loyalitas dalam aktivitas pemasaran.
4.
Melakukan kegiatan yang mendukung aktivitas pemasaran untuk memperkuat identitas merek, karena kalau suatu identitas merek sudah kuat, konsumen akan lebih merasa nyaman terhadap suatu merek tersebut dan peluang terjadi loyalitas lebih besar.
2.8.2 Dimensi Loyalitas Konsumen Menurut (Kartajaya & Gz, Hermawan Kertajaya On Service, 2007, p. 203), loyalitas konsumen dapat diukur dengan 3 dimensi, yaitu: o
Pembelian ulang terhadap produk/jasa yang sama
o
Word of mouth, mau menyebarkan informasi tentang suatu produk/jasa ke orang lain.
o
Kekebalan terhadap pesaing, sulit untuk berpindah ke perusahaan pesaing.
2.9
Kerangka Pemikiran
Brand Image (X1) Kepuasan Pelanggan(Y) Perceived Quality (X2)
Loyalitas Konsumen (Z)
36
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran 2.10
Hipotesis Berdasarkan pada latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian serta uraian diatas, maka didapatkan suatu hipotesis sebagai berikut : 1) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel Brand Image dan Perceived Quality terhadap Kepuasan Pelanggan P.T. BUSS. 2) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel Brand Image terhadap Kepuasan Pelanggan P.T. BUSS. 3) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel Perceived Quality terhadap Kepuasan Pelanggan P.T. BUSS. 4) Ada Pengaruh yang positif dan signifikan variabel Brand Image, Perceived Quality dan Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Konsumen P.T. BUSS. 5) Ada Pengaruh yang positif dan signifikan variabel Brand Image terhadap Loyalitas Konsumen P.T. BUSS. 6) Ada Pengaruh yang positif dan signifikan variabel Perceived Quality terhadap Loyalitas Konsumen P.T. BUSS. 7) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Konsumen P.T. BUSS.