BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Stewardship Teori Stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manager tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditunjukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang para eksekutid sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan principal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1989, 1991).
B. Perbankan Syariah 1.
Pengertian Perbankan Syariah Perbankan adalah salah satu lembaga keuangan yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Dalam pasal 1 Undang-undang No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
8
9
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank terdiri atas dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional yang terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip syariah adalah hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa di bidang syariah. BUS adalah bank syariah yang kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS adalah bank syariah yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Terkait dengan asas operasional bank syariah, berdasarkan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi, ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya, terkait dengan tujuan bank syariah pada Pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. 2.
Tujuan Bank Syariah Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiban moral yang disandangnya. Selain tujuan meraih keuntungan
10
sebagaimana layaknya bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut : a.
Menyediakan
lembaga
keuangan
perbankan
sebagai
sarana
meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat. b.
Meningkatnya partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan karena keengganan sebagai masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah.
c.
Membentuk masyarakat agar berfikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
d.
Berusaha bahwa metode pembiayaan pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh, dan berkembang melebihi bank-bank dengan metode lain.
3.
Fungsi Bank Syariah Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, disebutkan bahwa bank syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasaba atau ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
11
Dalam beberapa literature perbankan syariah, bank syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu (1) fungsi manajer investasi; (2) fungsi investor; (3) fungsi sosial; (4) fungsi jasa keuangan. Keempat fungsi tersebut akan di bahas secara detail sebagai berikut : a.
Fungsi Manajer Investasi Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dan oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. Berbeda dengan bank konvensional, imbalan yang diberikan kepada para deposan bank konvensional memiliki sifat tetap tanpa dipengaruhi oleh kinerja bank dan jumlahnya dapat ditentukan di muka karena hanya didasarkan pada presentase tertentu terhadap jumlah uang yang disimpan di bank konvensional. Dalam hal bagi hasil kepada nasabah, bank syariah
menggunakan
konsep nisbah bagi hasil atas presentase pendapatan yang diperoleh. Hal ini menyebabkan besar atau kecilnya imbalan bagi pemilik dana atau tidak semata ditentukan oleh makin besarnya porsi bagi hasil oleh nasabah, melainkan juga oleh kualitas penyaluran dana oleh bank. Salah satu implikasi dari mekanisme ini adalah bank syariah tidak disarankan
12
untuk menerima dana apabila tidak mampu menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif. Ini disebabkan karena keterbatasan hasil yang diperoleh juga akan dibagi kepada pemilik dana yang baru, yang dananya belum bisa disalurkan. Hal ini tentu akan merugikan pemilik dana yang lama, yang sekiranya pemiliki dana baru tidak ada, mereka akan memperoleh imbalan bagi hasil lebih besar. b.
Fungsi Investor Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Sebagai investor, maka dalam penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. Selain itu, dalam mengiventasikan dana bank syariah harus menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad jual beli (murabahah, salam, dan ijarah), akad invetasi (mudharabah dan musyarakah), akses sewa-menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah. Hasil usaha yang disepakati antara pemilik dana da bank sebagai pengelola, sebelum pelaksanaan akad. Fungsi investor ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan
oleh
bank
syariah,
baik
yang
dilakukan
dengan
mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan menggunakan prinsip bagi hasil sendiri.
13
c.
Fungsi Sosial Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrument yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrument Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrument qardhul hasan. Instrument ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik para investor. Instrument qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dan penerimaan yang tidak memenuhi kriteria halal serta daa infak dan sedekah yang tidak ditentukan peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi.
d.
Fungsi Jasa Keuangan Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidak jauh berada dengan bank konvensional, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain sebagainya, hanya saja yang sangat diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap harus menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
14
4.
Prinsip-prinsip Dasar Operasional Bank Syariah Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan aqad atau pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyariatkan yang berpengaruh dengan objek yang terdiri dari lima konsep dasar aqad. Bersumber dari lima konsep inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan syariah untuk dioperasionalkan. Menurut Muhammad (2005:86) kelima konsep tersebut, antara lain : a.
Prinsip Simpan Murni (al-Wadi’ah) Prinsip simpan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas alwadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya giro dan tabungan. Dalam dunia perbankan alwadi’ah identic dengan giro.
b.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Sistem ini adalah system yang meliputi tat cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerimaan dana. Bentuk produk yang mendasar prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan
15
deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan atau penyertaan. c.
Prinsip Jual Beli (al-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu system yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditambah keuntungan (margin), Implikasinya dapat berupa : Murabahah, Salam dan Istishna.
d.
Prinsip Sewa (al-Ijarah) Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis : 1) Ijarah Sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. 2) Bai al takjiri atau Ijarah al muntahiya bit tamlik (IMBT) Merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).
16
e.
Prinsip Jasa/Fee (al-Ajr walumullah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa, Transfer, dll. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al-Ajr wal umullah.
5.
Produk Operasional Bank Syariah Produk system operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan Menurut Adiwarman (2006:97) pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : a.
Produk Penghimpunan Dana Produk penghimpunan dana terbagi atas prinsip : 1) Prinsip Wadi’ah Prinsip Wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, nasabah bertindak sebagai yang meminjam uang dan bank bertindak sebagai peminjam. Prinsip Wadi’ah dalam produk bank syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis yaitu : a) Wadi’ah yad amanah b) Wadi’ah yad dhomanah
17
2) Prinsip Mudharabah Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul mal dan bank sebagai mudharib. Dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi. Berdasarkan kewenangan, prinsip mudharabah terbagi atas : a) Mudharabah Mutlaqah Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu : tabungan mudharabah dan deposito musharabah. b) Mudharabah Muqayadah Merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertenyu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usaha. b.
Produk Penyaluran Dana Untuk produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu : 1) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli
18
2) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa 3) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil c.
Produk Jasa Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut : 1) Alih utang-piutang (Al-Hiwalayah), transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalayah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. 2) Gadai (Rahn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria : a) Milik nasabah sendiri b) Jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar c) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank 3) Al-Qardh, pinjaman kebaikan. Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan social. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq, dan shadaqah.
19
4) Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti : transfer, dan sebagainya. 5) Kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan. 6.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konseptual Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Melakukan investasi-investasi yang halal Berdasarkan prinsip bagi hasil : a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan berpedoman kepada kemungkinan untung rugi. b. Besarnya rasio didasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. c. Rasio tidak berubah selama akad masih berlaku d. Kerugian ditanggung bersama e. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan. f. Eksistensi tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Bank Konvensial Investasi yang halal dan haram Memakai perangkat bunga : a. Besarnya disepakati pada waktu akad dengan asumsi akan selalu untung. b. Besarnya presentase didasarkan pada jumlah modal yang dipinjamkan. c. Bunga dapat mengambang dan besarnya naik turun. d. Pembayaran bunga besarnya tetap tanpa pertimbangan untung rugi. e. Jumlah bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan meningkat. f. Eksistensi bunga diragukan. Berorientasi pada keuntungan (profit oriented), Profit Oriented. kemakmuran dan kebahagiaan dunia akhirat. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk Hubungan dengan nasabah dalam hubungan kemitraan. bentuk hubungan kreditur-debitur. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai Tidak terdapat Dewa Pengawas Syariah. dengan fatwa Dewa Pengawas Syariah. Sumber : Asfia Murni, 2009
20
C. Pembiayaan 1.
Pengertian Pembiayaan Pembiayaan merupakan bentuk penyaluran dana kepada nasabah yang dilakukan oleh bank dalam rangka memproduktifkan dananya agar tidak menganggur (idle) atau menginvestasikan baik dalam bentuk uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang. Disebut investasi karena prinsip yang dilakukan adalah prinsip penanaman dana atau pernyataan, dan akibat dari penyaluran dana tersebut, bank memperoleh imbalan berupa bagi hasil, margin, sewa, atau bahkan tanpa imbalan.
2.
Unsur-unsur Lembaga Pembiayaan Berdasarkan definisi diatas, dalam pengertian pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a.
Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
b.
Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
c.
Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan uang untuk suatu keperluan.
d.
Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik dan sebagainya.
e.
Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil uang secara langsung dalam giro, deposito, tabungan, dan
21
surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan utang kepada bank yang jadi kreditornya. f.
Masyarakat, yaitu yang terkait oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
3.
Lembaga Pembiayaan Pemaparan terhadap pembiayaan akan dijelaskan terlebih dahulu dengan singkat yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan. Istilah pembiayaan merupakan padanan dari istilah bahasa inggris financing institution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dan tidak menarik dana secara langsung.
D. Pembiayaan Musyarakah 1.
Pengertian Musyarakah Musyarakah menurut PSAK No. 106 (2009:1) adalah sebagai berikut : Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan informasi kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asser non-kas yang diperkenankan oleh syariah. Dalam Glossari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa pengertian musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
22
Pembiayaan musyarakah adalah transaksi yang dilandasi adanya keinginan pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Bentuk usaha melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketemtuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan diahlikan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut :
Bank Syariah (mitra pasif)
4a. Menerima porsi laba 5a. Menerima kembalian modal
1.
Negoisasi dan Akad Musyarakah
2. Pelaksanaan Usaha Produktif
Nasabah (mitra aktif)
4a. Menerima porsi laba
3. Membagi hasil usaha Keuntungan dibagi sesuai nasabah Kerugian tanpa kelalaian nasabah ditanggung sesuai modal
Gambar 2.1 Alur Transaksi Musyarakah (Rizal Yaya, 2012:154)
23
Keterangan : Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi kelayakan investasi musyarakah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisi 5C (Character, Cpacity, Capital, Comitment, dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti dengan verivikasi. Kedua, bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya. Ketiga, hasil usaha dievalisaui pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagikan antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif, maka kerugian yang ditanggung proposional terhadap modal masing-masing mitra. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mitra aktif sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
24
Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik nasabah sepenuhnya. 2.
3.
Rukun Musyarakah a.
Pelaku terdiri atas mitra
b.
Objek musyarakah berupa modal dan kerja
c.
Ijab kabul/serah terima
d.
Nisbah keuntungan
Berakhirnya Musyarakah a.
Salah satu mitra menghentikan akad
b.
Salah satu mitra meninggal dunia atau hilang akal
c.
Modal musyarakah hilang atau habis
d.
Penetapan nisbah dalam akad musyarakah
E. Pembiayaan Mudharabah 1.
Pengertian Mudharabah Mudharabah menurut PSAK 105 (2009:1) adalah sebagai berikut : Mudharabah adalah suatu akad kerjasama kemitraan antara penyediaan dana usaha (shahibul maal) dengan pengelola dana atau manajemen usaha (mudharib) untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil usaha sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal. Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan yang menuntut tingkat kepercayaan yang tinggi. Mudharib, sebagai orang yang diberi amanah dituntut untuk bersikap hati-hati dalam mengelola dana shahibul maal. Untuk itu, ia harus pintar dalam menyalurkan dana yang telah diberikan shahibul
25
maal ke dalam bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan yang optimal. Apabila bisnisnya mengalami kerugian, maka shahibul maal akan menanggung kerugian tersebut sebagai pengurang modal sedangkan mudharib akan kehilangan kerja keras dan managerial skill selama bisnis berlangsung, kecuali kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan atau penipuan. Dalam pembiayaan mudharabah, pemilik dana tidak boleh melakukan pengawasan kerja yang bisa menimbulkan campur tangan dalam usaha mudharib, karna hanya mudharib saja yang dapat mengurus modal sejauh ia mengetahui baik buruknya dalam menjalankan urusan perniagaan. Shahibul maal hanya mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan saja tanpa mencampuri urusan mudharib.
Bank Syariah Shahibul maal)
4a. Menerima porsi laba 5a. Menerima kembalian modal
1. Negoisasi dan Akad Mudharabah
2. Pelaksanaan Usaha Produktif
Nasabah (Mudharib)
4a. Menerima porsi laba
3. Membagi hasil usaha Keuntungan dibagi sesuai nisbah Kerugian tanpa kelalaian nasabah ditanggung oleh Bank Syariah
Gambar 2.2 Alur Transaksi Mudharabah (Rizal Yaya, 2012:128)
26
Keterangan : Pertama, dimulai dari pengajuan permohonan investasi musyarakah oleh nasabah dengan mengisi formulir permohonan pembiayaan. Formulir tersebut diserahkan kepada bank syariah beserta dokumen pendukung. Selanjutnya, pihak bank melakukan evaluasi kelayakan investasi musyarakah yang diajukan nasabah dengan menggunakan analisi 5C (Character, Cpacity, Capital, Comitment, dan Collateral). Kemudian, analisis diikuti dengan verivikasi. Kedua, bank dan nasabah mengontribusikan modalnya masing-masing dan nasabah sebagai mitra aktif mulai mengelola usaha yang disepakati berdasarkan kesepakatan dan kemampuan terbaiknya. Ketiga, hasil usaha dievaluasi pada waktu yang ditentukan berdasarkan kesepakatan. Keuntungan yang diperoleh akan dibagikan antara bank dengan nasabah sesuai dengan porsi yang telah disepakati. Seandainya terjadi kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian nasabah sebagai mudharib, maka kerugian yang ditanggung oleh bank. Adapun kerugian yang disebabkan oleh kelalaian nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. Keempat, bank dan nasabah menerima porsi bagi hasil masing-masing berdasarkan metode perhitungan yang telah disepakati.
27
Kelima, bank menerima pengembalian modalnya dari nasabah. Jika nasabah telah mengembalikan semua modal milik bank, usaha selanjutnya menjadi milik nasabah sepenuhnya. 2.
Jenis-jenis Mudharabah Menurut PSAK 105 mudharabah dapat dibagi atas 3 jenis, yatu : a.
Mudharabah Muqayyadah Adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola, dengan kondisi pengelola dikenakan pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, dan objek investasi.
b.
Mudharabah Muthlaqah Adalah bentuk kerjasama antara pemilik dana dan pengelola tanpa adanya pembatasan oleh pemilik dana dalam hal tempat, cara, maupun objek investasi.
c.
Mudharabah Musytarakah Adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
3.
Rukun Mudharabah a.
Orang yang berakad : 1) Pemilik modal (shahibul maal/rabbul maal) 2) Pelaksanaan atau usahawan (mudharib)
b.
Modal (maal)
28
4.
c.
Kerja atau usaha (dharabah)
d.
Keuntungan (ribh)
e.
Shighat (ijab qabul)
Sebab Berakhirnya Akad Mudharabah Akad mudharabah dapat berakhir karena hal-hal sebagai berikut (Sabbiq, 2008:118) : a.
Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
b.
Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
c.
Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang.
d.
Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.
e.
Modal sudah tidak ada.
F. Istishna 1.
Pengertian Istishna Istishna adalah akad jual beli antara al mustashni (pembeli) dan as shani (produsen yang juga sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan (al mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan penjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
29
Dalam Glasori Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, musdtashna’) dan penjual (pembuat, shani’). Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (subkontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna, maka hal ini disebut dengan istishna pararel. Istishna pararel dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut : a.
Akad kedua antara entitas syariah atau pembeli (misal, bank syariah) dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara penjual (bank syraiah) dan pembeli berakhir.
b.
Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. Pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi
sebagai berikut : a.
Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya.
b.
Akad batal demi hukum karena timbal kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad. Pembeli mempunya hak untuk memperoleh jaminan dari produsen atau
penjual atas : a.
Jumlah yang telah dibayar.
b.
Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.
30
Produsen atau penjual mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan bahwa harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu. Pemindahan kepemilikan barang pesanan dari produsen atau penjual ke pembeli dilakukan pada saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.
Bank Syariah sebagai penjual pada istishna 1 dan pembeli istishna 2
2. Negoisasi pesanan barang dan akad istishna
Nasabah sebagai pembeli
9. Pelunasan pembayaran
4. Kirim tagihan penyelesaian barang 5.Bayar
8. Kirim dokumen pengiriman
7.Kirim
6.Tagihan Pemasok 1. Negoisasi pesanan barang dan akad istishna
3. Buat barang
(Shan’i)
Gambar 2.3 Alur Transaksi Istishna (Rizal Yaya, 2012:257) Keterangan : Pertama, nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negoisasi kesepakatan antara penjual dengan pembeli trekait transaksi istishna yang akan dilaksanakan.
31
Kedua, pada transaksi istishna setelah akad disepakati, penjual mulai membuat atau menyelesaikan tahapan pembuatan barang yang diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada saat atau sebelum tanggal penyerahan, penjualan mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli. Adapun transaksi istishna pararel yang biasanya digunakan oleh penjual (bank syariah) yang tidak membayar sendiri barang istishna, setelah menyepakati kontrak istishna dan menerima akad istishna dengan produsen barang istishna. Ketiga, setelah menyepakati transaksi dalam jangka waktu tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan pekerjaan barang yang dipesan. Keempat, selama mengerjakan barang yang di pesan pemasok melakukan tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan. Kelima, bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang ditagihkan. Keenam, bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat penyelesaian barang. Ketujuh, pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli. Kedelapan, pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah. Kesembilan, nasabah melunasi pembayaran barang istishna sesuai dengan akad yang telah disepakati.
32
2.
Rukun Istishna a.
Produsen atau pembuat barang (shaani) dan juga menyediakan bahan bakunya.
3.
b.
Pemesanan atau pembelian barang (mustashni).
c.
Proyek/usaha barang atau jasa yang dipesan (mashnu’).
d.
Harga (tsaman).
e.
Ahighat/Ijab Qabul.
Syarat Istishna a.
Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.
b.
Ridha atau kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
c.
Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah.
d.
Pihak yang membuat menyatakan kesanggupan untuk mengadakan atau membuat barang itu.
e.
Mashnu (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.
f.
Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis, haram, samar/tidak jelas) atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan maksiat)
G. Laba Laba (income) merupakan suatu pos dasar dan sangat penting dalam laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks.
33
Laba pada umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan
kebijakan,
pembayaran
dividen,
pedoman
investasi
dan
pengembalian keputusan dan unsur kinerja perusahaan. Maka tidak jarang ada perusahaan yang menetapkan perolehan laba sebagai tujuan atau target utama usahanya. 1.
Pengetian Laba Laba bersih menurut Komaruddin (2004:270), adalah sebagai berikut : “Laba bersih adalah jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variabel yang dikurangkan dari penerimaan bank, kelebihan pendapatan (income) diatas pengeluaran (expenditure) bank yang dapat dinyatakan dengan rumus : Y-Ex.” Laba bersih menurut Muhammad (2005:230) adalah sebagai berikut : “Selisih lebih pendapatan Atas Beban sehubungan artikel baru kegiatan revenue. Oleh karena Ekuitas adalah hasil pengurangan penghasilan terhadap pendapatan, Maka kunci kelayakan penetapan ekuitas atau loss adalah menetukan jumlah pendapatan yang dihasilkan dan jumlah beban yang terjadi dalam, periode yang bersangkutan.” Pengertian laba menurut Suwardjno (2008:464) adalah sebagai berikut : Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan pendapatan diatas biaya (biaya total yang melekat kegiatan produksi dan penyerahan barang/jasa) Dari definisi diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan laba adalah selisih dari semua pendapatan atau aktiva dengan seluruh biaya-biaya atau kewajiban.
34
2.
Jenis-jenis Laba Menurut Komarudin Sastra Dipoera ada beberapa jenis laba. Untuk menegtahui jenis-jenis laba, maka laporan keuangan menjadi landasannya, dimana laba tersebut menjadi 4, yaitu : a.
Laba Kotor Adalah laba yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualan setelah dikurangi oleh harga pokok penjualan.
b.
Laba Operasional Adalah laba yang bersumber dari rencana aktivitas perusahaan yang dicapai setiap tahunnya. Angka ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai jasa pemilik modal.
c.
Laba Sebelum Pajak Adalah hasil dari laba operasional ditambah dengan pendapatanpendapatan lainnya yang kemudian dikurangi oleh biaya-biaya sebelum dikurangi pajak.
d.
Laba Setelah Pajak/Laba Bersih Adalah laba perusahaan yang dikurangi pajak, sedangkan pada perusahaan-perusahaan yang ini sangat penting yang tentunya setelah dikurangi zakat. Laba bersih yang diperoleh perusahaan selanjutnya dijadikan landasan dasar perhitungan pembagian deviden.
35
3.
Tujuan Perhitungan Laba Bagi setiap perusahaan, perhitungan laba adalah suatu hal yang sangat penting karena ada tujuan perhitungan laba, yaitu sebagai berikut : a.
Tujuan Intern Dimana besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan merupakan dasar petunjuk tentang kualitas pimpinan perusahaan. Selain itu, laba yang diperoleh perusahaan merupakan bahan analisis untuk perbaikan perusahaan periode selanjutnya.
b.
Tujuan Ekstern Dimana laba dijadikan sebagai bahan pertanggung jawaban dan perhitungan para pemegang saham, pajak, emisi saham di bursa efek dan sebagai bahan pertimbangan permohonan kredit pada bank-bank lain. Sedangkan dalam perhitungan akuntansi syariah kesejahteraan dan laba merupakan dasar dalam penentuan zakat, baik zakat individu maupun zakat perusahaan (lembaga).
H. Penelitian Terdahulu Tabel berikut berisi ringkasan penelitian terdahulu : Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Tahun 2012
Nama Peneliti Diana Nugraha
Judul Analisis Pembiayaan Musyarakah, dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Laba Bersih (Studi kasus pada PT Bank
Hasil Penelitian Hasil perhitungan menunjukkan pembiayaan musyarakah dan pembiayaan mudharabah terhadap laba bersih memiliki hubungan yang sangat kuat dengan arah positif, apabila
36
Syariah Mandiri)
2013
Heri
2013
Muhamad Sujud Akbar
pembiayaan musyarakah dan pembiayaan meningkat maka laba bersih akan tinggi pada PT Bank Syariah Mandiri,melalui perhitungan nilai koefisien korelasi dapat diketehui pembiayaan musyarakah dengan laba bersih sebessar 0,998 termasuk ke dalam kategori yang sangat kuat, sementara hubungan antara pembiayaan mudharabah dengan laba bersih sebesar 0,985 termasuk ke dalam kategori sangat kuat dengan arah positif, Sedangkan dari hasil pengujian koefisien jalur secara parsial yaitu pembiayaan musyarakah dan pembiayaan mudharabah berpengaruh signifikan terhadap laba bersih pada PT. Bank Syariah Mandiri. Pengaruh Hasil penelitiannya pembiayaan menunjukkan bahwa variabel mudharabah dan pembiayaan murabahah dan musyarakah terhadap musyarakah berpengaruh laba bersih (Studi rterhadap laba bersih. Kasus Perbankan Syariah) Pengaruh Hasil tes menunjukan hipotesis Pendapatan Bagi bahwa variabel independen Hasil Pembiayaan secara bersama-sama yaitu Mudharabah, pendapatan bagi hasil Pembiayaan pembiayaan mudharabah, Musyarakah dan pembiayaan musyarakah, dan Pendapatan Margin pendapatan margin Murabahah pembiayaan murabahah Terhadap Laba memiliki pengaruh terhadap Bersih Pada PT. laba bersih, tetapi pendapatan Bank Muamalat margin pembiayaan Indonesia, Tbk murabahah dan musyarakah yang sangan mempengaruihi secara signifikan terhadap laba
37
bersih.
I.
2013
Randy Anwar
2013
Indah Fitriandari
Pengaruh prinsip jual beli pembiayaan mudharabah, istishna terhadap laba bersih yang diperoleh Bank Syariah Mandiri
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah dan istishna memiliki pengaruh terhadap laba bersih perusahaan. Untuk pembiayaan murabahah memilih pengaruh yang cukup besar dibandingkan dengan pembiayaan istishna. Pengaruh bagi hasil Hasil penelitian yang pembiayaan dilakukan pada analisis regresi mudharabah dan untuk uji parsial menunjukkan pembiayaan bahwa pembiayaan musyarakah terhadap mudharabah telah laba bersih pempengaruhi pada laba diperbankan syariah bersih, sedangkan pembiayaan musyarakah tidak mempengaruhi laba bersih.Sementara di uji secara bersamaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah memiliki pengaruh pada laba bersih.
Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis a.
Pengaruh Pembiayaan Musyarakah Terhadap Laba bersih Pembiayaan Musyarakah adalah akad antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam pembiayaan musyaralah, terdapat realisasi pembayaran pokok dan bagi hasil dari nasabah yang memiliki tingkat kolektabilitas
38
berbeda-beda. Dari pembiayaan yang disalurkan tersebut tedapat risko yang timbul dari pembiayaan yang bermasalah. Hal tersebut berhubungan dengan
kinerja
bank
syariah
dalam
kegiatan
usahanya
dalam
menyalurkan pembiayaan khususnya pembiayaan musyarakah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Indah Fitriandari (2013), hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pembiayaan musyarakah tidak berpengaruh terhadap laba bersih. H1 : Pembiayaan Musyarakah mempunyai pengaruh yang negative terhadap laba bersih. b.
Pengaruh Pembiayaan Mudharabah Terhadap Laba Bersih Pembiayaan Mudharabah, adalah suatu akad kerjasama kemitraan antara penyediaan dana usaha (shahibul maal) dengan pengelola dana atau manajemen usaha (mudharib) untuk memperoleh hasil usaha dengan pembagian hasil usaha sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal dan pembiayaan yang menuntut tingkat kepercayaan yang tinggi. Mudharib, sebagai orang yang diberi amanah dituntut untuk bersikap hati-hati dalam mengelola dana shahibul maal. Untuk itu, ia harus pintar dalam menyalurkan dana yang telah diberikan shahibul maal ke dalam bisnis yang bisa menghasilkan keuntungan yang optimal. Apabila bisnisnya mengalami kerugian, maka shahibul maal akan menanggung kerugian tersebut sebagai pengurang modal sedangkan mudharib akan kehilangan kerja keras dan managerial skill selama bisnis
39
berlangsung, kecuali kerugian yang diakibatkan oleh penyelewengan atau penipuan. Dalam perhitungan laba bersih yaitu diperoleh dari jumlah total pendapatan dikurangi jumlah total beban dan pajak, dimana pembiayaan mudharabah adalah bagian dari pendapatan operasional sehingga semakin meningkatnya pendapatan maka akan mempengaruhi tingkat laba perusahaan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Heri (2013), hasil penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
pembiayaan
mudharabah
berpengaruh terhadap laba bersih. H2 : Pembiayaan Mudharabah mempunyai pengaruh yang positif terhadap laba bersih. c.
Pengaruh Pembiayaan Istishana Terhadap Laba bersih Istishna, merupakan akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, musdtashna’) dan penjual (pembuat, shani’). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Randy Anwar (2013), hasil
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
pembiayaan
istishna
berpengaruh terhadap laba bersih H3 : Pembiayaan Istishna mempunyai pengaruh yang positif terhadap laba bersih.
40
J.
Model Konseptual Berdasarkan landasan teori, pengaruh antara variabel dan hasil penelitian sebelumnya, maka untuk merumuskan hipotesis berikut, yaitu menyajikan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar 2.4 : Pembiayaan Musyarakah (X1)
Pembiayaan Mudharabah (X2)
Laba Bersih (Y)
Pembiayaan Istishna (X3) Sumber : Diolah peneliti, 2015 Gambar 2.4 Model Konseptual