BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Produksi 2.1.1 Definisi Sistem Produksi Menurut para ahli ada beberapa definisi mengenai sistem produksi, antara lain : 1. Asruri (1993) mendefinisikan sistem produksi sebagai cara, metode
dan
teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan dari suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada. 2. Buffa (1996)
mengartikan bahwa sistem produksi merupakan alat untuk
mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. 3. Nasution (2003) mendefinisikan sistem produksi sebagai kumpulan dari sub sistem – sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. 4. Halim (2004) mendefinisikan bahwa sistem produksi adalah sistem yang melakukan proses transformasi atau konversi bahan mentah menjadi
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 8
produk jadi dengan kualitas tinggi dan sesuai dengan desain produk yang telah ditetapkan. Dalam proses transformasi ini terjadi pertambahan nilai, sehingga produk jadi mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada nilai bahan mentah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi sistem produksi adalah suatu rangkaian dari beberapa elemen yang saling berhubungan dan saling menunjang satu sama lain untuk memproses input (tenaga kerja, modal, material, mesin, metode, dan informasi) menjadi output (produk, limbah, dan informasi) sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Berikut gambaran singkat mengenai sistem produksi :
Gambar 2.1 Sistem Produksi
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 9
2.1.2 Klasifikasi Sistem Produksi Sistem produksi dapat dikelompokan berdasarkan; proses menghasilkan output, tujuan operasi, serta aliran operasi dan variasi produknya. 2.1.2.1 Menurut Proses Menghasilkan Output Sistem produksi menurut proses menghasilkan outputnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Sistem Produksi Kontinyu (Continuous Process) Sistem ini tidak memerlukan waktu set up yang lama dikarenakan sistem ini memproduksi barang yang sama secara terus menerus. 2. Sistem Produksi Terputus (Intermittent Process) Sistem ini membutuhkan waktu set up yang relative lama karena memproduksi berbagai jenis barang sesuai spesifikasi pesanan. 3. Sistem Produksi Repetatif Merupakan gabungan dari sistem produksi kontinyu dan sistem produksi terputus. 2.1.2.2 Menurut Tujuan Operasinya Berdasarkan tujuaan perusahaan melakukan proses produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumen, maka sistem produksi dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu : 1. Engineering to Order (ETO) Konsumen meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses perancangan produk. Contoh : desainer diminta oleh konsumennya untuk mendesain baju sesuai dengan keinginan konsumen tersebut.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 10
2. Make to Order (MTO) Konsumen meminta produsen untuk membuat prodek dengan memesannya terlebih dahulu. Contoh : produksi sepatu Nike pada PT. Pratama Abadi Industri sesuai dengan order dari Nike. 3. Assembly to Order (MTO) Perakitan produk berdasarkan pesanan. Contoh : perakitan computer sesuai dengan spesifikasi pemesan. 4. Make to Stock (MTS) Produsen membuat produk untuk disimpan dengan tujuan agar produk selalu tersedia ketika konsumen memesan. Contoh : pabrik mie instan. 5. Make to Demand (MTD) Strategi baru yang dikembangkan dalam perusahaan industry. Disaat respon terhadap permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam penyerahan produk dari perusahaan tepat waktu, jumlah dan kualitas berdasarkan keinginan pelanggan. 2.1.2.3 Menurut Aliran Operasi dan Variasi Produk Berdasarkan aliran operasi dan variasi produknya terdapat 5 jenis sitem produksi, diantaranya : 1. Flow Shop Sistem operasi yang suatu output secara berturut-turut melalui urutan proses yang sama pada mesin – mesin khusus yang ditempatkan sepanjang lintasan produksinya.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 11
2. Job Shop Sistem produksi yang proses produksinya untuk setiap pesanan yang berbeda akan mengikuti urutan yang berbeda pula melalui pusat – pusat kerja yang dikelompokan berdasarkan fungsinya. 3. Routing Proses pembuatan suatu produk dengan urutan – urutan tugas yang bergantung pada kebbutuhan sumber daya dan dibatasi oleh waktu penyelesaian. 4. Batch Sistem operasi kombinasi dari Flow Shop dan Job Shop. Sistem ini memproduksi produk yang variatif dalam jumlah tertentu sehingga sistem ini harus fleksibel karena pembuatan produk dengan tipe berbeda akan mengakibatkan pergantian peralatan produksi. 5. Continues Bentuk ekstrim dari Flow Shop dimana terjadi aliran material yang konstan. 2.2
Penjadwalan 2.2.1 Definisi Penjadwalan Menurut para ahli, ada beberapa definisi mengenai penjadwalan, antara lain : 1. Martinich (1997)
mendefinisikan penjadwalan sebagai keputusan dalam
penugasan dan waktu untuk memulai pekerjaan yang menggunakan sumber daya seperti manusia, peralatan dan fasilitas yang digunakan untuk kegiatan proses produksi untuk pekerjaan.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 12
2. Vollman (1998) mendefinisikan penjadwalan sebagai rencana pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber, baik waktu maupun fasilitas untuk setiap operasi yang harus diselesaikan. 3. Scroeder (2000) mendefinisikan penjadwalan sebagai suatu petunjuk atau indikasi apa saja yang harus dilakukan, dengan siapa dan dengan peralatan apa yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan pada waktu tertentu. 4. Michael Pinedo (2002) mendefinisikan bahwa penjadwalan selalu berhubungan dengan pengalokasian sumber daya yang ada pada jangka waktu tertentu. 5. Brown (2004) mendefinisikan penjadwalan sebagai suatu penugasan dari banyak perencanaan pekerjaan yang didefinisikan ke dalam periode waktu untuk mendapat solusi optimal dari penggunaan sumber daya pada saat sumber daya tersebut memiliki keterbatasan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi penjadwalan adalah suatu kegiatan berupa perancangan alokasi sumber daya untuk melakukan tugasnya sesuai dengan prosesnya dalam jangka waktu tetentu agar tujuan dapat tercapai. 2.2.2 Tujuan Penjadwalan Menurut David D Bedworth dkk. Tujuan dari aktivitas penjadwalan produksi adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 13
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas lain. Teori Baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan mengurangi rata-rata persediaan barang setengah jadi. 3. Mengurangi beberapa kelambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalti cost. 4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan. 2.2.3 Fungsi Penjadwalan Menurut Thomas E. Morton, dkk., penjadwalan memiliki beberapa fungsi dalam sistem produksi, yaitu : 1. Loading (pembebanan) bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang diminta dengan kapasitas untuk mementukan fasilitas, operator dan peralatan. 2. Sequencing (penentuan urutan) bertujuan membuat prioritas urutan pengerjaan dalam pemrosesan order-order yang masuk. 3. Dispatching, pemberian perintah-perintah kerja ketiap mesin atau fasilitas lainnya. 4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara : a. Memonitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua sector b. Merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 14
5. Updating schedule, pelaksanan jadwal selalu ada masalah baru yang berbeda dalam proses pembuatan jadwal. 2.3
Sistem Penjadwalan 2.3.1 Input Sistem Penjadwalan Beberapa pekerjaan yang berupa alokasi untuk tiap-tiap order, penugasan prioritas dan job pengendalian jadwal produksi membutuhkan informasi terperinci yang akan dijadikan input dari sistem penjadwalan. Informasi yang dibutuhkan tersebut berupa kapasitas dari order yang terjadwalkan berdasarkan jumlah sumberdaya yang digunakan. Informasi yang dijadikan input dari sistem penjadwalan bisa diperoleh dari lembar kerja operasi yang berisi keterampilan dan peralatan yang dibutuhkan, waktu standar dan lain sebagainya, juga dari BOM yang berisikan kebutuhan – kebutuhan komponen serta bahan pendukung lainnya. Salah satu input yang dibutuhkan misalnya jumlah pesanan yang apabila belum diketahui dapat terlebih dahulu kita perkirakan jumlahnya menggunakan teknik peramalan. Teknik peramalan ada dua jenis yaitu : 1. Peramalan Kualitatif; teknik peramalan yang melibatkan pendapat pribadi, pendapat para ahli dan sebagainya yang bertujuan untuk menggabungkan seluruh informasi yang diperoleh secara logika dan sistematis. 2. Peramalan Kuantitatif; teknik yang didasarkan pada data kuantitatif masa lalu.Beberapa teknik peramalan kuantitatif yang biasa digunakan yaitu : Time Series Model dan Causal Model.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 15
2.3.2 Output Sistem Penjadwalan Setelah input berupa informasi tersebut diproses, maka sistem penjadwalan akan menghasilkan aktivitas – aktivitas berikut : 1. Pembebanan (Loading) Pembebanan melibatkan penyesuaian kebutuhan kapasitas untuk tiap pesanan yang diterima. Pembebanan dilakukan dengan menugaskan pesanan pada fasilitas, operator dan peralatan tertentu. 2. Pengurutan (Sequencing) Pengurutan merupakan penugasan atas pesanan mana yang di prioritaskan untuk diproses terlebih dahulu disaat suatu fasilitas harus memproses banyak job. 3. Prioritas Job Prioritas kerja atas pekerjaan mana yang diseleksi dan diprioritaskan untuk diproses. 4. Pengendalian Kinerja Penjadwalan Pengendalian kinerja penjadwalan dilakukan dengan meninjau kembali status pesanan ketika melalui proses tertentu 5. Update jadwal Updating penjadwalan dilakukan sebagai refleksi kondisi operasi yang terjadi dengan memperhatikan prioritas. 2.4
Klasifikasi Penjadwalan Penjadwalan produksi dapat diklasifikasikan dilihat dari perbedaan kondisi yang mendasarinya, klasifikasi penjadwalan yang sering terjadi dalam proses produksi adalah sebagai berikut :
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 16
1. Berdasarkan mesin yang digunakan : a. Penjadwalan pada mesin tunggal (Single machine shop) b. Penjadwalan pada mesin jamak/pararel (m machine) 2. Berdasarkan strategi desain proses : a. Flow Shop Proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki lintasan produk yang sama. Model flow shop operasi dari suatu pekerjaan hanya dapat bergerak satu arah yaitu dari proses awal sampai dengan proses akhir, diantara proses-proses tersebut tidak memungkinkan untuk kembali ke proses sebelumnya b. Job Shop Proses produksi dengan aliran ini tidak selalu sama untuk setiap jobnya. Setiap job dikerjakan dengan urutan mesin tertentu sesuai dengan kebutuhan prosesnya. 3. Berdasarkan product positioning : a. Make to order Jumlah dan jenis produk yang dibuat berdasarkan permintaan dari konsumen. b. Make to stock Jumlah dan jenis produk terus menerus dibuat untuk disimpan. 4. Berdasarkan pola kedatangan job : a. Statistik, pengurutan job terbatas pada pesanan yang ada. Job yang baru tidak mempengaruhi pengurutan job yang sudah dibuat.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 17
b. Dinamik, pengurutan job selalu diperbaharui jika ada job baru yang datang. 5. Berdasarkan waktu proses : a. Deterministik, waktu proses yang diterima sudah diketahui dengan pasti b. Stokastik, waktu proses yang diterima belum pasti. 2.5
Istilah – Istilah dalam Penjadwalan 1. Processing time (waktu proses): estimasi waktu penyelesaian pekerjaan (job, task), ti 2. Setup time (waktu setup): waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan persiapan sebelum pemrosesan job dilaksanakan. Sequence dependent and independent setup times. si 3. Flow time (waktu tinggal): waktu antara saat datang (arrival time) dan saat kirim (delivery date), Fi a. Saat datang adalah saat job mulai berada di shop floor (production line), ai b. Delivery date (saat kirim): saat pengiriman job dari shop floor ke proses berikut atau ke konsumen, di 4. Ready time (saat siap): saat sebuah job siap diproses. 5. Due date: saat batas (deadline) untuk job, yang setelah batas tersebut job dinyatakan terlambat, di 6. Makespan: interval waktu total untuk penyelesaian seluruh job 7. Completion time (saat selesai): saat suatu job selesai diproses, ci 8. Lateness: deviasi antara saat selesai dan due date, Li = ci - di 9. Tardiness (Ti): positive lateness. Earliness (Ei): negative lateness
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 18
10. Slack: sisa waktu sampai due date, SLi = di - ti – saat sekarang 11. Gantt chart: adalah peta visual yang menggambarkan loading dan scheduling 12. Loading menggambarkan beban mesin. Schedule menggambarkan urutan (sequence) pemrosesan job, dan menggambarkan saat dimulai dan saat selesai suatu pekerjaan. 13. Waiting time adalah waktu job menunggu karena mesin yang seharus memproses job tersebut sedang memproses job lain 14. Idle time adalah waktu mesin tidak bekerja (menganggur) karena tidak ada job yang harus diprosesPriority rule: aturan penentuan prioritas pemrosesan 15. Priority rules: FCFS (first come first serve); SPT (shortest processing time), LPT (longest processing time), EDD (earliest due date); rasio kritis (critical ratio, CR). CR = (due date – today’s date)/(lead time remaining) atau CR = (due date – today’s date)/(workdays remaining) 2.6
Metode dalam Penjadwalan Dalam aktivitas penjadwalan yang dilakukan akan melalui dua tahapan, yaitu : 1. Pekerjaan harus diturunkan ke mesin. Jika terdapat lebih dari satu mesin, maka akan diperhitungkan tentang kualitas, ongkos set up, pemeliharaan dan ketersediaan operator. 2. Mengurutkan pekerjaan yang ada di mesin yang membutuhkan aturan prioritas. Pemilihan aturan prioritas akan memberikan hasil penjadwalan yang tepat sesuai dengan tujuan penjadwalan yang ditetapkan dari kriteria yang dijadikan sebagai alat ukur performansi penjadwalan yang dilakukan.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 19
Metode penjadwalan Job Shop secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Job Shop Loading Ketika order tiba pada suatu job shop, kegiatan pertama pada penjadwalan adalah menugaskan order tersebut pada bermacam – macam pusat kerja untuk diproses. Untuk permasalahan yang sederhana dengan asumsi tidak ada pemisahan job, maka job shop loading dapat dibuat dengan mudah menggunakan Gantt Chart dan Metode Penugasan. a. Gantt Chart Gantt chart menunjukan dan waktu luang pada beberapa departemen, mesin atau fasilitas serta beban kerja dalam sistem. Loading dengan gantt chart merupakan cara yang paling sederhana dan paling lama serta banyak digunakan dalam penjadwalan. Meskipun sederhana dan tervisualisasikan, Gantt Chart sangat lemah dalam mengevaluasi rencana – rencana alternative untuk loading dan ketika jumlah job meningkat, proses ini menjadi cukup sulit.
Gambar 2.2 Contoh Gantt Chart untuk Penjadwalan Job Shop
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 20
b. Metode Penugasan Loading dengan metode penugasan merupakan cara pembebanan pekerjaan untuk job yang tersedia dengan tujuan meminimalisasi total waktu yang terpakai. 2. Job Sequencing Setelah beberapa pekerjaan ditugaskan (loading) pada pusat kerja tertentu, maka langkah selanjutnya adalah menentukan urutan – urutan untuk memrosesnya. Sequencing adalah penetapan prioritas dalam bentuk antrian menuju pusat kerja untuk suatu proses produksi. Pemilihan prioritas sequencing tersebut mempertimbangkan efisiensi penggunaan fasilitas dengan criteria antara lain : biaya set up, biaya persediaan WIP, waktu menganggur, persentasi waktu menganggur dan lain sebagainya. Beberapa aturan job sequencing, diantaranya : 1. FISFS (First In Sistem First Served) Pemberian prioritas pekerjaan kepada pekerjaan yang pertama tiba di factory (bukan mesin). 2. FCFS (First Come First Served) Pekerjaan pertama yang datang di sebuah pusat kerja akan diproses terlebih dahulu. 3. SPT (Shortest Processing Time) Pekerjaan yang memiliki waktu pemrosesan terpendek dikerjakan lebih dulu. 4. EDD (Earliest Due Date) Pekerjaan dengan batas waktu paling awal dikerjakan terlebih dahulu.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 21
5. LPT (Longest Processing Time) Pekerjaan yang memiliki waktu pemrosesan lebih panjang dikerjakan lebih dulu. 6. LWR (Last Work Remaining) Pemberian prioritas kepada pekerjaan dengan jumlah pemrosesan total tersisa yang masih dikerjakan paling sedikit. 7. LSF (Least Stock First) Pemberian prioritas kepada pekerjaan yang waktu senggangnya terkecil. Waktu senggang adalah selisih antara waktu jatuh tempo dengan lama pengerjaan pekerjaan tersebut. 2.7
Perhitungan Metode Penjadwalan Perhitungan metode penjadwalan pada tinjauan pustaka ini dibatasi hanya menggunakan empat metode sesuai dengan pengolahan data yang akan dilakukan. Keempat metode tersebut, antara lain : FCFS (First Come First Served), SPT (Shortest Processing Time), EDD(Earliest Due Date), dan LPT(Longest Processing Time). Contoh: Lima job yang berkaitan menunggu untuk ditugaskan pada suatu perusahaan manufaktur ABC. Urutan pengerjaan sesuai dengan aturan FCFS, SPT, EDD dan LPT akan ditetapkan. Job ditandai dengan hurif sesuai dengan urutan kedatangan mereka. Waktu pengerjaan dan batas waktunya diberikan dalam tabel berikut :
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 22
Tabel 2.1 Job Perusahaan ABC Processing Time (Days) 6 2 8 3 9
Job A B C D E
Due Date (Days) 8 6 18 15 23
2.7.1 Perhitungan dengan Metode FCFS Urutan FCFS terlihat dalam tabel 2.2 , yaitu A – B – C – D – E . Aliran waktu dalam sistem untuk urutan ini menghitung waktu yang dihabiskan oleh setiap job untuk menunggu ditambah dengan waktu pengerjaannya. Contoh : Job B menunggu selama 6 hari selama job A sedang diproses kemudian menghabiskan waktu 2 hari dalam pemrosesannya sehingga job B akan selesai dalam waktu 8 hari dengan keterlambatan 2 hari setelah batas waktunya. Tabel 2.2 Contoh Penjadwalan dengan Metode FCFS
Job A B C D E Σ
Processing Time (Days) 6 2 8 3 9 28
Due Date (Days) 8 6 18 15 23
Waktu Selesai (Days) 6 8 16 19 28 77
Keterlambatan (Days) 0 2 0 4 5 11
Perhitungan efektivitas : a. Rata – rata waktu penyelesaian
Universitas Mercu Buana
=
Jumlah waktu penyelesaian
=
77 hari
Jumlah pekerjaan
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
= 15, 4 hari
Page 23
b. Utilisasi
=
=
Jumlah waktu proses
x 100 %
Jumlah waktu penyelesaian
28 hari 77 hari
x 100 % = 36,4%
c. Jumlah job rata – rata dalam sistem =
=
d. Keterlambatan job rata – rata
Jumlah waktu penyelesaian Jumlah waktu proses
77 hari 28 hari
= 2,75 job
=
Jumlah Hari keterlambatan
=
11 hari
Jumlah pekerjaan
5
= 2,2 hari
2.7.2 Perhitungan dengan Metode SPT Aturan SPT dibuat dengan cara memprioritaskan job dengan waktu pemrosesan terpendek sehingga menghasilkan urutan B – D – A – C – E seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.3 Contoh Penjadwalan dengan Metode SPT
Job B D A C E Σ
Processing Time (Days) 2 3 6 8 9 28
Due Date (Days) 6 15 8 18 23
Waktu Selesai (Days) 2 5 11 19 28 65
Keterlambatan (Days) 0 0 3 1 5 9
Perhitungan efektivitas : a. Rata – rata waktu penyelesaian
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
=
65 hari 5
= 13 hari
Page 24
b. Utilisasi
=
c. Jumlah job rata – rata dalam sistem
=
d. Keterlambatan job rata – rata
=
2.7.3 Perhitungan dengan Metode EDD
28 hari 65 hari
x 100 % = 43,1 %
65 hari 28 hari
= 2,32 job
9 hari
= 1,8 hari
5
Aturan EDD dibuat dengan cara memprioritaskan job dengan due date paling awal sehingga menghasilkan urutan B – A – D – C – E seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Contoh Penjadwalan dengan Metode EDD
Job B A D C E Σ
Processing Time (Days) 2 6 3 8 9 28
Due Date (Days) 6 8 15 18 23
Waktu Selesai (Days) 2 8 11 19 28 68
Keterlambatan (Days) 0 0 0 1 5 6
Perhitungan efektivitas : a. Rata – rata waktu penyelesaian
=
68 hari 5
= 13,6 hari
b. Utilisasi
=
28 hari 68 hari
x 100 % = 41,2 %
c. Jumlah job rata – rata dalam sistem d. Keterlambatan job rata – rata
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68 hari = 28 hari
=
6 hari 5
= 2,43 job = 1,2 hari
Page 25
2.7.4 Perhitungan dengan Metode LPT Aturan LPT dibuat dengan cara memprioritaskan job dengan waktu proses terlama sehingga menghasilkan urutan E – C – A – D – B seperti terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.5 Contoh Penjadwalan dengan Metode LPT
Job E C A D B Σ
Processing Time (Days) 9 8 6 3 2 28
Due Date (Days) 23 18 8 15 6
Waktu Selesai (Days) 9 17 23 26 28 103
Keterlambatan (Days) 0 0 15 11 22 48
Perhitungan efektivitas : a. Rata – rata waktu penyelesaian
=
103 hari
b. Utilisasi
=
28 hari
c. Jumlah job rata – rata dalam sistem d. Keterlambatan job rata – rata
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
103 hari
103 hari = 28 hari
=
48 hari 5
= 20,6 hari
x 100% = 27,2%
= 3,68 job = 9,6 hari
Page 26
Hasil perhitungan dari keempat metode diatas dapat terlihat dalam tabel berikut ini : Tabel 2.6 Contoh Hasil Perhitungan FCFS, SPT, EDD dan LPT Rata - rata waktu penyelesaian (hari) 15,4 13,0 13,6 20,6
Metode FCFS SPT EDD LPT
Utilisasi (%) 36,4 43,1 41,2 27,2
Jumlah job rata - rata dalam sistem 2,75 2,32 2,43 3,86
Keterlambatan rata - rata (hari) 2,2 1,8 1,2 9,6
Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa LPT merupakan metode yang paling tidak efektif bagi perusahaan ABC. SPT unggul dalam 3 pengukuran, sementara EDD unggul dalam keterlambatan rata-rata. Hal ini memperjelas bahwa tidak ada satu aturan sequencing pun yang selalu unggul dalam semua kriteria. Perhitungan diatas menunjukan hal berikut : 1. SPT
merupakan teknik terbaik untuk meminimasi aliran job dan
meminimasi jumlah job rata-rata dalam sistem. Kelemahan utamanya adalah job yang memiliki waktu proses panjang dapat secara terus menerus tidak dikerjakan karena metode ini memprioritaskan job dengan waktu proses terpendek. 2. FCFS tidak menghasilkan kinerja yang baik hampir di semua kriteria, namun tidak juga begitu buruk karena FCFS memiliki kelebihan yaitu terlihat adil oleh pelanggan hal tersebut menjadi sangat penting dalam sistem jasa.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 27
3. EDD meminimasi keterlambatan maksimal yang mungkin dibutuhkan untuk job dengan penalti. Secara umum EDD bekerja baik ketika keterlambatan menjadi sebuah isu. 2.8
Pengukuran Kinerja Penjadwalan Suatu penjadwalan dapat dikatakan berhasil apabila tujuan dari penjadwalan tersebut dapat dicapai. Kriteria keberhasilan penjadwalan : 1. Minimasi shop time: flow time, makespan 2. Maksimasi utilization (minimasi idle time) 3. Minimasi WIP
(work in process): Minimasi flow time, minimasi earliness
4. Minimasi customer waiting time: number of tardy jobs, mean lateness, maximum lateness, mean queue time 2.9
Hambatan-Hambatan dalam Penjadwalan Mencapai suatu kriteria keberhasilan penjadwalan bukanlah hal mudah karena pada penjadwalan terdapat beberapa hal yang menghambat realisasi suatu penjadwalan yang telah dilakukan dengan baik. Berikut beberapa hambatan penjadwalan : 1. Keterlambatan kedatangan bahan baku 2. Tidak tercapainya target produksi yang telah ditetapkan 3. Kerusakan mesin atau peralatan yang menyebabkan kegiatan produksi terganggu 4. Kecelakaan kerja 5. Pembatalan pesanan atau perubahan spesifikasi pesanan 6. Hari libur 7. Keterlambatan transportasi
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Page 28