BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pemasaran
2.1.1
Pengertian Pemasaran Menurut Kotler (2005,p10) pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu
individu dan kelompok mendapatkankan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk atau jasa yang bernilai dengan pihak lain. Menurut Stanton (umar,2005,p31) ”pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, mendistribusikan barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan baik pada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”. Dari pengertian yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya melalui proses pertukaran barang dan jasa. Dengan adanya kebutuhan tersebut mendorong manusia mengadakan hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual melalui penciptaan dan pertukaran barang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pemasaran mencakup semua kegiatan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungan secara kreatif dan menguntungkan. Keberhasilan usaha tidak ditentukan oleh produsen melainkan oleh pelanggan. Menurut Kotler (2003,pp9-15) pemasaran dapat dipahami lebih lanjut dengan mendefinisikan beberapa konsep inti dari pemasaran sebagai berikut:
5
6
1. Kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan permintaan (demands) Dasar pemikiran pemasaran dimulai dari kebutuhan dan keinginan manusia. Kebutuhan manusia (human needs) adalah ketidak beradaan beberapa kepuasan dasar. Manusia membutuhkan makanan, pakaian, tempat berlindung, keamanan, hak milik, dan harga diri. Kebutuhan ini tidak diciptakan oleh masyarakat atau pemasar. Mereka merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuasan kebutuhan yang spesifik, keinginan manusia terus dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan dan lembaga sosial seperti masjid, gereja, sekolah, keluarga, dan perusahaan. Permintaan (demands) adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya, keinginan menjadi permintaan dengan membuat suatu produk cocok, menarik, terjangkau, dan mudah didapatkan oleh konsumen yang dituju. 2. Produk (barang, jasa, gagasan) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Kadang-kadang kita akan memakai istilah lain untuk produk seperti penawaran (offering) dan pemecahan (solution). 3. Biaya, nilai, dan kepuasan Nilai (value) adalah perkiraan konsumen atas seluruh kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhan. 4. Hubungan dan jaringan Pemasaran hubungan (relationship marketing) adalah praktek membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci (pelanggan, pemasok, penyalur) guna pertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang mereka.
7
5. Pasar Pasar terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. 6. Pemasar dan calon pembeli Jika satu pihak lebih aktif mencari pertukaran daripada pihak lain, kita menamakan pihak pertama sebagai pemasar dan pihak kedua sebagai calon pembeli. Pemasar adalah seseorang yang mencari satu atau lebih calon pembeli yang akan terlibat dalam pertukaran nilai (value). Calon pembeli adalah seseorang yang diidentifikasi oleh pemasar sebagai orang yang mungkin bersedia dan mampu terlibat dalam pertukaran nilai.
2.1.2
Bauran Pemasaran dalam Jasa Menurut Kotler (2004,p18) bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan secara terus-menerus untuk mencapai tujuan di pasar sasaran. Usaha pemasar secara positif akan berhubungan dengan ekuitas merek jika usaha tersebut menimbulkan tanggapan perilaku yang lebih menguntungkan pada produk bermerek dibandingkan dengan dimensi ekuitas merek harus ditentukan lebih dulu bauran pemasarnya. Dimana bauran pemasaran digunakan sebagai alat bersaing dalam pasar sasarannya. Konsep bauran pemasaran itu sendiri dipopulerkan pertama kali oleh Jerome MC.Carthy yang merumuskan menjadi 4P (product, Price, promotion, place). Dalam perkembangannya sejumlah penelitian menunjukan bahwa 4P terlampau terbatas atau sempit untuk bisnis modern. Namun karena marketing mix 4P di kembangkan atas dasar studi pada industri manufaktur mempunyai beberapa kelemahan dan kekurangan jika diaplikasikan dlam industri jasa. Keterbatasan penerapan 4-P ini mendorong para peneliti
8
untung
mengembangkan
agar
dapat
diaplikasikan
secara
lebih
general,
sehingga
ditambahkan element people, process, physical evidence dalam Palmer,2001 (Arief, 2006) 1. Product (produk) Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam industri jasa, produk bersifat tidak nyata atau tidak dapat diamati secara langsung sehingga hanya dapat diamati pada prosesnya bukan hasilnya. Oleh karena sifat jasa ini maka kualitas pelayanan menjadi elemen kunci dalam indusri jasa. 2. Price (harga) Oleh karena sifat jasa yang tidak nyata maka harga dapat menjadi sebuah indikator yang dianggap dapat mewakili kualitas jasa tersebut.penetapan harga yang terlalu murah dan jauh di bawah harga pesaing akan mengesankan jasa tersebut berkualitas rendah, sebaliknya penetapan harga yang terlalu tinggi akan menciptakan kesan jasa tersebut terlalu tinggi akan menciptakan kesan jasa tersebut sangat mahal yang merugikan perusahaan. Untuk itu, penetapan harga harus benar-benar melalui proses pertimbangan yang mantang dan rasional serta diikuti dengan komunikasi yang cukup. 3. Place (tempat) Kebijakan dalam menentukan tempat dan saluran distribusi ini dimaksudkan untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk yang kita tawarkan. Pada perusahaan jasa yang berbasis peralatan dan harus dilakukan di tempat khusus, hal ini mutlak harus dikelolah dengan baik sebagaimana menawarkan produk fisik, bahkan harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan lingkungan yang lebih nyaman bagi konsumen. Akan tetapi, pada jasa yang berbasis personel dimana
9
penyedia jasa dapat mendatangi konsumen, fokusnya adalah mempermudah konsumen untuk menghubungi perusahaan, misalnya dengan menambah jalur telepon, memperbanyak operator telpon dan lain-lain. 4. Promotion (promosi) Promosi sebagai cara untuk mengkomunikasikan manfaat jasa kepada konsumen merupakan elemen penting dalam industri jasa. Oleh karena sifatnya yang tidak nyata maka salah satu tujuan promosi adalah untuk membuat jasa tersebut lebih nyata bagi konsumen. Dalam industri jasa komunikasi ”word of mounth” merupakan promosi yang efektif dalam memengaruhi minat konsumen terhadap jasa yang ditawarkan. 5. People (orang) Pada sebagian besar perusahaan jasa, karyawan perusahaan (people) merupakan elemen vital dalam bauran pemasaran. Kalu pada perusahaan manufaktur, dimana proses produksi terpisah dengan konsumsi, konsumen tidak akan terpengaruh, misalnya oleh pakaian yang dipakai karyawan, bahasa yang digunakan, maupun sifat buruk lain yang mungkin tidak akan memepengaruhi barang yang dihasilkan. 6. Process (proses) Pada industri jasa proses produksi sering kali lebih penting daripada hasilnya. Hal ini karena terjadinya interaksi langsung antara produsen yang melakukan proses produksi bersamaan, bahkan dalam beberapa kasus konsumen ikut terlibat dalam proses produksi. Dalam perusahaan jasa tidak dapat dilakukan pemisahan yang jelas antara manajemen pemasaran dan operasi. 7. Physical evidence (penampakan fisik) Sifat jasa yang tidak nyata hanya akan dinilai setelah dikonsumsi akan meningkatkan resiko pengambilan keputusan pembelian konsumen. Dengan
10
demikian tantangan kritis dalam pemasaran jasa membuat lebih nyata dengan cara mengelolah bukti fisik. Konsumen tidak dapat melihat jasa yang ditawarkan, tetapi dapat melihat bukti fisik yang dapat dihubungkan dengan jasa yang ditawarkan. Apabila berbagai bukti fisik ini dikelolah dengan baik akan memudahkan konsumen dalam menilai jasa dan mengurangi resiko dalam mengambil keputusan pembelian.
2.1.3
Pengertian Jasa Menurut
Rangkuti (2006,p26) Jasa merupakan pemberian suatu kriteria atau
tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Sedangkan menurut Musanto(2004), pada dasarnya jasa adalah merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ke tidak berwujudan yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan memberikan berbagai manfaat bagi pihak-pihak terkait. Pada umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk, karena: 1. Pemasaran jasa lebih bersifat intangibel dan immaterial karena produknya kasat mata dan tidak dapat diraba. 2. Produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitasnya dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. 3. Interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk. Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kepuasaan pelanggan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa pelayanan:
11
1. Merumuskan suatu strategi pelayanan. 2. Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan. 3. Menetapkan suatu standar kualitas secara jelas. 4. Menerapkan sistem pelayanan yang efektif 5. Karyawan yang berorientasi kepada kualitas pelayanan. 6. Survey tentang kepuasan dan kebutuhan pelanggan. Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengolah tiga aspek yang dikenal sebagai segitiga jasa berikut: 1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan. 2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut. 3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut.
Pelanggan
External marketing
Interactive marketing
Menetapkan janji mengenai
menyampaikan produk / jasa
Produk / jasa yang akan
sesuai dengan yang telah
disampaikan.
di janjikan.
Karyawan
Manajemen Internal marketing Membuat agar produk / jasa
Disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan. Gambar 2.1 Diagram segitiga pemasaran jasa
12
Kegagalan di satu sisi dapat menyebabkan segi tiga jasa tidak berkembang, yang artinya industri jasa tersebut gagal. Pembahasan industri jasa harus meliputi perusahaan, karyawan, serta pelanggan. Status dan peran perusahaan, karyawan, serta pelanggan seperti pada gambar 2.1 :
Tabel 2.1 peran dan status segitiga pemasaran jasa Status Perusahaan
Peran
Fasilitator terhadap karyawan
• Penyelidik keinginan pelanggan
agar
• Pembuat spesifikasi jasa yang akan
mampu
melayani
pelanggan
disampaikan • Pemberdaya karyawan agar mampu menyampaikan
jasa
kepada
pelanggan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan Karyawan
Penyampai jasa
• Jasa itu sendiri • Personifikasi
atau
gambaran
dari
perusahaan • Pemasar jasa secara tidak langsung
Pelanggan
Penerima jasa
Sumber: Rangkuti (2006,p28)
•
Penilai kualitas jasa
13
2.1.4
Karakteristik Jasa Secara umum jasa memiliki suatu karakteristik yang berbeda dari produk yang bukan
jasa. Karakteristik tersebut lebih dikarenakan oleh sifat dari produk jasa yang tidak dapat dirasakan secara fisik. Dengan demikian karakteristik jasa merupakan suatu bagian dari ciri ciri jasa yang melekat pada produk. Adapun karakteristik jasa dapat diidentifikasi menjadi empat bagian. Keempat karakteristik tersebut terdiri dari:
Intangibility
Inseparability
Services
Perishability
Variabelity
Gambar 2.2 Karakteristik jasa Sumber: Nirwana (2004, p9) Prinsip-prinsip pemasaran jasa
Keterangan: •
Intangibility Jasa bersifat intangibilty, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dikonsumsi. Pelanggan tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum menikmatinya sendiri. Para pelanggan akan menyampaikan kualitas jasa dari
14
temapat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication material) dan harga (price) yang mereka amati. •
Insparability Jasa bersifat insparability, artinya jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa. Barang biasanya diproduksi, ditempatkan pada persediaan, didistribusi melalui berbagai pengecer, dan akhirnya dikonsumsi. Lain halnya dengan jasa yang biasanya dijual terlebih dahulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersama. Jasa yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh peran penyedia jasa maupun pengguna jasa. Dengan demikian jasa tidak mengenal istilah penyimpanan jasa atau gudang.
•
Variability Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan ion standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Sehingga konsumen jasa akan memiliki keragaman jasa yang dikonsumsinya sesuai dengan yang diharapkan olehnya.
•
Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, dengan demikian bila jasa tidak digunakan maka jasa itu tidak akan berlalu begitu saja. Jasa yang dihasilkan akan dimanfaatkan pada saat konsumsi jasa tersebut. Jika terdapat permintaan maka jasa tersebut akan ditawarkan dan permintaan selanjutnya merupakan penawaran dari jasa berikutnya.
2.1.5
Proses Konsumsi Jasa Menurut Nirwana (2004,pp21-22), perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk
jasa, sama halnya seperti didalam mengkonsumsi produk yang bersifat bukan jasa. Didalam mengkonsumsi produk jasa, konsumen akan dihadapkan pada suatu proses pemilihan, proses pengkonsumsian, dan proses setelah mengkonsumsi. Dengan demikian didalam
15
menggunakan produk jasa terdapat tiga tahap yang akan dilalui oleh konsumen. Masingmasing tahap tersebut meliputi tahap sebelum pembelian, tahap proses pembelian, dan tahap setelah pembelian. Dalam setiap tahapan pembelian terdapat beberapa sub-tahap, dimana untuk tahap sebelum pembelian, seorang konsumen akan menghadapi kondisi atau situasi munculnya kebutuhan terhadap produk jasa yang sedang dikehendaki. Dari munculnya kebutuhan tersebut seorang konsumen akan melakukan suatu penggalian informasi tentang produk jasa itu dan mendefinisikan tingkat kebutuhannya terhadap produk jasa. Setelah mengidentifikasi kebutuhan dan mencari beberapa alternatif pilihan terhadap produk jasa tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan beberapa evaluasi terhadap beberapa produk jasa yang ditawarkan oleh produsen. Dalam tahap ini, seorang konsumen akan melakukan suatu pencarian informasi berkaitan dengan produk jasa yang sedang dikehendaki. Proses pencarian informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melihat beberapa brosur tentang produk jasa, atau melihat media iklan yang sedang dipromosikan. Tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan pembelian, dimana konsumen produk jasa telah dan sedang menilai manfaat yang dikonsumsinya. Pada tahap ini konsumen telah mendapatkan produk jasa yang dikehendakinya dari pihak produsen jasa yang diminta konsumen. Tahap terakhir dari proses pembelian produk jasa adalah tahap setelah pembelian. Pada tahap ini konsumen dapat melakukan penilaian tentang manfaat yang dirasakan dari produk jasa tersebut. Jika produk jasa bersangkutan dapat memberikan manfaat, maka akan terjadi proses konsumsi selanjutnya terhadap produk tersebut. Sebaliknya jika produk jasa dinilai tidak menguntungkan maka dimasa yang akan datang akan mempengaruhi keputusan pembelian. Artinya, konsumen akan menghindari atau mengurangi konsumsinya terhadap jasa bersangkutan. Berikut gambar 2.3 proses konsumsi jasa :
16
Kebutuhan pada jasa Mencari
informasi
tentang
keberadaan jasa yang dibutuhkan
Tahap sebelum konsumsi
Melakukan evaluasi terhadap beberapa alternatif jasa yang ditawarkan Melakukan permintaan terhadap jasa
Tahap konsumsi
Penyerahan jasa dari produsen ke konsumen
Proses evaluasi setelah konsumsi
Setelah konsumsi
Tindakan kedepan setelah konsumsi Gambar 2.3 proses konsumsi jasa Sumber: Nirwana (2004, p23) prinsip – prinsip pemasaran
2.1.6
Kualitas Pelayanan Jasa
2.1.6.1Definisi Kualitas Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
17
manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Thomas Hugue (Hessel,2003,p74) mengatakan, ”what i call big o for what others
might call total quality involves more than product quality. Quality has come to include lever. Of service to the customer, responsiveness to the customer, delivery performance, competitive pricing, comprehension or anticipation of where the customer is going the market-place all the thing that define your worth in the mind of the customer”. Menurut Kotler dan Armstrong (2001,p310), kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi keinginan yang dinyatakan atau yang tersirat. Tjiptono (2001, p51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. W.Edwards Deming (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas dapat didefinisikan sebagai apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. Crosby (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. Juran (dalam Yamit, 2004, p7), kualitas adalah kesesuaian terhadap spesifikasi. J. Paul Peter and Jerry C. Olson (2005, p667), quality is the extent to wich customers
feel that product or service exceeds their needs an expectation.
2.1.6.2 Pengertian Kualitas Jasa Kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampain jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan (Rangkuti,2008,p28). Jenis kualitas jasa yang digunakan untuk menilai kualitas jasa adalah sebagai berikut:
18
1. Kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri. 2. Kualitas pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyampaian jasa tersebut. Setiap perusahaan jasa perlu mengetahui, mengantisipasi, dan memenuhi kebutuhan serta keinginan pelanggan dengan memperhatikan kriteria jasa. Berdasarkan pendapat rangkuti (2006,p29), ada sepuluh kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas suatu jasa, yaitu: 1. Reliability (keandalan). 2. Responsiveness (ketanggapan). 3. Competence (kemampuan). 4. Access (mudah diperoleh). 5. Courtesy (keramahan). 6. Communication (komunikasi). 7. Credibility (dapat dipercaya). 8. Security (keamanan). 9. Understanding (memahami pelanggan). 10. Tangibles (bukti nyata yang kasat mata). Kesepuluh dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu sebagai berikut: 1. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik. 2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 3. Emphaty( empati), yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, serta kemudahan untuk dihubungi.
19
4. Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi. 5. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan, kesopanan petugas, serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. Menurut Yamit (2004, pp32-33) usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan adalah sebagi berikut: 1) Reliability a) Pengatur fasilitas. b) Sistem dan prosedur dilaksanakan taat azas. c) Meningkatkan efektifitas jadwal kerja. d) Meningkatkan koordinasi antar bagian. 2) Responsiveness a) Mempercepat layanan. b) Pelatihan karyawan. c) Komputerisasi dokumen. d) Penyederhanaan sistem dan prosedur. e) Pelayanan yang terpadu (one stop shoping). f)
Penyederhanaan birokrasi.
g) Mengurangi pemusatan keputusan. 3) Competence a) Meningkatkan profesional karyawan. b) Meningkatkan mutu. 4) Credibility a) Meningkatkan sikap mental karyawan untuk bekerja giat. b) Meningkatkan kejujuran karyawan. c) Menghilangkan kolusi.
20
5) Tangibles a) Perluasan kapasitas b) Penataan fasilitas c) Meningkatkan infrastruktur d) Menambah peralatan e) Menambah atau menyempurnakan fasilitas komunikasi f)
Perbaikan sarana
6) Understanding the customer a) Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen. b) Meningkatkan keberpihakan pada konsumen. 7) Communication a) Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap kegiatan. b) Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien. c) Tujuan peningkatan kualitas layanan adalah menimbulkan kepuasaan konsumen, kepuasaan disini merupakan perasaan emosional yang muncul secara spontan apabila apa yang dipikirkan atau harapankan konsumen terpenuhi. Oleh karena itu, maka pihak manajemen perlu menyediakan layanan yang benar-benar berkualitas supaya terwujud kepuasaan konsumen yang berdampak pada loyalitas pelanggan. Untuk melakukan pengukuran gap maka kuailtas pelayanan harus di klasifikasi. Pengaklasifikasian terdiri dari lima (5) dimensi kualitas layanan. Lima dimensi kualitas layanan menurut Zeithaml dan M.J. Bitner (1996) ialah: 1. Tangibles, yaitu penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik serta keadaan lingkungan sekitar yang merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
21
2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan yang sesuai dengan janji dengan tepat dan benar. 3. Responsiveness, yaitu kesadaran atau keinginan untuk cepat bertindak dalam membantu dan memberikan layanan kepada konsumen. 4. Assurance, yaitu pengetahuan, keramahan, kemampuan, serta kesopanan karyawan dalam memberikan layanan sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan konsumen akan layanan perusahaan. 5. Emphaty, yaitu kesediaan karyawan dalam membantu dan memberikan layanan kepada konsumen secara individu. Dalam jurnal Poppy Laksmono dan Nur Ainy Khomariyah “ Analisa kualitas pelayanan sebagai pengukur loyalitas pelanggan hotel majapahit surabaya dengan pemasaran relasion sebagai variabel intervening” menyatakan bahwa Kualitas layanan ditinjau dari tangible
reliability, responsiveness, assurance dan empathy. Pemasaran relasional ditinjau dari harmony, acceptance dan participation simplicity. Sedangkan loyalitas pelanggan ditinjau dari say positive things, recommend friend, continue purchasing. Berdasarkan perspektif kualitas, menurut Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1985) yang dikutip oleh Yamit (2004, p. 10-11), telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasikan lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah : 1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. 3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
22
4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. 5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. Berikut di bawah ini tabel dimensi dan atribut model servqual yang dikembangkan oleh Zeithaml, Berry dan Parasuraman (1988) dikutip oleh Utami (2006, p.250).
Tabel 2.2 Dimensi dan Atribut Model SERVQUAL No.
Dimensi
No.
1
Keberwujudan
1
Peralatan Terbaru.
(Tangibles)
2
Fasilitas fisik yang mempunyai daya tarik.
3
Karyawan yang berpenampilan rapi.
4
Fasilitas fisik sesuai dengan jenis jasa yang ditawarkan.
5
Bila menjanjikan akan melakukan sesuatu pada waktu yang
2
Keandalan (Reliability)
Atribut
telah ditentukan, pasti akan direalisasikan. 6
Bersikap simpatik dan sanggup menenanglan pelanggan pada setiap masalah.
3
Ketanggapan
7
Jasa dilakukan dengan benar sejak awal.
8
Jasa disampaikan sesuai dengan waktu yang dijanjikan.
9
Sistem pencatatan yang akurat dan bebas dari kesalahan.
10
Kepastian waktu penyampaian jasa diinformasikan dengan
(Responsiveness)
jelas kepada para pelanggan. 11
Pelayanan yang cepat dari karyawan.
12
Karyawan yang selalu bersedia membantu pelanggan.
13
Karyawan yang tidak terlalu sibuk sehingga sanggup
23
menanggapi permintaan pelanggan dengan cepat. 4
jaminan
14
Karyawan yang terpercaya.
(assurance)
15
Perasaan aman sewaktu melakukan transaksi dengan karyawan perusahaan jasa.
16
Karyawan yang selalu bersikap sopan terhadap pelanggan.
17
Karyawan yang berpengalaman luas sehingga dapat menjawab pertanyaan pelanggan.
5
Empati
18
Perhatian individual dari perusahaan.
(empathy)
19
Waktu beroperasi yang cocok bagi para pelanggan.
20
Karyawan yang memberikan perhatian personal.
21
Perusahaan yang sungguh-sungguh memerhatikan kepentingan setiap pelanggan.
22
Karyawan yang memahami kebutuhan spesifik pelanggan.
Sumber: Utami (2006, p.250)
2.1.6.3 Hambatan layanan Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas pelayanan (p32, Yamit 2004). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: a. Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan. b. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen. c.
Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan.
d. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik. e. Petugas sering tidak ada ditempat sehingga sulit untuk dihubungi. f.
Banyak interest pribadi.
g. Budaya tip.
24
h. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas. i.
Kurang profesional (kurang terampil menguasai bidangnya).
j.
Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat.
k. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu. l.
Tidak ada keselarasan antara bagian dalam memberi layanan.
m. Kurang kontrol sehingga petugas agak ”nakal”. n. Ada diskriminasi dalam memberikan layanan. o. Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi. Dalam pelaksanaannya, standar kualitas pelayanan jasa yang telah ditetapkan oleh perusahaan tidak selalu sama dengan apa yang diterima konsumen. Akibatnya jasa yang telah diberikan perusahaan tidak dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Dalam Tjiptono (2006) mengemukakan lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: 1. Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. Pihak manajemen tidak dapat selalu merasakan atau memahami apa yang diinginkan pelanggan, sehingga mereka tidak mengetahui bagaimana jasa tersebut dirancang, serta jasa pendukung apa yang dibutuhkan konsumen 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mampu memahami apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu dengan jelas. Hal ini disebabkan karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya serta adanya kelebihan permintaan. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Perusahaan tidak mampu memenuhi standar kualitas jasa yang ditetapkan. 4. Gap antara penyampaian jasa dan konsumen dan komunikasi eksternal. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mampu memenuhi janji mereka.
25
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berlainan.
2.1.7
Pengertian Konsumen dan Pelanggan Berdasarkan model lima kekuatan kompetitif dari porter, konsumen memiliki
kedudukan sebagai salah satu kekuatan melalui daya tawarnya (bargaining power). Daya tawar konsumen ini menjadi sangat penting karena merekalah yang mempunyai kebutuhan dan keinginan, sarana pembelian (waktu dan uang), dan menentukan keputusan pembelian (prasetijo dan ihakuwar,2005,p4). Definisi pelanggan potensial menurut Harvey Thompson (2000,p42) yaitu: 1. Seorang pelanggan atau konsumen adalah orang atau organisasi yang berinteraksi dengan produk, jasa, atau proses dan kemungkinan merupakan pengguna akhir. 2. Seorang pelanggan atau channel adalah orang atau organisasi yang membeli atau menangani produk atau jasa, biasanya sebagai intermediary pengguna lain. 3. Pelanggan atau proses internal adalah bagian dari rantai proses perusahaan yang menyediakan produk atau jasa kepada pelanggan eksternal. Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer) seseorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usah. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai pembeli atau konsumen (Trisno Musanto,2004).
26
Seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Strategi, rencana, program, dan prioritas perusahaan mengenai hubungan dengan pelanggannya biasanya dibuat berdasarkan perspektif sudut pandang dari dalam ke luar (inside-out). Padahal seharusnya perusahaan melihat dari sudut pandang luar ke dalam (outside-in), mengambil dari perspektif pelanggan seterusnya ketika berinteraksi dalam bisnis.
Berdasarkan
pendapat
Harvey
Thompson
(2000,p31)
perusahaan
perlu
mengidentifikasi target pelanggan dan mendapatkan visi mereka untuk berbisnis dengan perusahaan dengan beberapa langkah berikut ini: 1. Bagaimana menilai atau keuntungan yang diperoleh pelanggan dari interaksi yang terjadi dengan produk, pelayanaan, dan proses perusahaan? 2. Apa level minimum dari nilai yang harus dimiliki untuk mempertahankan pelanggan? 3. Apa level optimum dari nilai yang dapat diharapkan pelanggan? 4. Atribut apa saja dari penjual ideal dan nilai pengiriman ideal yang dapat mempengaruhi perilaku, loyalitas, dan pertumbuhan pembeli?
2.1.8
Perilaku Konsumen Banyak definisi mengenai perilaku konsumen yang telah dikemukakan para ahli
sebagai berikut: 1. Interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka (J.Paul Peter dan Jerry c.Oslo).
27
2. Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini (James F.Engel). Sedangkan menurut Freddy Rangkuti, perilaku konsumen dapat didefinikan sebagai berikut: 1. Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang konsumen, kelompok konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. 2. Perilaku
konsumen
melibatkan
interaksi,
menekankan
bahwa
untuk
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, kita harus memahami yang dipikirkan
(kognisi),
dirasakan
(pengaruh),
dan
dilakukan
(perilaku)oleh
konsumen. Selain itu kita juga harus memahami apa dan dimana peristiwa (kejadian sekitar) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen. 3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga berkaitan dengan pertukaran.
28
Antecendent ( misalnya expectations)
Performance outcomes
Blackbox ( Processing
Satisfaction dissatisfaction
psychology )
Gambar 2.4 diagram model ”kotak hitam” pembeli Sumber: Rangkuti (2006,p60)
Model perilaku konsumen sebagian bersumber dari model rangsangan tanggapan. Rangsangan pemasaran dan lainnya masuk ke dalam ”kotak hitam” pembeli dan menghasilkan tanggapan pembeli. Rangsangan pemasaran yang terdiri dari produk, harga, tempat, dan promosi yang disertai dengan rangsangan lainnya berupa kekuatan dan peristiwa besar dalam lingkungan pembeli, ekonomi, politik, dan budaya akan masuk melalui ”kotak hitam”pembeli dan menghasilkan serangkaian tanggapan pembeli. Para konsumen membuat keputusan tidak dalam sebuah tempat yang terisolasi dalam lingkungan sekitar. Perilaku pembelian mereka sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. a.
Faktor budaya Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku budaya ini terdiri dari beberapa komponen : 1. Budaya adalah penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar muncul dari pembelajaran.
29
2. Sub budaya : setiap budaya terdiri dari sub budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri dan sosialisasi khusus anggota-anggotanya. Sub budaya terdiri dari bangsa, agama, kelompok, ras, dan budaya geografis. Banyak subbudaya yang membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. 3. Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif lebih homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan hierarki. Para anggota dalam setiap jenjang tersebut memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama. b.
Faktor sosial Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status. 1. Kelompok acuan seseorang terdiri dari sebuah kelompok yang memiliki pengaruh langsung (melalui tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. 2. Keluarga adalah organisasi (kelompok kecil pembeli) yang paling penting pada masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. 3. Peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan seseorang. Setiap peran memiliki status.
c.
Faktor pribadi Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi : 1. Usia dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi ini juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga.
30
2. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Sebuah perusahaan bahkan dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok pekerjaan tertentu. 3. Keadaan ekonomi. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. 4. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan ”keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. 5. Kepribadiaan dan konsep diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya. d.
Faktor psikologis Pilihan seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan serta keyakinan dan pendirian. 1. Motivasi merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu tindakan. 2. Persepsi adalah proses bagaimana individu memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan serta informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Sementara itu, bagaimana seseorang bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya atau situasi tertentu. Persepsi ini tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. 3. Pengetahuan.
Pada
menggambarkan
saat
perubahan
bersumber dari pengalaman.
seseorang perilaku
bertindak, seseorang
mereka individu
belajar. perubahan
Belajar yang
31
4. Keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif tentang suatu hal yang dianut oleh seseorang. Sedangkan sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau gagasan
2.1.9
Loyalitas pelanggan
2.1.9.1 Pengertian loyalitas pelanggan Menurut Olson (1993), loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu
yang lama
melalui
suatu
proses
pembelian
yang berulang-ulang
tersebut
(musanto,2004). Seorang pelanggan yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa. Pembeliannya bukan merupakan peristiwa acak. Selain itu, loyalitas menunjukan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas adalah retensi pelanggan (customer retention) dan total pangsa pelanggan (total share of customer). Tingkat retensi pelanggan adalah persentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. Pangsa pelanggan suatu perusahaan menunjukan persentase dari anggaran pelanggan yang dibelanjakan ke perusahaan tersebut. Setiap kali pelanggan membeli, pelanggan akan bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian pertama kali akan bergerak melalui lima langkah: 1. Kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap ini perusahaan mulai membentuk ”pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa yang ditawarkan lebih unggul dari para pesaing.
32
2. Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan. 3. Evaluasi pasca – pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing. 4. Keputusan membeli kembali Keputusan membeli kembali sering kali merupakan langkah selanjutnya yang akan terjadi secara ilmiah bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan produk tertentu. Cara lain untuk memotivasi pelanggan supaya membeli kembali adalah dengan menenemkan gagasan ke dalam pikiran pelanggan bahwa beralih ke pesaing lain akan membuang waktu, uang, atau menghambat kinerja pelanggan. 5. Pembelian kembali Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulang langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Hambatan terhadap peralihan dapat mendukung pelanggan untuk membeli kembali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja item itu dibutuhkan. Itu adalah jenis pelanggan yang harus didekati, dilayani, dan dipertahankan.
33
Keterlibatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk atau jasa dibentuk oleh dua dimensi, yaitu: 1. Tingkat Preferensi Seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu. 2. Tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan Seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif-alternatif lain. Pelanggan yang membeli barang atau jasa tertentu secara berulang kali belum tentu merupakan pelanggan yang setia. Pelanggan ini bisa saja melakukan pembelian secara berulang karena tidak ada pilihan lain. Kesetiaan pelanggan yang sebenarnya mencerminkan komitmen psikologis pelanggan terhadap merek tertentu. Kesetiaan sebagai suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten barang atau jasa di masa yang akan datang. Pelanggan menjadi setia biasanya bukan disebabkan salh satu aspek dalam perusahaan saja, tetapi biasanya pelanggan menjadi setia karena ”paket” yang ditawarkan seperti produk, pelayanan, dan harga. Kriteria untuk mengidentifikasi pelanggan setia, yaitu: 1. Keinginan untuk membeli produk atau jasa dari perusahaan dan memberi perhatian yang lebih sedikit kepada produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. 2. Merekomendasikan perusahaan, produk, pelayanan perusahaan dari mulut ke mulut kepada orang lain. 3. Membeli lebih banyak ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk-produk yang ada. 4. Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk-produknya. 5. Kurang peka terhadap harga dan tindakan pro aktif untuk memberikan saran produk atau jasa kepada perusahaan.
34
Banyak
perusahaan
mengandalkan
kepuasan
pelanggan
sebagai
jaminan
keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan. Berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Pelanggan yang loyal menurut Griffin (2005, p.31) adalah orang yang : 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur Pelanggan melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Pelanggan tersebut membeli produk yang sama sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 2. Membeli antar lini produk dan jasa Pelanggan membeli semua barang atau jasa yang dibutuhkan dan yang ditawarkan. Melakukan pembelian secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 3. Merefrensikan kepada orang lain Pelanggan membeli semua barang atau jasa yang dibutuhkan dan yang ditawarkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu mereka juga mendorong teman-teman mereka atau kluarga mereka untuk membeli barang dan jasa perusahaan, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. 4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing Pelanggan tidak mudah terpengaruh oleh produk atau jasa yang di tawarkan oleh perusahaan pesaing.
35
2.2 Rerangka pemikiran
Pulau Ayer Resort & Cottages
Wawancara dan penyebaran kuesioner
Kualitas Pelayanan Jasa : 1. Responsiveness ( Ketanggapan ) 2. Realibility ( Kehandalan) 3. Emphaty ( Empati ) 4. Assurance ( Jaminan ) 5. Tangibles ( Bukti Langsung )
Loyalitas Pelanggan : 1. Keinginan Untuk Membeli 2. Merekomendasi 3. Membeli Lebih Banyak 4. Membicarakan hal-hal yang baik 5. Kurang Peka Terhadap Harga dan Memberi Saran
Gambar 2.5 Rerangka pemikiran Sumber : peneliti
2.3
Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut: 1. H0: Tidak pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan. Ha: Ada pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap loyalitas pelanggan