5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Batuan Sedimen Batuan Sedimen adalah salah satu kelompok utama dari batuan di muka bumi.
Batuan ini sering membentuk reservoir berpori dan permeabel pada cekungan sedimen dengan kandungan minyak dan hidrokarbon dapat ditemukan di dalamnya. Batuan ini dihasilkan oleh proses akumulasi dan litifikasi dari berbagai jenis fragmen batuan yang dibentuk dari rangka organisme laut dan partikel halus yang terkikis oleh batuan lain. Batuan sedimen dapat juga terbentuk oleh pengendapan padatan dari larutan menjadi bentuk yang disebut dengan ‘sedimen kimiawi’. Kategori dasar batuan sedimen yang digunakan untuk tujuan klasifikasi adalah 1.
Batuan Sedimen Clastic Batuan Sedimen Clastic dihasilkan dari batuan yang terkikis dan berubah
menjadi partikel yang sangat kecil (yang disebut dengan clasts) yang dialirkan, diendapkan, dan dipadatkan. Clasts dapat dibagi menjadi beberapa ukuran dari clay ke silt, sand, pebbles, dan cobbles. Batuan ini dibawa dari tempat asal oleh air yang mengalir, lumpur, angin, sungai, dan gravitasi. Ukuran dan densitas Clast
6
menentukan bagaimana dan dimana partikel diendapkan dan pada akhirnya jenis batuan sedimen yang akan terbentuk. Mineral silikat atau fragmen batuan adalah komponen utama dari batuan sedimen. Klasifikasi batuan sedimen sebagai siliclastic adalah konglomerat, Sandstone, Limestone, Siltstone, mudstone, dan shale. Limestone adalah jenis batuan sedimen dengan struktur butiran dari halus ke kasar yang lebih dari 50% unsur penyusunnya adalah karbonat, seperti calcite (kalsium karbonat (CaCO3)) dan dolomite CaMg(CO3)2. 2.
Batuan Sedimen Bioclastic Batuan sedimen Bioclastic sebagian besar tersusun dari sisa tumbuhan dan
hewan. Contoh batuan jenis ini adalah Chert,coal, dan oil shale. 3.
Batuan Sedimen Kimia Batuan sedimen kimia biasanya dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu
karbonat dan non-karbonat. Batuan karbonat disusun dari sedimen kimia dari sumbersumber tidak organik (seperti ion karbonat (CO3)2-). Contohnya adalah calcite dan dolomite.
Calcite, kalsium karbonat (CaCO3), adalah lapisan endapan dari air laut dan
mineral utama pada limestone. Kebanyakan organisme laut seperti foraminifers, kerang, tiram, dan batu karang, melarutkan ion karbonat dan mencampurnya dengan kalsium untuk pembentukan kulit mereka. Setelah organisme tersebut mati, kulit tersebut jatuh ke samudra, kemudian gelombang dan arus membuat kulit tersebut menjadi serpihan-serpihan kecil. Pecahan kulit ini diendapkan pada air yang lebih dalam dimana mereka dipadatkan menjadi sedimen atau yang disebut dengan
7
bioclastic limestone. Pecahan paling kecil ketika disementasi bersama membentuk batuan sedimen yang berbeda yang disebut sabagai ‘kapur’, yang memiliki warna yang terang dan terkadang lebih halus dibandingkan limestone atau chert. Batuan bioclastic dibentuk dari endapan lapisan karbonat inorganic. Jadi, mereka juga dianggap sebagai sedimen kimia seawater-originated.
Dolomite, kalsium magnesium karbonat CaMg(CO3)2 juga membentuk
karbonat. Dolomite dikaisfikasikan sebagai limestone dengan lebih dari 50% berat mineral dolomite terdapat didalamnya dan setidaknya 10%nya adalah calcite. Dolomite dibentuk ketika calcite yang asli digantikan dengan magnesium karbonat. Sedangkan batuan sedimen non-karbonat tersusun dari campuran kalsium karbonat (CaCO3). Contoh dari sedimen jenis ini adalah phosphates dan ferriferous. Batuan sedimen yang mengendap dapat ditemukan di benua dan cekungan samudra. Sekitar 80% hingga 90% dari permukaan daratan bumi dan samudra diselimuti oleh batuan jenis ini, namun karena batuan ini mengendapkan partikel dari batuan lain yang berada pada atau dekat dengan permukaan, sehingga hanya 5% dari volume total kerak dan kurang dari 1% dari volume total bumi yang tertinggal. Lapisan batuan sedimen memiliki ketebalan lebih besar sekitar 5 atau 6 kali pada daratan benua dibandingkan pada cekungan samudra. Contohnya adalah shale (dengan jumlah 70% dari seluruh batuan sedimen), sandstone,beberapa jenis limestone, chert, siltstone,mudstone, dan beberapa jenis coal.
8
Proses pembentukan batuan yang berbeda di atas menyebabkan struktur pori yang terdapat dalam batuan juga berbeda. Struktur pori yang berbeda ini menggambarkan karakteristik yang berbeda-beda pula pada batuan.
2.2
Besaran-besaran Fisis Batuan Besaran-besaran fisis batuan adalah besaran yang terdapat dalam batuan yang
dapat diestimasi dengan menggunakan metode-metode tertentu. Besaran-besaran fisis ini terdiri dari porositas, permeabilitas, dan tortuositas. Masing-masing besaran ini memiliki definisi dan fungsi yang berbeda pada batuan.
2.2.1
Porositas Porositas merupakan fraksi volume total batuan yang dapat diisi oleh minyak,
gas, air atau campuran dari ketiganya. Porositas merupakan parameter utama pada pengeboran minyak karena porositas menentukan jumlah kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam reservoir. Porositas total Φ didefinisikan sebagai fraksi volume total (Vbulk) dari reservoir batuan yang ditempati oleh ruang pori. Φ=
V pore Vbulk
=
Vbulk − Vrock Vbulk − (w / ρ rock ) = Vbulk Vbulk
(2.1)
Dengan Vpore dan Vrock adalah volume dari pori dan matriks secara berurutan, w adalah massa batu, dan ρ rock adalah densitas batuan. Definisi mengenai tipe porositas bermacam-macam bergantung pada bagian pori mana yang mampu dikategorikan sebagai nilai porositas dan atau yang dapat
9
diisi oleh material gas, air, ataupun minyak. Tipe porositas yang sering dihitung adalah porositas total dan porositas efektif. Porositas total adalah porositas batuan dari total volume pori yang tersedia pada sistem batuan, sedangkan porositas efektif adalah fraksi volume pori pada batuan yang bisa melewatkan aliran fluida di dalam ruang porinya. Nilai porositas efektif lebih kecil dibandingkan dengan nilai porositas total yang tidak memperhatikan apakah porinya terhubung dengan pori lain atau merupakan pori yang buntu. Porositas hanya dapat memberikan informasi mengenai gambaran volume ruang pori yang tersedia pada batuan dan tidak memberikan informasi lebih seperti distribusi pori dan ukuran pori. Berikut ini adalah tabel nilai porositas untuk beberapa jenis batu [R.Wang et al, 2004].
Batuan sampel Porositas Efektif (%) Fontainebleau sandstone 11,3 ± 0,7 Edwards Limestone 15,1 ± 1,1 Austin Chalk 18,4 ± 0,9 Indiana Limestone 7,1 ± 0,6 Tabel 2.1. Nilai porositas untuk beberapa jenis batu model R. Wang.
2.2.2
Permeabilitas Permeabilitas didefinisikan sebagai kemampuan batuan untuk mengalirkan
fluida keluar . Permeabilitas dari medium berpori bergantung pada sifat fluida dan sifat sistem pori. Sifat lainnya terdiri dari geometri pori dan konektivitas pori. Permeabilitas menentukan kecepatan aliran fluida sepanjang medium ruang pori.
10
Penelitian permeabilitas dilakukan pertama kali oleh Henri Darcy pada abad ke 19 pada batuan pasir [Darcy,1856]. Dari penelitiannya didapatkan hubungan sebagai berikut : Q=k
At Δp μL
(2.2)
Dengan Q adalah laju aliran volume dalam m3/s sepanjang medium ruang pori, At merupakan luas total yang tegak lurus dengan arah aliran, dan μ adalah viskositas dinamik dari fluida. Δp merupakan perubahan tekanan yang melewati medium ruang pori dengan panjang L, dan k adalah permeabilitas dengan satuan Darcy [Darcy,1856]. 1 Darcy sama dengan 9.87 x 10-13 m2.
Gambar 2.1. Skema percobaan Darcy
Pada persamaan (2.2), tekanan akibat pengaruh gravitasi diabaikan dan dapat ditulis ulang untuk dapat menentukan kecepatan aliran : v=
Q kΔ p = At μL
(2.3)
Struktur model pori sederhana dapat digambarkan sebagai model pipa kapiler. Model ini dinyatakan oleh Hagen-Poiseulle [Dullien,1979] sebagai :
11
Q=
πr 4 Δp 8μL
(2.4)
Dengan r adalah radius pipa kapiler.
Gambar 2.2.Model pipa kapiler dengan pipa diibaratkan sebagai ruang pori.
Konzeny [1927] dan Carman [1937] memperluas model kapiler menggunakan teori radius hidraulik. Diameter kapiler dapat dimisalkan sebagai diameter hidarulik dh yang dapat terhubung dengan diameter pori yang ekivalen : dh =
pore _ volume pore _ area
(2.5)
Ketika melakukan pengukuran permeabilitas, kecepatan aliran fluida dapat dibedakan, kecepatan aliran pori mikroskopik vF dan kecepatan makroskopik v yang akan memberikan kecepatan aliran total sepanjang pipa. Rasio Le/L mengindikasikan panjang lintasan patikel fluida yang melewati sepanjang sistem pori yang berliku. Pada situasi makroskopik partikel melewati lintasan L dengan kecepatan v. Pada waktu yang bersamaan, aliran partikel fluida sebenarnya memiliki kecepatan vF melewati lintasan efektif Le [lihat Gambar 2.3].
12
Dupuit-Forcheimer mengasumsikan hitungan untuk perbedaan antara kecepatan aliran pada pori dan kecepatan aliran. Secara umum, kecepatan DupuitForcheimer vDF didefinisikan sebagai v/ Φ .
Le 1 Le = v L Φ L
v F = v DF
(2.6)
Tipe mode Hagen-Poiseuille memberikan kecepatan aliran mikroskopik pada pori : d h Δp 32 μLe 2
vF =
(2.7)
Dengan dh adalah diamater hidraulik, Le adalah panjang rata-rata lintasan berbelok dan ko merupakan bentuk faktor dimensi yang menggambarkan bentuk batas pinggir. Kecepatan aliran makroskopik melewati tabung diberikan oleh Hukum Darcy : d Δp 1 kΔp Le kΔp v= ⇒ h = μL 32 μLe Φ μL L 2
Φd h k= 16k o
2
⎛ L ⎜⎜ ⎝ Le
⎞ ⎟⎟ ⎠
2
(2.8)
Persamaan (2.8) diatas merupakan bentuk dasar dari model kapiler. Dengan (1/k0) adalah fungsi dari geometri pori dan (Le/L)2 adalah tortuositas. Berdasarkan Carman [1937] diameter hidrulik dh untuk model pipa kapiler dapat diekspresikan sebagai : dh = 4
Φ s 0 (1 − Φ )
(2.9)
13
Dengan S0 adalah luas permukaan spesifik berdasarkan pada volume matriks batuan. Apabila persamaan (2.9) disubstitusi ke persamaan (2.8) maka persamaan KonzenyCarman akan menjadi : 1 ⎛ L⎞ Φ3 ⎜ ⎟ k= 2 2 s o (1 − Φ ) k 0 ⎜⎝ Le ⎟⎠
2
(2.10)
Simbol (Le/L)2 secara umum disebut sebagai faktor tortuositas. Tabel berikut ini [Tabel 2.2] adalah tabel permeabilitas untuk beberapa jenis batu [R.Wang et al, 2004]. Batuan sampel Porositas Efektif (%) Permeabilitas (mD) Fontainebleau sandstone 11,3 ± 0,7 559 ± 93 Edwards Limestone 15,1 ± 1,1 7 ± 0,9 Austin Chalk 18,4 ± 0,9 2,6 ± 0,3 Indiana Limestone 7,1 ± 0,6 0,18 ± 0,03 Tabel 2.2. Nilai permeabilitas untuk beberapa jenis batu model R. Wang.
Berdasarkan tabel 2.2 di atas terlihat bahwa nilai porositas yang besar belum tentu memiliki nilai permeabilitas yang besar pula. Hal ini bergantung dari karakteristik pori yang ada pada batuan tersebut.
2.2.3
Tortuositas Penelitian mengenai tortuositas pertama kali dikemukakan oleh Carman
[1937]. Pada penelitiannya dia menghitung pengaruh aliran berbelok dan berseberangan pada satu arah aliran tunggal. Definisi tortuositas sendiri akan berbeda pada masing-masing bidang keilmuan baik itu ahli teknik, geologis, maupun ahli
14
kimia. Hal ini bergantung dari cara mereka melihat pengaruh struktur pori suatu sampel. Menurut Palciauskas, tortuositas ( τ ) didefinisikan sebagai total jarak tempuh aliran fluida dalam ruang pori dengan jarak terpendek aliran tersebut. Secara matematis, turtoisitas didefinisikan sebagai berikut [Palciauskas et al ,1994]:
τ=
Le L
(2.11)
Berikut ini adalah gambar aliran antara satu pori dengan pori lain yang saling terhubung (Le) dengan panjang sampel batuan (L).
Gambar 2.3. Perbandingan antara panjang antara satu pori dengan pori lain yang saling terhubung (Le) dengan panjang sampel batuan (L).
Sedangkan dalam istilah lain, faktor tortuositas didefinisikan sebagai kuadrat panjang lintasan patikel fluida yang melewati sepanjang sistem pori yang berliku [Amyx et al ,1960]. Hal ini seperti yang terlihat sesuai dengan rumusan :
⎛L ⎞ τ =⎜ e ⎟ ⎝ L⎠
2
(2.12)
15
Faktor tortuositas ini bukanlah nilai yang dapat berdiri sendiri. Nilainya bergantung dari banyak parameter seperti porositas, geometri ruang pori, dan faktor resistivitas [Attia, 2005]. Secara teoritis, sangatlah tidak mungkin nilai tortuositas yang dihasilkan kurang dari 1 karena nilai minimun Le adalah L. Definisi tortuositas yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi tortuositas Palciauskas. Hal ini dikarenakan definisi ini adalah definisi paling umum yang sering digunakan pada eksperimen. Berikut ini beberapa nilai tortuositas model Pirson (1983). Sampel Porositas (%) Tortuositas Berea A sandstone 19,3 2,04 Berea B sandstone 20,5 1,99 Okesa A sandstone 24,6 1,91 Okesa B sandstone 26 1,74 Tallant A sandstone 25,7 1,79 Tallant B sandstone 26,5 1,69 Elgin A sandstone 22,4 2,21 Elgin B sandstone 24,2 2 Elgin C sandstone 24,2 2 Elgin D sandstone 23,9 1,98 Elgin E sandstone 23,5 2,06 Tabel 2.3. Nilai tortuositas untuk jenis sandstone model Pirson (1983).
Berdasarkan tabel 2.3 di atas terlihat bahwa nilai porositas yang besar belum tentu memiliki jalur pori yang pendek (mendekati 1). Seperti, batu pasir Berea A memiliki jalur yang lebih pendek (2.04) dibandingkan dengan batu pasir Elgin A (2.21). Padahal batu pasir Elgin A memiliki nilai porositas yang lebih besar (22.4%) dibandingkan dengan batu pasir Berea A (19.3%). Hal ini dikarenakan sifat pori yang berbeda pada masing-masing batuan.